Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“ UU RI No 11 Tahun 2020 menjamin setiap warga negara


memperoleh pekerjaan serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja ”

DOSEN PEMBIMBING : Dr. Dayat Limbong SH, Mhum

Disusun Oleh:

Nama : Yessica Dwi Egia Sembiring


Npm : 20600188
Group: D

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkat dan rahmatNya sehingga makalah ini terselesaikan
dengan waktu sesingkat-singkat nya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan dan
Perselisihan Industrial .

Makalah resume ini juga di harapkan dapat bermanfaat dan berguna pada
saat ini atau pun dikemudian hari . Penyusun menyadari masih adanya
kekurangan dalam penyusunan makalah ini ,mudah mudahan dengan adanya
tersebut penulis ataupun pembaca dapat memperbaikinya dengan memberikan
kritik dan saran sehingga ada kemajuan yang lebih baik dari sebelumnya .

Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan untuk penyempurnaan makalah
ini. Terimakasih

Medan, 18 Juli 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………....i

DAFTAR ISI………………………………………………………………….......ii

BAB I: PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .........................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................3
1.3 MANFAAT ...........................................................................................4
1.4 TUJUAN PENULISAN ........................................................................4

BAB II: PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Luas Pembahasan dan Tujuan .............................................5
2.2 Upaya Pemerintah ……………………….……………………………6
2.3 Cakupan UU Cipta Kerja ………………………………….………….8
2.4 Ruang Lingkup UU ini ………………………………………………10
2.5 Hak Karwayan Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan...................11
2.6 Hak Karyawan Lain nya .....................................................................11
BAB III: PENUTUP
3.1 KESIMPULAN .................................................................................. 19
3.2 SARAN ............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dikenal dengan Omnibuslaw, UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja


merupakan Undang-Undang yang fenomenal. Undang-Undang Cipta Kerja
atau UU Cipta kerja disusun dengan kecepatan tinggi dan memunculkan pro
dan kontra. Ada ketersinggungan di sana-sini, namun UU Cipta kerja tetap
melaju kencang dan disahkan. Implementasi dari UU Cipta Kerja ini pun
disambut positif dan negatif. Panjangnya UU ini memungkinkan kita untuk
tidak membaca dan memahaminya, saking sulitnya, jika bukan ahli. Dan rasa-
rasanya memang UU ini disebabkan oleh penyakit lama birokrasi kekuasaan
yang sangat akut. Cipta Kerja dalam UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan
ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat
dan percepatan proyek strategis nasional.

Hal yang menjadi urgent sehingga ada UU 11 tahun 2020 tentang


Cipta Kerja adalah upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan,
perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis
nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja
dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektor yang belum mendukung
terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta kerja, sehingga
diperlukan terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu Undang-
Undang secara komprehensif.

1
Agar setiap orang mengetahuinya. Pertimbangan Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, adalah:

A. .bahwa untuk mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah


Negara Indonesia dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
perlu melakukan berbagai upaya untuk memenuhi hak warga
negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan melalui cipta kerja;
B. Bahwasanya dengan cipta kerja diharapkan mampu menyerap
tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan
yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi;
C. bahwa untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian
berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan,
perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil,
dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan
proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan
kesejahteraan pekerja;
D. bahwa pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan,
perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil,
dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan
proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan
kesejahteraan pekerja yang tersebar di berbagai Undang-Undang
sektor saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan hukum untuk
percepatan cipta kerja sehingga perlu dilakukan perubahan;
E. bahwa upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan,
perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil,
dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan
proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan
kesejahteraan pekerja dilakukan melalui perubahan Undang-
Undang sektor yang belum mendukung terwujudnya sinkronisasi

2
dalam menjamin percepatan cipta kerja, sehingga diperlukan
terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu
Undang-Undang secara komprehensif; bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Cipta Kerja;

Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja,


adalah:

1. Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B,
Pasal 20, Pasal 22D ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D
ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik


Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi
Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik


Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

1.2 Rumusan Masalah

 Bagaimana Upaya Pemerintah terhadap UU Cipta Kerja tersebut


 Bagimana Jaminan sosial dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
 Bagaimana Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti dan Libur
 Dan bagaimana Hak-hak karyawan lainya yang di rangkum/tercantum
di UU Cipta Kerja.

