Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

RANCANGAN UNDANG UNDANG OMNIBUS LAW

CIPTA LAPANGAN KERJA

“KETENAGAKERJAAN”

Oleh:

ANANG NASRUDIN MAHFUD

21100120120007

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

DESEMBER 2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum.Demikian bunyi Pasal 1 Ayat 3


Undang-undang Dasar (UUD) 1945.Dalam penerapan di kehidupan sehari-hari
disesuaikan dengan aturan-aturan yang mengatur masyarakat (rule of law).
Mengingat penerapan hukum yang digunakan bangsa Indonesia cukup beragam,
maka dalam unifikasi (penyatuan) hukum sangat diperlukan untuk mengatur
seluruh warga negara Indonesia.Dalam bidang ekonomi dan investasi,banyak
sekali aturan yang saling tumpang tindih ,dan iklim investasi akan sulit
berkembang jika terlalu banyak aturan yang tumpang tindih dari pusat hingga
daerah, serta dengan prosedur perizinan yang lama menjadi suatu sumber masalah
yang tidak terselesaikan, maka untuk mengatur tersebut diperlukan suatu aturan
yang dapat menampung banyaknya aturan yang ada di Indonesia.

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ,dalam meningkatkan


investasi di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara lain,Presiden Joko
Widodo membuat suatu terobosan.Terobosan tersebut menggunakan Omnibus
Law Cipta Lapangan Kerja.Dengan hadirnya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
diharapkan dapat mengatasi permasalahan rumitnya perizinan dan tumpang
tindihnya peraturan yang selama ini menghambat jalannya investasi di Indonesia.
Terdapat 11 bidang kebijakan yang menjadi perhatian dalam RUU yang bertajuk
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini, diantaranya adalah :

1. Ketenagakerjaan
2. Persyaratan Investasi
3. Penyederhanaan Perizinan
4. Kemudahan Berusaha
5. Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM
6. Dukungan Riset dan Teknologi
7. Administrasi Pemerintahan
8. Pengenaan Sanksi
9. Pengadaan Lahan
10. Investasi dan Proyek Pemerintah
11. Kawasan Ekonomi

Tanggapan dari RUU ini pun beragam, ada yang mendukung dan tidak
sedikit yang menolak. Para masyarakat kalangan menengah kebawah kebanyakan
menolak adanya RUU ini yang ditunjukkan adanya demo besar-besaran dari
golongan buruh dan masyarakat. Demo tersebut didasarkan isi dari pasal-pasal
dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang dianggap merugikan
masyakat Indonesia dan golongan buruh.RUU Omnibus Law Cilaka berjumlah
174 pasal, yang memuat beberapa perubahan dan pembatalan norma atas 79
undang-undang yang menjadi inti aturan dalam berbagai bidang. RUU Cilaka ini
juga mengatur kurang lebih 500 peraturan pelaksana untuk melengkapi peraturan
di 11 bidang yang ditulis sebelumnya.

Ketika draft RUU ini tersebar kepada publik, terjadi kehebohan akibat
tidak terimanya masyarakat terhadap isi rancangan, sedangkan kelompok bisnis
tetap mendorong penerbitan RUU ini. Melalui beberapa kementerian, Pemerintah
memberikan argumentasi bahwa draft yang beredar bukan draft final dan ada yang
menyebutnya sebagai hoax. Namun, perlawanan terhadap RUU Omnibus Law
Cipta Lapangan Kerja yang sering disingkat sebagai RUU Cilaka terus menguat.
Kelompok masyarakat dan buruh merespon dengan beberapa demonstrasi.
Penolakan ini tidak diakomodasi dengan positif oleh Pemerintah.

Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cilaka ini sudah membuat


panas dingin situasi masyarakat. Kelompok masyarakat mulai aktif menganalisis
isi dari RUU tersebut. Ada pihak yang menentang isi dan ada juga pihak yang
mendukung pemerintah. Maraknya ketidaksukaan masyarakat terhadap isu ini,
membuat diperlukannya kajian tentang RUU itu. RUU Omnibus Law Cilaka
menjadi kajian hukum yang menarik untuk ditemukan solusinya agar amanah
konstitusi dalam menyejahterakan warga negara Indonesia dapat tercapai dengan
sesungguhnya.
Salah satu yang terdapat dalam RUU Omnibus Law Cilaka adalah
ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
masalah tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja
(Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Masalah
ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan ditandai dengan jumlah pengangguran cukup besar.Sebuah
negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang
berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara - negara yang
memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia.

Masalah ketenagakerjaan, pengangguran, dan kemiskinan Indonesia sudah


menjadi masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan penanganan segera supaya
tidak semakin membelit dan menghalangi langkah Indonesia untuk menjadi
mengara yang lebih maju. Permasalahan pengangguran ini merupakan persoalan
serius karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat
kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Untuk itu perlu
adanya upaya untuk menanggulangi masalah ketenagakerjaan yang berkaitan
dengan banyaknya jumlah pengangguran.
BAB 2

PERMASALAHAN

Substansi RUU Omnibus Law Cilaka terus menjadi sorotan publik


terutama pasca pemerintah mengirimkan naskah akademik dan drafnya ke DPR.
Berbagai kritikan dan masukan berbagai elemen masyarakat terus ditujukan
kepada pembentuk UU baik proses penyusunan maupun materi muatannya.
Sebab, RUU yang diarahkan pada peningkatan kemudahan berusaha dan investasi
demi perluasan lapangan pekerjaan ini menyasar banyak sektor yang menyangkut
hajat hidup orang banyak.

Salah satunya, RUU Omnibus Law Cilaka pada bidang ketenagakerjaan


dengan tiga UU terdampak yakni UU No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan,UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional,dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Artinya, ketiga UU ini, ada
pasal-pasal yang dinilai menghambat kemudahan berusaha dan investasi bakal
direvisi/diubah atau dihapus melalui RUU Cipta Kerja.RUU Omnibus Law Cipta
Lapangan Kerja ini memiliki kecenderungan dalam peningkatan perekonomian
tanpa memperdulikan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Wajar,
sejak awal organisasi serikat buruh hingga kini menolak tegas materi muatan
RUU ini. Hal ini terlihat dalam RUU Cipta Kerja cenderung lebih merugikan
buruh/pekerja dibandingkan regulasi sebelumnya.Dari pernyataan diatas maka
penulis menyusun rumusan masalah yang disajikan dalam penulisan makalah ini
sebagai berikut :

1. Apa substansi dari RUU Omnibus Law Cilaka pada bidang


ketenagakerjaan?
2. Apakah RUU Omnibus Law Cilaka sesuai terhadap kesejahteraan rakyat
Indonesia khususnya tenaga kerja/buruh?
Permasalahan yang didapatkan ini kemudian akan dibahas dengan metode
penelitian deskriptif, yakni mengumpulkan data dari buku, makalah, ataupun
jurnal yang telah dikaji terlebih dahulu sebelumnya.
BAB 3

PEMBAHASAN

RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini memiliki kecenderungan


dalam peningkatan perekonomian tanpa memperdulikan terhadap peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Beberapa ketentuan yang mengalami perubahan
pada RUU Omnibus Law Cilaka terkait dengan Ketenagakerjaan mengenai Upah
Minimum, Pesangon Pemutusan Hubungan Kerja, Izin Kerja Tenaga Kerja Asing,
Definisi Kerja dan Jam Kerja, Penyerahan Sebagian Pekerjaan/Alih Daya, serta
Jaminan Kehilangan Pekerjaan bagi Pekerja. Dalam pasal 88 UU Omnibus Law
Cilaka menyebutkan bahwa RUU tersebut bertujuan untuk memperkuat
perlindungan tenaga kerja dan mendukung dunia investasi di Indonesia.Hal
tersebut berarti bahwa investasi dan pembangunan ekonomi merupakan hal
terpenting dalam pembangunan suatu negara.

