Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI JUDCIAL REVIEW

UNDANG-UNDANG IBU KOTA NEGARA 2022

(Studi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 54/PUU-XX/2022)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

DEVA MAHENDRA CAESAR BIMANTYA

No. Mahasiswa: 19040704035

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2022
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara hukum, dapat dilihat dari produk-produk
hukum yang telah dikeluarkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama
Pemerintah. Salah satunya yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu
Kota Negara. Pada tanggal 29 April 2019, dalam rapat terbatas kabinet Presiden
Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota akan dipecah. Dalam hal ini
Bappenas juga menawarkan tiga opsi. Pertama, ibu kota tetap berada di Jakarta,
kedua, ibu kota pindah 50-70 kilometer dari Jakarta, ketiga, dan opsi ketiga, ibu
kota pindah ke luar pulau Jawa. Dalam rapat terbatas kabinet teresebut, Presiden
Joko Widodo memlih dan menyetujui opsi yang ketiga yaitu ibu kota pindah ke
luar pulau Jawa.
Pembahasan pemindahan Ibu Kota Negara di DPR RI ini juga sangat cepat.
RUU Ibu Kota Negara ini mulai dibahas sejak tanggal 7 Desember 2021 hingga
disahkan pada tanggal 19 Januari 2022. Banyak akademisi dan pakar hukum
menilai bahwa RUU IKN ini sarat akan kepentingan serta cacat dalam segi
formil maupun materiil. Sehingga banyak menimbulkan pro dan kontra dari
masyarakat Indonesia yang mengajukan judicial review terhadap UU IKN ini ke
Mahkamah Konstitusi.
Ada beberapa pihak yang setuju dengan pemindahan Ibu Kota Negara ke
Pulau Kalimantan dengan berbagai pendapat, yaitu :
1. Pembangunan dan kegiatan ekonomi lainnya terlalu terfokus di Pulau
Jawa dan membuat jalannya investasi tersendat
2. Kebijakan transmigrasi yang gtidak berhasil dikarenakan Pemerintah
hanya berhasil melaksankan program transmigrasi di Pulau Sumatera.
Dengan adanya pemindahan Ibu Kota Negara ke Pulau Kalimantan
diharapkan timbul pemicu untuk penduduk bertransmigrasi ke Pulau
Kalimantan
3. Karena kondisi di Pulau Jawa khususnya di DKI Jakarta sudah terlalu
overload dan rawan bencana, serta mulai berkurangnya persediaan air
bersih

