TENTANG
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN ASAS
(6)
Pasal 2
Pasal 3
BAB III
SASARAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 4
Pasal 5
BAB IV
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
BAB V
BIDANG USAHA DAN BENTUK BADAN USAHA
Bagian Kesatu
Bidang Usaha
Pasal 9
Pasal 10
Bagian Kedua
Bentuk Badan Usaha
Pasal 11
(1) PMDN dapat dilakukan dalam bentuk:
c. usaha Perseorangan;
d. badan usaha yang berbadan hukum; atau
e. badan usaha yang tidak berbadan hukum;
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) PMA harus dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik
Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
BAB VI
PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA
Pasal 12
(1) Setiap penanam modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib
memenuhi Perizinan Berusaha di Daerah berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat
(2) Perizinan Berusaha di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
b. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan
c. Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha
(3) Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf a meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang,
persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan
sertifikat laik fungsi
(4) Perizinan Berusaha Berbasis Resiko yang menjadi kewenangan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yang
diselenggarakan di daerah terdiri atas sektor:
a. perikanan;
b. pertanian;
c. lingkungan hidup dan kehutanan;
d. perindustrian;
e. perdagangan;
f. pekerjaan umum;
g. Perumahan rakyat ;
h. transportasi;
i. kesehatan, obat dan makanan;
j. Pendidikan dan kebudayaan;
k. pariwisata;
(10)
Pasal 13
Pasal 14
Pemerintah Pusat menyusun dan menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha pada setiap sektor dan
menjadi acuan tunggal bagi pelaksanaan pelayanan Perizinan
Berusaha oleh Pemerintah Daerah
BAB VII
PENGEMBANGAN IKLIM PENANAMAN MODAL
Pasal 15
Pasal 16
a. pengklasifikasian;
b. penghapusan;
c. penggabungan;
d. perubahan nomenklatur; atau
e. penyesuaian persyaratan.
(4) Deregulasi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh:
a. Bupati dengan menugaskan Bagian Hukum; dan
b. DPRD dengan menugaskan Badan Pembentukan Peraturan
Daerah.
(5) Dalam melaksanakan deregulasi penanaman modal, Bupati dan
DPRD melibatkan DPMPTSP.
(6) Hasil deregulasi penanaman modal yang dilakukan oleh Bupati dan
DPRD, dijadikan dasar untuk mengusulkan perubahan atau
pencabutan produk hukum Daerah.
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
(12)
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
BAB VIII
PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 24
(1) Dalam rangka meningkatkan penanaman modal di Daerah,
Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitas penanaman modal
(13)
Bagian Kedua
Bentuk Insentif dan Kemudahan
Pasal 25
Bagian Ketiga
Kriteria Pemberian Insentif dan Kemudahan
Pasal 26
Pemberian insentif dan kemudahan diberikan kepada penanam modal
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. menyerap banyak tenaga kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan,
atau daerah lain yang dianggap perlu;
g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi;
j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau
peralatan yang diproduksi di dalam negeri; dan/atau
k. termasuk pengembangan usaha pariwisata.
Pasal 27
BAB IX
PROMOSI PENANAMAN MODAL
Pasal 28
BAB X
Pasal 29
BAB XI
KETENAGAKERJAAN
Pasal 30
Pasal 31
(16)
BAB XII
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNGJAWAB PENANAM MODAL
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
BAB XIII
KEMITRAAN
Pasal 35
(1) Penanam modal pada bidang usaha yang terbuka dapat melakukan
kerja sama kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah dan
koperasi.
(2) Dalam hal penanam modal melaksanakan kemitraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten dapat memfasilitasi
kerja sama antara penanam modal dengan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi.
Pasal 36
BAB XIV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 37
BAB XV
PENGAWASAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO
Pasal 38
Pasal 39
BAB XVI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 40
Pasal 41
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanaman Modal Di
Kabupaten Kediri dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 43
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Timur.
Ditetapkan di Kediri
pada tanggal
BUPATI KEDIRI,
...........................................
Diundangkan di Kediri
Pada tanggal……………..
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KEDIRI,
ttd.
………………………………………….
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI
NOMOR …. TAHUN …..
TENTANG
PENANAMAN MODAL
I. UMUM
Kebijakan-kebijakan pro investasi diperlukan untuk meningkatkan
iklim investasi di Indonesia, maupun di Kabupaten Kediri secara khusus.
Jika mengacu pada indikator kemudahan berbisnis (Ease of Doing
Business) Indonesia yang terus meningkat maka artinya iklim investasi di
Indonesia dinilai cukup kondusif bagi para pengusaha. Sejak 2017 hingga
2019 peringkat kemudahan berbisnis Indonesia naik signifikan dari 106 di
tahun 2016 meningkat ke posisi 91 pada 2017 dan kembali naik ke posisi
72 pada tahun 2018 dan bertahan di posisi yang sama pada tahun 2019.
Upaya meningkatkan kebijakan pro investasi tidak hanya diperlukan
di konteks nasional tetapi juga di daerah. Pemerintah kabupaten/kota
berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga
menangani urusan penanaman modal.
Untuk konteks Kabupaten Kediri, penyelenggaraan penanaman modal
perlu diatur dalam Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal yang
mengakomodir perubahan signifikan dalam regulasi terkait investasi.
Legislasi terbaru di tahun 2020, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja, juga mengatur persoalan penanaman modal dari berbagai aspek.
Situasi tersebut mendorong perlunya Peraturan Daerah Kabupaten Kediri
tentang Penanaman Modal yang nantinya dapat ditindaklanjuti dalam
berbagai peraturan pelaksana.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" adalah asas
dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar
dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang
penanaman modal.
(21)
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah asas yang
terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
kegiatan penanaman modal.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
penyelenggaraan penananam modal harus
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas perlakuan yang sama" adalah
asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kemudahan berusaha” adalah
kemudahan bagi Pelaku Usaha untuk melaksanakan
penanaman modal tanpa dihalangi oleh prosedur birokrasi.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang
mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-
sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah
asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan
mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk
mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya
saing.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas
yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin
kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan,
baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan"
adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan
pemeliharaan lingkungan hidup.
(22)
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah asas
penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak
menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya
pertumbuhan ekonomi.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
(23)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
(24)
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 26
(25)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
(26)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
(27)