Anda di halaman 1dari 10

PENGURUS KOMISARIAT

HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

PERPPU LICIK SIASAT REZIM JOKOWI MENODAI KONSTITUSI

Latar belakang & Kronologi Peraturan Sarat Kepentingan


Undang-Undang Cipta Kerja merupakan bagian dalam Omnibus Law yang memiliki 11
klaster meliputi penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan,
kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi,
kemudahan pemberdayaan, dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek serta pemerintah
kawasan ekonomi. Dalam UU Nomor 11 tahun 2020, Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja
melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat
dan percepatan proyek strategis nasional. Dengan adanya UU Ciptaker ini, bisa menunjang
transformasi ekonomi agar dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat tiap tahunnya dan
meminimalisir angka pengangguran untuk lulusan SMA. Di sisi lain, aturan dalam Undang-Undang
tersebut juga memudahkan pengusaha alias UMKM, di mana proses pengajuan dan syarat pembukaan
usaha tidak lagi melalui proses yang rumit. Semakin banyaknya usaha mikro di Indonesia,
perekonomian negara juga ikut terbantu nantinya. 1
Pengesahan Undang- Undang Cipta Kerja ini menurut pemerintah bertujuan untuk
meningkatkan investasi, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kemampuan tenanga kerja
dan memangkas rumitnya mekanisme perizinan yang selama ini dianggap sebagai salah satu
penghambat utama dalam investasi. Namun dalam proses pembentukan produk hukum ini, dinilai bisa
berpeluang menimbulkan permasalahan hukum, Undang-Undang Cipta Kerja memiliki banyak
kesalahan dalam prosedur maupun substansi. Masyarakat menduga bahwa terbentuknya undang-
undang yang baru hanya berfokus pada kepentingan investor dan korporasi saja serta berisiko
melemahkan penegakan hukum terkait lingkungan hidup. Apalagi terdapat perubahan dan
penghapusan Pasal 24, 38, 39 ayat (2), 40, 76, 88 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup banyak menuai protes.2
Kemudian yang menjadi bahan diskursus hingga hari ini adalah saat presiden Joko Widodo
menyampaikan pidatonya pada tanggal 20 Oktober 2019 tentang suatu konsep hukum perundang-
undangan. Menindak lanjuti pidatonya itu, Joko Widodo menghimbau DPR untuk bekerjasama dalam
menyusun satu konsep undang-undang untuk mengubah banyak peraturan sekaligus dengan suatu

1
https://myrobin.id/untuk-pekerja/uu-cipta-kerja/#Apa_itu_UU_Citra_Kerja/ diakses pada 30 maret 2023
2
Nila Amania, “Problematika Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Lingkungan Hidup”, Jurnal Studi, Vol-VI/No.-
02/November/2020, Syariarti, hlm. 209.
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