3
1.3 Manfaat

Secara teoritis, penyusunan makalah ini bermanfaat untuk menambah


wawasan para pembacanya terkhusus mahasiswa dalam memahami,
menganalisis dan mengkaji tentang bagaimana dan apa saja yang diatur
mengenai ““ UU RI No 11 Tahun 2020 menjamin setiap warga negara
memperoleh pekerjaan serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja ” tersebut.

1.4 Tujuan Penulis

Saya membuat makalah ini dengan maksud dan tujuan untuk lebih
menjelaskan apa itu “ UU RI No 11 Tahun 2020 menjamin setiap warga
negara memperoleh pekerjaan serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja ” . Saya juga ingin pembaca atau
pendengar akan lebih mendapat Ilmu baik dari yang sebahagian maupun
keseluruhan mengenai makalah ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Luas Pembahasan Dan Tujuan

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia
adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata,
baik materiel maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan tersebut, Pasal 27 ayat
(2) UUD 1945 menentukan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, oleh karena itu
negara perlu melakukan berbagai upaya atau tindakan untuk memenuhi hak-
hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prinsipnya
merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan


dan memperluas lapangan kerja dalam rangka penurunan jumlah
pengangguran dan menampung pekerja baru serta mendorong pengembangan
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan tujuan untuk
meningkatkan perekonomian nasional yang akan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Meski tingkat pengangguran terbuka terus turun,
Indonesia masih membutuhkan penciptaan kerja yang berkualitas karena:

1) jumlah angkatan kerja yang bekerja tidak penuh atau tidak bekerja
masih cukup tinggi yaitu sebesar 45,84 juta yang terdiri dari: 7,05 juta
pengangguran, 8,14 juta setengah penganggur, 28,41 juta pekerja
paruh waktu, dan 2,24 juta angkatan kerja baru (jumlah ini sebesar
34,3% dari total angkatan kerja, sementara penciptaan lapangan kerja
masih berkisar sampai dengan 2,5 juta per tahunnya);
2) jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 70,49
juta orang (55,72% dari total penduduk yang bekerja) dan cenderung

5
menurun, dengan penurunan terbanyak pada status berusaha dibantu
buruh tidak tetap;
3) dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja.

2.2 Upaya Pemerintah

Pemerintah Pusat telah berupaya untuk perluasan program jaminan dan


bantuan sosial yang merupakan komitmen dalam rangka meningkatkan daya
saing dan penguatan kualitas sumber daya manusia, serta untuk mempercepat
penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Dengan demikian
melalui dukungan jaminan dan bantuan sosial, total manfaat tidak hanya
diterima oleh pekerja, namun juga dirasakan oleh keluarga pekerja.

Terhadap hal tersebut Pemerintah Pusat perlu mengambil kebijakan


strategis untuk menciptakan dan memperluas kerja melalui peningkatan
investasi, mendorong pengembangan dan peningkatan kualitas Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Untuk dapat meningkatkan penciptaan
dan perluasan kerja, diperlukan pertumbuhan ekonomi stabil dan konsisten
naik setiap tahunnya.

Namun upaya tersebut dihadapkan dengan kondisi saat ini, terutama


yang menyangkut:

a) Kondisi Global (Eksternal)

Berupa ke tidak pastian dan perlambatan ekonomi global dan dinamika


geopolitik berbagai belahan dunia serta terjadinya perubahan
teknologi, industri 4.0, ekonomi digital;

b) Kondisi Nasional (Internal)

Pertumbuhan ekonomi rata-rata di kisaran 5% dalam 5 tahun terakhir


dengan realisasi investasi lebih kurang sebesar Rp721,3 triliun pada
Tahun 2018 dan Rp792 triliun pada Tahun 2019;

6
c) Permasalahan Ekonomi dan Bisnis

Adanya tumpang tindih regulasi, efektivitas investasi yang rendah,


tingkat pengangguran, angkatan kerja baru, dan jumlah pekerja
informal, jumlah UMK-M yang besar namun dengan produktivitas
rendah.

Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kemudahan


dalam berusaha, termasuk untuk Koperasi dan UMK-M. Saat ini terjadi
kompleksitas dan obesitas regulasi, dimana saat ini terdapat 4.451 peraturan
Pemerintah Pusat dan 15.965 peraturan Pemerintah Daerah. Regulasi dan
institusi menjadi hambatan paling utama di samping hambatan terhadap fiskal,
infrastruktur dan sumber daya manusia. Regulasi tidak mendukung penciptaan
dan pengembangan usaha bahkan cenderung membatasi.

