Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

STUDI KASUS PROYEK YANG PERNAH BERMASALAH

DENGAN HUKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Aspek Hukum Pembangunan

Disusun oleh : Fathurrahim ( 19222010079)

Reguler

UNIVERSITAS ACHMAD YANI BANJARMASIN

FAKULTAS TEKNIK

TEKNIK SIPIL

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT Dzat penguasa alam semesta yang telah
memberikan taufiq, rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga saya dapat beraktivitas untuk
menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “STUDI KASUS PROYEK YANG
BERMASALAH DI KALIMANTAN SELATAN “ ini. Walaupun banyak isi dari rangkuman
karya ilmiah ini saya kutip langsung dari sumber.

Tapi saya berharap karya ilmiah ini dapat membantu dan menambah wawasan
saudara-saudari yang ingin lebih memahami atau mengetahui sekilas tentang “STUDI
KASUS PROYEK YANG BERMASALAH DI KALIMANTAN SELATAN “. Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah yang diberikan oleh Bapak ahmad
riduan. Makalah ini berisi informasi tentang proyek-proyek yang bermasalah baik dengan
hukum ataupun dengan kontrak perjanjiannya“. Yang kami harapkan pembaca dapat
mengertahui berbagai aspek hukum pembangunan yang akan kami bahas ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Dan akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca.
Terima kasih,.

Banjarmasin, 1 oktober 2022

Fathurrahim
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang. ...............................................................................3


2. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
3. Tujuan Penulisan.............................................................................4
4. Manfaat Penulisan ..........................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kontrak ............................................................................. 5
2.2 Aspek - Aspek Yang Terkandung Dalam Kontrak Konstruksi ......... 8
2.3 Kegagalan kontruksi ....................................................................... 12

BAB 3. METODELOGI

3.1 Metodelogi ..................................................................................... 19

3.2 Pengumpulan Data dan Informasi ................................................... 19

3.3 analisis............................................................................................ 19

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 contoh pekerjaan Kontruksi yang Bermasalah dengan hukum ......... 19

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 29


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspek Hukum dalam pembangunan Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus


memperhatikan beberapa aspek hukum:

1. Keperdataan: menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan


kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan,
sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.

2. Administrasi Negara: menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam


memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang konstruksi.

3. Ketenagakerjaan: menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja


pelaksana jasa konstruksi.

4. Pidana: menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut
ranah pidana. Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur
dalam Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH
Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari
perjanjian persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas
kebebasan dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata
yang menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.

Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian yang memenuhi Pasal 1320
KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu: 1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu
hal tertentu. 4. Suatu sebab yang diperkenankan. Kontrak dalam jasa konstruksi harus
memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif tersebut.
Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan. Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka
perjanjian tersebut adalah batal demi hukum.

Berdasarkan Pasal 330 KUHPerdata yang belum cukup umur (dewasa) adalah
mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum kawin sebelumnya. Jika
belum berumur 21 namun telah menikah, maka dianggap telah dewasa secara perdata dan
dapat mengadakan perjanjian. Hal ini termasuk dalam Syarat Subjektif dalam suatu
perjanjian.Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu.
Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan oleh
hakim. Sedangkan batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Jadi, jika perjanjian dibuat dengan anak di bawah umur, tidak serta merta membuat
perjanjian tersebut batal demi hukum, tapi harus dimintakan pembatalannya ke Pengadilan
(penetapan hakim).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana identifikasi masalah dan pencarian
solusi suatu masalah proyek kontruksi.
1.3 Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui permasalahan dari proyek-proyek yang bermasalah di
kalimantan selatan
- Mengetahui alur penyelesaian masalah apabila terjadi permasalahan dalam
pelaksanaan proyek kontruksi
1.4 Manfaat Penulisan
Sebagai bahan pembelajaran agar selalu berhati-hati dan bertanggung jawab dalam
pekerjaan kontruksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kontrak

Kontrak konstruksi di Indonesia dapat digambarkan seperti sebuah kontrak tanpa


anggaran tetapi ditandatangani, Ketidak seimbangan posisi Antara pengguna jasa dan
penyedia jasa, dimana posisi penyedia jasa selalu lebih lemah daripada pengguna pengguna
jasa.

Bentuk kontrak konstruksi dapat ditinjau dari berbagai aspek yaitu:

1. Aspek Perhitungan Biaya

a. Fixed Lump Sum Price


Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2000 kontrak kerja konstruksi dengan
imbalan lump sum merupakan kontrak jasa atas penyelesaian atas seluruh pekerjaan dalam
jangka waktu tertentudengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang
mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh
penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah. Pada pekerjaan dengan
bentuk Lump Sum, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian harga penawaran,
karena adanya kesalahan aritmatik maka harga penawaran total tidak boleh diubah.
Perubahan hanya boleh dilakukan pada salah satu atau volume atau harga satuan, dan
semua risiko akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab
sepenuhnya Penyedia Jasa, selanjutnya hargapenawaran menjadi harga kontrak atau harga
pekerjaan.

b. Unit Price
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2000 Kontrak Kerja Konstruksi dengan
imbalan Harga Satuan merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam
jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan
yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu
yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume
pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan Penyedia Jasa.
2. Aspek Perhitungan Jasa
a. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)
Biasanya bentuk kontrak ini terutama untuk pekerjaan yang bersifat sosial (charity
purpose), contohnya adalah pembangunan tempat ibadah, yayasan sosial, panti asuhan dan
sebagainya.

b. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)


Dalam bentuk kontrak seperti ini, Penyedia jasa dibayar seluruh biaya untuk
melaksanakan pekerjaan, ditambah jasa yang biasanya dalam bentuk presentasi dari biaya
(misalnya 10%). Dalam hal ini tidak ada batasan mengenai besarnya biaya seperti batasan
apa saja yang dapat dikategorikan sebagai biaya selain yang sudah jelas seperti biaya
bahan, peralatan, alat bantu, upah, sewa, dan sebagainya seperti overhead Penyedia jasa.

c. Biaya ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)