sistem pembentukan undang-undang yang kita kenal dengan omnibus law.3 Metode omnibus law ini
pemerintah terapkan dalam pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja dan pembahasannya sudah
dimulai sejak 17 Desember 2019. Lalu pada 12 Februari 2020 presiden Joko Widodo melalui enam
menterinya yaitu, Menko Perekonomian Airlangga Hartanto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri
Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Agraria dan
Tata Ruang Soyan Djalil, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyerahkan
draf RUU Cipta Kerja Kepada DPR yang diterima langsung oleh ketua DPR Puan Maharani.4
Dengan teknik omnibus law, sekitar 80 Undang-Undang dan lebih dari 1.200 pasal bisa
direvisi sekaligus hanya dengan satu Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur multisektor. RUU
Cipta Kerja yang kemudian disahkan menjadi UU Cipta Kerja meliputi 11 klaster, yaitu:
Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Pengadaan Lahan, Kemudahan
Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Kemudahan
Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan
Ekonomi.5
Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan dari tanggal 2 April 2020 hingga 3
Oktober 2020. Penyampaian mini fraksi DPR merupakan akhir dari pembahasan RUU Cipta Kerja
pada tingkat pertama, yang selanjutnya akan diambil keputusan di Sidang Paripurna yang merupakan
pembahasan tingkat kedua. Pada tanggal 5 Oktober 2020, DPR melaksanakan Rapat Paripurna Sidang
Penutupan Masa Persidangan 1 Tahun 2020-2021. Dalam rapat tersebut DPR mengesahkan RUU
Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan
resmi berlaku sejak 2 November 2020.
Dalam proses perjalanan pembahasan hingga pengesahan banyak aksi penolakan yang datang
dari buruh dan mahasiswa di seluruh daerah di Indonesia. Meledaknya penolakan dari berbagai
elemen adalah buntut dari ketidakpercayaannya kepada pemerintah. Dalam membentuk Undang-
Undang Cipta Kerja pemerintah berdalih untuk pemenuhan kebutuhan hukum masyarakat. Oleh
karena itu seharusnya hal yang wajib dipenuhi adalah adanya pasrtisipasi masyarakat dalam proses
pembentukannya, terutama individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan atas substansi dari
peraturan perundang-undangan. Namun, Ombudsman menilai bahwa Undang-Undang Cipta Kerja

3
http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/simburcahaya/article/view/902/4133 diakses pada 28 maret 2023 Suryati,
Ramanata Disurya, Layang Sardana, “Tinjauan Hukum Terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja”, Simbur
Cahaya Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
4
https://nasional.okezone.com/read/2020/10/07/337/2289793/kronologi-lahirnya-uu-cipta-kerja-yang-jadi-
kontroversial-di-masyarakat diakses pada 28 maret 2023 Okezone.com, “Kronologi Lahirnya UU Cipta Kerja yang Jadi
Kontroversial di Masyarakat”,
5
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, “Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja”,
https://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2020/10/Booklet-UU-Cipta-Kerja.pdf
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

minim partisipasi publik.6 Proses pembahasa RUU Cipta Kerja ini sempat dihentikan sementara,
namun pada akhirnya kembali dilanjutkan hingga proses pengesahan.
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 gejolak penolakan di berbagai
daerah semakin besar dan tidak terkendali. Cara lain yang dapat ditempuh untuk mengagalkan
pengesahan peraturan tersebut adalah dengan mengajukan permohonan uji material atau judicial
review ke Mahkamah Konstitusi. Ada beberapa pihak yang mencoba menggunakan jalur tersebut
diantaranya: Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas selaku karyawan swasta dan mantan buruh PKWT,
Ali Sujito selaku mahasiswa, Muhtar Said selaku dosen, Migrant Care yang diwakili oleh Wahyu
Susilo dan Anis Hidayah, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat yang diwakili
oleh Yuzirwan Rasyid Datuak PGP Gajah Tongga dan Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo, dan
Mahkamah Adat Alam Minangkabau yang diwakili oleh Irwansyah Datuak Katumanggunan.
Perjuangan kawan-kawan dalam melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi
membuahkan hasil. Pada 25 November 2021 Mahkamah Konstitusi dalam putusannya nomor
91/PUU-XVIII/2020 menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
cacat secara formil, sehingga Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat
untuk dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan diucapkan, dalam arti lain UU Cipta
Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Namun UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai
dengan dilakukan perbaikan pembentukan dalam jangka waktu dua tahun. Apabila dalam tenggang
waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara
permanen.7 Dalam membuat keputusan hakim mempertimbangkan tata cara pembentukan UU Cipta
Kerja yang tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika
pembentukan undang-undang. Pembentukannya bertentangan dengan asas-asas pembentukan
perundang-undangan dan tidak memnuhi ketentuan UUD 1945 sehingga dinyatakan cacat formil.
Sebelumnya terdapat perubahan mengenai Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan pada tahun 2022. Perubahan UU P3 tersebut mengakibatkan kecurigaan hingga
adanya spekulasi liar dalam politik hukum mengenai revisi UU P3 juga bukan bertujuan membuat
proses legislasi menjadi lebih baik, melainkan untuk segera melaksanakan Putusan MK Nomor
91/PUU-XVIII/2020 agar UU Cipta Kerja dapat segera dilaksanakan. “Ketergesa-gesaan proses
(revisi UU P3) dalam membuat undang-undang ingin memenuhi tenggat waktu yang diberikan
Mahkamah dalam putusan UU Cipta Kerja yang tinggal satu tahun lagi. Sehingga ada target undang-

