Anda di halaman 1dari 5

Term of Reference (ToR)

Konsolidasi Akbar Merespon RUU Cipta Kerja

Saat ini pemerintah dengan segala kekuatannya sedang mengejar atau meningkatkan pembangunan.
Upaya dilakukan dengan berbagai cara terutama dengan terus meningkat investasi dari berbagai lini
dan sektor, tujuannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Hal ini sebagaimana disampaikan melalui pidato presiden pada saat pelantikan “Mimpi kita, cita-cita
kita, di tahun 2045, pada satu abad Indonesia merdeka, mestinya Insya Allah Indonesia telah keluar
dari jebakan pendapatan kelas menengah, Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan
menurut hitung-hitungan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan”.

Dalam mencapai mimpi tersebut presiden ada lima hal yang akan dikerjakan yaitu membangun SDM
yang unggul, melanjutkan pembangunan infrastruktur, memangkas regulasi, penyederhanaan
birokrasi dan transformasi ekonomi.

Regulasi yang memiliki potensi menghambat pembangunan dan investasi menjadi salah satu fokus
perhatian pemerintah dalam memuluskan peningkatan pembangunan dan investasi tersebut, dengan
cara melakukan penyelarasan seluruh kebijakan dan undang-undang yang ada di negara ini. Omnibus
law adalah salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk menyelaraskan atau merombak
kebijakan dan Undang-undang yang dianggap menghambat pembangunan dengan sebutan “Omnibus
Law Cipta Kerja”. Sayangnya rencana tersebut dipandang oleh para buruh akan berpotensi
menghilangkan hak-hak dasar buruh dan akan merugikan para buruh.

Meski rencana pembuatan RUU Cipta Lapangan Kerja mendapat penolakan yang cukup signifikan dari
kelompok buruh, pemerintah tak bergeming sama sekali. Kemudian RUU ini berubah nama menjadi
RUU Cipta Kerja, yang akhirnya pada tanggal 11 Februari 2020 pemerintah secara resmi mengirimkan
naskah akademik dan RUU Cipta Kerja ke DPR RI. Berdasarkan draft RUU Cipta Kerja yang diunduh dari
situs resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, RUU ini mengatur setidaknya 11 klaster,
salah satu klaster yang ada di dalamnya ialah ketenagakerjaan.

Dalam bagian Bab Ketenagakerjaan RUU ini menghapus dan mengubah ketentuan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
SJSN, dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, di antaranya yang paling krusial adalah terkait
dengan pengupahan sebagaimana diatur dalam Pasal 88 D ayat (1) “Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 C ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah
minimum sebagai berikut: UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt)”. Selain itu dalam Pasal 88E ayat (2) “Upah
minimum pada industri padat karya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan
menggunakan formula tertentu”. Ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum padat karya
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah dan Pasal 92 A “Pengusaha melakukan peninjauan upah
secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas”.

Status hubungan kerja dalam RUU Cipta Kerja juga menghapus dan mengubah Pasal 59 menjadi lebih
fleksibel karena tidak ada lagi ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan yang boleh atau tidaknya
mengunakan status hubungan kerja kontrak maupun mengunakan perusahaan alih daya
(outsourcing).

Upaya pemerintah dalam mewujudkan mimpi tentang kesejahteraan harusnya tidak boleh
mengorbankan kesejahteraan rakyat terutama kelas buruh, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28
D ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja”.

Tujuan Kegiatan
Berangkat dari latar belakang tersebut, pertemuan konsolidasi akbar ini bertujuan untuk:
1. Membedah RUU Cipta Kerja terutama klaster ketenagakerjaan,
2. Memperluas jaringan dan respon bersama terhadap RUU Cipta Kerja.

Hasil Yang Diharapkan


1. Para buruh memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang dampak yang ditimbulkan,
2. Memiliki langkah yang strategis dan politis dalam menyikapi RUU Cipta Kerja.

Bentuk Kegiatan
Konsolidasi akbar ini akan mengundang organisasi buruh, non government organization, organisasi
mahasiswa dan lain-lain. Pertemuan dimulai dengan paparan terkait RUU Cipta Kerja dan dampak
negatif bagi kaum buruh dan rakyat pada umumnya. Selanjutnya akan dibahas mengenai strategi
dalam merespon RUU Cipta Kerja.

Waktu dan Pelaksanaan


Hari tanggal : Jum’at, 21 Februari 2020
Jam : 13:00 WIB – Selesai
Tempat : Wisma Tamu
Jl. Pregolan Bunder No. 6-8, Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur

Susunan Acara
13:00 – 13:30 : Registrasi Peserta
13:31 – 13:35 : Pembukaan
13:36 – 16:00 : Paparan draft RUU Cipta Kerja
16:01 – 16:50 : Rencana Tindak Lanjut
16:51 – 17:00 : Penutup

Fasilitator (Dalam Konfirmasi)


1. AHMAD FAUZI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia - KSPSI)
2. APIN SIRAIT (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia - KSPI)
3. AKHMAD SOIM (Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia - KSBSI)
4. IMAM MUCHLIS (Sarikat Buruh Muslimin Indonesia - SARBUMUSI)
5. AGUS SALIM (Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan Indonesia – FSP
KAHUTINDO)
6. ABDUL WACHID HABIBULLAH (Lembaga Bantuan Hukum Surabaya)
7. EDY KUNCORO PRAYITNO (Federasi Serikat Buruh Independen - FSBI)
8. ANDY ‘PECI’ KRISTIANTONO (Kongres Aliansi Buruh Indonesia –KASBI)
9. ANDY IRFAN JUNAEDI (Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia – SPBI)
10. SUPRIYONO (Konfederasi Serikat Nasional - KSN)
11. EKO KUSDIANTO (Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia – FBTPI KPBI)

Master of Ceremony
ABDOEL MOEDJIB (Serikat Pekerja Danamon)

Anda mungkin juga menyukai