Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

UNDANG-UNDANG
(CIPTA KERJA)

Nama Anggota :
Nola Angrayni (B021221068)
Nurbi Voth B021221089
Galuh Ratna Kartika (B021221089)
Nurul Qalbi M (B021221082)

Inayah Maysha Syelmirah (B021221047)

Syahdini (B021221075)

Ridwan (B021221047)

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuknya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Undang-Undang (Cipta Kerja)" yang mana
makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Makalah ini terdiri atas tiga bab, yaitu BAB 1 Pendahuluan, BAB 2 Pembahasan, dan BAB 3
Penutup. Kami menyampaikan banyak ungkapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan dukungan moral dan materil selama penyusunan makalah ini. Semoga segala
bantuan, bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan dapat menjadi amal ibadah diakhirat
nanti.

Kami telah berbuat semaksimal mungkin demi kesempurnaan makalah ini, namun kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian makalah ini, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini apabila ada kata yang kurang berkenan dan
terdapat banyak kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Sekian dan terima kasih.

Makassar, 7 November 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................iv
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................v

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan sebuah negara hukum yang dibentuk berdasarkan konstitusi
yaitu Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Berdasarkan
konstitusi tersebut khususnya pada bagian pembukaan dinyatakan bahwa melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial adalah merupakan tujuan dari
negara. Tujuan negara tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam isi batang tubuh Undang-Undang
Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa
negara bertujuan untuk menjamin hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Adapun pelaksanaannya diwujudkan dalam berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada, salah satunya adalah peraturan perundangundangan di
bidang ketenagakerjaan.
Pekerja sebagai salah satu bagian dari Hukum Ketenagakerjaan merupakan komponen
penting dalam suatu perusahaan sebagai pelaku dalam tujuan pembangunan nasional. Tenaga
kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi, sebagai penjalan proses produksi,
tenaga kerja mempunyai peran vital dalam proses produksi daripada sarana produksi lain semisal
bahan mentah, tanah, air, dan lain-lain. Hal itu disebabkan oleh tenaga kerjalah yang menjadi
penggerak seluruh sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan suatu produk. Hak-hak seorang
tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia merupakan hak
yang harus diperjuangkan agar harkat, martabat, derajat kemanusian tenaga kerja juga turut serta
terangkat. Perlindungan tenaga kerja dimaksudkan dengan tujuan menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dengan masih memperhatikan perkembangan kemajuan dunia dan kemajuan
zaman yang semakin maju dalam dunia usaha nasional dan internasional.
Pengaturan mengenai ketenagakerjaan diatur secara khusus melalui Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, di awal tahun 2020 pemerintah mencanangkan
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (selanjutnya disebut dengan RUU Cipta Kerja) dengan
menggunakan konsep Omnibus Law. RUU tersebut dipersiapkan oleh Pemerintah sebagai
sebuah skema demi upaya membangun perekonomian Indonesia, agar menarik investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Pemerintah menilai perlu adanya RUU Cipta Kerja oleh
karena angka pengangguran di Indonesia yang begitu tinggin yakni mencapai 7 juta jiwa,
sehingga dengan adanya RUU Cipta Kerja ini dapat membuka lapangan kerja baru.
Ketentuan Pasal 80 UU Cipta Kerja menyebutkan mengubah, menghapus, dan/atau
menetapkan pengaturan baru, dalam rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan

iv
meningkatkan buruh dalam mendukung ekosistem investasi. Banyak sekali opini-opini
masyarakat yang tidak setuju pada proses perancangan undang-undang ini, karena disebabkan
pengerjaannya yang di deadline hanya selama 100 (seratus) hari oleh Presiden Jokowi dan juga
tidak melibatkan banyak pihak dalam pembuatannya. Akan tetapi ada satu hal yang sangat
penting dan menjadi permasalahan utama didalam penyusunan undangundang ini, dimana
ketentuan mengenai pemotongan pesangon kepada para buruh yang diputus hubungan kerjanya
oleh perusahaan, hilangnya cuti melahirkan dan lain sebagainya. Hal inilah yang melatar
belakangi para tenaga kerja dan masyarakat bersikap menolak keberadaan UU Cipta Kerja
(Matompo, 2020). Padahal Indonesia negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 27 ayat
(2) dan Pasal 28 menyatakan bahwa, pekerjaan merupakan hak azasi manusia (Hakim, 2016).
Hal tersebut menunjukkan ada dinamika dalam pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, baik
secara formal maupun materiil. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
membahas mengenai “Analisis Hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja Terhadap Hak Tenaga Kerja Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari penerapan Undang-Undang Cipta Kerja tersebut?
2. Apa fungsi dan tujuan ditetapkannya Omnibus Law Cipta Kerja bagi masyarakat?

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dampak akibat penerapan Undang-Undang Cipta Kerja


DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) atau omnibus
law cipta Kerja menjadi uu pada awal pekan kemarin. Undang-undang baru itu mengubah
sejumlah aturan bagi buruh di Indonesia. Beberapa perubahan tersebut menuai penolakan dari
serikat pekerja dan buruh lantaran dinilai merugikan pekerja.
Dengan munculnya pandemic Covid-19 kembali menerbitkan pertanyaan, bagaimana
hegemoni peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi nasional. Adanya pandemic Covid-19
menimbulkan dampak yang memukul sektor swasta sedemikian rupa sehingga banyak
aktifitas usaha yang merugi, karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan
melemahnya aktifitas perekonomian. Dampaknya terhadap perekenomian adalah banyaknya
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan kontraksi perekonomian yang mendorong
perekonomian memasuki depresi mulai Semester II Tahun 2020. Kondisi khusus ini
membantu proses pengamatan peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi, di
mana terjadi peningkatan signifikan peran pemerintah melalui berbagai program
pemberian jaring pengaman sosial untuk PSBB, subsidi upah, stimulus perekonomian,
dan program-program yang mendorong UMKM untuk bertahan dalam kondisi pandemi.
Namun Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus menuai pro dan kontra, karna dianggap
tidak sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. UU No. 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan tidak mengatur soal aturan omnibus law. Indonesia
tidak menganut Undang-Undang Payung karena posisi seluruh undang-undang adalah sama.
Undang-undang hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU payung karena mengatur
secara menyeluruh yang kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. Sehingga
beleid omnibus law merupakan aturan yang terkesan dipaksakan oleh pemerintah kepada
parlemen. Hal tersebut diperjelas dengan melakukan perubahan UU No. 15 Tahun 2019 tentang
perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangundangan.
Menurut pakar hukum tata Negara, Jimmy Z. Usfunan, harus dilihat bagaimana isi
ketentuan didalam UU payung tersebut, apakah bersifat umum atau detail seperti UU biasa.
kalau bersifat umum, maka tidak semua ketentuan yang dicabut melainkan hanya yang
bertentangan saja. Tetapi kalau ketentuannya umum, maka akan menjadi soal jika dibenturkan
dengan asas Lex Spesialis Degorat Legi Generalis (aturan yang khusus mengesampingkan aturan
yang umum). Oleh sebab itu, harus diatur dalam hierarki perundang-undangan perihal
kedudukannya agar asas hukumnya menjadi jelas. Asas hukum adalah dasar atau pokok dari
sebuah kebenaran yang kemudian digunakan sebagai tumpuan dalam berpikir yang terdapat
dalam hukum konkret atau diluar peraturan hukum konkret.
Ketika omnibus law ini diterapkan maka akan menimbulkan masalah/konflik baru karna
terjadi nya benturan antar peraturan perundang-undangan, walaupun omnibus law ini me-