6
http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/simburcahaya/article/view/902/4133
Suryati, Ramanata Disurya, Layang Sardana, “Tinjauan Hukum Terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja”,
Simbur Cahaya Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya,
7
https://www.mkri.id/inde.php?page=web.Berita&id=17816 MKRI, “MK: Inkonstitusional Bersyarat, UU Cipta Kerja
Harus Diperbaiki dalam Jangka Waktu Dua Tahun”,
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

undang Cipta Kerja harus jalan. Partisipasi yang dilakukan hanya untuk memenuhi daftar ceklis saja.
Selain masalah RUU Perubahan UU P3, sebagai dampak Putusan MK dalam pengujian formil UU
Cipta Kerja muncul permasalahan aturan turunan dari UU Cipta Kerja, berdasarkan putusan tersebut
seharusnya seluruh turunan UU Cipta Kerja tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan
hukum yang mengikat, Langkah legislasi untuk menyambut investasi dan perbaikan ekonomi ini
memperlihatkan upaya pemerintah untuk melakukan deregulasi secara serampangan. Putusan MK
Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menegaskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Secara Bersyarat
sehingga UU Cipta Kerja inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu,
UU Cipta Kerja layak disebut sebagai undang-undang yang lahir dari proses yang tidak demokratis
dan melanggar hak-hak konstitusional rakyat. Respon dengan mengesahkan UU P3 ini telah
mengkhianati amanat rakyat yang membutuhkan peraturan yang melindungi dan memastikan
kedaulatan rakyat.8
Partisipasi yang dilakukan dalam revisi UU P3 hanya formalitas belaka sebagai pemenuhan
data. Ada pun syarat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah hak untuk
dipertimbangkan pendapatnya dan hak untuk mendapatkan penjelasan. Menurut Bivitri, Pemerintah
dan DPR baru melaksanakan satu syarat saja, yaitu hak untuk didengarkan.
Secara mengejutkan satu tahun pasca putusan Mahkamah Konstitusi, tepatnya pada tanggal
30 November 2022 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) Nomor 2 Tahun 2022. Pemerintah beralasan terbitnya Perppu dengan mempertimbangkan
kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun
geopolitik. Tentunya tujuan terbitnya Perppu ini untuk menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja
yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
Munculnya Perppu Cipta Kerja kembali menuai kontroversi dan mengalami penolakan dari
berbagai elemen. Akan tetapi pada 21 Maret 2023 dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun
sidang 2022-2023, DPR menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi
Undang-Undang. Dengan disetujuinya Perppu tersebut oleh DPR maka gelombang penolakan
semakin membesar dan akan terus membesar hingga akhirnya DPR mencabut Undang-Undang
tersebut.
Jokowi & DPR vs Mahkamah Konstitusi
Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UU Cipta
Kerja cacat formil dan dinyatakan inskonstitusional bersyarat. UU Cipta Kerja dinilai melanggar asas-
asas pembentukan peraturan perundang-undangan serta dianggap tidak memenuhi partisipasi

