Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SUBSTANSI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2023 TENTANG


CIPTA KERJA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ...................


Dosen Pengampu:
.....................

LOGO KAMPUS

Disusun oleh:
Kelompok ......

1. ........................................... .......................
2. ........................................... ......................
3. ........................................... .....................

KELAS ......
PROGRAM STUDI .................
FAKULTAS .............................
UNIVERSITAS ....................................
JUNI 2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas ke hadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam.
Kemudian dari pada itu, kami sadar dalam menyusun makalah
yang berjudul “Substansi UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja” ini
banyak yang terlibat dalam membantu kami, mengingat hal itu dengan
segala rasa hormat, kami sampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya.
Atas bimbingan, petunjuk, dan dorongan tersebut, kami berdo’a dan
memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah beliau
menjadi amal shaleh dimata Allah SWT. Amin.
Dalam menyusun makalah ini, kami telah berusaha untuk
mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Oleh karena itu, kami
berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir amalan bagi kami dan
bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi seluruh pembaca.
Amin Yaa Robbal ‘Alamin.

....................., 10 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUANv
A. Latar Belakang
B. Tujuan 2
C. Manfaat 2
BAB II KERANGKA TEORI DAN PEMBAHASAN 3
A. Kandungan Isi UU NO. 6 Tahun 2023 3
B. Alasan Perppu No. 2 Tahun 2022 Menjadi UU Cipta Kerja4
C. Perbandingan Pengaturan UU. No. 6 Tahun 2023 atau Poin-poin
Perubahan yang Terdapat dalam UU. No. 32 Tahun 2009 dan
Sesudah Adanya Perpu No. 2 Tahun 2022 atau UU No. 6 Tahun
20235
BAB IV PENUTUP 8
A. Kesimpulan 8
DAFTAR PUSTAKA 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang diketahui bersama bahwasannya Indonesia adalah
negara hukum. Hukum selalu erat kaitannya dengan mengatur segala tata
cara tingkah laku dan bersikap di negara Indonesia ini. Seiring denga
deminsasi waktu, adanya berita hagat tentang cipta kerja menarik untuk
ditelaah. Sebab, dampak dari Undang-undang tersebut menimbulkan pro
kontra di kalangan masyarakat dan pemerintahan.
Pada Oktober 2020, Pemerintah bersama dengan DPR RI telah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(UU Cipta Kerja) yang dibentuk dengan metode omnibus untuk melakukan
perubahan besar pada banyak undang-undang termasuk Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam hal
administrasi pemerintahannya. Tujuan dibentuknya UU Cipta Kerja ini
adalah dalam rangka meningkatkan investasi, membuka lapangan
pekerjaan, dan meningkatkan kemampuan tenaga kerja serta memangkas
rumitnya perizinan yang dianggap selama ini sebagai salah satu
hambatan utama dalam investasi 1.
Perubahan yang sangat banyak dan luasnya cakupan yang diatur
dalam UU Cipta Kerja tanpa diimbangi dengan sosialisasi dari pemerintah
dianggap dapat merugikan masyarakat dalam pelaksanaannya. Oleh
karena itu, walaupun telah disahkan, masih banyak yang menyuarakan
kontra terhadap UU ini. Dari segi pemerintahan daerah, UU Cipta Kerja
dianggap menggerus dan menghilangkan roh otonomi daerah karena
beberapa kewenangan pemerintah daerah telah ditarik kembali ke
pemerintah pusat. Diantaranya mengenai perizinan, tata ruang,
pengelolaan lingkungan hidup, dan lainnya 2.
Dampak dari UU No. 6 Tahun 2023 seyogianya menjadi perhatian
oleh publik. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis tertarik untuk mengangkat makalah dengan judul “Substansi UU
No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kandungan isi UU No. 6 Tahun 2023?
2. Mengapa Perppu Perppu No. 2 Tahun 2022 diubah menjadi UU
Cipta Kerja?
3. Bagaimana perbandingan pengaturan UU. No. 6 Tahun 2023 atau
poin-poin perubahan yang terdapat dalam UU. No. 32 Tahun 2009

1
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta
Kerja, n.d.
2
Aida Dewi, “The Disorder Law: Kajian Inkonstitusional Undang-Undang Sebagai
Pedoman Kepastian Hukum, Kebenaran, Keadilan,” Jurnal Pengembangan Epistemologi
Ilmu Hukum 1, no. 1 (2022): 121–29.