Dengan kondisi yang ada pada saat ini, pendapatan per kapita baru
sebesar Rp4,6 juta per bulan. Dengan memperhitungkan potensi perekonomian
dan sumber daya manusia ke depan, maka Indonesia akan dapat masuk ke
dalam 5 besar ekonomi dunia pada Tahun 2045 dengan produk domestik bruto
sebesar $7 triliun dolar Amerika Serikat dengan pendapatan per kapita sebesar
Rp27 juta per bulan.

Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis Cipta


Kerja yang memerlukan keterlibatan semua pihak yang terkait, dan terhadap
hal tersebut perlu menyusun dan menetapkan Undang-Undang tentang Cipta
Kerja dengan tujuan untuk menciptakan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat
Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dalam
rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak.

7
2.3 Cakupan UU Cipta Kerja

Undang-Undang tentang Cipta Kerja mencakup yang terkait dengan:

a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;


b. peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja;
c. kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan Koperasi dan UMK-M;
dan peningkatan investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis
nasional. Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui
pengaturan terkait dengan peningkatan ekosistem investasi dan
kegiatan berusaha paling sedikit memuat pengaturan mengenai:
penyederhanaan Perizinan Berusaha, persyaratan investasi, kemudahan
berusaha, riset dan inovasi, pengadaan lahan, dan kawasan ekonomi.

Penyederhanaan Perizinan Berusaha melalui penerapan Perizinan


Berusaha berbasis risiko merupakan metode standar berdasarkan tingkat risiko
suatu kegiatan usaha dalam menentukan jenis Perizinan Berusaha dan
kualitas/frekuensi pengawasan.

Perizinan Berusaha dan pengawasan merupakan instrumen Pemerintah


Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mengendalikan suatu kegiatan usaha.
Penerapan pendekatan berbasis risiko memerlukan perubahan pola pikir
(change management) dan penyesuaian tata kerja penyelenggaraan layanan
Perizinan Berusaha (business process re-engineering) serta memerlukan
pengaturan (re-design) proses bisnis Perizinan Berusaha di dalam sistem
Perizinan Berusaha secara elektronik. Melalui penerapan konsep ini,
pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha dapat lebih efektif dan sederhana
karena tidak seluruh kegiatan usaha wajib memiliki izin, di samping itu
melalui penerapan konsep ini kegiatan pengawasan menjadi lebih terstruktur
baik dari periode maupun substansi yang harus dilakukan pengawasan.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait


dengan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja paling sedikit
memuat pengaturan mengenai: perlindungan pekerja untuk pekerja dengan
perjanjian waktu kerja tertentu, perlindungan hubungan kerja atas pekerjaan

8
yang didasarkan alih daya, perlindungan kebutuhan layak kerja melalui upah
minimum, perlindungan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja,
dan kemudahan perizinan bagi tenaga kerja asing yang memiliki keahlian
tertentu yang masih diperlukan untuk proses produksi barang atau jasa.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait


dengan kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMK-M paling sedikit
memuat pengaturan mengenai: kemudahan pendirian, rapat anggota, dan
kegiatan usaha koperasi, dan kriteria UMK-M, basis data tunggal UMK-M,
pengelolaan terpadu UMK-M, kemudahan Perizinan Berusaha UMK-M,
kemitraan, insentif, dan pembiayaan UMK-M.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait


dengan peningkatan investasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan
percepatan proyek strategis nasional paling sedikit memuat pengaturan
mengenai: pelaksanaan investasi Pemerintah Pusat melalui pembentukan
lembaga pengelola investasi dan penyediaan lahan dan perizinan untuk
percepatan proyek strategis nasional.

Dalam rangka mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja tersebut


diperlukan pengaturan mengenai penataan administrasi pemerintahan dan
pengenaan sanksi.

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan strategis penciptaan kerja


beserta pengaturannya, diperlukan perubahan dan penyempurnaan berbagai
Undang-Undang terkait. Perubahan Undang-Undang tersebut tidak dapat
dilakukan melalui cara konvensional dengan cara mengubah satu persatu
Undang-Undang seperti yang selama ini dilakukan, cara demikian tentu sangat
tidak efektif dan efisien serta membutuhkan waktu yang lama.