8
https://igj.or.id/ruu-perubahan-pembentukan-peraturan-perundang-undangan-kedok-melegalkan-uu-cipta-kerja-yang-
inkonstitusional/
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

masyarakat yang bermakna atau yang disebut dengan Prinsip meaningful participation.
Prinsip Meaningful participation atau partisipasi yang bermakna adalah suatu doktrin yang
berkembang dan diadopsi oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjadi tolak ukur partisipasi publik
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Prinsip meaningful participation meliputi, hak
untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan penjelasan dan jawaban.
Putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai akibat hukum yang jelas dan tegas, serta tidak ada upaya
hukum lanjutan sejak putusan tersebut diucapkan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2001 tentang Mahkamah Konstitusi. Maka dari itu, tidak ada pilihan lain selain
melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi secara konsekuen, karena putusan Mahkamah
Konstitusi berlaku mengikat tidak hanya bagi pihak yang sedang berperkara, namun juga mengikat
bagi semua pihak.9 Pemenuhan meaningful participation menjadi tolok ukur suatu produk hukum
telah tersusun dengan sempurna secara formil sehingga secara materiil juga memenuhi rasa keadilan
yang dikehendaki masyarakat. konsep ini kemudian sering diutarakan oleh para ahli dalam perkara -
perkara uji formil di Mahkamah Konstitusi, salah satu ahli dan akademisi yang sering mengutarakan
hal ini adalah Prof. Susi Dwi Harijanti. Konsep ini kemudian dipakai oleh Mahkamah Konstitusi
dalam pertimbangan perkara yang mendapatkan sorotan publik yakni uji formil UU Cipta Kerja.10
Selain itu, Mahkamah Konstitusi pun menjelaskan alasan UU Cipta Kerja dinyatakan
inkonstitusional bersyarat. Hal tersebut dikarenakan Mahkamah konstitusi hendak menghindari
ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan. Kemudian, Mahkamah
mempertimbangkan harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan sebuah undang-undang yang
harus dipenuhi sebagai syarat formil guna mendapatkan undang-undang yang memenuhi unsur
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Alih-alih melaksanakan putusan dengan memeperbaiki UU Cipta Kerja, pemerintah melalui
presiden Joko Widodo malah menerbitkan Perppu Cipta Kerja yang secara otomatis mengaulir UU
Cipta Kerja dan melangkahi putusan Mahkamah Konstitusi. Secara Logika, Tindakan yang diambil
oleh Presiden pun tidak rasional, sebab, pilihan PerPPU justru menutup ruang partisipasi. Sebab, Pasal
22 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan bahwa PerPPU merupakan hak
prerogatif Presiden di saat berada dalam kegentingan mendesak. Jadi, aturan itu sama sekali menutup
ruang partisipasi. Dari sana saja atau mungkin dengan logika paling sederhana, masyarakat dengan
mudah memahami betapa rusaknya mekanisme tersebut. Ditambah lagi, tindakan Presiden juga seolah

9
M. Agus Maulidi, “Menyoal Kekuatan Eksekutorial Putusan Final dan Mengikat Mahkamah Konstitusi”, Vol. 16, No.
2, 2019
10
Penerapan prinsip partisipasi masyarakat bermakna (meaningfull participation) dalam pembentukan pemerintah
daerah
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi. Bagaimana tidak, melalui pengujian Undang-Undang