1
dan sesudah adanya Perpu No. 2 Tahun 2022 atau UU No. 6
Tahun 2023?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan yang telah ditulis di
bagian sebelumnya, maka tujuan dalam penulisan makalah ini di
antaranya:
1. Untuk menganalisis kandungan isi UU No. 6 Tahun 2023.
2. Untuk mengetahui alasan Perppu No. 2 Tahun 2022 menjadi UU
Cipta Kerja.
3. Untuk menganalisis perbandingan pengaturan UU. No. 6 Tahun
2023 atau poin-poin perubahan yang terdapat dalam UU. No. 32
Tahun 2009 dan sesudah adanya Perpu No. 2 Tahun 2022 atau
UU No. 6 Tahun 2023.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
serta dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, mengenai UU No. 6
Tahun 2023. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan
sebagai kajian referensi bagi peneliti lain yang hendak melakukan
penelitian sejenis ataupun penelitian lanjutan.
2. Manfaat Praktis/Empiris
Diharapkan setelah melakukan penelitian mengenai UU No. 6
Tahun 2023 yaitu:
a. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
serta masukan bagi pemangku kebijakan terkait undang-undang di
Indonesia.
b. Bagi Penulis
Memberikan pemahaman dan kesesuaian atas teori yang ada, dan
membandingkan dengan hasil penelitian yang di peroleh serta
memberikan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan di peraturan
terkait.
c. Bagi Pihak Lain
Memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan serta
dapat menjadi referensi penelitian selanjutnya khususnya mengenai topik
yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini

2
BAB II
KERANGKA TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Kandungan Isi UU. No. 6 Tahun 2023


Perppu 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Pasal 21 mengubah,
menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan
terkait Perizinan Berusaha yang diatur dalam Undang-undang Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059.
Putusan MK mengenai UU Cipta Kerja ini adalah putusan yang
sebetulnya tidak menyurutkan semangat investor untuk tetap
membuka usaha, dikarenakan sudah adanya peraturan pelaksana
dari UU Cipta kerja yang tetap berlaku dan tetap dilaksanakan dalam
hal perizinan usaha. Selain itu pelaksanaan UU Cipta Kerja yang
masih berlaku ini sangat memangkas proses perizinan di Pemerintah
Daerah, sehingga investor dipermudah untuk membuka usaha di
momen ini, dengan hanya mengurus perizinan berusaha melalui OSS
dan pembuatan komitmen-komitmen untuk memenuhi persyaratan
lainnya di kemudian hari (UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat,
Proses Perizinan Investasi Tetap Berjalan t.t.).
Putusan MK tentang inkonstitusionalnya UU Cipta Kerja
seakan-akan tidak berdampak pada teknis pelaksanaan di daerah.
Dikarenakan dengan adanya peraturan pelaksana yang cukup, tidak
ada yang berubah dari kewenangan perizinan berusaha yang telah
ditarik ke pemerintah pusat melalui sistem OSS. Bukannya tidak ada
masalah dengan tidak adanya perubahan setelah putusan MK, namun
setelah sebelumnya UU Cipta Kerja merevisi Pasal 350 dari UU
Pemda menjadi pelayanan berizinan berusaha wajib menggunakan
sistem perizinan elektronik yang dikelola oleh pemerintah pusat, maka
Pemerintah Daerah hanya diberi kewenangan untuk mengembangkan
sistem pendukung pelaksanaan sistem perizinan berusaha sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Pengaturan mengenai perizinan usaha sebelum disahkannya
UU Cipta Kerja pertama kalinya pada tahun 2020, masih mengacu
kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Hal tersebut dikarenakan terdapat
pembagian yang jelas mengenai otoritas pemerintah daerah dan
pemerintah pusat. Sehingga mengenai perizinan usaha pun mengikuti
kewenangan yang diatur di dalam undangundang tersebut. Selain itu,
perizinan berusaha yang berlaku sebelum disahkannya UU Cipta
Kerja pada tahun 2020, sudah mengenal sistem OSS yang diterbitkan
oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Namun dalam
pelaksanaannya, tidak semua perizinan sudah bisa diurus dengan
menggunakan sistem OSS. Urusan perizinan masuk ke dalam bentuk
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah yang berwenang,