Bentuk kontrak seperti ini pada dasarnya sama dengan bentuk Kontrak Biaya
Ditambah Jasa (Cost Plus Fee) sebagaimana diuraikan sebelumnya. Perbedaannya terletak
pada jumlah imbalan (fee) untuk Penyedia Jasa. Dalam bentuk Kontrak Cost Plus Fee,
besarnya imbalan/jasa Penyedia Jasa bervariasi tergantung besarnya biaya. Dengan
demikian dalam kontrak ini sejak awal sudah ditetapkan jumlah imbalan/jasa Penyedia
jasa yang pasti dan tetap (fixed fee) walaupun biaya berubah.
3. Aspek Cara Pembayaran
a. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)
Dalam sistem atau cara pembayaran ini, prestasi penyedia Jasa dihitung setiap
akhir bulan. Setelah prestasi tersebut diakui Pengguna Jasa maka Penyedia Jasa dibayar
sesuai prestasi tersebut. Kelemahan cara ini adalah berapapun kecilnya prestasi penyedia
jasa pada suatu bulan tertentu dia tetap harus dibayar. Hal ini sangat mempengaruhi
prestasi pekerjaan yang seharusnya dicapai sesuai jadwal pelaksanaan sehingga dapat
membahayakan waktu penyelesaian.

b. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)


Dalam bentuk kontrak dengan sistem/cara seperti ini, pembayaran kepada penyedia
Jasa dilakukan atas dasar prestasi yang dicapai dalam satuan waktu (bulanan). Biasanya
besarnya prestasi dinyatakan dalam persentase. Sering pula cara pembayaran seperti ini
disebut pembayaran termin/angsuran.

c. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full Prefinanced)


Dalam bentuk kontrak dengan sistem/cara pembayaran seperti ini, Penyedia Jasa
harus mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak. Setelah pekerjaan selesai 100%
dan diterima pengguna jasa barulah penyedia jasa mendapatkan pembayaran sekaligus.
Dapat saja pada saat itu yang dibayar Pengguna Jasa adalah sebesar 95% dari nilai
kontrak karena yang 5% ditahan (retention money) selama tanggung jawab atas cacat atau
pembayaran penuh 100%, tapi Penyedia Jasa harus memberikan jaminan untuk Masa
Tanggung Jawab atau cacat, satu dan lain hal sesuai kontrak.

4. Aspek Pembagian Tugas


a. Bentuk Kontrak Konvensional
Pembagian tugasnya sederhana, yaitu Pengguna Jasa menugaskan Penyedia Jasa
untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut sudah dibuat rencananya oleh
pihak lain, tinggal melaksanakannya sesuai kontrak. Beberapa bagian pekerjaan dapat
diborongkan kepada Sub Penyedia Jasa. Sebagai pengawas biasanya Pengguna Jasa
menunjuk apa yang biasa disebut Direksi pekerjaan atau Pimpinan Proyek (Pimpro). Di
kalangan dunia barat disebut Architect atau Engineer.

b. Bentuk Kontrak Spesialis


Pada kontrak ini Pengguna Jasa membagi-bagi kontrak beberapa buah berdasarkan
bidang pekerjaan khusus/spesial seperti: pekerjaan fondasi (substrukture) dikontrakkan
kepada Penyedia Jasa A, pekerjaan bangunan atas (super structure) diberikan kepada
Penyedia Jasa B, pekerjaan mekanikal&elektronikal diserahkan kepada Penyedia Jasa C,
pekerjaan Sewerage dan sewage kepada Penyedia Jasa D dst. Semua Penyedia Jasa
menandatangani kontrak langsung dengan Pengguna Jasa. Disini tak ada Penyedia Jasa
utama, semua sama-sama sebagai Penyedia Jasa yang masing-masing punya keahlian
khusus, karena itulah disebut Kontrak Spesialis.
c. Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Contruct/Build, Turnkey)
Dalam suatu Kontrak Rancang Bangun, Penyedia jasa memiliki tugas membuat
suatu perencanaan proyek yang lengkap dan sekaligus melaksanaannya dalam satu kontrak
konstruksi. Jadi, Penyedia Jasa tersebut selain mendapat pembayaran atas pekerjaan
konstruksi (termasuk imbalan jasanya), dia mendapatkan pula imbalan jasa atas
pembuatan rencana/design proyek tersebut.

d. Bentuk kontrak Engineering, Procurement&Construction (EPC)


Kontrak ini sesungguhnya adalah juga bentuk kontrak rancang bangun yang
dikenal dengan istilah Design Build/Turnkey untuk pekerjaan konstruksi sipil/bangunan
gedung sedangkan kontrak EPC dimaksudkan untuk pembangunan pekerjaan-pekerjaan
dalam industri minyak, gas bumi, dan petrokimia.

e. Bentuk Kontrak BOT/BLT


Sesungguhnya bentuk kontrak ini merupakan pola kerja sama antara Pemilik
Tanah/Lahan dan Investor yang akan menjadikan lahan tersebut menjadi satu fasilitas
untuk perdagangan , hotel, resort atau jalan tol, dan lain-lain. Terlihat disini kegitan yang
dilakukan oleh investor dimulai dari membangun fasilitas sebagaimana dikehendaki
Pemilik lahan/Tanah. Inilah yang diartikan dengan Build (B). Setelah pembangunan
fasilitas selesai, Investor diberi hak untuk mengelola dan memungut hasil dari fasilitas
tersebut selama kurun waktu tertentu. Inilah diartikan dengan Operate (O). Setelah masa
pengoperasiannya selesai, fasilitas tadi dikembalikan kepada Pengguna Jasa. Inilah arti T
(Transfer), sehingga disebut Kontrak Build, Operate and Transfer (BOT). Bentuk kontrak
Build, Lease, Transfer (BLT) sedikit berbeda dengan bentuk BOT. Disini setelah selesai
fasilitas dibangun (Built), Pemilik fasilitas seolah menyewa fasilitas yang baru dibangun
untuk suatu kurun waktu (Lease) kepada investor untuk dipakai sebagai angsuran dari
investasi yang sudah ditanam, atau fasilitas itu bisa juga disewakan kepada pihak lain.
Tentunya untuk ini diperlukan Perjanjian sewa (Lease Agrement). Setelah masa sewa
berakhir, fasilitas dikembalikan kepada pemilik fasilitas (Transfer)

f. Bentuk Swakelola (Force Account)


Sesungguhnya swakelola bukanlah suatu bentuk kontrak karena pekerjaan
dilaksanakan sendiri tanpa memborongkannya kepada Penyedia Jasa. Bentuk ini biasa
pula disebut Eigen Beheer. Swakelola adalah suatu tindakan Pemilik Proyek yang
melibatkan diri dan bertanggung jawab secara langsung dalam pelaksanaan proyek
tersebut.