Cipta Kerja, Mahkamah konsitusi mengatakan bahwa regulasi itu inkonstitusional bersyarat, atau
dianggap bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun.
Namun, bukannya diperbaiki dengan membuka ruang partisipasi, Presiden malah
mengeluarkan PerPPU11. Maka sifat final dan mengikat dari putusan Mahkamah Konstitusi tidak
dijalankan dengan konsekuen sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Berarti
pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo bersama DPR yang menyetujui Perppu Cipta Kerja
telah mengkhianati putusan Mahkamah Konstitusi dan mengakibatkan putusan Mahkamah Konstitusi
hanya mengambang.
Pemerintah menerbitkan Perppu dengan berpedoman pada Pasal 22 Undang-Undang Dasar
1945. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang. Keadaan kegentingan memaksa menjadi pandangan subjektif
presiden, sehingga objektifitasnya dapat diragukan dan memungkinkan adanya kepentingan politik.
Walaupun demikian, Mahkamah Konstitusi merumuskan standar objektif dalam penerbitan Perppu,
yaitu: adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan
undang-undang; undang-undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum,
atau sudah ada tapi tidak memadai; kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi dengan cara
membuat undang-undang sesuai prosedur biasa karena akan membutuhkan waktu yang lama,
sedangkan keadaan yang mendesak perlu kepastian untuk diselesaikan.12
Akan tetapi, melihat kondisi objektif nasional saat ini tidak ada urgensi ataupun keadaan
memaksa yang mengharuskan seorang Joko Widodo dapat mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.
Sehingga menjadi pertanyaan apakah keluarnya Perppu ini karena ihwal memaksa atau dipaksa?
Karena mendasak atau malah didesak? Begitupun dengan DPR yang menjadi penentu apakah Perppu
tersebut akan diundangkan atau tidak. Bukannya melaksanakan amanat Mahkamah Konstitusi untuk
memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja, DPR malah terlihat seperti bersekongkol dengan presiden
untuk menodai keputusan Mahkamah Konstitusi. DPR menyetujui Perppu Cipta Kerja untuk
dijadikan Undang-Undang.
Jika melihat rumusan standar objektif Mahkamah Konstitusi pun dalam hal kekosongan
hukum, kita bisa sama-sama melihat bahwa tidak ada kekosongan hukum. Karena nyatanya Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2022 masih berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentuukan
sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun semenjak keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-

11
https://antikorupsi.org/id/perppu-cipta-kerja-menegaskan-pembangkangan-konstitusi-oleh-presiden-joko-widodo-dan-
penunjukkan diakses pada 30 maret 2023
12
https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/05/12/04200011/perppu-pengertian-dasar-hukum-syarat-dan-tahap-
pembentukannya diakses pada 28 Maret 2023 Kompas.com, “Perppu: Pengertian, Dasar Hukum, Syarat, dan Tahap
Pembentukannya”,
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

VIII/2020 dibacakan.
Selain itu, siasat pemerintah untuk tetap mengesahkan UU Ciptaker dapat dilihat dari
pengesahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang didalamnya
memuat metode omnibus law. Pemerintah terlihat seperti ingin segera untuk mengesahkan UU
Ciptaker dengan mengabaikan prosedural pembentukan undang-undang yang berimbas kepada isi
substansi dari undang-undang yang tidak mewakili keterbutuhan rakyat. Sehingga sebenarnya siapa
yang diwakili pemerintah yang mengakibatkan pemerintah tergesa-gesa dalam proses pembentukan
UU Cipta Kerja dan kemudian Perppu Cipta Kerja. Pasal 96 Ayat (1) Undang-Undang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi letak konstitusionalitas.
Jokowi Hanya Copy-Paste Undang-Undang Cipta Kerja
Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi pertanyaan besar masyarakat luas, apakah
hadirnya Perppu ini untuk menjawab keresahan masyarakat kepada UU Cipta Kerja yang dinyatakan
inkontitusional bersyarat. Namun nyatanya tentu tidak. Isi daripada Perppu tidak banyak berubah, dan
pasal yang menjadi keresahan masyarakat pun masih tetap ada. Sehingga dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pemerintah dalam hal ini presiden hanya men-copy-paste isi dari UU Cipta Kerja
menjadi isi Perppu Cipta Kerja. Atau mungkin dari draf sebelumnya pemerintah hanya mengganti
judul. Dengan diterbitkan nya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu No. 2
Tahun 2022 oleh Presiden Joko Widodo,Perppu ini telah menimbulkan kerugian di dalam masyarakat.
Selain itu adanya kejanggalan pada Perppu Cipta Kerja yang dibuat secara tergesa-gesa seakan
meninggalkan kesan bahwa pemerintah melarikan diri dari permasalahan yang seharusnya
diselesaikan.
Dengan adanya peraturan yang dinilai bermasalah, Perppu Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan
apa yang dijamin di dalam UUD 1945 juga statement yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, kepastian hukum, dan pemenuhan hak-hak warga
negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, berserikat dan berkumpul.
Sebaliknya, Perppu Cipta Kerja ini justru seperti dijadikan manuver politik pemerintah setelah UU
Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.13
Sebagaimana sudah dijelaskan dalam Pasal 22 UUD 1945, syarat untuk mengatur keberadaan
peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu):
1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah
sebagai pengganti undang-undang.