Namun, disisi lain juga banyak yang kontra dengan adanya rencana dan
disahkannya Undang-Undang Ibu Kota Negara ini. Berbagai pendapat yang
tidak setuju dengan disahkannya Undang-Undang ini sebagai berikut :
Pertama, pemohon menilai dari segi formil, UU IKN ini dianggap tidak
memenuhi kaidah yang baik dalam perumusannya sehingga dapat dikatakan UU
IKN ini cacat formil. Berdasarkan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang
mengharuskan adanya partisipasi masyarakat dalam arti sesungguhnya. Ada tiga
syarat yang wajib dipenuhi agar partisipasi masyarakat tersebut bermakna adalah
hak untuk 1) pendapatnya didengarkan, 2) pendapatnya dipertimbangkan, dan 3)
memperoleh penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. Pemohon
menilai pendapat para ahli hanya digunakan sebagai pemenuhan hak untuk
didengar pendapatnya (right to be heard). Disisi lain pembentuk undang-undang
tidak mampu melakukan memertimbangkan dan mendapat penjelasan dari
pendapat ahli.
Kedua, karena dalam Pasal 1 Ayat (2) UU IKN yang mengatur bahwa Ibu
Kota Negara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat
provinsi. Sedangkan dalam Pasal 4 UU IKN mengatur bahwa otorita Ibu Kota
Negara sebagai lembaga setingkat Kementerian. Dalam Pasal 5 Ayat (4) UU
IKN mengatur kepala otorita Ibu Kota Negara berkedudukan setingkat menteri
ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan
DPR.
Dengan demikian, UU IKN ini bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) UUD
1945 yang menyatakan bahwa NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
provinsi itu dibagi atas kabupaten/kota. Namun, UU IKN ini menyatakan bahwa
Nusantara sebagai satuan pemerintah daerah khusus yang setingkat Provinsi.
Dengan adanya hal tersebut, sangat kontras juga dengan nomenklatur jabatan
kepala daerah. Menurut Pasal Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang memakai
nomenklatur jabatan gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintahan provinsi dan daerah kota/kabupaten. Maka Ibu Kota
Nusantara ini bentuknya bertentangan dengan bunyi pasal tersebut.
Alasan ketiga, dikarenakan pembangunan Ibu Kota Negara ini menggunakan
Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2022. Hal ini disampaikan
oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati setelah RUU IKN disahkan
menjadi Undang-Undang Ibu Kota Negara dalam sidang paripurna DPR RI pada
18 Januari 2022. Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2022
seharusnya dialokasikan untuk program kesehatan, perlindungan sosial, dan
infrastrukur strategis nasional di luar program pemindahan Ibu Kota Negara.
Alasan keempat, dalam Pasal 21 Undang-Undang Ibu Kota Negara pada
pokoknya mengatur hak-hak masyarakat dalam penataan ruang, pengalihan hak
atas tanah, dan lingkungan hidup. Pasal 21 ini sangat penting keberdaannya
dalam melindungi hak-hak individu dan masyarakat adat. Sebagaimana diketahui
Indonesia belum memiliki Undang-Undang yang secara khusus mengatur hak-
hak masyarakat adat.
Alasan kelima, dalam Pasal 37 Undang-Undang Ibu Kota Negara mengatur
keterlibatan masyarakat pada proses persiapan, pembangunan, pemindahan, dan
pengelolaan IKN. Pada pasal itu tidak dijelaskan secara detail mengenai
mekanisme pengawasan dan perlibatan masyarakat secara langsung selama
pembangunan IKN dan tidak adanya mekanisme persetujuan masyarakat adat
terhadap semua program kebijakan yang berkaitan dengan pemindahan Ibu Kota
Negara ke Pulau Kalimantan.
Keenam, persoalan lingkungan yang akan menimbulkan ancaman terhadap
tata air dan risiko perubahan iklim. Selain itu, juga akan berdampak terhadap
kehidupan flora dan fauna yang hidup disana.
Ketujuh, Naskah Akademik dari Undang-Undang Ibu Kota Negara ini hanya
memuat 175 halaman sangat terbatas dalam menguraikan alasan mengapa mega
proyek pemindahan Ibu Kota Negara ke Pulau Kalimantan ini sangat penting,
termasuk pada aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis. Karena ini adalah program
yang sangat besar, seharusnya Naskah Akademik membahas lebih dalam
mengapa Ibu Kota Negara harus dipindah ke Pulau Kalimantan.
Alasan kedelapan, kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat
asli sana ketika Undang-Undang ini masih berbentuk rancangan. Sosialisasi
hanya dilakukan sekali dan tertutup disalah satu kampus terbesar di Kalimantan
Timur, sehingga masyarakat umum tidak bisa mengakses.
Dan penelitian ini sangat penting dilakukan agar arah kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah tidak melanggar hukum ataupun aturan yang sudah
dilakukan. Termasuk dalam menganalisis mengapa 9 (sembilan) hakim
Mahkamah Konstitusi setuju untuk tidak menerima gugatan yang diajukan.
Apakah hakim Mahkamah Konstitusi terdapat kesalahan dalam mengambil
keputusan atau tidak. Apabila penelitian ini tidak dilakukan dampaknya adalah
arah kebjakan pemerintah yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku tetap
berjalan dan berlaku.
Hal inilah yang menjadikan dasar penulisan penelitian ini, yakni bagaimana
Mahkamah Konstitusi dalam memberikan Judicial Review terkait perkara
tersebut dan penulis dalam posisi kontra terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor: 54/PUU-XX/2022. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini
berjudul: “Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Judcial Review Undang-
Undang Ibu Kota Negara 2022 (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor: 54/PUU-XX/2022)”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian yang pada
dasarnya setiap permasalahan yang akan diteliti berkaitan dengan latar belakang
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Apakah alasan pemohon mengajukan permohonan judicial review terhadap
yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara?
2. Bagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam memberikan
judicial review Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 54/PUU-XX/2022?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan dengan meliat rumusan masalah
yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa tujuan pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk
melakukan judicial review
2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi
dalam memberikan judicial review Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:
54/PUU-XX/2022