3
sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dengan
adanya UU Pemda, pembagian wewenang dalam pengurusan
perizinan didasari oleh penetapan mengenai otonomi daerah
Sementara, Pemerintahan Daerah juga dimasukkan muatan
baru oleh UU Cipta Kerja yang berupa Pasal 402A yang mengatur
mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah haruslah dibaca dan
dimaknai sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Sehingga, semakin tergerusnya kewenangan perizinan di Pemerintah
Daerah, dan semakin menguatnya kekuasaan Pemerintah Pusat,
dalam hal ini berupa izin berusaha. Hal tersebut tentunya tidak sejalan
dengan semangat desentralisasi dalam negara kesatuan yang
membagi otonomi daerah. Hal ini lebih cocok dilihat sebagai sebuah
usaha sentralisasi dalam lingkup perizinan berusaha, karena pada
akhirnya, sebagian besar izin berusaha dialihkan kepada Pemerintah
Pusat melalui Sistem OSS.
Selain itu, kelemahan dari UU Cipta Kerja dari sisi legal-formal
dalam bentuk format dan legal drafting, haruslah dikesampingkan
demi adanya kebutuhan mendesak dalam pembentukan undang-
undang lintas sektoral, karena harmonisasi dari undang-undang dan
peraturan pemerintah terkait yang jumlahnya sangat banyak, tentunya
akan sulit untuk dilakukan dengan cara positivis-legalistic formal.
Maka dibutuhkan diterapkannya hukum progresif di sini. 3

B. Alasan Perpu No. 2 Tahun 2022 Menjadi UU. No. 6 Tahun 2023
PP No. 5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko b. PP No. 6/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha di Daerah c. PP No. 7/2021 tentang Kemudahan,
Perlindungan, dan Pemberdayaan KUMKM d. Perpres No. 10/2021
tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Sementara dengan diterbitkannya PERPPU Cipta Kerja yang
kemudian ditetapkan menjadi UU No. 6 Tahun 2023, maka
pemerintah daerah harus kembali melakukan penyesuaian dalam hal
pelaksanaan undang-undang mengenai cipta kerja. Tentu pemerintah
harus membuat peraturan pelaksana yang sinergi dengan UU Cipta
Kerja yang baru. Walaupun dari segi konteks tidak banyak perubahan
dari UU Cipta Kerja yang lama, namun penyesuaian secara peraturan
perundang-undangan tetap harus dilaksanakan. Tentunya hal ini jika
tidak segera dilakukan percepatan, maka akan menghambat proses
perizinan usaha yang diajukan. Perubahan pengaturan yang terus-
menerus terjadi pun berdampak mengganggu stabilitas sektor usaha.
Sehingga peran pemerintah dalam menetapkan peraturan pelaksana
3
Ismah Naqiyah, “Politik Hukum Perizinan Berusaha Di Daerah Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi No.91/PUU-XVII/2020 Dan Berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2023,”
Syariati IX, no. 1 (Mei 2023): 64–88.

4
dari UU Cipta Kerja yang baru akan sangat dinanti oleh para pelaku
usaha dan masyarakat.