13
https://komahi.uai.ac.id/perppu-cipta-kerja-peraturan-dimonopoli-rakyat-dikhianati/ diakses pada 30 maret 2023
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

DPR dan Pengesahan Ciptaker


Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020 mengamanatkan kepada
pemerintah dalam hal ini DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja sesuai dengan prosedur
pembentukan perundang-undangan yang mana sifat putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bersifat
final dan berkekuatan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 24 c ayat 1 Undang-Undang dasar
1945 dan dilanggar begitu saja oleh pemerintah khususnya DPR. Meski Pemerintah mendeklarasikan
akan tunduk pada putusan Mahkamah Konstitusi, praktiknya justru membangkang dengan
menerbitkan Perppu Cipta Kerja dan terus menjalankan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang
seharusnya tidak dapat dijalankan.
RUU Cipta Kerja yang menggunakan metode Omnibus Law di klaim oleh pemerintah akan
efisien karena akan mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru terhadap beberapa
undang-undang. Namun demikian, Penerbitan Perppu ini semakin menegaskan watak otoritarian
Pemerintahan Joko Widodo dan kegagalan Dewan Perwakilan rakyat dalam melakukan pengawasan
terhadap pemerintah. Akibatnya, terbit berbagai peraturan perundang-undangan yang menginjak-
injak konstitusi, demokrasi dan mengkhianati semangat reformasi seperti UU Minerba, UU IKN, UU
Omnibus Law Cipta Kerja beserta peraturan pelaksanaanya, Revisi UU KPK, Revisi UU Mahkamah
Konstitusi, UU KUHP, dan kebijakan lain di sektor pendidikan, transportasi, dan lain sebagainya.
Apabila dilihat ke-dalam bingkai hukum, keputusan tersebut juga menncakup perbuatan menyimpang
atau melanggar norma serta etika, maka jelas tindakan pemerintah menyikapi polemik UU Cipta Kerja
tergolong koruptif. Oleh karena pengabaian terhadap aspirasi masyarakat, tentu masyarakat akan tiba
pada kesimpulan bahwa perlahan-lahan pemerintah mulai membajak demokrasi dalam konteks
pembuatan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian DPR telah mengkhianati rakyat dalam hal pembentukan perundang-
undangan dan telah mengkhinati Mahkamah Konstitusi dalam hal tidak menjalankan putusannya. 14
Bertindak sebagai penentu, DPR seharusnya dapat diandalkan untuk mempertahankan legitimasi
putusan Mahkamah Konstitusi sehingga kekuasaan yudisial tidak ditabrak begitu saja karena
seharusnya sesuai dengan sistem check and balances yang artinya seluruh cabang kekuasaan harus
saling mengawasi dan memeriksa tindakan masing masing cabang sehingga tidak ada kekuasaan yang

14
https://www.walhi.or.id/index.php/perppu-cipta-kerja-batal-demi-hukum-sudahi-praktik-pembangkangan-terhadap-
demokrasi-dan-konstitusi diakses pada 30 maret 2023 “Perppu Cipta Kerja Batal Demi Hukum, Sudahi Praktik
Pembangkangan Terhadap Demokrasi dan Konstitusi”
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

