Anda di halaman 1dari 44

PENGATURAN MENGENAI METODE OMNIBUS LAW DI INDONESIA

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG


PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN
2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DI INDONESIA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh:
RINDI ELINA
NIM 191010250151

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................4
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...............................................4
D. Kerangka Teori ........................................................................................5
E. Originalitas Penelitian ...........................................................................15
F. Sistematika Penulisan ............................................................................16
BAB II TINJAUAN UMUM ........................................................................... 18
A. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan ..........................................18
B. Alur Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan .............................21
C. Pengertian Omnibuslaw .........................................................................25
D. Pengertian Cipta Kerja .........................................................................30
E. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ....................31
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 36
A. Jenis Penelitian ......................................................................................36
B. Spesifikasi Penelitian.............................................................................36
C. Sumber dan Jenis Penelitian ..................................................................36
D. Lokasi Penelitian ...................................................................................38
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................38
F. Teknik Analisa Data ..............................................................................38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

sudah dua kali mengalami perubahan, yang kedua ini telah diubah dengan

Undang-Undnag Nomor 13 Tahun 2022. Terdapat Sepuluh substansi dasar yang

menjadi materi perubahan Undang-Undang, yakni penanganan pengujian

peraturan perundang-undangan, metode omnibus, pengharmonisasian,

pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah (raperda) dan

rancangan peraturan kepala daerah (raperkada), perbaikan kesalahan teknis

penulisan Rancangan Undang-Undang, pengundangan peraturan perundang-

undangan; pemantauan dan peninjauan Undang-Undang, partisipasi masyarakat,

pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik, keikutsertaan

analis hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dan teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan.1

Metode Omnibus Law merupakan metode penyusunan peraturan

perundang-undangan dengan: memuat materi muatan baru, mengubah materi

muatan yang memiliki keterikatan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam

berbagai Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama;

dan/atau mencabut peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya

1
Bayu Dwi Anggono, “Omnibus Law Sebagai Teknik Pembentukan Undang-Undang:
Peluang Adopsi dan Tantangannya dalam Sitem Perundang-undangan Indonesia”, Jurnal Rechts
Vinding, Vol. 9:1, (April, 2020), hlm. 22
1
sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan

untuk mencapai tujuan tertentu.2

Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melalui pemenuhan hak

masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap

tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penyampaian masukan

dapat dilakukan secara daring dan/atau luring. Oleh karena itu, masyarakat yang

merupakan perorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau

mempunyai kepentingan atas materi muatan, diberikan kemudahan dalam

mengakses Naskah akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-

undangan. Selain itu, pemrakarsa Peraturan Perundang-undangan dapat

melakukan kegiatan konsultasi publik sebagaimana Pasal 96 ayat (6) melalui:

1) Rapat dengar pendapat umum;

2) Kunjungan kerja;

3) Seminar, lokakarya, diskusi; dan/atau

4) Kegiatan konsultasi publik lainnya.

Hasil kegiatan konsultasi publik tersebut nantinya dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam perencanaan, penyusunan, dan pembahasan Rancangan

Peraturan Perundang-undangan.

UU No. 13/2022 dibentuk dalam rangka mewujudkan pembentukan

peraturan perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan

2
JDHI Kmenko Bidang Kemaritiman, Revisi Kedua UU 12/2011: Pemerintah Tingkatkan
Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
https://jdih.maritim.go.id/revisi-kedua-uu-122011-pemerintah-tingkatkan-partisipasi-masyarakat-
dalam-pembentukan-peraturan-perundang-undangan ,di akses pada 22 Jun 2022.
2
melalui penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan. Maka dari itu, UU No. 13/2022 sebagai penyempurnaan terhadap

beberapa ketentuan yang terdapat di UU yang terdahulu sekaligus menjadi tindak

lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.3

Sebagaimana telah diketahui, Mahkamah Konstitusi memberikan waktu

bagi pembentuk undang-undang (DPR bersama Pemerintah) untuk melakukan

perbaikan dalam waktu dua tahun. Oleh Mahkamah Konstitusi, jika dalam waktu

dua tahun itu tidak dilakukan perbaikan, maka UU yang menuai kontroversi baik

metode maupun substansinya ini akan menjadi inkonstitusional secara permanen.

Putusan Mahkamah Konstitusi sudah sangat jelas dan gamblang memerintahkan

kepada pembentuk undang-undang agar merevisi UU Cipta Kerja karena dinilai

proses pembentukannya bermasalah. Pada 16 Juni 2022 revisi "terbatas" atas UU

P3 ditetapkan dengan diundangkannya UU 13/2022. UU ini dinilai sebagai

pembuka jalan bagi metode omnibus yang belum diatur dalam UU P3.4

Selanjutnya berkenaan dengan telah ditetapkannya UU 13/2022, pemerintah harus

segera menyiapkan lima peraturan pelaksanaan antara lain: tentang keikutsertaan

dan pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan, tentang penanganan

pengujian terhadap Undang-undang di Mahkamah Konstitusi dan penanganan

pengujian Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-undang di

Mahkamah Agung di lingkungan Pemerintah, tentang perubahan terhadap teknik

3
Dhaniswara K. Hardjono, “Konsep Omnibus Law Ditinjau dari Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”, Jurnal to-ra, Vol. 6:2,
(Agustus, 2020).
4
Anang Zubaidy, (Bukan) Jalam Mulus Omnibus, https://news.detik.com/kolom/d-
6186919/bukan-jalan-mulus-omnibus ,Selasa, 19 Jul 2022 13:15 WIB
3
penyusunan peraturan perundang-undangan, tentang Partisipasi Masyarakat, serta

tentang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik.

Terkait latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji lebih lanjut dengan judul penelitian “PENGATURAN MENGENAI

METODE OMNIBUS LAW DI INDONESIA DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah

Rumasan masalah dimaksudkan untuk menegaskan masalah-masalah yang

diteliti sehingga memudahkan untuk melakukan pembahasan. Rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan metode omnibus law di Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan?

2. Bagaimana akomodasi metode omnibus dalam penyusunan peraturan

perundang-undangan dapat mempengaruhi kualitas peraturan perundang-

undangan yang dihasilkan?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
4
1. Tujuan Penelitian

a. Supaya memahami pengaturan metode omnibus law di Indonesia

berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

b. Supaya memahami dampak metode omnibus dalam penyusunan

peraturan perundang-undangan.