2.2 Aspek - Aspek Yang Terkandung Dalam Kontrak Konstruksi

Berbagai aspek yang terdapat dalam kontrak konstruksi dan dapat mempengaruhi
serta ikut
menentukan baik buruknya suatu pelaksanaan kontrak, yaitu :
1. Aspek Teknis
Merupakan aspek yang paling dominan dalam suatu kontrak. Pada umumnya aspek
teknis yang tercakup dalam dokumen adalah syarat umum kontrak, lampiran, syarat
khusus kontrak, spesifikasi teknis dan gambar-gambar kontrak. Hal yang perlu diuraikan
pada aspek teknis :

1. Lingkup pekerjaan harus dibuat sejelas mungkin serta didukung dengan gambar dan
spesifikasi teknis.
2. Waktu pelaksanaan seperti jumlah harinya harus disebutkan dengan jelas dan juga
dimulai sejak kapan. Tanggal mulai kerja yang paling baik yaitu tanggal paling akhir
dari tanggal penandatangan kontrak atau tanggal penyerahan lahan.
3. Metode pelaksanaan sangat dipengaruhi oleh waktu mulai pelaksanaan, penyerahan
lahan, jalan masuk ke lapangan yang juga perlu diperhatikan karena dapat
mengakibatkan metode kerja tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
4. Jadwal pelaksanaan diperlukan sebagai alat untuk memantau dan mengendalikan
pekerjaan. Pemantauan pekerjaan agar lebih mudah dapat menggunakan metode
Critical Path.
5. Metode pengukuran, dimana penyedia jasa harus berhati-hati dalam menghitung
volume pekerjaan.

2. Aspek Hukum
Sesungguhnya dokumen kontrak itu sendiri adalah hukum (Pasal 38 KUHPer).
Beberapa aspek yang sering menimbulkan dampak hukum yang serius :
1. Penghentian sementara harus dicantumkan seperti cara pelaksanaannya, alasan-alasan
serta akibatnya dalam kontrak.
2. Pemutusan kontrak adalah pelaksanaan pekerjaan dihentikan oleh salah satu pihak
secara sepihak dengan membatalkan kontrak. Oleh karena itu hak pengguna maupun
penyedia jasa dalam hal ini harus disebutkan dengan jelas.
3. Ganti rugi keterlambatan karena keterlambatan tersebut menimbulkan kerugian, maka
pihak yang dirugikan mendapat ganti rugi. Hal ini perlu diatur dengan jelas dan tegas
dalam suatu pasal.
4. Penyelesaian perselisihan biasanya disepakati melalui musyawarah mufakat, namun
yang sering terjadi musyawarah terus berlangsung tanpa batas waktu. Oleh karena itu
batas waktu musyawarah untuk mufakat harus ditetapkan. Lembaga yang akan
menyelesaikan perselisihan pun harus ditetapkan dengan tegas sesuai Pasal 3 UU
No.18/1999 dan PP No. 29/2000 Pasal 49 ayat 1.
5. Keadaan memaksa yaitu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kemampuan penyedia
maupun pengguna jasa. Contohnya tanah longsor, gunung meletus, dan
tindakan/kemauan Tuhan lainnya. Hal ini harus jelas disebutkan termasuk cara
pemberitahuan, penanggulangan atas kerusakandan tindak lanjut atas kejadian tersebut.
6. Hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. PP No.29/2000 Pasal 23 ayat 6 dengan
tegas mengatakan bahwa kontrak kerja harus tunduk pada hukum yang berlaku di
Indonesia.
7. Bahasa kontrak perlu disebutkan bahasa mana yang berlaku apabila kontrak dibuat
dalam dua bahasa. UU No.18/1999 dan PP No.29/2000 menegaskan bahwa Bahasa
kontrak hanya ada satu, yaitu Bahasa Indonesia.
8. Domisili tidak perlu disebutkan apabila setelah menetapkan pilihan sengketa melalui
arbitrase.

3. Aspek Keuangan/Perbankan
1. Nilai kontrak
2. Cara Pembayaran
3. Jaminan-jaminan yang disediakan oleh penyedia jasa : uang muka, pelaksanaan,
perawatan atas cacat. Jaminan yang disediakan oleh pengguna jasa adalah jaminan
pembayaran. Bentuk-bentuk jaminan :
a. Bentuk Garansi dan Standby Letter of Credit. Garansi bank merupakan
perjanjian penanggungan, dimana bank bertindak sebagai penanggung. Bank perlu
menetapkan syarat minimum garansi bank yang harus dipenuhi minimalmemuat : judul
“Garansi Bank”, nama dan alamat bank pemberi, tanggal penerbitan, transaksi Antara
pihak dijamin dengan penerima garansi, jumlah uang yang dijamin bank, tanggal
berlaku dan berakhir, penegasan batas waktu klaim, dan ketundukan bank kepada
peraturan bank yang dalam hal ini kepada peraturan Bank Indonesia dan Uniform
Customs and Practices for Documentary Cresdit.

b. Surety Bond sejenis jaminan yang diberikan perusahaan asuransi yang dapat
memberi kemudahan seperti memperluas jaminan bagi penyedia jasa, menciptakan
pasar jaminan yang kompetitif, dan agar bertambahnya Insurance Minded di
masyarakat. Prinsip Surety Bond :
- Merupakan kontrak Antara tiga pihak
- Penerbitannya dilakukan tanpa mengandalkan kolateral
- Jangka waktu sepanjang jangka waktu kontrak yang telah dibuat
- Dilakukan setelah terjadi pembuktian adanya kerugian yang terjadi
- Memiliki hak tuntut otomatis atas kerugian yang dibayar
- Bersifat irrevocable
c. Letter of Comfort, Warranty, Indemnity
Letter of Comfort biasanya diberikan oleh pemegang saham mayoritas yang
berisi pernyataan : bahwa perusahaan mayoritas tidak akan melepas sahamnya
pada debitur, tidak akan mengganti pengurus debitur dan debitur mampu
melunasi hutang saat jatuh tempo.
Warranty adalah suatu pernyataan dari pembuatnya bahwa hak, kualitas dan
kuantitas prestasi yang diberikan sah dan benar adanya.
Indemnity adalah jaminan dari seseorang agar seorang pihak ketiga melakukan
sesuatu untuk orang yang dijaminkannya dan jika pihak ketiga gagal
melakukannya, si penjamin akan mengganti kerugian pihak yang dijamin.