C. Perbandingan Pengaturan atau Poin-poin Perubahan yang


Terdapat dalam UU. No. 32 Tahun 2009 dan Sesudah Adanya
Perpu No. 2 Tahun 2022 atau UU. No. 6 Tahun 2023
Lingkungan hidup menjadi salah satu isu yang diperbincangkan di
dunia. Lingkungan hidup di sekitar manusia yang semakin memburuk
karena kerusakan lingkungan juga telah menyebabkan terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan. Perppu 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Pasal 21
mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa
ketentuan terkait Perizinan Berusaha yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059).4 Adapun perbandingan pengaturan atau poin-poin perubahan
mengenai hukum lingkungan yang terdapat dalam Uu. No. 32 Tahun 2009
dan sesudah adanya Perpu No. 2 Tahun 2022 di antaranya:
a. Ketentuan pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain.
2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana
yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan,
dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
4. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang
memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu, \
5. Dan seterusnya sampai pasal terakhir.5

4
Niken Aulia Rachmat, “Hukum Pidana Lingkungan Di Indonesia Berdasarkan Undang-
Undang Nommor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup,” IMPHI Law Journal 2, no. 2 (July 2022): 188–207,
doi:https://doi.org/10.15294/ipmhi.v2i2.53737.
5
Lintang Ario Prambudi and Baginda Khalid Hidayat Jati, “Penyelesaian Sengketa

5
b. Pengubahan Ketentuan Pasal 111
Di dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 berbunyi:
“Pejabat pemberi persetujuan lingkungan yang menerbitkan
persetujuan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(a) dan Pasal 34 ayat (3) tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-
UPL dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” 6
c. Pengubahan Ketentuan Pasal 112
Di dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 berbunyi:
“Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan Perizinan
Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 yang megakibatkan
terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah).” 7
d. Penghapusan Pasal
Adapun pasal yang dihapus adalah pasal 110, dan beberapa
pasal lainnya. Sehingga pada intinya setelah adanya Perppu No. 2
Tahun 2022 hukum lingkungan yang diubah adalah izin lingkungan
dihilangkan dan diintegrasikan ke dalam izin usaha. Integrasi tersebut
memotong rantai birokrasi sebab mempersingkat waktu perijinan. Uji
kelayakan lingkungan hidup dilakukan oleh tim uji kelayakan
lingkungan hidup yang dibentuk oleh pemerintah pusat. Padahal, di
dalam UU. No. 32 Tahun 2009 sebelumnya sudah mengatur
mekanisme izin lingkungan yakni: 1) penyusunan AMDAL dan UKK-
PL; 2) Penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL-UPL; 3) permohonan
dan penerbitan izin lingkungan; 4) permohonan izin lingkungan
diajukan secara tertulis kepada menteri, gubernur,
8
ataubupati/walikota.
e. Poin Penting
Poin penting yang menjadi berubah terkait hukum lingkungan
setelah adanya Perppu No. 2 Tahun 2022 yakni:
1. Ada perubahan nomenklatur perizinan dari izin lingkungan
menjadi izin usaha.
2. Pengintegrasian izin lingkungan.
3. Komisi penilai AMDAL diganti menjadi tim independen yang akan
melakukan penilaian dokumen AMDAL.
Lingkungan Hidup Terkait Izin Lingkungan Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara: Studi
Koparatif Di Indonesia Dan Malaysia,” S.L.R 4, no. 4 (2022): 397–408.
6
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta
Kerja.
7
Ibid.
8
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

6
4. Pengujian kelayakan AMDAL.9
f. Perbandingan Pasal 23
Pasal 23 (yang mengubah Pasal 23 UU 32/2009): Pasal 23 (1):
kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
AMDAL merupakan protes dan kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan budaya. 10
g. Pembahasan Mengenai Izin Lingkungan
Perubahan paling mendasar yang terjadi pasca Perppu ini
diberlakukan adalah adanya penghapusan izin lingkungan yang
berdasarkan pada UU No, 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lingkungan Hidup diganti menjadi persetujuan lingkungan. 11