RUU ini sering menyebutkan bahwa tenaga kerja perlu adanya


peningkatan pada efisiensi dan produktivitas.Maka dari itu,perlu diadakan
pelatihan atau training untuk masuk ke dunia kerja. Hal tersebut bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman masyarakat.Kegiatan ini harus
mempunyai sistematika yang jelas dan bersifat intens. Pelatihan yang intens akan
membentuk pekerja semakin kreatif dan produktif dalam bidang
pekerjaannya.Substansi dari RUU Cipta Lapangan Kerja bidang ketenagakerjaan
ini lebih menekankan tentang kualitas sumber daya manusia tanpa mengkaji
proses bagaimana kualitas sumber daya manusia dapat meningkat. Dengan begitu
perlu adanya pendidikan dan pelatihan yang tercukupi. Akan tetapi, di Indonesia
masih banyak masyarakat yang berpendidikan rendah dan masih kurangnya
pelatihan.

Apabila RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini langsung di sahkan,
tanpa adanya masukan dari masyarakat , maka yang dirugikan adalah pekerja
Indonesia. Perusahaan lebih memilih tenaga kerja asing dengan alasan karena
pekerja asing memiliki kompetensi yang tidak dimiliki oleh pekerja Indonesia.
Oleh karena itu,RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja juga harus berfokus
untuk meningkatkan produktifitas pekerja Indonesia. Dengan fokus pada
peningkatan produktivitas pekerja Indonesia maka ada atau tidak ada omnibus
law, maka pekerja Indonesia akan sejahtera. Karena dasar filosofis adanya
peraturan adalah untuk menyejahterakan masyarakat.
Adapun beberapa substansi yang terdapat pada RUU Omnibus Law Cilaka yang
menimbulkan kontroversi sebagai berikut :

a. Perubahan mengenai Upah Minimum

Dalam Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan mengenai upah minimum bahwa wilayah provinsi dengan upah
minimum provinsi (UMP) dan Upah minimum kabupaten/kota (UMK) diberikan
hak untuk menetapkan Upah minimum mereka sendiri (pasal 89). Maka dengan
adanya RUU Cilaka ini hal tersebut (UMK dan UMP) tidak akan berlaku lagi.
RUU Omnibus Cipta Lapangan Kerja menyatakan bahwa pasal 88C yakni:

1. Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.


2. Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah
minimum provinsi.
Dari pasal 88C ayat (1) dan (2) dapat ditafsirkan bahwa RUU Cipta Lapangan
Kerja bahwa sudah tidak ada Upah Minimum Kabupaten/ Kota, karena yang
berlaku adalah Upah Minimum Provinsi. Padahal yang kita ketahui saat ini Upah
Minimum Kabupaten/ Kota lebih tinggi dari pada upah minimum provinsi.
b. Perubahan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja
Negara harus memandang pemutusan hubungan kerja sebagai hal yang
harus sebisa mungkin harus dihindari karena sangat berdampak pada penghidupan
pekerja dan keluarganya. Bagi pekerja putusnya hubungan kerja berarti permulaan
masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian
dan ketenteraman hidup kaum buruh seharusnya tidak ada pemutusan hubungan
kerja. Prinsip ini jelas tertuang dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan “Pengusaha,
pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya
harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.”. Dengan
demikian Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja telah:
1. Menghilangkan prinsip utama PHK. Hal ini jelas berdampak pada
hilangnya hak atas kepastian bagi pekerja, dimana mudahnya PHK dapat
dilakukan dan terjadi, Negara dapat dianggap telah melepaskan tanggung
jawabnya dalam melakukan perllindungan kepada Pekerja.
2. Menghilangkan kewenangan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam
melakukan pembelaan terhadap anggotanya yang terkena PHK.
3. Menghilangkan uang penggantian hak sebagai salah satu hak pekerja yang
mengalami PHK. Hal jelas merupakan degradasi dari perlindungan
kesejahteraan bagi pekerja dan merupakan bentuk pelepasan tanggung
jawab Negara dalam melindungi dan mensejahterakan pekerja.
c. Perubahan mengenai Tenaga Kerja Asing
Dalam Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengenai tenaga kerja asing bahwa pemberi kerja tenaga kerja
asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang
berlaku (pasal 44 ayat 1). Maka dengan adanya RUU Cilaka ini kewajiban
menaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi TKA dihapus.Dengan
demikian Undang-undang Cipta Kerja memberikan keleluasaan masuknya tenaga
kerja asing ke Indonesia.Akibatnya lapangan pekerjaan untuk pekerja Indonesia
menjadi berkurang.
d. Perlindungan Hak-Hak Pekerja
Ketentuan pidana dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan haruslah dipandang dan dilihat merupakan bentuk perlindungan
yang diberikan kepada pekerja agar hakhak yang telah diatur dapat secara pasti
terpenuhi, di dalam Rancangan UndangUndang Cipta kerja telah dengan jelas:
1. Menghilangkan sanksi pidana pembayaran upah dibawah upah minimum,
hal ini jelas akan menyebabkan banyaknya praktek pembayaran upah di
bawah upah minimum.
2. Menghilangkan sanksi pidana terhadap kewajiban pelaksana penempatan
tenaga kerja memberikan perlindungan kepada pekerja, hal ini jelas
mengakibatkan tidak adanya perlindungan yang mencakup kesejahteraan,
keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
3. Menghilangkan sanksi pidana kewajiban TKA untuk alih teknologi dan
keahlian serta pendidikan dan pelatihan kerja, sehingga selamanya TKI
tidak akan memiliki kesempatan meningkatkan kemampauannya maupun
mendapatkan kesempatan alih teknologi.
4. Menghilangkan sanksi pidana terhadap pelanggaran mempekerjakan
Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)
tahun antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00, hal ini jelas
merupakan bentuk dari Negara yang dipekerjakan pada jam-jam tertentu
tersebut.
5. Menghilangkan ketentuan Pidana serta mengubahnya menjadi sanksi
administratif dalam RUU Cipta Kerja membuktikan Negara hanya
berorientasi pada Investasi, dan melepaskan tanggung jawabnya
melindungi pekerja guna dapat mewujudkan kesejahteraan dan
penghidupan yang layak
BAB 4

PENUTUP

Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja pada bidang


ketenagakerjaan ini dibuat oleh Pemerintah dengan dalil kebutuhan Indonesia atas
Investasi dalam Pembangunan Nasional dan sektor ketenagakerjaan merupakan
faktor dominan penghambat masuknya Investasi ke Indonesia.Akan tetapi,banyak
sekali substansi di UU Cipta Kerja tersebut yang mengabaikan hak-hak para
pekerja. Selain itu ,dalam RUU ini secara substansi mendegradasi perlindungan
terhadap pekerja yang sebelumnya telah lebih baik diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.Oleh karena itu,masih
banyak yang harus dipikirkan lagi dalam pembuatan RUU Cipta Kerja tentang
ketenagakerjaan. Masih banyak masyarakat yang tidak setuju dengan pengesahan
RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan terkait dengan pengupahan, terkait
dengan PHK dan pesangon dan masih banyak lagi.Oleh karena itu,Pemerintah
Republik Indonesia seharusnya melakukan pengkajian ulang substansi dari UU
Cipta Kerja tersebut untuk menghidari perpecahan dan menegakkan kembali
keadilan secara merata.
DAFTAR PUSTAKA

Adhistianto, M. F. (2020). Politik Hukum Pembentukan Rancangan Undang-


Undang Cipta Kerja (Studi Klaster Ketenagakerjaan). Jurnal of Law Vol
3,1-10.

Maharani, T.(2020).Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU


Cipta Kerja https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/09090351/ini-
pasal-pasal-kontroversial-dalam-bab-ketenagakerjaan-uu-cipta-kerja,
Diakses pada 7 Desember 2020].

Walhi. (2020). RUU Cipta Kerja: Cilaka Cipta Investasi, Perkeruh Kondisi Krisis
Multidimensi. Jakarta.

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

BPHN, Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja, 2020

Anda mungkin juga menyukai