Selain jaminan di atas, terdapat juga jaminan yang sifatnya hanya moral, yaitu :
a. Hipotik atas tanah
b. Pengalihan hak atas piutang
c. Penyerahan hak milik berdasarkan kepercayaan

Ada kalanya pula pengguna jasa tidak mampu memberikan jaminan sehingga
diperlukan rekayasa hokum. Namun hal ini memiliki resiko terhadap penyedia
jasa.

4. Aspek Perpajakan
Aspek ini berkaitan dengan nilai kontrak sebagai pendapatan dari penyedia jasa, baik
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh).
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Merupakan salah satu jenis pajak atas konsumsi dalam negeri yang dipungut pada
setiap tingkat penyerahan dalam jalur produksi, distribusi, pemasaran dan
manajemen dengan menggunakan metode kredit pajak. Dasar hukum PPN yaitu
Pasal 4c UU No.8/1983 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-
10/PJ/1995. Dasar pengenaan pajaknya adalah nilai penggantian yang diminta
penyedia jasa kepada pengguna jasa. Bukti pungutan pajak (faktur pajak) juga
harus benar dan ditentukan kapan paling lambat harus dibuat karena faktur pajak
sangatlah penting.

2. Pajak Penghasilan (PPh)


Merupakan jenis pajak langsung yang dipungut oleh pemerintah pada setiap
negara di dunia, dengan cara yang tidak sama. Dasar hukum PPh yaitu Pasal 4
ayat 1 dan 2 UU No.7/1983 (sekarang UU No.17/2000). Pelunasan PPh yang
terutang atas jasa konstruksi yang diperoleh penyedia jasa dari pengguna jasa
harus dibayar sendiri melalui angsuran bulanan PPh. Pemerintah telah mengatur
kembali pengenaan PPh dari usaha jasa konstruksi agar lebih efektiv dengan
mengeluarkan PP No.140/2000 dan Keputusan Menteri Keuangan
No.559/KMK.04/2000. Sehingga usaha jasa konstruksi dibedakan menjadi :

a. Penyedia jasa yang memenuhi kualifikasi usaha kecil


Dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final oleh pengguna jasa (badan Pemerintah,
bentuk usaha tetap, dll) dengan cara penyedia jasa menyetor
sendiri uang muka termin dan besarnya adalah 2% dari jumlah bruto saat
pelaksanaan konstruksi, 4% dari jumlah bruto saat perencanaan konstruksi dan
4% dari jumlah bruto saat pengawasan konstruksi.

b. Penyedia jasa yang tidak memenuhi kualifikasi usaha kecil


Dikenakan pemotongan pajak berdasar Pasal 23 UU PPh oleh pengguna jasa
(badan Pemerintah, bentuk usaha tetap, dll) yang besarnya 4% dari jumlah
bruto saat perencanaan dan pengawasan konstruksi dan 2% dari jumlah bruto
imbalan jasa pelaksanaan konstruksi.

5. Aspek Perasuransian
Aspek asuransi yang biasanya terdapat dalam kontrak konstruksi adalah asuransi
yang harus mencakup seluruh proyek termasuk jaminan kepada pihak ketiga dengan
masa pertangguhan selama proyek berlangsung. Istilahnya CAR&TPL. Penerima
manfaatnya adalah pengguna jasa dan yang membayar premi asuransinya adalah
penyedia jasa. Unsur yang terlibat dalam asuransi yaitu penanggung, tertanggung,
peristiwa yang tak diduga dan kepentngan yang diasuransikan. Dasar hukumnya
adalah Pasal 246, 250, 251, 268 UU No.2/1992, Keppres No.55/1971, PP No.3/1992,
dan Keputusan Menteri.
Dalam asuransi, khususnya asuransi kerugian, ada 4 prinsip utama yakni
kepentingan yang dapat diasuransikan, jaminan, kepercayaan dan itikad baik.
Konsekuensi dari prinsip tersebut adalah adanya pengalihan hak dan pelepasan hak
milik.
Jenis asuransi yang cukup komprehensif adalah CAR (Contractor’s All Risk)
karena memungkinkan penyedia jasa memperoleh nilai pertanggungn dari perusahaan
asuransi untuk berbagai jenis resiko
6. Aspek Sosial Ekonomi
Dalam suatu kontrak perlu dijelaskan syarat-syarat seperti menggunakan tenaga
kerja tertentu, bahan material serta peralatan yang dapat diperoleh dari dalam negeri
dan dampak lingkungan. Tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan lapangan
kerja bagi orang di sekitar proyek agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

7. Aspek Administrasi
1. Keterangan para pihak, seperti identitas perusahaan, sertifikat keahlian kerja bagi
badan perseorangan, alamat dan lainnya. (UU No.18/1999 Pasal 22 ayat 2 dan PP
No.29 Pasal 23 ayat 1)
2. Laporan kemajuan pekerjaan, untuk memantau kemajuan pekerjaan
3. Korespondensi, untuk melancarkan informasi antar pihak agar semua hal dapat
didokumentasikan.
4. Penetapan nama/orang yang mewakili pengguna jasa di lapangan

2.2 Permasalahan dalam dunia kontruksi

Lima Masalah Utama yang Dihadapai dalam kontruksi

• Miskomunikasi dengan tukang bangunan

• Menentukan bahan bangunan berkualitas

• Menghadapi supplier nakal

• Perhitungan waktu yang meleset.

• Menghadapi kegagalan bangunan.

Faktor permasalahan dalam kontruksi

Faktor-faktor potensial penyebab perselisihan menurut kontraktor adalah: tongkat


kemampuan manajemen, tingkat pengalaman proyek, kompleksitas proyek, kesesuaian jenis
kontrak, persiapan desain, tingkat variasi kualitas pekerjaan, kelengkapan dokumen dan skop
pekerjaan, ketepatan waktu pelaksanaan pekerjaan.