vi
unifikasi peraturan yang sejenis. Tidak menutup kemungkinan malah akan membuat
ketidakpastian hukum, karna asas legalitas semakin tidak jelas karna adanya unifikasi pasal
perpasal yang sama secara substansi
Secara harpiah, definisi omnibus law adalah hukum untuk semua. Istilah ini berasal dari
bahasa latin, yakni “omnis” yang berarti segalanya, untuk semua atau banyak. Dengan demikian
Omnibus law ini berkaitan atau berurusan dengan berbagai objek atau hal sekaligus, dan
memiliki berbagai tujuan. Dapat disimpulkan bahwa omnibus law adalah undang-undang baru
yang memuat beragam substansi aturan yang keberadaannya mengamamdemen beberapa
undang-undang sekaligus. Tercatat pertama kali undangundang tersebut dibahas pada tahun 1840
di Amerika Serikat. Pada dasarnya omnibus law ini merupakan penyederhanaan dari kendala
regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang, dan dapat memperbaiki ekosistem investasi serta
daya saing indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.

Keinginan kuat dari pusat terhadap peningkatan investasi tersebut tidak serta merta
diterima oleh daerah, karna dianggap dapat memudarkan nilai kultural masyarakat setempat.
Sehingga peran otonomi daerah sangat dominan pada kehendak daerah dalam mengatur
daerahnya. Hal tersebut secara perlahan telah diperbaiki melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
sehingga omnibus law ini mungkin tidak diperlukan untuk menyederhanakan sistem perijinan
pusat dan daerah. Omnibus law terkesan otoriter, karna dengan satu UU ini dapat memangkas
segala UU yang lain, sementara budaya hukum tiap daerah sangatlah berbeda. Omnibus law ini
terdiri dari dua UU besar yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan. Jika tujuan utama
lahirnya omnibus law.

B. Fungsi dan tujuan ditetapkannya Omnibus Law Cipta Kerja bagi masyarakat
Omnibus Law dapat memberikan kepastian hukum dengan mengatur tentang beberapa
kluster isu yang saling berkelidan dalam sebuah sistem hukum secara langsung. Metode ini
dianggap lebih efektif daripada pembentukan Peraturan Perundang- Undangan secara terpisah
yang mungkin akan menimbulkan tumpang tindih maupun inkonsistensi antar regulasi. Berbeda
dengan konsep ideal tersebut, Omnibus Law atau Undang- Undang Cipta Kerja yang dibuat oleh
Pemerintah Indonesia kemudian harus dibatalkan secara bersyarat ole Mahkamah Konstitusi
melalui Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. DPR selaku Lembaga legislative yang
bertanggung jawab untuk membentuk Undang- Undang memiliki waktu 2 (dua) tahun guna
memperbaiki cacat formil dari UU Cipta Kerja tersebut. Dengan menggunakan jenis penelitian
doctrinal serta pendekatan koneptual dan pendekatan perundang- undangan, kajian ini akan
menelaah sisi pengadministrasian UU Cipta Kerja sebagai Omnibus Law dengan menggunakan
teori 8 Principles of Legality yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller. Analisis tersebut akan
memberikan gambaran mengenai kekuatan maupun kelemahan dari UU Cipta Kerja dari segi
karakteristik hukum yang baik. Kesadaran akan adanya kelemahan dari segi publikasi yang ada
dalam proses pembuatan serta pengimplementasian UU Cipta Kerja dapat menjadi rekomendasi
bagi pemerintah ketika memenuhi tenggat waktu perbaikan formil yang disyaratkan oleh MK
agar Omnibus Law tersebut dapat tetap berlaku serta memberikan manfaat positif bagi iklim
investasi di Indonesia.