9
2.4 Ruang Lingkup UU ini

Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi:

1. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

2. ketenagakerjaan;

3. kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;

4. kemudahan berusaha;

5. dukungan riset dan inovasi;

6. pengadaan tanah;

7. kawasan ekonomi;

8. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;

9. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan

10. pengenaan sanksi.

Pada dasarnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri merupakan


aturan baku untuk kedua belah pihak, baik pengusaha maupun karyawan, yang
diterbitkan agar proses bisnis yang melibatkan keduanya berjalan seimbang.
Tentu, dalam praktek nya, regulasi baku ini wajib jadi panduan utama terkait
hak dan kewajiban masing-masing pihak. Undang-Undang ketenagakerjaan
sendiri juga mengalami berbagai perubahan dan revisi sesuai dengan evaluasi
yang terjadi di lapangan.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa regulasi ini mengatur hak


dan kewajiban masing-masing pihak, pada artikel ini akan sedikit dibahas
mengenai hak kedua belah pihak. Tentu, sebagai pemilik perusahaan atau
bagian HR yang berurusan langsung dengan karyawan Anda perlu memahami
dan mencermati regulasi ini. Selain sebagai pengetahuan dasar dalam
berbisnis, regulasi ini juga penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan.

10
2.5 Hak Karyawan Perusahaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

Secara singkat, perusahaan memiliki hak yang tercantum


dalam uraian Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak tersebut antara lain adalah
sebagai berikut.

1. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan.


2. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga
kerja dengan tujuan mencapai target.
3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah
disepakati sebelumnya.

Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki
perusahaan atau pengusaha. Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang
rinci jika dilihat pada regulasi baku yang tertulis.

2.6 Hak Karyawan Lainnya

Di sisi lain, karyawan atau pekerja juga memiliki hak yang


dicantumkan dalam regulasi tersebut. Menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan, karyawan setidaknya memiliki beberapa hak berikut ini.

Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja

Dalam regulasi disebutkan bahwa setiap karyawan berhak menjadi


anggota atau membentuk serikat tenaga kerja. Setiap karyawan diperbolehkan
untuk mengembangkan potensi kerja sesuai dengan minat dan bakat.
Karyawan juga mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal keselamatan,
kesehatan, moral, kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan kemanusiaan.

Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 104, terkait
serikat pekerja dan UU Nomor 21 tahun 2000 mengenai serikat pekerja.

11
Jaminan sosial dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga


kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan sebagainya.

Karyawan juga berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang


kecelakaan kerja, kematian, hari tua hingga pemeliharaan kesehatan. Sekarang
ini, implementasi hak karyawan bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa
BPJS. Anda sebagai pemilik perusahaan atau pemberi kerja wajib
mendaftarkan setiap karyawan sebagai anggota BPJS dalam rangka
pemenuhan hak ini.

Jaminan Kesehatan (JKN) adalah program jaminan sosial yang


diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan
prinsip ekuitas dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan.

Hak karyawan yang satu ini tercantum dalam Undang-Undang


Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, UU Nomor 03 tahun 1992, UU
Nomor 01 tahun 1970, Ketetapan Presiden Nomor 22 tahun 2993, Peraturan
Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 1993
dan Nomor 1 tahun 2998.

Menerima Upah yang Layak

Tercantum dalam Permen Nomor 1 tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, UU


Nomor 13 tahun 2003, PP tahun 1981, Peraturan Menteri Nomor 01 tahun
1999 dan paling baru adalah Per Menaker Nomor 1 tahun 2017.

Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah resmi


diundangkan setelah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin
(2/11/2020). Setelah diundangkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta

12
Kerja memiliki kewenangan untuk mengubah aturan-aturan yang telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya. Salah satunya adalah
mengenai pengupahan, yang sebelumnya tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. UU Ketenagakerjaan memiliki aturan turunan
tentang pengupahan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015
tentang Pengupahan.