2.3 Kegagalan kontruksi

tanggung jawab kontraktor yang Anda tanyakan berkaitan dengan kewajiban penyedia jasa
konstruksi dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi/pembangunan. Hal tersebut diatur
dalam UU Jasa Konstruksi jo. UU Cipta Kerja.

Yang dimaksud dengan penyedia jasa konstruksi adalah pemberi layanan jasa konstruksi.[1]
Adapun jasa konstruksi sendiri adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan
konstruksi.[2]

Usaha jasa konstruksi terbagi menjadi 3 jenis, meliputi:[3]


a. usaha jasa konsultansi konstruksi;

b. usaha pekerjaan konstruksi; dan

c. usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi, yaitu gabungan antara pekerjaan konstruksi


dan jasa konsultansi konstruksi.[4]

Dari ketiga jenis usaha jasa konstruksi di atas, yang paling relevan dengan pertanyaan Anda
yaitu usaha pekerjaan konstruksi.

Adapun para pihak dalam pengikatan jasa konstruksi bisa berbentuk orang perseorangan
maupun badan, yaitu:]

a. pengguna jasa; dan

b. penyedia jasa.

Penting untuk diketahui bahwa pengaturan hubungan kerja antara pengguna jasa dan
penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi yang dibuat dalam bahasa
Indonesia[. Panduan uraian yang harus dimasukkan dalam kontrak diatur secara lengkap
dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU Jasa Konstruksi.

Namun, dari sejumlah ketentuan tersebut, ketentuan-ketentuan berkenaan dengan tanggung


jawab kontraktor yang harus dimasukkan dalam kontrak adalah sebagai berikut.

1. Masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan


yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa.[8]

2. Hak dan kewajiban yang setara, memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil
jasa konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak
penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya
melaksanakan layanan jasa konstruksi.[9]

3. Wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan.[10]

4. Kegagalan bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau


pengguna jasa atas kegagalan bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban kegagalan
bangunan.[11]

5. Pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan
kecelakaan dan/atau kematian

Tanggung Jawab Kontraktor Jika Terjadi Kegagalan Bangunan

Selain itu, dalam setiap penyelenggaraan jasa konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa
wajib memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.[13] Jika
penyelenggaraan jasa konstruksi tidak memenuhi standar-standar tersebut, pengguna jasa
dan/atau penyedia jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap kegagalan
bangunan.[14]

Kegagalan bangunan yang dimaksud adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau
tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil jasa konstruksi.[15]

Adanya kegagalan bangunan tersebut ditentukan oleh penilai ahli yang ditetapkan oleh
menteri paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya
kegagalan bangunan.[16]

Selanjutnya, penyedia jasa konstruksi wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan


bangunan yang disebabkan kesalahannya.[17] Pasal 65 UU Jasa Konstruksi kemudian
merinci lebih lanjut perihal pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan tersebut sebagai
berikut.

1. Penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan dalam jangka waktu
yang ditentukan sesuai dengan rencana umur konstruksi.

2. Dalam hal rencana umur konstruksi tersebut lebih dari 10 tahun, penyedia jasa wajib
bertanggung jawab atas kegagalan bangunan dalam jangka waktu paling lama 10 tahun
terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan jasa konstruksi.

3. Pengguna jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan yang terjadi setelah
jangka waktu yang telah ditentukan di atas.

4. Ketentuan jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan harus


dinyatakan dalam kontrak kerja konstruksi.

Sanksi Terkait Tanggung Jawab Kontraktor

Setiap penyedia jasa dan/atau pengguna jasa yang tidak memenuhi standar keamanan,
keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dikenai
sanksi administratif berupa:[18]

a. peringatan tertulis;

b. denda administratif;

c. penghentian sementara kegiatan konstruksi;

d. layanan jasa pencantuman dalam daftar hitam;

e. pembekuan perizinan berusaha; dan/atau

f. pencabutan perizinan berusaha.

Lalu, penyedia jasa konstruksi yang tidak memenuhi kewajiban untuk mengganti atau
memperbaiki kegagalan bangunan dikenai sanksi administratif berupa:[19]

a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;

c. penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi;

d. pencantuman dalam daftar hitam;

e. pembekuan izin; dan/atau

f. pencabutan izin.

Di sisi lain, masyarakat yang dirugikan bisa ajukan gugatan dan upaya mendapatkan ganti
kerugian atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan jasa
konstruksi.[20]

Standar Bangunan Gedung dan Gugatan Konsumen

Selain berdasarkan UU Jasa Konstruksi, jika bangunan konstruksi merupakan sebuah gedung,
terdapat aturan dalam UU Bangunan Gedung yang perlu diperhatikan terkait standar teknis
penyelenggaraan gedung. Penjelasan lebih lanjut tentang standar-standar tersebut dapat Anda
simak dalam Rincian Standar Teknis Bangunan Gedung Menurut UU Cipta Kerja.

Bahkan, terdapat ancaman pidana penjara atau denda bagi yang tidak memenuhi ketentuan
UU Bangunan Gedung dan mengakibatkan kerugian harta benda orang lain, kecelakaan bagi
orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup, atau mengakibatkan hilangnya nyawa
orang lain.[21]

Selain ketentuan di atas, Anda juga bisa menggunakan UU Perlindungan Konsumen.


Konsumen (pengguna jasa) berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya.[22] Caranya dengan mengajukan gugatan ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen atau melalui pengadilan.[23]

Sehingga dapat disimpulkan, terdapat banyak aturan yang mengatur tentang kewajiban
penyedia jasa konstruksi untuk memenuhi standar-standar tertentu, yang jika dilanggar maka
penyedia jasa konstruksi dapat diancam dengan sanksi administratif, digugat, dan bahkan
dijerat pidana sebagaimana yang kami jelaskan.

Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi


kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform
pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence,
Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Demikian jawaban dari kami perihal tanggung jawab kontraktor, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;


3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

[1] Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (“UU Jasa
Konstruksi”)

[2] Pasal 1 angka 1 UU Jasa Konstruksi

[3] Pasal 12 UU Jasa Konstruksi

[4] Penjelasan Pasal 12 huruf c UU Jasa Konstruksi

[5] Pasal 39 ayat (1) dan (2) UU Jasa Konstruksi

[6] Pasal 46 ayat (1) UU Jasa Konstruksi

[7] Pasal 50 ayat (1) UU Jasa Konstruksi

[8] Pasal 47 ayat (1) UU Jasa Konstruksi huruf c

[9] Pasal 47 ayat (1) UU Jasa Konstruksi huruf d

[10] Pasal 47 ayat (1) UU Jasa Konstruksi huruf g

[11] Pasal 47 ayat (1) UU Jasa Konstruksi huruf k

[12] Pasal 47 ayat (1) UU Jasa Konstruksi huruf m

[13] Pasal 52 angka 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU
Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 59 ayat (1) UU Jasa Konstruksi

[14] Pasal 60 ayat (1) UU Jasa Konstruksi

[15] Pasal 1 angka 10 UU Jasa Konstruksi

[16] Pasal 60 ayat (2), (3), dan (4) UU Jasa Konstruksi

[17] Pasal 63 UU Jasa Konstruksi

[18] Pasal 52 angka 30 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 96 ayat (1) UU Jasa Konstruksi

[19] Pasal 98 UU Jasa Konstruksi

[20] Pasal 85 ayat (1) huruf b UU Jasa Konstruksi

[21] Pasal 24 angka 43 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 46 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
[22] Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(“UU Perlindungan Konsumen”)

[23] Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen


BAB 3

METODELOGI

3.1. Pengumpulan Data dan Informasi

Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan

melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan

pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data

dari skripsi, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik

pengumpulan data yang dilakukan yaitu: 1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih
dahulu dilakukan studi pustaka

yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis

mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan 2. Untuk
melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,

diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut

dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh

suatu solusi dan kesimpulan.

3.2. Pengolahan Data dan Informasi

Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,

kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif

berdasarkan data sekunder.

3.3. Analisis

Aspek-aspek yang akan dianalisis yaitu Proyek kontruksi yang bermasalah dengan hukum
sebagai permasalahan utama pada makalah ini
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Proyek Yang Bermasalah Dengan Hukum

1. Jembatan Paringin
Jembatan Paringin adalah salah satu infrasturktur yang menghubungkan wilayah Batu
Piring dengan wilayah kota Paringin. Jembatan ini juga adalah sala satu akses utama
jalur nasional trans Kalimantan yang menghubungkan wilayah kalimantan selatan dan
kalimantan timur. dimana mayoritas arus lalu lintas yang berjalan dari arah banjarmasin
menuju samarinda akan melewati jembatan ini.
Tahun 2021 jembatan ini mengalami kerusakan yang cukup parah dikarenakan usia
jembatan yang sudah hampir 20 tahun dan peningkatan beban arus lalu lintas yang mana
sebagai jalan nasional penghubung Kalsel-Kaltim jembatan ini dilalui oleh mobil berat
dengan intensitas cukup padat.
April 2021 jembatan paringin mengalami perbaikan di struktur plat lantai nya. Namun
target yang harusnya selesai bulan desember 2021 malah molor hingga bulan maret
2022. Baru saja di buka lagi untuk umum jembatan ini malah rusak lagi pada bulan juni
2022 sampai saat ini masih mengalami perbaikan. Banyak permasalahan dalam proyek
ini seperti waktu yang tidak sesuai di kontrak, terlambatnya pembayaran oleh kontraktur
kepada pekerja hingga mengakibatkan terjadinya mogok masal sampai waktu 2 minggu.

Menurut beberapa artikel dikarenakan banyaknya masalah yang telah saya paparkan
diatas, kontraktur wajib bertanggung jawab memperbaiki pekerjaaanya yang kurang
memuaskan dan harus membayar denda karena kelalaian waktu yang telah disepakati.

Berkaca dari kasus ini tentu kita bisa memahami bagaimana suatu penyedia jasa
harusnya bisa bertanggung jawab dengan kontraknya tidak sembarangan
mempermainkan spek barang yang mengakibatkan kerugian bagi dirinya sendiri dan
masyarakat sekitar. Banyak dampak yang di alami oleh masyarakat sekitar dikarenakan
gagalnya perbaikan dan lama nya pengerjaan jembatan ini, antara lain:
1. Arus lalu lintas terpaksa di alihkan ke jalan alternatif
- Jl.desa layap – Ban ganal dan Lampihong untuk arah amuntai ke paringin dan
sebaliknya.
Gambar2.1 Jalur alternatif desa layap

- Untuk dari Banjarmasin ke Tanjung bisa melewati jalan Lingkar depan mesjid Al-
akbar

Gambar 2.2 jalur alternatif jalur lingkar depan Al-akbar

Dikarenakan dialihkanya lajur lalu lintas membuat banyak warga mengeluh


terutama para pekerja dan orang tua yang anaknya sekolah di wilayah kecamatan
Paringin selatan seperti SMAN 2 Paringin , SMPN 1 Paringin SMPN 4 Paringin
karena harus memutar cukup jauh sekitar 6-7 kilometer dari jalan yang biasa di lalui
dengan medan yang cukup ekstrem dan kondisi jalan yang rusak parah karena di
lewati oleh truck-truck besar milik perusahaan.

2. Dampak ekonomi warga terganggu karena permasalahan ini


wilayah Batu Piring banyak terdapat toko-toko baik itu baju, makanan , dan
lain sebagainya, karena jembatan ini tidak kunjung selesai dan jalur alternatif yang
tersedia pun jauh memutar dan kondisi yang memprihatinkan , kebanyakan warga
malas untuk menuju wilayah Batu piring dan lebih memlih pasar paringin. Hal ini
mengakibatkan penurunan omset penjualan dan pendapatan masyrakat karena
gagalnya perbaikan lama nya pengerjaaan jembatan ini.
3. Dampak politik

Banyak masyarakat menyalahkan bupati Balangan karena ketidak tau an


masyarakat bahwa kewenangan perbaikan jembatan nasional paringin adalah
kewenangan dari balai jalan nasional bukan dari pemda Balangan, sehingga
muncul banyak persepsi buruk kepada bupati dan jajarannya hingga banyak
masyarakat menyampaikan aspirasinya dengan cara melakukan demo di depan
kantor pemda Balangan.

Penyelesaian masalah jembatan Paringin ini menurut beberapa sumber baik media maupun
warga langsung, jembatan balangan sepenuhnya dikembalikan lagi kepada penyedia jasa
dalam hal ini kontraktor terkait untuk menyelesaikan perbaikan jembatan dengan tempo dan
denda yang harus di bayarkan.