9
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta
Kerja.
10
Ibid.
11
Ibid.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan ulasan-ulasan pada pembahasan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa dengan ditetapkannya UU Cipta Kerja
sebagai inkonstitusional bersyarat, tidak memberi dampak dan
perubahan yang besar pada pelaksanaan sistem perizinan di
pemerintahan daerah yang telah berjalan. Hal tersebut dikarenakan
substansi UU Cipta Kerja yang diturunkan melalui peraturan
pelaksananya, tetap berlaku dan dapat dilaksanakan sepanjang belum
ada perubahan atas UU Cipta Kerja yang dibentuk oleh DPR RI.
Walaupun telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, kewenangan
Pemerintah Daerah yang sudah ditarik ke Pemerintah Pusat melalui
UU Cipta Kerja dan sistem OSS, tetap berlaku berdasarkan pada
peraturan pelaksananya. Sehingga tetap terjadi reduksi kewenangan
Pemerintah Daerah dan hal tersebut seakan-akan berlawanan dengan
prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Yang terjadi kali ini justru
sangat terlihat seperti adanya proses sentralisasi kewenangan dari
Pemerintah Daerah ke Pemerintahan Pusat. Setelah diterbitkannya
PERPPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember
2022 dan disahkan oleh DPR RI menjadi UU No. 6 Tahun 2023, maka
PERPPU Cipta Kerja kembali berlaku dengan beberapa perbaikan di
dalamnya. Namun hal ini berimplikasi pada harus dilakukan
penyesuaian kembali mengenai peraturan turunan dari PERPPU
tersebut yang tentunya juga mengharuskan adanya penyesuaian
kembali di pemerintahan daerah. Hal ini dapat mengulang kembali
kesulitan pemerintah daerah dalam membuat regulasi turunan
mengenai perizinan berusaha di daerah. Pemerintah harus bersegera
dalam penyesuaian peraturan pelaksana sebagai turunan dari UU No.
6 Tahun 2023 yang telah disahkan, sehingga tidak ada tumpang tindih
kewenangan dan kebingungan dalam pelaksanaan regulasi perizinan
berusaha. Perlu dirumuskan kembali pembagian kewenangan
perizinan berusaha antara Pemerintah Pusat dan Daerah, agar tidak
ada yang merasa dirugikan dan dibuat bingung sehingga menjadi
saling lempar kewenangan, dan Pemerintah Daerah bisa kembali
memiliki kemandirian fiskal dengan cara memanfaatkan pendapatan
dari sektor perizinan usaha.

8
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Aida. “The Disorder Law: Kajian Inkonstitusional Undang-Undang


Sebagai Pedoman Kepastian Hukum, Kebenaran, Keadilan.” Jurnal
Pengembangan Epistemologi Ilmu Hukum 1, no. 1 (2022): 121–29.

Naqiyah, Ismah. “Politik Hukum Perizinan Berusaha Di Daerah Pasca


Putusan Mahkamah Konstitusi No.91/PUU-XVII/2020 Dan
Berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2023.” Syariati IX, no. 1 (Mei 2023):
64–88.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022


Tentang Cipta Kerja, n.d.

Prambudi, Lintang Ario, and Baginda Khalid Hidayat Jati. “Penyelesaian


Sengketa Lingkungan Hidup Terkait Izin Lingkungan Melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara: Studi Koparatif Di Indonesia Dan
Malaysia.” S.L.R 4, no. 4 (2022): 397–408.

Rachmat, Niken Aulia. “Hukum Pidana Lingkungan Di Indonesia


Berdasarkan Undang-Undang Nommor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” IMPHI Law
Journal 2, no. 2 (July 2022): 188–207.
doi:https://doi.org/10.15294/ipmhi.v2i2.53737.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup, n.d.

Anda mungkin juga menyukai