Massa dari berbagai organisasi buruh melakukan aksi unjuk rasa di


depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Sabtu
(10/11/2017). Buruh menolak upah minimum provinsi DKI Jakarta 2018 yang
telah ditetapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Setelah diundangkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


memiliki kewenangan untuk mengubah aturan-aturan yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan sebelumnya. Salah satunya adalah mengenai
pengupahan, yang sebelumnya tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. UU Ketenagakerjaan memiliki aturan turunan
tentang pengupahan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015
tentang Pengupahan. Dikutip dari salinan resmi UU Cipta Kerja yang bisa
diunduh di laman Kementerian Sekretariat Negara (Setneg), UU Cipta Kerja
Bab IV telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan,
termasuk yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja Resmi Berlaku, Ini Sejumlah
Pasal yang Disoroti Pekerja ,Beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan
yang diubah oleh UU Cipta Kerja adalah sebagai berikut:

1. Jenis upah dikurangi

Ketentuan Pasal 88 ayat (3) dalam UU Ketenagakerjaan diubah oleh


UU Cipta Kerja sehingga berbunyi sebagai berikut. Kebijakan pengupahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: upah minimum; struktur dan
skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak
melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran
upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar
perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

13
Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan, Pasal 88 ayat (3) berbunyi
sebagai berikut. Ketenagakerjaan, termasuk yang berkaitan dengan
pengupahan. Dalam UU Cipta Kerja, terdapat beberapa poin yang hilang dari
UU Ketenagakerjaan, yaitu poin tentang upah karena tidak masuk kerja karena
berhalangan, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah
untuk pembayaran pesangon, dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

2. Komponen hidup layak tidak dimasukkan

Dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 88 ayat (4) ketentuan tentang


penetapan upah minimum bagi pekerja berbunyi sebagai berikut.

Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)


huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan mem-perhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Sementara dalam UU Cipta Kerja, ketentuan tentang penetapan upah


minimum diatur dalam Pasal 88D, yang sebelumnya tidak ada dalam UU
Ketenagakerjaan, dan berbunyi sebagai berikut. sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula
perhitungan upah minimum.

(1) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. (2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum diatur dalam
Peraturan Pemerintah. (3) Perbedaan standar penetapan upah minimum antara
UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja adalah pada poin kebutuhan
hidup layak. UU Ketenagakerjaan menyebut bahwa salah satu standar
penetapan upah minimum adalah berdasarkan kebutuhan hidup layak, namun
UU Cipta Kerja meniadakan poin tersebut dalam ketentuan penetapan upah
minimum.

14
3. Masa kerja tidak dipertimbangkan

Dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 92 ketentuan tentang penyusunan


struktur dan skala upah bagi pekerja berbunyi sebagai berikut. Pengusaha
menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan,
masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Pengusaha melakukan peninjauan
upah secara berkala dengan mem-perhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas. Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Sementara dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dalam Pasal 92 diubah


hingga berbunyi sebagai berikut.

Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan


dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Struktur
dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan
upah. Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Perbedaan penyusunan struktur dan skala upah antara UU


Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja adalah pada pertimbangan golongan,
jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi pekerja.

UU Ketenagakerjaan menyebut bahwa penyusunan struktur dan skala


upah haru memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan
kompetensi pekerja. Namun, UU Cipta Kerja meniadakan pertimbangan
tersebut dan melimpahkan penyusunan struktur serta skala upah hanya
berdasarkan kemampuan dan produktivitas perusahaan.

Membuat Perjanjian Kerja atau PKB

Hak karyawan atau pekerja ini tercantum dalam Undang-Undang


Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan juga Undang-Undang Nomor 21
tahun 2000. Karyawan yang telah tergabung dalam serikat pekerja memiliki
hak untuk membuat Perjanjian Kerja yang dilaksanakan berdasarkan proses
musyawarah.

15
Dalam ketentuan 124 UU No.13 Tahun 2003, Ketentuan dalam
perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Di dalam penjelasannya disebutkan, Yang
dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. berlaku adalah kualitas dan kuantitas isi perjanjian kerja
bersama tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundangan-undangan. PKB
juga memiliki sifat Dirigisme untuk mengatur syaker dan perlindungan bagi
pekerja yang ada di lingkup perusahaan, termasuk para Pekerja PKWT, harian,
magang, OS dan lainnya sehingga harapannya dapat melaksanakan fleksibitas
hubungan kerja di perusahaan yang eksploitatif.

secara normatif hal ini kita juga dapat melihat dalam ketentuan berikut
ini:Pasal 118 UU No.13 Tahun 2003, Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat
dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh
pekerja/buruh di perusahaan. Pasal 127 UU No.13 Tahun 2003, Perjanjian
kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan
dengan perjanjian kerja bersama.