2 . Proyek Hambalang

Proyek Hambalang dimulai sekitar tahun 2003. Secara kronologis, proyek ini bermula
pada Oktober Tahun 2009. Saat itu Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olah Raga)
menilai perlu ada Pusat Pendidikan Latihan dan Sekolah Olah Raga pada tingkat nasional.
Oleh karena itu, Kemenpora memandang perlu melanjutkan dan menyempurnakan
pembanugnan proyek pusat pendidikan pelatihan dan sekolah olahraga nasional di
Hambalang, Bogor. Selain itu juga untuk mengimplementasikan UU Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Pada 30 Desember 2010, terbit Keputusan Bupati
Bogor nomor 641/003.21.00910/BPT 2010 yang berisi Izin Mendirikan Bangunan untuk
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional atas nama Kemenpora di
desa Hambalang, Kecamatan CiteureupBogor. Atas keberlanjutan tersebut, maka
Pembangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional mulai
dilaksanakan tahun 2010 dan direncanakan selesai tahun 2012.

Berdasarkan hasil perhitungan konsultan perencana, untuk membangun semua


fasilitas dan prasarana sesuai dengan master plan yang telah disempurnakan, anggaran
mencapai Rp 1,75 triliun yang sudah termasuk bangunan sport science, asrama atlet senior,
lapangan menembak, extreme sport, panggung terbuka, dan voli pasir. Kasus Hambalang
adalah kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pihak terlibat,
diantaranya para elite Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Istri dari Anas Urbaningrum
komisaris PT Dutasari Citralaras; Menteri Pemuda dan Olah Raga RI, Andi Malarangeng;
Mahfud Suroso, Direktur PT Dutasari Citralaras; dan lain sebagainya. Diketahui, tender
proyek ini dipegang oleh kontraktur dimana mereka merupakan BUMN, yaitu PT Adhi Karya
dan PT Wijaya Karya yang diduga men-subtenderkan sebagian proyek kepada PT Dutasari
Citralaras senilai 300M. KPK menyatakan, dalam penyelidikan Hambalang ada dua hal yang
menjadi konsentrasi pihaknya. Yakni, terkait dengan pengadaan pembangunan dan terkait
dengan kepengurusan sertifikat tanah Hambalang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyatakan bahwa penyelidikan proyek
pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor mengalami peningkatan. peningkatan
tersebut terlihat dari banyaknya informasi mengenai kasus itu yang masuk ke KPK yang
datang dari sejumlah orang yang pernah dimintai keterangan oleh lembaga anti korupsi
tersebut mengenai proses sertifikasi tanah Hambalang.
Kasus Hambalang ini pertama kali diungkapkan oleh terdakwa suap proyek
pembangunan wisma atlet, M Nazaruddin. Menurut mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat itu, Anas turut terlibat dalam proyek dengan melakukan serangkaian pertemuan
yang dihadiri Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto terkait sertifikasi tanah
Hambalang. Bukan hanya itu, Nazaruddin juga menuding bahwa Menteri Pemuda dan
Olahraga Andi Mallarangeng turut terlibat dalam proyek ini. Kasus proyek hambalang
merupakan kejahatan korupsi “berjamaah” yang terorganisasi. Tahapan korupsi dilakukan
sejak dalam penganggaran, lelang, hingga pelaksanaan kegiatan pengadaan. Jamak diketahui
bahwa setiap proyek infrastruktur yang dibiayai negara tidak pernah luput dari prakti suap
menyuap. Munculnya istilah fee atau uang lelah dikalangan DPR memperkuat dugaan
praktek ini terjadi. Korupsi proyek Hambalang adalah korupsi terstruktur. Semua pihak uang
disebutkan didalam audit menjalankan peranannya masing-masing. Penyiapan Lahan -
Lelang - Pencairan Anggaran - Penetapan pemenang lelang Dimulai dari penyiapan lahan
untuk pembangunan, termasuk perizinan, persetujuan teknis pengadaan (lelang dan kontrak
tahun jamak), pencairan anggaran, hingga penetapan pemenang lelang yang dilakukan diluar
prosedur baku.

Korupsi secara bersama-sama dalam Proyek Hambalang menunjukan tipe korupsi


yang terorganisasi. Kelompok penguasa berkolaborasi dengan kepentingan bisnis melakukan
kejahatan. Modus kejahatan korupsi semacam ini hanyalah modifikasi dan replikasi kejahatan
korupsi Orde Baru. Dari data diketahui tercatat total loss atau jumlah kerugian negara dalam
kasus mega proyek di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor mencapai Rp 463,66 Miliar.

Dikarenakan korupsi yang sangat besar ini , proyek Hambalang dihentikan karena
menurut pemerintah sudah sangat merugikan negara dan spesifikasi bahan bangunan yang
dipakai tidak memenuhi standar yang telah disepakati sehingga membahayakan bagi pemakai
bangunan tersebut. Dari kasus Proyek Hambalang ini kita dapat belajar bahwa di Indonesia
sendiri masih sangat banyak dan tingggi untuk kasus korupsi, bahkan sekelas mentri pemuda
dan olahraga sendiri masih melakukan korupsi.

Dampak proyek Hambalang:

1. Kerugian Negara besar hingga mencapai 463,66 M


2. Proyek mangkrak ( tidak dilanjutkan)
3. Membuang waktu untuk kemajuan Negara
3. Runtuhnya Rukan Cendrawasih, Samarinda (Juni 2014)
Bangunan rumah kantor (Rukan) tiga lantai yang terletak di kompleks Cendrawasih Permai,
Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda Kalimantan Timur runtuh pada
tanggal 3 Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan yang menyebabkan 12 pekerjanya
tewas. Bangunan ini memiliki lebar 25 m dan panjang 100 m dengan biaya konstruksi senilai
kurang lebih 15 Milyar rupiah.