D. Orisinalitas Penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis, “Analisis Putusan Mahkamah
Konstitusi Judcial Review Undang-Undang Ibu Kota Negara 2022 (Studi
Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 54/PUU-XX/2022)” yang
dijadikan judul oleh penulis belum pernah ditulis di Fakultas Ilmu Sosial dan
Hukum Jurusan Hukum Universitas Negeri Surabaya. Dikarenakan Putusan
ini juga baru diputus belakangan ini dan Undang-Undang Ibu Kota Negara ini
juga baru disahkan pada bulan januari. Penulis mencoba untuk membahas
mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pekara Pengujian Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara Terhadap Undang-
Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian
orisinalitas penulisan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.

E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan langsung dengan
analisa yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten.
Metodelogis yang mempunyai arti sesuai dengan metode yang digunakan,
sistematis yang mempunyai arti berdasar pada sistem, dan konsisten yang
mempunyai arti tidak bertentangan dengan suatu kerangka. Menurut Soerjono
Soekanto, penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah yang bertujuan
untuk memelajari gejala hukum tertentu. Dengan demikian, pengertian
metode penelitian ialah cara yang sistematis dan konsisten yang bertujuan
untuk menemukan, mengembangkan, maupun menguji kebenaran maupun
ketidak benaran dari suatu pengetahuan, gejala, atau hipotesis. Dalam
pembahasan penulisan penelitian ini, metode penelitian hukum yang
digunkan oleh penulis sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif
(penelitian hukum kepustakaan). Pendekatan hukum yuridis-normatif adalah
pendekatan yang dilakukan dengan berdasar bahan hukum utama dengan cara
menelaah teori, konsep, asas hukum, serta peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan penelitian ini. Pendekatan ini juga disebut dengan
pendekatan kepustakaan, dikarenakan dalam pendekatan ini menggunakan
buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan dokumen lain yang berkaitan
dengan penelitian. Bahan-bahan penelitian tersebut akan disusun secara
sistematis, diteliti, dan kemudian penulis akan menarik kesimpulan dari bahan
penelitian tersebut dengan masalah yang akan diteliti. Atas dasar tersebut,
penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan
bahan hukum yang relevan dengan judul skripsi penulis. Yakni
“Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Judcial Review Undang-Undang Ibu
Kota Negara 2022 (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:
54/PUU-XX/2022)”

2. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Yakni
kumpulan data atau sejumlah keterangan yang diperoleh melalui peraturan
perundang-undangan, buku, jurnal, dokumen resmi, surat kabar, situs internet,
dan bahan-bahan yang lainnya yang relevan dengan penulisan penelitian ini.

3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan perundang-
undangan (Statue Approach) dan pendekatan deskriptif analisis. Pendekatan
perundang-undangan sendiri digunakan penulis untuk menganalisis bahwa
penulis menganggap Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota
Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 dan cacat secara formil maupun materiil. Pendekatan deskriptif
analisis sendiri digunkan penulis untuk menganalisis dan memecahkann
masalah yang diangkat dalam penelitian ini dan menguraikannya dalam
kesimpulan.
F. KERANGKA BERPIKIR

Pembukaan UUD NRI 1945 alenia


keempat

Pasal 1 ayat (2), Pasal 18B ayat (2),


Pasal 22A, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C
ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I
ayat 3 UUD NRI 1945

UU No. 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 15 Tahun 2019
Tentang Perubahan atas UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan

UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang


Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah sebagaimana diubah
beberapa kali terakhir dengan UU
Nomor 13 Tahun 2019 tentang
Perubahan Ketiga UU Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah

Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun


2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana
terakhir diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 76 Tahun 2021 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
Merumuskan tujuan pemohon meminta
Mahkamah Konstitusi untuk melakukan
judicial review

Pertimbangan hukum Mahkamah


Konstitusi dalam memberikan judicial
review Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor: 54/PUU-XX/2022

Menganalisis dan memecahkann


masalah yang diangkat dalam
penelitian ini dan menguraikannya
dalam kesimpulan terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor:
54/PUU-XX/2022

Anda mungkin juga menyukai