Pasal 128 UU No.13 Tahun 2003, Dalam hal perjanjian tidak memuat
aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama maka yang berlaku
adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.

PKB diperlukan untuk regulasi regulasi dan ketentuan yang masih


bersifat Umum dan berfungsi sebagai sarana membangun hubungan industri
yang baik di perusahaan.

Berdasarkan hakikat, konsepsi, kedudukan dan peran penting PKB


tersebut sudah waktunya Serikat Pekerja menjadikan PKB sebagai salahsatu
perjuangan utama Serikat, dengan memanfaatkan semua sumberdaya yang
dimiliki organisasi. terlebih dahulu menghadapi Omnibus Law UU Cipta kerja
dan semua aturan turunannya.

16
Hak Atas Perlindungan Keputusan PHK Tidak Adil

Hak ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Tenaga


Kerja Nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Setiap karyawan berhak
mendapat perlindungan dan bantuan dari Pemerintah melalui Dinas Tenaga
Kerja bilamana mengalami PHK secara tidak adil.

Hak Karyawan Perempuan seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

Secara umum hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal
76 Ayat 2 yang menyatakan bahwa perusahaan atau pengusaha dilarang
memperkerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya
dan dirinya sendiri.

Selain poin tersebut, pada Pasal 82 Ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003


juga menyebutkan perihal hak cuti keguguran. Selanjutnya pada UU Nomor 3
tahun 1992 mengatur tentang hak biaya persalinan yang bisa didapat oleh
karyawan. Pada Pasal 83 UU Nomor 13 tahun 2003 juga masih membicarakan
mengenai hak karyawan perempuan yakni terkait hak menyusui. Terakhir
adalah hak cuti menstruasi yang diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 13 tahun
2003.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan cuti haid telah diatur dan


merupakan cuti yang berhak diambil oleh pekerja perempuan. Dalam UU
Ketenagakerjaan 13/2003 pasal 93 ayat (2) berbunyi: Pengusaha wajib
membayar upah apabila pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari
pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
Berdasarkan aturan ini jelas bahwa pekerja perempuan yang mengambil hak
cuti haid akan tetap mendapatkan upah penuh.

Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti dan Libur

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79, hak ini


dicantumkan secara jelas. Perusahaan wajib memberi waktu istirahat dan cuti
pada setiap karyawan. Secara jelas misalnya, terkait waktu istirahat,
disebutkan bahwa karyawan memiliki hak untuk mendapatkan istirahat antara

17
jam kerja minimal setengah jam setelah bekerja selama empat jam. Dengan
mengetahui hak setiap pihak, tentu bisa menentukan langkah strategis dan
pengambilan keputusan yang melibatkan perusahaan dan karyawan di
dalamnya. Seperti misalnya dalam pengaturan pemberian hak cuti dan libur,
bisa merundingkan serta mendiskusikan hak karyawan berkenaan dengan cuti
dan libur.

Jam Kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat


dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di
sektor swasta diatur dalam pasal 77 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang
Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 dan Undang-Undang No.13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, tiap pekerja juga berhak atas istirahat
antara jam kerja dalam sehari.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, oleh
karena itu negara perlu melakukan berbagai upaya atau tindakan untuk memenuhi
hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prinsipnya
merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah upaya perubahan pengaturan yang
berkaitan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha
mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan
proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan
pekerja dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektor yang belum
mendukung terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta kerja,
sehingga diperlukan terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu Undang-Undang
secara komprehensif

3.2 SARAN

Demi kesempurnaan penulisan makalah ini, saya berharap bapak dosen dan atau
juga bagi pembaca makalah ini mau menyampaikan sumbangsih berupa saran
dan kritik terhadap makalah saya ini. Terimakasih.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. UU No. 12 tahun 1948 tentang Kerja;


2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/hak-pekerja-perempuan/cuti-haid

https://disnakertrans.ntbprov.go.id/hak-hak-perusahaan-dan-karyawan-dalam-
undang-undang-ketenagakerjaan/

https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/uu-cipta-kerja-ketentuan-
waktu-kerja-lembur-istirahat-dan-cuti-tahunan

https://spkep-spsi.org/2021/08/22/perundingan-pkb-di-tengah-pemberlakuan-uu-
cipta-kerja/

20

Anda mungkin juga menyukai