Dari observasi yang dilakukan penyebab keruntuhan bangunan ini sangatlah kompleks
diantaranya:
Pertama, Kegagalan pondasi. Hal ini didasarkan keterangan bahwa pengerjaan pengerukan
lahan sampai lantai 1 selesai dikerjakan hanya memerlukan waktu enam bulan. Padahal
kondisi tanah eksisting adalah rawa dan merupakan tanah lempung sehingga memerlukan
waktu lama untuk terkonsolidasi jika tanpa penanganan khusus seperti vertical drain.
Kedua, Kegagalan Struktur Utama. Struktur utama yang dimaksud adalah balok- kolom. Hal
ini didasarkan fakta bahwa pekerja sempat diminta untuk mengecek kolom yang retak di
lantai 2. Meskipun tidak ada data detail mengenai dimensi dan lokasi keretakan akan tetapi
hal ini seharusnya telah menjadi indikasi awal bahwa ada masalah dengan struktur yang
sedang dibangun. Apalagi apabila didasarkan pada filosofi desain struktur yang benar yaitu
“strong column- weak beam” yang artinya kolom tidak boleh mengalami kegagalan struktur
terlebih dahulu daripada balok. Kegagalan kolom ini sendiri diduga karena adanya deviasi
antara perencanaan dan pelaksanaan dimana kontraktor mengurangi dimensi kolom dan
jumlah tulangan yang dipakai.
Ketiga, Kesalahan sistem perancah pengecoran lantai. Penyebab awal keruntuha adalah lantai
3 yang sedang dikerjakan secara tiba- tiba roboh. Selain karena kolom yang mengalami
kegagalan, maka sistem perancah yang dipakai juga patut dicurigai tidak dirancang dengan
benar. Dari dokumentasi yang ada terlihat bahwa sistem perancah yang digunakan
menggunakan scafolding besi dan beberapa menggunakan kayu dolken. Bekisting dan sistem
perancah seharusnya didesain secara detail baik dalam desain maupun metode
pemasangannya. Inspeksi harus dilakukan secara ketat termasuk pengecekan terhadap
kekuatan beton yang telah dicor yang akan menopang perancah tersebut.
Keempat, organisasi proyek tidak benar. Proyek rukan ini diketahui tidak memiliki konsultan
perencana. Desain bangunan yang digunakan tidak diketahui darimana dibuatnya.
Pengawasan proyek ini pun hanya dilakukan oleh mandor dari pemborong.
Kelima, adanya pengalihan pekerjaan secara serampangan. Kontraktor proyek rukan ini
semula PT. Firma Abadi yang beralamat di Surabaya menyerahkan sepenuhnya pekerjaan
kepada perseorangan/ individu yang merupakan pemborong berinisial NI yang beralamat di
Samarinda yang kemudian menyerahkan lagi kepada mandor yang berinisial S. Pengalihan
pekerjaan ini meliputi keseluruhan pekerjaan dan sama sekali tidak ada pengawasan dari
Kontraktor utama.
4. Runtuhnya Jembatan Mahakam II, Tenggarong (November 2011)
Jembatan yang merupakan tipe Gantung (Suspension Bridge) ini memiliki panjang total 710
m. Keruntuhan terjadi pada tanggal 26 November 2011 sekitar sepuluh tahun setelah
diresmikan.

Identifikasi penyebab keruntuhan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim
LPPM UGM pada tanggal 27 November 2011 (sehari setelah kejadian) Berdasarkan fakta
yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa jatuhnya truss jembatan beserta hangernya
terjadi akibat kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel penggantung vertikal (clamps
and sadle) yang menghubungkan dengan kabel utama.

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan alat sambung ini mengalami kegagalan
diantaranya:

 Kurang baiknya perawatan jembatan yang menyebabkan konstruksi alat penggantung


kabel vertikal tidak berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi kemungkinan adanya
kerusakan dini.
 Kelelahan (fatigue) pada bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal akibat
kesalahan desain dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan beban rencana
(over load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi kekuatan.
 Kualitas bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama yang tidak
sesuai dengan spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan.
 Kesalahan prosedur dalam pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan dalam
menyusun standar operasional dan perawatan konstruksi yang direncanakan.
 Kemungkinan terjadinya penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan karena
seharusnya konstruksi alat penyambung harusnya lebih kuat daripada kabel
penggantung yang disambungkan dalam kabel utama.
 Kesalahan desain dalam menentukan jenis bahan/ material untuk alat penyambung
kabel penggantung vertikal yang dibuat dari besi tuang/ cor (cas iron) atau kesalahan
dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat tersebut.

5. Robohnya Jembatan Penghubung Gedung Perpustakan Daerah DKI (November


2014)
Bangunan jembatan penghubung ini menghubungkan gedung Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah Provinsi DKI Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal 3 November 2014.
Keruntuhan terjadi diakibatkan sistem perancah yang mengalami kegagalan. Scafolding yang
digunakan merupakan scafolding besi dengan kondisi yang sudah tidak layak pakai:

Jembatan penghubung runtuh

 Kondisi scafolding banyak yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah bolong.
 Pemasangan scafolding tidak dilengkapi dengan bracing, sehingga scafolding tidak
stabil.
 Adanya perlemahan scafolding yang tidak dihitung seperti adanya jalan akses untuk
kendaraan dibawah struktur yang sedang dibangun.
Scafolding bengkok

Demikian contoh beberapa kasus kegagalan struktur yang pernah terjadi di Indonesia.
Sebenarnya masih ada beberapa contoh kasus lain akan tetapi belum sempat dibahas pada
kesempatan kali ini. Penulis berharap deretan kasus yang terjadi dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi para engineer untuk dapat lebih cermat baik pada saat desain maupun saat
pengawasan pekerjaan di lapangan. Sehingga deretan kasus kegagalan struktur diatas tidak
bertambah panjang
BAB 5
PENUTUP

5.1 kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
Banyak proyek kontruksi di Indonesia yang memiliki permasalahan yang beragam
dari mulai korupsi anggaran oleh para pejabat, gagal perencanaan, hingga pelanggaran
kontrak yang dilakukan penyedia jasa.
permasalahan proyek kontruksi dapat diselesaikan dengan hal-hal berikut :
1. Perencanaan yang tepat
2. Pengawasan yang efektif
3. Metode yang benar
4. Kontraktor yang jujur dan bertanggung jawab
5. Pemeliharaan bangunan setekah proyek selesai dibangun
Dengan perancanaan yang matang dan pengawasan yang bagus serta pertanggung
jawaban semua pihak yang berada dalam kontrak proyek , tentu dapat
meminimalisir kegagalan kontruksi sehingga tidak menimbulkan kerugian materil
dan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai