Rapat dilaksanakan di Wiswa Sabha Pratama, Kantor Gubernur Bali yang dipimpin
oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Provinsi Bali didampingi oleh Kepala Biro
Hukum Setda Provinsi Bali, Kepala Bidang Hukum, Kementerian Hukum dan HAM Bali,
Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan Provinsi, Kepala Sub Bagian
Pendokumentasian Produk Hukum dan Naskah Hukum Lainnya beserta staf dan
Kepala Sub Bagian Fasilitasi Penyusunan Produk Hukum Pengaturan beserta
staf.Tujuan dari rapat tersebut adalah untuk melakukan Pemetaan dan Identifikasi
Rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Peraturan Gubernur dalam rangka
sinkronisasi dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja dan untuk percepatan perubahan terhadap Propemperda Tahun 2021 dan
Propempergub Tahun 2021.
berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa perda dan pergub
yang berdampak untuk lebih di cermati lagi dan segera ditindaklanjuti, namun, perlu
juga dipertimbangkan mengingat waktu yang sangat singkat untuk menindaklanjutinya,
untuk perangkat daerah terkait segera menyampaikan hasil rancangan perda dan
pergub paling lambat awal bulan juni dan Kementerian Hukum dan HAM Bali agar
membantu proses harmonisasi Rancangan dimaksud.
SURABAYA – Kanwil Kumham Jatim kembali menerima konsultasi dan koordinasi
terkait pembentukan peraturan daerah (perda). Hari ini (20/4) rombongan dari DPRD
dan Pemkab Pamekasan berkunjung untuk membahas beberapa perda. Tim
Perancang Peraturan Perundang-undangan menitikberatkan kesesuaian perda dengan
UU Cipta Kerja.
Rapat yang digelar di Ruang Rapat Law and Human Rights Centre itu dipimpin Kabid
Hukum Hari Nasiroedin. Dia diampingi tim perancang per-UU dengan zonasi
Pamekasan. Kegiatan tersebut dihadiri oleh anggota Pansus DPRD Pamekasan dan
OPD Pemrakasa.
Salah satu yang dibahas dalam forum tersebut adalah Perda Nomor 19 Tahun 2019
tentang perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan
bangunan gedung. Salah satu anggota perancang per-UU Anang Wahyu Widodo
menjelaskan bahwa secara kewenangan, pemerintah daerah bisa membentuk suatu
produk hukum daerah. Namun, dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja, maka
setiap produk hukum daerah harus disesuaikan PP No.16 tahun 2021 dalam mengatur
pelakasanaan Undang-undang tentang bangunan gedung. “Di dalam peraturan daerah
perubahan perlu adanya penyesuaian dengan PP bangunan gedung, sehingga perda
yang ada ini perlu dicabut dan disesuaikan dengan PP No.16 tahun 2021,” ujarnya.
Selain itu, forum juga membahas beberapa perda yang perlu penyesuaian dengan
peraturan yang terbaru. Diantaranya Perda Kabupaten Pamekasan Nomor 4 Tahun
2019 tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan.
Yang memerlukan adanya suatu kewenangan yang akan diatur adalah penemuan
komitmen pada pembinaan dan pengawasan.
Setelah itu ada juga Perda Nomor 2 tahun 2017 tentang badan usaha milik desa.
Perancang Per-UU Ahli Muda Chaerulli menyatakan bahwa pendaftaran badan usaha
milik desa posisinya terletak di Kemenkumham. Namun, pada PP Nomor 11 Tahun
2021 ada syarat tambahan yaitu perlu adanya musyawarah desa di dalam pemenuhan
membuat rencana kerja. “Peraturan daerah ini perlu dicabut dan disusun kembali
dengan mengacu PP Nomor 11 Tahun 2021,” urainya.
Dikenal dengan Omnibuslaw, UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan
Undang-Undang yang fenomenal. Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Ciptaker
disusun dengan kecepatan tinggi dan memunculkan pro dan kontra. Ada
ketersinggungan di sana-sini, namun UU Ciptaker tetap melaju kencang dan disahkan.
Implementasi dari UU Cipta Kerja inipun disambut positif dan negatif. Panjangnya UU
ini memungkinkan kita untuk tidak membaca dan memahaminya, saking sulitnya, jika
bukan ahli. Dan rasa-rasanya memang UU ini disebabkan oleh penyakit lama birokrasi
kekuasaan yang sangat akut.
Cipta Kerja dalam UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah upaya penciptaan
kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha
mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan
berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.
Hal yang menjadi urgent sehingga ada UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah
upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan
ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan
perlindungan dan kesejahteraan pekerja dilakukan melalui perubahan Undang-Undang
sektor yang belum mendukung terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan
cipta kerja, sehingga diperlukan terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu Undang-Undang
secara komprehensif.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan Presiden Joko
Widodo di Jakarta pada tanggal 2 November 2020. Undang-Undang Nomor 11 tahun
2020 tentang Cipta Kerja diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 2
November 2020 di Jakarta.
Latar Belakang
Dasar Hukum
Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, adalah:
1. Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 22D
ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam;
a. jumlah angkatan kerja yang bekerja tidak penuh atau tidak bekerja masih cukup
tinggi yaitu sebesar 45,84 juta yang terdiri dari: 7,05 juta pengangguran, 8,14
juta setengah penganggur, 28,41 juta pekerja paruh waktu, dan 2,24 juta
angkatan kerja baru (jumlah ini sebesar 34,3% dari total angkatan kerja,
sementara penciptaan lapangan kerja masih berkisar sampai dengan 2,5 juta
per tahunnya);
b. jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 70,49 juta
orang (55,72% dari total penduduk yang bekerja) dan cenderung menurun,
dengan penurunan terbanyak pada status berusaha dibantu buruh tidak tetap;
c. dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja.
Pemerintah Pusat telah berupaya untuk perluasan program jaminan dan bantuan sosial
yang merupakan komitmen dalam rangka meningkatkan daya saing dan penguatan
kualitas sumber daya manusia, serta untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan
dan ketimpangan pendapatan. Dengan demikian melalui dukungan jaminan dan
bantuan sosial, total manfaat tidak hanya diterima oleh pekerja, namun juga dirasakan
oleh keluarga pekerja.
Terhadap hal tersebut Pemerintah Pusat perlu mengambil kebijakan strategis untuk
menciptakan dan memperluas kerja melalui peningkatan investasi, mendorong
pengembangan dan peningkatan kualitas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Untuk dapat meningkatkan penciptaan dan perluasan kerja, diperlukan
pertumbuhan ekonomi stabil dan konsisten naik setiap tahunnya. Namun upaya
tersebut dihadapkan dengan kondisi saat ini, terutama yang menyangkut:
Dengan kondisi yang ada pada saat ini, pendapatan perkapita baru sebesar Rp4,6 juta
per bulan. Dengan memperhitungkan potensi perekonomian dan sumber daya manusia
ke depan, maka Indonesia akan dapat masuk ke dalam 5 besar ekonomi dunia pada
Tahun 2045 dengan produk domestik bruto sebesar $7 triliun dolar Amerika Serikat
dengan pendapatan perkapita sebesar Rp27 juta per bulan.
Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis Cipta Kerja yang
memerlukan keterlibatan semua pihak yang terkait, dan terhadap hal tersebut perlu
menyusun dan menetapkan Undang-Undang tentang Cipta Kerja dengan tujuan untuk
menciptakan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan
yang layak. Undang-Undang tentang Cipta Kerja mencakup yang terkait dengan:
Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bukan
format asli (dalam beberapa post):
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ruang lingkup
Undang-Undang ini mengatur kebijakan strategis Cipta Kerja yang meliputi:
Pasal 5
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang
diatur dalam undang-undang terkait.
BAB III
PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Bagian Kedua
Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
Paragraf 2
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Rendah
Pasal 8
Paragraf 3
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Menengah
Pasal 9
Pasal 10
Paragraf 5
Pengawasan
Pasal 11
Paragraf 6
Peraturan Pelaksanaan
Pasal 12
Bagian Ketiga
Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
Paragraf 1
Umum
Pasal 13
Paragraf 2
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Pasal 14
1. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 huruf a merupakan kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya
dengan RDTR.
2. Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RDTR dalam bentuk
digital dan sesuai standar.
3. Penyediaan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan standar dan dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi
kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR.
4. Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam sistem Perizinan Berusaha
secara elektronik.
5. Dalam hal Pelaku Usaha mendapatkan informasi rencana lokasi kegiatan
usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai dengan RDTR,
Pelaku Usaha mengajukan permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang untuk kegiatan usahanya melalui sistem Perizinan Berusaha secara
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mengisi koordinat
lokasi yang diinginkan untuk memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang.
6. Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pelaku Usaha mengajukan permohonan
Perizinan Berusaha.
Pasal 15
Pasal 16