2. Manfaat penelitian.

a. Secara teoritis

Pemahaman secara sistematis konstruk pemikiran yang jelas tentang

analisis yuridis formal dan material tentang Implementasi Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

b. Secara praktis.

1) Bahan referensi akademik bagi proses pengembangan studi hukum.

2) Untuk menambah referensi bacaan di perpustakaan Universitas

Pamulang

3) Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana hukum di

Universitas Pamulang

D. Kerangka Teori

Analisis penelitian ini didasarkan pada landasan teori Pembentukan


5
Peraturan Perundang-Undangan.

1. Teori Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Secara teoretik dalam khazanah ilmu hukum, terdapat beberapa

definisi istilah mengenai “perundang-undangan” atau kata “peraturan

perundang-undangan”, jika menggunakan bahasa baku yang merujuk di

dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-

Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan peraturan perundang-

undangan maka terminologi perundang-undangan lazim disebut juga

wetegeving, gesetzgebung ataupun legislation. Istilah perundang-undangan

(legislation, wetgeving atau gesetzgebung) dalam beberapa kepustakaan

memiliki dua pengertian yang berbeda, dalam kamus umum yang berlaku,

istilah legislation dapat diartikan dengan perundang-undangan dan pembuat

undang-undang.5

Istilah wetgeving diterjemahkan dengan pengertian membentuk

undang-undang keseluruhan daripada undang-undang negara.6 Sedangkan

istilah Gesetzgebung diterjemahkan dengan pengertian perundang-

undangan.7

Pengertian wetgeving dalam Juridisch woordenboek diartikan

sebagai berikut:

5
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta: kanisius, 2007,
hlm. 4.
6
Ibid.
7
Ibid.
6
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau proses

membentuk peraturan negara, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat.

2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan

hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah

.8 . Maria Farida Indrati Soeprapto, mengatakan bahwa:9 secara teoritik,

istilah “perundang-undangan” (legislation), wetgeving atau gesetzgebung

mempunyai dua pengertian yaitu: pertama, perundang-undangan

merupakan proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-

peraturan negara baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah ; kedua,

perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil

pembentukan peraturan-peraturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat

daerah. Pengertian perundang-undangan dalam konstruksi Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-Undang No. 12

Tahun 2011 Tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

merupakan sebuah aturan tertulis yang mengikat secara umum dan dibuat

oleh pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan pula.10 Menurut Bagir Manan, pengertian

peraturan-perundang-undangan sebagai berikut:

a. Setiap keputusan yang tertulis yang dikeluarkan pejabat atau

lingkungan jabatan yang berwenang berisi aturan tingkah laku yang

8
S.J. Fockema Andreae dikutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-
undangan, Yogyakarta: kanisius, 2007, hlm. 4.
9
Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.Cit. ,hlm. 3.
10
Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
7
bersifat atau mengikat umum.

b. Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-

ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu

tatanan.

c. Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum dan abstrak

yang berarti tidak mengatur atau tidak ditujukan pada

objek/peristiwa/gejala konkret tertentu.

d. Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan Belanda,

peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan wet in

materiele zin, atau sering juga disebut dnegan algemeen

verbindende voorschrift yang meliputi antara lain: de supra

nationale algemeen verbindende voorschriften, wet, A MvB, de

Ministeriele verordening, de gemeentelijke raadsverordeningen, de

provinciale stater verordebingen.11

Peraturan perundang-undangan itu sendiri merupakan salah satu dari

bentuk norma hukum. Dalam literatur hukum dan perundang-undangan,

secara umum terdapat tiga (3) macam norma hukum yang merupakan hasil

dari proses pengambilan keputusan hukum, yaitu:

a) keputusan normatif yang bersifat mengatur (regeling);

b) keputusan normatif yang bersifat penetapan administrasi

(beschikking);

11
Bagir Manan dikutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-
undangan, Yogyakarta: kanisius, 2007,hlm.11.
8
c) keputusan normatif yang disebut vonnis.

Selain ketiga bentuk produk hukum diatas, juga ada bentuk peraturan yang

dinamakan “beleids regels” (policy rules) ini biasanya diterjemahkan ke

dalam Bahasa Indonesia menjadi peraturan kebijaksanaan, yang sering

disebut sebagai quasi peraturan.12

Kemudian menurut Sajipto Raharjo, peraturan perundang-

undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:13

a. Bersifat umum dan komprehensif yang merupakan kebalikan dari

sifat-sifat khusus dan terbatas.

b. Bersifat universal. Artinya, dibentuk untuk menghadapi peristiwa-

peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya.

Oleh karena itu, tidak dapat dirumuskan untuk menghadapi

peristiwa-peristiwa tertentu saja.

c. Lazimnya bagi suatu peraturan perundang-undangan

mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya

peninjauan kembali.

Menurut Burkhardt Krems, bahwa salah satu bagian besar dari ilmu

perundang-undangan yaitu adalah teori perundang-undangan

(Gestzgebungstheorie) yang berorientasi pada mencari kejelasan dan

12
King Faisal Sulaiman, Teori Peraturan Perundang-undangan dan Aspek Pengujiannya,
Yogyakarta: Thafa Media, 2017, hlm. 7.
13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum¸Bandung: PT Citra Aditya,2004, hlm. 25.
9
kejernihan makna atau pengertian yang bersifat kognitif.14 Proses kejelasan

dan kejernihan makna dari suatu peraturan perundang-undangan

dipengaruhi oleh proses pembentukan peraturan perundang-undangan

pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu proses

pembangunan hukum, di samping penerapan, penegakan hukum, dan

pemahaman mengenai hukum. Sebagaimana diketahui bersama bahwa

pembangunan hukum yang dilaksanakan secara komprehensif mencakup

subtansi hukum atau disebut isi dari peraturan perundang-undangan. Oleh

karena itu, agar perundang-undangan yang dihasilkan dapat mencerminkan

kualitas yang baik sebagai produk hukum, maka perlu memahami beberapa

dasar landasan dari pembentukan peraturan perundang-undangan antara lain

sebagai berikut:

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang

dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita

hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia

yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam kedudukannya sebagai

dasar dan ideologi Negara Indonesia, Pancasila harus dijadikan

14
Maria Farida, Op.Cit., hlm. 8.
10
paradigma (kerangka berfikir, sumber nilai, dan orientasi arah) dalam

pembangunan hukum termasuk semua upaya pembaruannya.15

Menurut Notonegoro, nilai-nilai pancasila merupakan nilai

dasar yang harus selalu ada dan melekat dalam kehidupan manusia.

Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tersebut

merupakan nilai moral dasar yang selalu aktual yang selalu melingkupi

antara satu dengan yang lainnya dalam tindakan manusia. Sebagai cita-

cita hukum bangsa dan paradigma pembangunan hukum Pancasila

memiliki sekurang-kurangnya empat kaidah penuntun yang harus

dijadikan pedoman dalam pembentukan dan penegakan hukum di

Indonesia. Pertama, hukum harus melindungi segenap bangsa dan

menjamin keutuhan bangsa dan karenanya tidak diperbolehkan ada

produk hukum yang menanam benih disintegrasi. Kedua, hukum harus

mampu menjamin keadilan sosial dengan memberikan proteksi khusus

bagi golongan lemah agar tidak tereksploitasi dalam persaingan bebas

melawan golongan kuat. Ketiga, hukum harus dibangun secara

demokratis sekaligus membangun demokrasi sejalan dengan nomokrasi

(negara hukum). Keempat, hukum tidak boleh diskriminatif

berdasarkan ikatan primordial apa pun dan harus mendorong

terciptanya toleransi beragama berdasarkan kemanusiaan dan

15
M. Khozim, Siitem Hukum Perspektif Ilmu sosial, Bandung: Nusa Media, 2009,
hlm.12-19.
11
keberadaan.16 Suatu peraturan perundang-undangan dikatakan

mempunyai landasan filosofis (filosofiche gronslad, filosofisce

gelding), apabila rumusannya atau norma- normanya mendapatkan

pembenaran (rechtsvaardiging) apabila dikaji secara filosofis.

2. Landasan Yuridis

Landasan yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum

dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau

yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat.17 Secara formal landasan yuridis yang memberikan

kewenangan bagi lembaga untuk membuat peraturan tertentu, secara

material, landasan yuridis segi isi atau materi sebagai dasar hukum untuk

mengatur hal-hal tertentu. Sedangkan dari segi teknis, landasan yuridis

yang memberikan kewenangan bagi lembaga untuk membentuk peraturan

tertentu mengenai tata cara pembentukan undang-undang.18 Suatu

peraturan perundang-undangan dapat dikatakan memiliki landasan yuridis

(jurdische gronslag, juridische gelding), apabila ia mempunyai dasar

hukum (rechtsgrond) atau legalitas terutama pada peraturan perundang-

undangan lebih tinggi sehingga peraturan perundang-undangan itu lahir.

16
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010, hlm. 55.
17
King Faisal Sulaiman, Op.Cit., hlm. 24.
18
Putera Astomo, Ilmu Perundang-undangan, Jakarta: Rajawali Pers, 2018, hlm. 78.
12
3. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang

dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

Suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan

sosiologis (sosiologische gronslag, sosiologische gelding) apabila

ketentuan-ketentuan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran

masyarakat. Hal ini penting agar peraturan perundang-undangan yang

dibuat ditaati oleh masyarakat dan tidak menjadi huruf-huruf mati belaka.

Atas dasar sosiologis inilah diharapkan suatu peraturan perundang-

undangan yang dibuat dapat diterima dalam masyarakat secara wajar

bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima secara

wajar akan menerima daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak

memerlukan penyerahan institusional untuk melaksanakannya. Dalam

teori pengakuan (annerken nungstheorie) ditegaskan bahwa kaidah hukum

berlaku berdasarkan penerimaan masyarakat tempat hukum itu berlaku.

Tegasnya bahwa dimensi sosial ini mencerminkan kenyataan yang hidup

dalam masyarakat.19

Dalam pembentukan undang-undang, organ atau lembaga

pembentuk undang-undang adalah lembaga yang diberi kewenangan

legislatif oleh konstitusi. Pada prinsipnya dengan kewenangan tersebut

lembaga legislatif mempunyai kewenangan untuk membuat undang-

undang sesuai keinginannya. Namun demikian, dalam pembentukan

19
King Faisal Sulaiman, Op.Cit.,hlm. 25.
13
tersebut disamping harus berlandaskan asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan, baik asas formal maupun asas material, harus juga

dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh konstitusi dan

peraturan perundang-undangan lainnya.20

Keberadaan undang-undang di suatu negara mempunyai

kedudukan strategis dan penting, baik di lihat dari konsepsi negara hukum,

hierarki norma hukum, maupun dilihat dari fungsi undang-undang pada

umumnya. Dalam konsepsi negara hukum, undang-undang merupakan

salah satu bentuk formulasi norma hukum dalam kehidupan bernegara.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Paul Scholten, bahwa hukum itu

ada di dalam perundang-undangan, sehingga orang harus memberikan

tempat yang tinggi kepadanya. Bagir Manan21 pun mengatakan bahwa

keberadaan peraturan perundang-undangan dan kegiatan pembentukan

undang-undang (legislasi) mempunyai peranan yang sangat penting dan

strategis sebagai pendukung utama dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Mengingat strategis dan pentingnya undang-undang dalam

kehidupan bernegara, maka setiap negara akan berusaha membuat undang-

undang ideal melalui proses pembentukan mulai dari proses pengusulan,

pembahasan, persetujuan, hingga penetapan dan pengesahan yang

dilakukan dengan prinsip check and balances sesuai dengan kedudukan

dan kewenangan yang dimiliki.

20
Ibid.
21
Bagir Manan, Op. Cit., hlm. 8.
14
E. Orisinalitas Penelitian

Nama : Asdar Nor

Judul : Implementasi Asas Pengayoman Dan Asas

Kepastian Hukum Terhadap Omnibus Law Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Universitas : Hasanuddin Makassar

Persamaan : Sama-sama membicarakan Undang-Undang

Omnibus Law Tentang Cipta Kerja.

Perbedaan : Implementasi Asas Pengayoman Dan Asas

Kepastian Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang

Cipta Kerja.

Nama : Mashudi

Judul : Pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja Perspektif

Siyasah Dusturiyah Dan Hukum Positif.

Universitas : Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Persamaan : Sama-sama membicarakan Undang-Undang

Omnibus Law Tentang Cipta Kerja.