berlebihan dan agar terjadi keseimbangan kekuasaan antar lembaga lembaga tersebut. Akan tetapi,
bukanya mendukung rakyat, DPR justru mengkhianati rakyat dan Mahkamah Konstitusi.
Dalam rapat yang diselenggarakan di senayan pada hari selasa, 21 maret 2023, DPR resmi
mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022
tentang cipta kerja menjadi undang-undang. Keangkuhan dan kekuasaan yang tirani dalam
memaksakan produk hukum yang ditentang oleh mahkamah konstitusi ini justru didukung di meja
parlemen. Tertampak bahwa DPR bukan lagi “Dewan Perwakilan Rakyat”, melainkan “Dewan
Pengkhianat Rakyat” dalam mendukung upaya memanjakan oligarki.
Apabila dibaca bagian konsideran Perppu Cipta Kerja, maka substansinya adalah memberikan
berbagai kemudahan dan perlindungan berinvestasi. Berbagai kemudahan itu, antara lain adalah di
bidang perpajakan, Amdal, dan perizinan. Namun justru malah berbanding balik antara judul dan isi
dari RUU tidak sinkron. Pada kenyataannya, Perppu Cipta Kerja justru memunculkan polemik di
kalangan masyarakat, baik pada kaum cendikia maupun masyarakat pada umumnya.
Pemerintah mengklaim Perppu ini dalam rangka menambah pintu akses lapangan kerja bagi
masyarakat. Namun, masyarakat di pihak lain justru menilai Perppu ini syarat dengan agenda
memuluskan iklim investasi (dalam kacamata yang negatif) yang berpotensi merusak lingkungan dan
melanggar hak-hak buruh. Maka dari itu penting bagi Pemerintah dan DPR untuk menyempurnakan
undang-undang sektoral, daripada menyusun undang-undang dengan menggunakan metode omnibus
law yang belum terbukti keberhasilannya di Negara lain dan sangat potensial merusak sistem
perundang-undangan di Indonesia.15
Kini keberpihakan Presiden terhadap petani, buruh, nelayan, masyarakat adat, perempuan,
masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan serta kelompok rentan lainnya kembali diuji, Presiden
harus menerbitkan Undang-Undang tentang Pencabutan Perppu Cipta Kerja. Sudah cukup
kesombongan Presiden dan DPR yang ugal-ugalan dan sewenang-wenang mengesahkan UU/Perppu
Cipta Kerja. Mereka yang memiliki kuasa dan mengemban jabatan seharusnya sadar bahwa mereka
tidak pantas dan tidak berhak mengeksploitasi sumber-sumber agraria, mengobral fleksibilitas tenaga
kerja, merusak lingkungan, dan menghegemoni kepentingan elit bisnis dan politik yang melanggar
berbagai hak asasi petani, buruh, nelayan masyarakat adat, perempuan, masyarakat miskin perkotaan
dan pedesaan, serta kelompok rentan lainnya.
Dengan demikian DPR telah mengkhianati rakyat dalam hal pembentukan perundang-
undangan dan telah mengkhinati Mahkamah Konstitusi dalam hal tidak menjalankan putusannya
Akan tetapi, bukanya mendukung rakyat, DPR justru mengkhianati rakyat dan Mahkamah Konstitusi.

15
https://law.uii.ac.id/blog/2020/03/12/ diakses pada 30 maret 2023 pandangan-dan-pernyataan-sikap-sivitas-
akademika-fh-uii-atas-rancangan-undang-undang-cipta-kerja/
PENGURUS KOMISARIAT
HIMPUNANMAHASISWAISLAM
(Executive Board Of Islamic Association Of University Student)
KOMISARIAT SYARIAH
CABANG PURWOKERTO
Jl. Makam, Purwanegara RT 04/RW07, Purwokerto Utara 53126
No. Telp. 087732802889, E-mail : komisariatsyariahpwt@gmail.com

Dengan disahkan nya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022
tentang cipta kerja menjadi undang-undang, DPR dan Pemerintah menunjukan Keangkuhan dan
penyalahgunaan kekuasaan dalam memaksakan produk hukum yang ditentang oleh mahkamah
konstitusi ini justru didukung di meja parlemen. Tertampak bahwa DPR bukan lagi “Dewan
Perwakilan Rakyat”, melainkan “Dewan Pengkhianat Rakyat” dalam mendukung upaya
memanjakan oligarki.

Anda mungkin juga menyukai