vii
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja). Omnibus Law (UU baru
untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus), atau secara sederhana dapat diterjemahkan
sebagai satu UU yang bisa mengubah banyak UU, diterapkan, sebagai ikhtiar solutif atas
tumpang tindih dan disharmonisnya regulasi. Hadirnya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) tersebut diharapkan akan
mengakselerasi pemulihan ekonomi mulai tahun 2021 dan mampu merampingkan hyper
regulation yang menjadi hambatan pertumbuhan investasi Indonesia selama ini. UU Cipta Kerja
diharapkan memberikan lima manfaat bagi perekonomian Indonesia, yakni: pertama, penciptaan
lapangan kerja yang diproyeksikan sebanyak 2,7-3 juta per tahun. Kedua, peningkatan
kompetensi pencari kerja dan kesejahteraan pekerja. Ketiga, peningkatan produktivitas pekerja,
yang berpengaruh pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Keempat, peningkatan
investasi yang diproyeksikan sebesar 6,6-7,0% untuk membangun usaha baru atau
mengembangkan usaha existing yang akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan
kesejahteraan pekerja sehingga akan mendorong peningkatan konsumsi (5,4-5,6%). Kelima,
pemberdayaan UMKM dan koperasi, yang mendukung peningkatan kontribusi UMKM terhadap
PDB yang diperkirakan menjadi 65% dan peningkatan kontribusi koperasi terhadap PDB
menjadi 5,5%.
Di bidang kesehatan, ada 5 (lima) UU bidang kesehatan yang diubah setelah kehadiran UU
Cipta Kerja. Kelima UU tersebut yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotoprika (UU Psikotoprika), Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan).
Mengingat dampak pemberlakuan UU Cipta Kerja yang luar biasa mengubah peraturan
perundang-undangan di sektor kesehatan, menjadi sangat penting untuk menganalisis peran dan
tanggungjawab pemerintah dalam pelayanan kesehatan pasca berlakunya UU Cipta Kerja
sebagai bagian pemberlakuan Omnibus Law di Indonesia.

viii
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sudah mengatur
bagaimana perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Sedangkan di kitab undang-
undang hukum perdata pun mengeksplisitkan bahwa hubungan kerja yang diputus karena alasan
efisiensi dapat dilakukan karena alasan mendesak. Dalam undang-undang ketenagakerjaan
sebenarnya terdapat tiga unsur dalam kaitannya dengan perjanjian kerja yaitu unsur pekerjaan,
unsur upah serta unsur perintah seperti tertulis dalam Pasal 1 angka 15. Ketiga unsur dimaksud
kemudian dilengkapi dengan unsur waktu yang dijelaskan dalam kitab undang-undang hukum
perdata. Namun Undang-undang Ketenagakerjaan tidak memberikan syarat adanya keharusan
dalam memberikan bukti tetapi dalam proses penyelesaian konflik akibat perselisihan hubungan
industrial, sangat diperlukan peran dari pihak pemerintah sebagai mediator konsiliator atau
arbiter dari dinas yang menangani ketenagakerjaan antara majelis hakim pengadilan hubungan
industrial dan Mahkamah Agung untuk membuktikan bahwa bentuk implementasi undang-
undang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akibat dari aturan dibatasinya
kegiatan sosial berskala besar demi mencegah penyebaran virus Covid-19 hingga
diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat Tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi
penutupan operasional perusahaan sehingga berpotensi terhadap pemberhentian pekerja dampak
kerugian yang dialami perusahaan.

SARAN
Setelah disahkannya omnibus law Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
oleh pemerintah memberikan sampah yang besar terhadap masyarakat luas khusunya di sektor
ketenagakerjaan yang dimana dari aliansi mahasiswa, masyarakat sipil lainnya serta serikat
buruh juga ikut memberikan pendapat mengenai penolakan nya terhadap undang-undang ini
sempat terjadi demo besar-besaran terkait penolakan terhadap penerapan undang-undang baru
ini. Sebaiknya pemerintah memberikan jalan kepada masyarakat untuk melakukan judicial
review (miring) ke mahkamah konstitusi ats penolakannya mengenai substansi dan materi
muatan dari undang-undang tersebut. sebagian dari masyarakat juga telah menggugat undang-
undang ini ke mahkamah konstitusi.

ix
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kemenkumham.go.id/berita/ruuomnibus-law-ciptalapangan-kerja-untuk-tingkatkan-
pertumbuhan-ekonomi

https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-24415-BAB1.Image.Marked.pdf

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jaakfe/article/view/41145/75676586190
https://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/supremasi/article/view/1648/1069

Anda mungkin juga menyukai