Perbedaan : Omnibus Law Cipta Kerja Perspektif Siyasah

Dusturiyah Dan Hukum Positif.

Nama : Muhammad Irham Roihan


15
Judul : Omnibus Law Ditinjau Dari Perspektif Sistem

Perundang-undangan Di Indonesia.

Universitas : Islam Indonesia.

Persamaan : Sama-sama membicarakan Undang-Undang

Omnibus Law Tentang Cipta Kerja.

Perbedaan : Omnibus Law Cipta Perspektif Sistem Perundang-

undangan Di Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian Skripsi ini terbagi menjadi 5 bab dengan sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang menjadi dasar

pemikiran penelitian ini, identifikasi masalah, rumusan masalah tujuan

dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM

Pengertian Peraturan Perundang-Undangan, Pengertian Omnibuslaw,

Pengertian Cipta Kerja, Asas-Asas Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

BAB III METODE PENELITIAN

16
Dalam bab ini membahas mengenai jenis penelitian, spesifikasi

penelitian, sumber dan jenis data, lokasi penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV ANALISA PENGATURAN METODE OMNIBUS LAW DI

INDONESIA

Pada bab ini penulis melakukan analisa terhadap metode omnibus law

di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

BAB V PENUTUP

Dalam BAB ini menguraikan tentang kesimpulan pembahasan yang

dijelaskan dalam BAB IV dan memberikan rekomendasi atau saran

yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi

parameter penelitian serta lampiran terkait dengan hasil penelitian yang

berdasarkan studi kepustakaan sebagai pembahasan atau hasil

penelitian.

17
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan

Pada dasarnya Istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau

Gesetzgebung) dalam beberapa kepustakaan mempunyai dua pengertian yang

berbeda. Dalam kamus umum yang berlaku, istilah legislation dapat diartikan

dengan perundang-undangan dan pembuatan undang-undang, istilah wetgeving

diterjemahkan dengan pengertian membentuk undang-undang dan keseluruhan

daripada undang-undang negara, sedangkan istilah Gesetzgebung diterjemahkan

dengan pengertian perundang-undangan. Pengertian wetgeving dalam juridisch

woordenbooek diartikan sebagai berikut:22

1) Perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau proses

membentuk peraturan negara, baik di tingkat pusat, maupun di tingkat

daerah.

2) Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan

hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat

daerah .23

Adapun istilah peraturan perundang-undangan (wettelijke regeling),

apabila dikaitkan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan negara,

menurut Burkhart Krems, dengan menggunakan istilah (staatsliche

22
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan 1 Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
(Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 10
23
S. J. Fockema Andreae, Rechtsgeleerd handwoordenboek, (Groningen/Batavia: J. B.
Wolters, 1948.), hlm 22.
18
19

rechtssetzung), adalah untuk menentukan “isi peraturan (inhalt der regelung) ;

bentuk dan susunan peraturan (methode der ausarbeitung der regelung) ;

prosedur dan proses pembentukan peraturan (varfahren der ausarbeitung der

regelung).” Dalam bentuk lain peraturan perundang-undangan juga diartikan

sebagai “kepustakaaan tertulis negara atau pemerintah yang berisi petunjuk atau

pola tingkah laku yang bersifat dan mengikat secara umum.

Bersifat dan berlaku secara umum, yaitu tidak mengidentifikasikan

individu tertentu sehingga berlaku bagi setiap subjek hukum yang memenuhi

unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan mengenai pola tingkah laku

tersebut. Dalam kenyataan, terdapat juga peraturan perundang-undangan seperti

undang-undang yang berlaku untuk kelompok orang-orang tertentu, objek

tertentu, dan waktu tertentu. Dengan demikian, mengikat secara umum pada saat

ini sekedar menunjukkan tidak menentukan secara konkret (nyata) identitas

individu atau objeknya.”24

Menurut Bagir Manan, bahwa yang dimaksud dengan peraturan

perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan ditetapkan

serta dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang mempunyai

(menjalankan) fungsi legislative sesuai dengan tata cara yang berlaku.25

Sementara menurut pandangan Jimly Assidiqie, pengertian peraturan

perundang-undangan adalah, keseluruhan susunan hierarkis peraturan perundang-

undangan yang berbentuk undang-undang kebawah, yaitu semua produk hukum

24
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 37-38
25
Bagir Manan dan Kunanta Magnar, Peraturan Perundang-Undangan Dalam
Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Armico, 1987), hlm. 13.
20

yang melibatkan peran lembaga perwakilan rakyat bersama-sama dengan

pemerintah ataupun yang melibatkan peran pemerintah karena kedudukan

politiknya dalam melaksanakan produk legislatif yang ditetapkan oleh lembaga

perwakilan rakyat bersama-sama dengan pemerintah menurut tingkatannya

masing-masing.26

Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan, Hans

Kalsen Menjelaskan peraturan perundang-undangan memiliki tiga unsur pokok

yaitu: pertama norma hukum, kedua berlaku keluar, ketiga bersifat umum

dalam arti luas. Sedangkan sifat umum dari norma hukum dalam perundang-

undangan berupa perintah, larangan, pengizinan, dan pembebasan.27 Sementara

dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menurut pasal 5 Undang-

undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-

undangan haruslah berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-

undangan yang baik yang meliputi: kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat

pembentuk yang tepat, kesesuian antara jenis dan, hierarki, dan materi muatan,

dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan

keterbukaan. Terkait dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-

undangan yaitu dimulai dari tahap perencanaan, persiapan, tehnik penyusunan,

perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan

terdapat dalam Keppres Nomor 188 Tahun 1998 Tentang Tata Cara

Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.

26
Jimly Assidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jendral
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Presss, 2006), hlm. 326.
27
Hans Kalsen, General Theory Of Law and State, Translate by Andreas Wedberg, (New
York: Ruasel & Russel, 1961), hlm. 21.
21

Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwasanya peraturan

perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang dibuat oleh pejabat yang

berwenang, yakni lembaga legeslatif bersama-sama dengan pemerintahan yang

memiliki kewenangannya masing-masing yang sesuai dengan tata cara yang

berlaku. Dalam membentuk suatu perundang-undangan yang baik harus

memperhatikan kepentingan masyarakat banyak, selain itu dalam proses

pembentukan undang-undang tersebut jangan sampai bertentangan dengan

konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945, dan harus sesuai dengan tata cara yang

berlaku jangan sampai merugikan dan apalagi melanggar hak-hak yang dimiliki

oleh masyarakat secara umum, karena pada dasarnya undang-undang dibentuk

itu semata-mata untuk kebaikan masyarakat itu sendiri.

B. Alur Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Hukum yang baik adalah hukum yang di bangun berdasarkan alur dan

sistem yang baik dan sistematis.28 Karena tatanan yuridis yang baik lahir dari

pola pembentukan yang terstruktur dan terarah. 29 Oleh sebab itu Penyusunan

Peraturan Perundang-undangan juga memiliki mekanisme-mekanisme dan alur

dalam setiap pembentukanya. Penyusunan Undang-Undang diatur pada Bab V,

Bagian Kesatu UU 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Proses penyusunan Undang-Undang juga diatur dalam Undang-Undang

28
Bagir Manan dan Kunanta Magnar, Op,. Cit, hlm 28.
29
Ibid, hlm 31.
22

Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (UU MD3) beserta perubahannya.

Pada intinya proses diawali dengan pengajuan Rancangan Undang-

undang (RUU) yang dapat berasal dari DPR atau Presiden. RUU yang berasal

dari DPR dapat berasal dari DPD, sedangkan untuk Presiden disiapkan oleh

menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan

lingkup tugas dan tanggung jawabnya. RUU tersebut disampaikan dalam bentuk

Naskah Akademik, telah disesuaikan dengan Program Legislasi Nasional, dan

telah melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi.

Proses atau tata cara pembentukan undang-undang merupakan suatu

tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Proses ini diawali

dari terbentuknya suatu ide atau gagasan tentang perlunya pengaturan terhadap

suatu permasalahan yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mempersiapkan

rancangan undang-undang, baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), maupun oleh pemerintah. Kemudian pembahasan

rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan

persetujuan bersama dilanjutkan dengan pengesahan diakhiri dengan

pengundangan.

Tahap-tahap pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya

dilakukan sebagai berikut:

1. Perencanaan penyusunan Undang-Undang


23

Proses pembentukan undang-undang menurut Undang-Undang Nomor 12

tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

dilaksanakan sesuai dengan Program Legislasi Nasional, yang merupakan

perencanaan penyusunan Undang-Undang yang disusun secara terpadu

antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia.

Kordinasi penyusunan program legislasi nasional (selanjutnya di sebut

prolegnas) antara dewan perwakilan rakyat dan pemerintah tersebut di

lakukan melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus

menangani bidang legislasi, mereka dimandatkan oleh Undang-undang

untuk dapat membentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia.

Penyusunan prolegnas di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat di

kordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus

menangani bidang legislasi sedang di lingkungan pemerintah di

kordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi

bidang peraturan perundang-undangan.

2. Persiapan Pembentukan Undang-undang

Rancangan undang-undang dapat berasal dari (anggota ) Dewan Perwakilan

Rakyat, Presiden maupun dari Dewan Perwakilan Daerah yang disusun

berdasarkan prolegnas dalam hal-hal tertentu. Dewan Perwakilan Rakyat

atau Presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang di luar

prolegnas Rancangan undang-undang yang berasal dari dewan perwakilan

daerah adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi,


24

hubungan antara pusat dan pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan, pengelolaan sumber daya ekonomi lainya, serta yang

berkaitan dengan penimbangan keuangan pusat dan daerah.

3. Pengajuan Rancangan Undang-Undang

Pengajuan Rancangan Undang-undang yang berasal dari Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan yang menetapkan hal-hal

yang berkaitan dengan mekanisme pengajuan undang-undang di mana

dalam hal ini beberapa ketentuan di atur terkait dengan mekanisme

pengajuan Undang-undang tersebut di antaranya dapat di lihat dalam pasal

sebagai berikut:

Pasal 18;

a. Rancangan undang-undang yang diajukan oleh presiden di

siapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non

departemen sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung

jawabnya

b. Pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi

rancangan undang-undang yang berasal dari presiden di

kordinasikan oleh menteri yang tugass dan tanggung

jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan


25

c. Tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang dari

presiden selanjutnya diatur dengan peraturan presiden30

Pasal 19 :

a. Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan

Perwakilan rakyat di usulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Rancangan undang-undang yang berasal dari dewan

perwakilan daerah dapat di ajukan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah .

c. Tata cara pengajuan rancangan undang-undang yang berasal dari

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah

tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan tata tertib Dewan

perwakilan rakyat. 31

Setelah rancangan undang-undang yang diajukan oleh presiden selesai

disiapkan maka sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, rancangan undang-undang

tersebut akan di ajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dengan surat presiden.

C. Pengertian Omnibuslaw

Secara harfiah, kata omnibus berasal dari bahasa latin “omni” yang artinya

“banyak” dan “bus” dari bahasa Inggris yang artinya “bis/kendaraan”. Pada

30
Saat ini telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang -Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.
31
Saat ini telah diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
No. 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
26

mulanya, kata ini digunakan di Perancis untuk pengertian kendaraan panjang yang

ditarik oleh kuda yang mengangkut orang di sepanjang jalan utama kota Paris.

Sesudah itu, istilah “omnibus” baru dikenal luas dan kemudian dipakai di

Amerika Serikat dan Kanada, namun dengan pengertian “untuk semua” atau

“mencakup semua”. Misalnya, di Kanada pernah dibentuk satu undang-undang

baru yang menampung dan mengatur materi ketentuan yang berasal dari beberapa

undang-undang sekaligus yang kemudian dikaitkan juga dengan istilah

“omnibus”.32 Bryan A. Garner dalam Black Law Dictionary Ninth Edition

menyebutkan bahwa “Omnibus” merupakan “relating to or dealing with

numerous object or item at once; including many thing or having various

purposes”.

Dimana jika dipadankan dengan kata law maka, Omnibus Law merupakan

hukum yang mengatur berbagai macam objek, item dan tujuan dalam satu

instrumen hukum.33 Fachri Bachmid menyatakan bahwa Omnibus Law

merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidir

berbagai tema, materi, subjek, dan peraturan perundang-undangan pada setiap

sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik.34

Ekawestri Prajwalita Widiati, dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Universitas Airlangga menyatakan bahwa omnibus law merupakan teknik

perancangan yang menggabungkan beberapa perundang-undangan dalam satu

32
Jimly Asshiddiqie, Omnibus Law Dan Penerapannya Di Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Konstitusi Press (Konpress), 2020), hlm. 3
33
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga mahasiswa Universitas Padjadjaran,”Membedah
Definisi Omnibus Law”, dalam https://kema.unpad.ac.id/wp-content/uploads/Membedah-Definisi
Omnibus-Law-1.pdf , diakses pada tanggal 29 Maret 2022.
34
Agnes Fitryantica, “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesa Melalui
Konsep Omnibus Law”, Jurnal Gema Keadilan, 2019, Vol 6, hlm 303.
27

paket dengan tujuan untuk meningkatkan aksesbilitas peraturan perundang-

undangan yang memiliki bentuk yang sama dengan undang-undang.35 Sedangkan

menurut Antoni Putra, omnibus law merupakan undang-undang yang substansinya

merevisi dan/atau mencabut banyak undang-undang.36 Definisi Omnibus dalam

Black’s Law Dictionary adalah for all; containing two or more independent

matters. Applied most commonly to a legislative bill which comprises more than

one general subject. (Untuk semua/seluruhnya; mengandung dua atau lebih hal-

hal yang berdiri sendiri, seringkali digunakan dalam RUU yang terdiri lebih dari

satu subjek umum).37 Dari definisi omnibus, kemudian diarahkan ke omnibus bill

yang mendefinisikan omnibus bill sebagai berikut:

A legislative bill including in one act various separate and distinct

matters, and frequently one joining a number of different subjects in

one measure in such a way as to compel the executive authority to

accept provisions which he does not approve or else defeat the

whole enactment.38

(Sebuah RUU dalam satu bentuk yang terpisah dan berbeda, dan

seringkali menggabungkan sejumlah subjek yang berbeda dalam satu cara

sedemikian rupa sehingga dapat memaksa eksekutif untuk menerima ketentuan

35
Unair News, “Omnibus Law Produk Hukum Yang Lebih Kompleks”, dalam
http://news.unair.ac.id/2020/02/11/pakar-hukum-unair-sebut-omnibus-law-produk-hukum-yang-
lebihkompleks/, akses pada 29 Maret 2022
36
Antoni Putra, “Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi”, Jurnal
Legislasi Indonesia, 3030, Vol 17 No 1, hlm. 2.
37
Novianto Murti Hantoro, “Konsep Omnibus Law Dan Tantangan Penerapannya Di
Indonesia”, Parliamentary Revie, 2020, Vol. II No 1, , hlm. 3
38
Terjemahan :
28

yang tidak disetujui atau juga membatalkan seluruh pengundangan).39

Dodek di dalam The House of Commons Procedure and Practice

Handbook (serupa dengan Peraturan Tata Tertib DPR) tidak ditemukan definisi

khusus mengenai omnibus bill, namun dijelaskan bahwa:40

“an omnibus bill seeks to amend, repeal or enact several acts, and

is characterized by the fact that it is made up of a number of related

but separate initiatives. The working parliamentary understanding

of an omnibus bill is a bill that has “one basic principle or purpose

which ties together all the proposed enactments and thereby renders

the Bill intelligible for parliamentary purposes.”

(RUU omnibus berupaya untuk mengubah, mencabut atau

memberlakukan beberapa undang-undang, dan dicirikan oleh fakta bahwa

undang-undang tersebut terdiri dari sejumlah inisiatif yang terkait tetapi terpisah.

Pemahaman parlementer tentang RUU omnibus adalah RUU yang memiliki satu

dasar prinsip atau tujuan yang mengikat semua peraturan yang diusulkan dan

dengan demikian membuat RUU tersebut dapat dipahami untuk tujuan

parlementer).

Penggunaaan omnibus yang disambung dengan kata law sebenarnya jarang

digunakan, bahkan tidak terdapat di Black’s Law Dictionary. Istilah yang

digunakan adalah omnibus bill. Black’s Law Dictionary merupakan buku yang

berisi Definitions of the Terms and Phrases of American and English

Jurisprudence, Ancient and Modern. Artinya, jika dikaitkan dengan sistem

39
Ibid.
40
Ibid.
29

hukum, maka kata omnibus memang lebih dekat dengan praktek di Amerika dan

Inggris yang menggunakan tradisi sistem common law.41

Namun demikian, Indonesia yang menggunakan tradisi sistem civil law

nyatanya saat ini telah mengadopsi metode omnibus dengan melahirkan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Istilah Omnibus Law di

Indonesia secara resmi dimunculkan dalam Pidato Presiden Joko Widodo pasca

pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia Periode 2019-2024. Omnibus

Law setelah itu menjadi istilah yang sangat populer baik dalam lingkungan

akademisi di bidang hukum, maupun di kalangan masyarakat pada umumnya. Di

awal lahirnya wacana Omnibus Law di Indonesia kemudian memunculkan

berbagai pertanyaan dari berbagai pihak, ada yang mengatakan bahwa Omnibus

Law sebagai sebuah jenis peraturan perundang-undangan, ada yang mengatakan

bahwa Omnibus Law merupakan undang-undang sapu jagat atau undang-undang

superpower, dan ada juga yang mengatakan bahwa Omnibus Law adalah metode

pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya.

Pada dasarnya, dari sekian banyak pandangan mengenai definisi Omnibus

Law, penulis sepakat bahwa Omnibus Law sejak mulai diperbincangkan sebagai

istilah hukum dan perundang-undangan di Indonesia, memang dipahami sebagai

metode atau teknik pembentukan undang-undang dengan maksud untuk

mengadakan perubahan sekaligus atas beberapa undang-undang yang ada dan

berlaku sebelumnya. Mengutip pendapat Ahmad Redi, konsepsi epistemologis

41
Novianto Murti Hantoro, “Konsep Omnibus Law Dan Tantangan Penerapannya Di
Indonesia”, Parliamentary Review, 2020, Vol. II No 1, hlm 4
30

omnibus law sejatinya adalah sebuah metode, tehnik, sebuah cara dalam

menyusun atau menormakan atau merumuskan norma dalam rancangan peraturan

perundang-undangan.42 Oleh karena itu, istilah Omnibus Law menurut Jimly

Asshiddiqie selalu terkait dengan dan bahkan lebih luas dipahami sebagai

Omnibus Bill atau Rancangan Undang-Undang Omnibus yang nantinya sesudah

disetujui bersama, disahkan dan diundangkan pada Lembaran Negara baru

berubah menjadi Omnibus Law.43

D. Pengertian Cipta Kerja

Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan,

perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah,

peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi

Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.44 Politik hukum dari

Undang-Undang Cipta Kerja adalah pembentukan hukum dengan menerapkan

Omnibus Law dalam perumusan hukum untuk peningkatan investasi sehingga

terciptanya lapangan kerja.

Terbentuknya Undang-Undang Cipta Kerja menunjukkan telah ada politik

hukum pembentukan peraturan perundang-undangan melalui proses legislasi.45

Saat ini pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Polemik berkepanjangan pada

42
Ahmad Redi dan Ibnu Sina Chandranegara, Omnibus Law… Op.cit, hlm 5
43
Jimly Asshiddiqie, Omnibus Law… Op.Cit, hlm. 6
44
YudhoWinarto, jika-ada-pasal-cipta-kerja-bermasalah-ajukan-uji-materi-ke-mk,
https:// nasional.kontan.co.id/news/. Diakses tanggal 29 Maret 2022.
45
Suwandi Arham, Omnibus Law Dalam Perspektif Hukum Indonesia, 2019, Vol 7, No. 2,
hlm. 117.
31

proses pembentukan, pemberlakuan, dan pengujian UU Cipta Kerja ternyata

belum usai. Perppu ini menambah daftar panjang problem legislasi di Indonesia

setelah sebelumnya kita mengetahui ada cukup banyak undang-undang yang

melanggar standar moralitas karena kerapkali dilakukan dengan minim partisipasi,

prosedur yang kerap disiasati, dan minimnya ketaatan terhadap standar yang baku.

E. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar,

didalam berbagai aspek kehidupan dalam bermasyarakat, maupun berbangsa, dan

bernegara, wajib senantiasa berdasarkan atas hukum demi terwujudnya suatu

tatanan pemerintahan yang tertib dan adil. Oleh karena itu, penting adanya suatu

dasar atau landasan dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.

Dalam Pembentukan Peraturan perundang-undangan harus memperhatikan asas-

asas hukum.46

Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir

berpendapat dan bertindak.47 Menurut Van der Velden asas hukum adalah tipe

putusan yang dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai situasi atau

digunakan sebagai pedoman berperilaku. Asas hukum didasarkan atas suatu nilai

atau lebih yang menentukan situasi yang bernilai yang harus direalisasikan.48

46
Andi Bau Inggit AR, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam
Penyusunan Rancangan Peraturan (Principles for Establishment of Legal Regulations in the
Arrangement of Regional Regulation Design), Jurnal Restorative Justice, 2019, Vol. 3, Nomor 1,
hlm 89.
47
Roy Marthen Moonti, Ilmu Perundang-Undangan, (Makassar: Keretapahu 2017),, hlm.
31.
48
Putera Astomo, Ilmu Perundang-Undangan: Teori dan Praktik di Indonesia, (Depok:
PT RajaGrafindo Persada, 2018), hlm. 89.
32

Asas-asas mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan berarti

dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun suatu peraturan

perundang-undangan.49 Menurut Sudikno Mertokusumo, asas hukum menjadi

pikiran dasar yang sifatnya umum ataupun merupakan latar belakang dari

peraturan yang konkrit yang ditemukan dalam dan di belakang setiap sistem

hukum.50 Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nomor 15 Tahun 2019 asas

di bagi menjadi dua yaitu asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan

asas materi muatan peraturan perundang-undangan.51

Ketentuan Asas-Asas dalam Pembentukan Peraturan Perundangan-

Undangan masih diatur pada Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011, bahwa di dalam

membentuk suatu peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan

pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang terdiri

atas52:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan

49
Roy Marthen Moonti, Loc.cit., hlm. 31.
50
Victor Imanuel W. Nalle, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Suluh Media,
2019Y), hlm. 67.
51
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 5 dan
Pasal 6 Ayat (1).
52
Ibid., Pasal 5.
33

g. keterbukaan.

Adapun penjelasan dari asas pembentukan peraturan perundang-

undangan di atas yaitu asas kejelasan tujuan berarti bahwa jelasnya tujuan yang

hendak dicapai melalui pembentukan undang-undang yang bersangkutan. Asas

kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat yaitu DPR bersama-sama dengan

pemerintah, dan dengan keterlibatan DPD untuk rancangan undang-undang

tertentu. Asas kesesuaian antara jenis peraturan perundang-undangan dan materi

muatan yang di atur di dalamnya yaitu bahwa untuk jenis undang-undang harus

berisi materi muatan yang memang seharusnya dituangkan dalam bentuk

undang- undang. Asas dapat dilaksanakan yaitu bahwa ketentuan yang diatur

dalam undang-undang harus dapat dilaksankan sebagaimana mestinya. Asas

kedayagunaan dan kehasilgunaan yaitu bahwa setiap peraturan perundang-

undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam

mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Asas kejelasan

rumusan yaitu bahwa pengaturan suatu materi ketentuan tertentu dalam undang-

undang yang bersangkutan memang mempunyai tujuan yang jelas. Adapun

mengenai asas keterbukaan berarti bahwa dalam pembentukan undang-undang

itu dilakukan secara terbuka.”53

Dalam Pasal 6 ayat (1) berbunyi bahwa materi muatan peraturan

perundang-undangan harus mencerminkan asas54:

a. pengayoman;

53
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, ( D e p o k : PT Raja Grafindo Persada,
2017), hlm. 142.
54
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Loc. cit., Pasal 6 Ayat (1).
34

b. kenusantaraan;

c. bhinneka tunggal ika;

d. keadilan;

e. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

f. ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau;

g. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Pada UU Nomor 13 Tahun 2022 mengubah penjelasan ketentuan Pasal 5

huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan "asas

keterbukaan" adalah bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai

dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan, termasuk Pemantauan dan Peninjauan memberikan akses kepada

publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung untuk mendapatkan

informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/ atau tertulis

dengan cara daring (dalam jaringan) dan/atau luring (luar jaringan)”.

Selain mencerminkan asas tersebut peraturan perundang-undangan

tertentu juga dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan. Keberadaan dari asas pembentukan

peraturan perundang- undangan tidak dapat dilepaskan dari fungsinya, yang terdiri

atas:
35

a. Memberikan pedoman dan bimbingan penuangan isi peraturan

perundang-undangan ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai

dengan proses serta prosedur pembentukan yang sudah ditentukan.55

b. Sebagai dasar pengujian pembentukan peraturan perundang-undangan

termasuk sebagai dasar pengujian terhadap suatu peraturan yang

berlaku.56

c. Mencegah suatu peraturan perundang-undangan menjadi hanya

sekedar produk politik lembaga eksekutif maupun lembaga

legislatif.57

d. Menjamin peraturan perundang-undangan di terima dan di pahami

dengan baik oleh mayoritas khalayak yang di tuju. 58

55
Victor Imanuel W. Nalle, Op.cit., hlm. 68.
56
Ibid.
57
Ibid.
58
Ibid.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka peneltian yang

dilakukan ini mengacu pada penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif sering disebut juga penelitian hukum dokrinal atau kepustakaan karena

penelitian ini hanya meneliti dan mengkaji bahan-bahan hukum tertulis dan

banyak dilakukan di perpustakaan.59

B. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini akan menganalisis permasalahan dilihat dari segi aturan

hukum terkait konsep serta pengaturan metode omnibus law di Indonesia dalam

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

C. Sumber dan Jenis Penelitian

1. Sumber Penelitian

Peneltian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

suatu sumber yang sudah dikumpulkan pihak lain. Data sekunder terdiri

dari:

59
. Seorjono Seokanto Dan Sri Mamudji, 2007. Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 12.
36
37

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

c) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

d) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

e) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

f) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2022 Tentang Cipta Kerja

g) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020

2. Bahan sekunder

Buku-buku yang berkaitan dengan ilmu perundang-undangan terutama

yang berkaitan dengan omnibus law.

3. Bahan hukum tersier

Bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer

dan sekunder misalkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum,

ensiklopedia, berita-berita online terkait hukum, media cetak.


38

D. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian, penulis akan melakukan penelitian di

Perpustakaan Universitas Pamulang untuk memperoleh data yang dibutuhkan

dalam menyusun penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian

kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan

hukum yang berkaitan dengan masalah yangs sedang diteliti.

F. Teknik Analisa Data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis

secara kualitatif dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan data dengan

pihak-pihak yang kompeten yang berhubungan dengan skripsi ini sehingga

diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

dirumuskan. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan dengan melakukan studi

kepustakaan dan studi dokumen yang kemudian dikelompokkan berdasarkan

rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian untuk memperoleh jawaban

dalam penelitian ini.


39
40

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Bagir Manan dikutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Ilmu
Perundang-undangan, Yogyakarta: kanisius.
Bustanul Arifin, 2007, Masa Lampau Yang Belum Selesai: Percikkan Tentang
Hukum dan Pelaksanaan Hukum, O.C. Kaligis & Associates.
Bagir Manan dan Kunanta Magnar, 1987, Peraturan Perundang-Undangan
Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Bandung: Armico.
King Faisal Sulaiman, 2017, Teori Peraturan Perundang-undangan dan Aspek
Pengujiannya, Yogyakarta: Thafa Media.
Kurnadi, dan Bintan R. Saragih, 2008, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama,
Tangerang.
Max Boli sabon, 2014, llmu Negara, Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta:
kanisius.
Moh. Mahfud MD, 2010 Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan 1 Jenis, Fungsi, dan
Materi Muatan, (Yogyakarta: Kanisius,)
Putera Astomo, 2018, Ilmu Perundang-undangan, Jakarta: Rajawali Pers.
Putera Astomo, 2018, Ilmu Perundang-Undangan: Teori dan Praktik di
Indonesia, Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Roy Marthen Moonti, 2017, Ilmu Perundang-Undangan, Makassar: Keretapahu.
Rio Christiawan, 2021, Omnibus Law Teori Dan Penerapannya, Jakarta: Sinar
Grafika.
Seorjono Seokanto Dan Sri Mamudji, 2007. Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Victor Imanuel W. Nalle, 2019, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta: Suluh
Media, Y.
41

Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang


Baik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

JURNAL
Edy Sujendro, Gagasan Pengaturan Kodifikasi Dan Unifikasi Peraturan
Perubahan Dan Peraturan Omnibus Law, Jurnal USM Law Review 3, no.
2 (2020).
https://doi.org/10.26623/julr.v3i2.2727.
Imawanto, dkk, Pengaruh politik dalam pembentukan hukum di Indonesia, Jurnal
hukum. Vol 12, No 1. 2021.
Jimly Asshiddiqie, 2003, struktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan
keempat undang-undang Dasar 1945, Makalah yang dalam Simposium
Nasional BPHN Departemen Hukum dan HAM, Denpasar.
Mohammad Fandrian Adhistianto, Politik Hukum Pembentukan Rancangan Undang-
Undang Cipta Kerja (Klaster Ketenagakerjaan), Pamulang Law Review 2020.
Vol 3 No 1. Hlm 2
Supriyadi, Andi Intan Purnamasari, Gagasan Penggunaan Metode Omnibus Law
Dalam Pembentukan Peraturan Daerah. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum.
Vol 15, No 2, Juli 2021.
Suwandi Arham, Omnibus Law Dalam Perspektif Hukum Indonesia, 2019, Vol 7,
No. 2.
Worldbank. 2020 Pernyataan BankDunia mengenai Undang-Undang Cipta
Kerja, 16 Oktober 2020.https://www.worldbank.org diakses pada 22
Januari 2022 Pukul 10.20 WIB
Zainal Arifin Mochtar, Politik Hukum RUU Cipta Kerja, diakses melalui
https://www.kompas.id/baca/opi-ni/2020/03/09/ ,politik-hukum-ruu-cipta-
kerja pada tanggal 7 Februari 2022
42

BERITA ONLINE
Law Dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah Jilid 2.
https://jakarta.kemenkumham.go.id/berita-kanwil-terkini-2/metode-
omnibus-law-dalam-pembentukanproduk-hukum-daerah
Suryaden, Undang-Undang 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja,
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-11-2020-cipta-kerja. 2021.
Yudho Winarto, jika-ada-pasal-cipta-kerja-bermasalah-ajukan-uji-materi-ke-mk, https://
nasional.kontan.co.id/news/, Diakses tanggal 29 Maret 2022.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang
Cipta Kerja

Anda mungkin juga menyukai