Anda di halaman 1dari 20

SALINAN

WALI KOTA BANDAR LAMPUNG


PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG


NOMOR 8 TAHUN 2022

TENTANG

PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA BANDAR LAMPUNG,

Menimbang : a. bahwa untuk memberikan kepastian hukum


dalam berusaha, meningkatkan ekosistem
investasi dan kegiatan berusaha serta menjaga
kualitas perizinan yang dapat
dipertanggungjawabkan, perlu didukung
penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah
yang cepat, mudah, terintegrasi, transparan,
efisiensi, efektif, dan akuntabel;
b. bahwa penyelenggaraan perizinan berusaha di
daerah dilaksanakan secara terintegrasi melalui
elektronik berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas,
perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang
Penetapan Undang-Undang Darurat No. 4
Tahun 1956 (Lembaran-Negara Tahun 1956
No. 55), Undang-Undang Darurat No. 5
Tahun 1956 (Lembaran-Negara Tahun 1956
No. 56), dan Undang-Undang Darurat No. 6
Tahun 1956 (Lembaran-Negara Tahun 1956
No. 57) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II
Termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah
Tingkat I Sumatera Selatan, Sebagai Undang-
Undang (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821);
-2-

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang


Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5952);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1l
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1983
tentang Perubahan Nama Kotamadya Daerah
Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung menjadi
Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3254);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5357);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6322);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6617);
-3-

10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021


tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Di
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6618);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021
tentang Kemudahan, Perlindungan, dan
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6619);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6628);
13. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 221);
14. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang
Bidang Usaha Penanaman Modal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 61)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 49 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10
Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 128);
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1956);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25
Tahun 2021 tentang Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 885);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG
dan
WALI KOTA BANDAR LAMPUNG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN


PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH.
-4-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kota Bandar Lampung.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota
Bandar Lampung.
3. Wali Kota adalah Wali Kota Bandar Lampung.
4. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya
disingkat OPD adalah unsur pembantu Wali Kota
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah.
5. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu yang selanjutnya disebut DPMPTSP
adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kota Bandar Lampung.
6. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya
disebut PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi
dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahapan
permohonan sampai dengan tahap penyelesaian
produk pelayanan melalui satu pintu.
7. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan Perundang-undangan.
8. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang
diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai
dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
9. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah
Perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko
kegiatan usaha.
10. Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko adalah kegiatan perizinan berusaha di
daerah yang proses pengelolaannya secara
elektronik mulai dari tahap permohonan sampai
dengan terbitnya dokumen yang dilakukan secara
terpadu dalam satu pintu.
11. Risiko adalah potensi terjadinya cedera atau
kerugian dari suatu bahaya atau kombinasi
kemungkinan dan akibat bahaya.
12. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau
badan usaha yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan pada bidang tertentu.
13. Persetujuan Lingkungan adalah keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan
-5-

kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup


yang telah mendapatkan persetujuan dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
14. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan
yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung
untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan gedung sesuai dengan standar teknis
bangunan gedung.
15. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Online Single Submission yang
selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem
elektronik terintegrasi yang dikelola dan
diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk
penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko.
16. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS
selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga
pemerintah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang koordinasi penanaman
modal.
17. Sistem Aplikasi Berbasis Teknologi Informasi
Berkelanjutan yang selanjutnya disebut Sai Betik
adalah aplikasi yang digunakan Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Bandar Lampung untuk melayani perizinan
non berusaha secara elektronik.
18. Pembinaan adalah upaya sistematis dan
berkesinambungan untuk meningkatkan
komitmen, kesadaran hukum dan kinerja yang
lebih baik dalam melaksanakan kewajiban dan
perintah dalam Perizinan Berusaha sesuai dengan
standar teknis dan Peraturan Perundang-
undangan.
19. Pengawasan adalah upaya untuk memastikan
pelayanan kegiatan usaha sesuai dengan Standar
Pelaksanaan Kegiatan Usahan yang dilakukan
pendekatan berbasis Risiko dan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh Pelaku Usaha.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:


a. penyelenggaraan Perizinan Berusaha;
b. pelaksanaan Perizinan Berusaha;
c. tata hubungan kerja;
d. pelaporan penyelenggaraan Perizinan Berusaha;
-6-

e. Pembinaan dan Pengawasan;


f. pendanaan; dan
g. sanksi administrasif.

BAB III
PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA

Pasal 3

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pelayanan


Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelenggaraan pelayanan Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh DPMPTSP.

BAB IV
PELAKSANAAN PERIZINAN BERUSAHA

Bagian Kesatu
Perizinan Berusaha

Paragraf 1
Umum

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah


dilakukan untuk meningkatkan ekosistem
investasi dan kegiatan berusaha.
(2) Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan
berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
b. persyaratan dasar Perizinan Berusaha; dan
c. Perizinan Berusaha sektor dan kemudahan
persyaratan investasi.
(3) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, persyaratan
dasar Perizinan Berusaha, Perizinan Berusaha
sektor dan kemudahan persyaratan investasi
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan peraturan
perundang-undangan dibidang tata ruang,
lingkungan hidup, dan bangunan gedung.

Pasal 5

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dilakukan
berdasarkan penetapan tingkat Risiko dan peringkat
skala usaha kegiatan usaha.
-7-

Paragraf 2
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Pasal 6

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dilakukan dengan


klasifikasi sebagai berikut:
a. kegiatan usaha berisiko rendah;
b. kegiatan usaha berisiko menengah rendah;
c. kegiatan usaha berisiko menengah tinggi;
d. kegiatan usaha berisiko tinggi.

Pasal 7

(1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha


berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf a berupa pemberian Nomor Induk
Berusaha yang merupakan legalitas pelaksanaan
kegiatan berusaha.
(2) Nomor Induk Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan bukti registrasi atau
pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan
kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku
Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.

Pasal 8

(1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha


berisiko menengah rendah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b berupa
pemberian:
a. Nomor Induk Berusaha, dan
b. sertifikat standar.
(2) Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b merupakan pernyataan Pelaku
Usaha untuk memenuhi standar usaha dalam
melakukan kegiatan usaha yang diberikan melalui
Sistem OSS.

Pasal 9

(1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha


berisiko menengah tinggi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf c berupa pemberian:
a. Nomor Induk Berusaha; dan
b. sertifikat standar.
(2) Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b merupakan sertifikat standar
pelaksanaan kegiatan usaha yang diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan hasil verifikasi
pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha.
-8-

Pasal 10

(1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha


berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 6 huruf d berupa pemberian:
a. Nomor Induk Berusaha; dan
b. Izin.
(2) Dalam hal kegiatan usaha berisiko tinggi
memerlukan pemenuhan standar usaha dan
standar produk, Pemerintah Daerah menerbitkan
sertifikat standar usaha dan sertifikat standar
produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan
standar.

Pasal 11

Verifikasi pemenuhan standar sebagaimana dimaksud


dalam pada Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 10 ayat (2)
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dapat
menugaskan lembaga atau profesi ahli yang
bersertifikasi atau terakreditasi.

Paragraf 3
Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha

Pasal 12

Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi:
a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
b. Persetujuan Lingkungan; dan
c. Persetujuan Bangunan Gedung dan sertifikat laik
fungsi.

Paragraf 4
Perizinan Berusaha Sektor dan Kemudahan Persyaratan Investasi

Pasal 13

Perizinan Berusaha sektor sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c yang diselenggarakan di
Daerah terdiri atas sektor:
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian;
c. lingkungan hidup dan kehutanan;
d. perindustrian;
e. perdagangan;
f. pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
g. transportasi;
h. kesehatan, obat dan makanan;
i. pendidikan dan kebudayaan;
-9-

j. pariwisata;
k. pos, telekomunikasi, penyiaran, dan sistem dan
transaksi elektronik; dan
l. ketenagakerjaan.

Pasal 14

Dalam rangka meningkatkan ekosistem investasi dan


kegiatan berusaha pada sektor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, kepada Pelaku Usaha
diberikan kemudahan persyaratan investasi dan
Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Bagian Kedua
Manejemen Penyelenggaraan

Paragraf 1
Umum

Pasal 15

(1) DPMPTSP dalam melaksanakan pelayanan


Perizinan Berusaha wajib menerapkan
manajemen penyelenggaraan perizinan.
(2) Manajemen penyelenggaraan Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelaksanaan pelayanan;
b. pengelolaan pengaduan masyarakat;
c. pengelolaan informasi;
d. penyuluhan kepada masyarakat;
e. pelayanan konsultasi; dan
f. pendampingan hukum.

Paragraf 2
Pelaksanaan Pelayanan

Pasal 16

(1) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha oleh


DPMPTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2) huruf a sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai
penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko.
(2) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha
wajib menggunakan Sistem OSS yang dikelola
oleh Pemerintah Pusat terhitung sejak Sistem
OSS berlaku efektif sesuai dengan ketentuan
- 10 -

peraturan perundang-undangan mengenai


Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko.
(3) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi
dengan layanan khusus bagi kelompok rentan,
lanjut usia, dan penyandang disabilitas dalam
mendapatkan jasa pelayanan Perizinan
Berusaha.
(4) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan
sistem pendukung pelaksanaan Sistem OSS
sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
(5) Sistem pendukung pelaksanaan Sistem OSS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
digunakan oleh DPMPTSP melalui sistem
aplikasi Sai Betik.

Pasal 17

(1) Pelayanan Sistem OSS pada Perizinan Berusaha


di Daerah dilakukan secara mandiri oleh Pelaku
Usaha.
(2) Pelayanan secara mandiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
perangkat/fasilitas sendiri atau dapat
disediakan oleh DPMPTSP.
(3) Dalam hal pelayanan Sistem OSS pada
Perizinan Berusaha belum dapat dilaksanakan
secara mandiri, DPMPTSP melakukan:
a. pelayanan berbantuan; dan/atau
b. pelayanan bergerak.
(4) Pelayanan berbantuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dilakukan secara interaktif
antara DPMPTSP dan Pelaku Usaha.
(5) Pelayanan bergerak sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan
mendekatkan keterjangkauan pelayanan kepada
Pelaku Usaha dengan menggunakan sarana
transportasi atau sarana lainnya.

Pasal 18

(1) Pelayanan berbantuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a juga dilakukan
apabila pelayanan Sistem OSS:
a. belum tersedia; atau
b. terjadi gangguan teknis.
(2) Dalam hal diperlukan pelayanan berbantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPMPTSP
berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga
OSS agar pelayanan tetap berlangsung.
- 11 -

(3) Dalam hal pelayanan Sistem OSS belum tersedia


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
pelayanan berbantuan dilakukan dengan
tahapan:
a. Pelaku Usaha dapat mengajukan
permohonan Perizinan Berusaha secara
luring kepada petugas DPMPTSP;
b. petugas DPMPTSP menghubungkan
perizinan luring sebagaimana dimaksud
pada huruf a ke dalam sistem elektronik
pada DPMPTSP terdekat; dan
c. persetujuan atau penolakan diterbitkannya
dokumen Perizinan Berusaha
diinformasikan kepada Pelaku Usaha
melalui sarana komunikasi.
(4) Dalam hal pelayanan Sistem OSS terjadi
gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, pelayanan berbantuan harus
tersedia paling lama 1 (satu) hari sejak
dinyatakan terjadinya gangguan teknis.
(5) Pernyataan terjadinya gangguan teknis
pelayanan Sistem OSS sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan kepada masyarakat
oleh Kepala DPMPTSP.

Pasal 19

(1) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha oleh


DPMPTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2) huruf a tidak dipungut biaya.
(2) Perizinan Berusaha tertentu pada DPMPTSP
dikenakan retribusi Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) DPMPTSP tidak dibebani target penerimaan
retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).

Paragraf 3
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat

Pasal 20

(1) Pengelolaan pengaduan masyarakat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
huruf b, dilakukan secara cepat, tepat,
transparan, adil, tidak diskriminatif, dan tidak
dipungut biaya.
(2) Pengelolaan pengaduan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan tahapan:
a. menerima dan memberikan tanda terima;
- 12 -

b. memeriksa kelengkapan dokumen;


c. mengklasifikasi dan memprioritaskan
penyelesaian;
d. menelaah dan menanggapi;
e. menatausahakan;
f. melaporkan hasil; dan
g. memantau dan mengevaluasi.
(3) Durasi waktu pengelolaan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Pelaksanaan pengelolaan pengaduan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terintegrasi dengan kementerian/
lembaga dan OPD melalui Sistem OSS.

Pasal 21

(1) DPMPTSP wajib menyediakan sarana


pengaduan untuk mengelola pengaduan
masyarakat terkait pelayanan Perizinan
Berusaha.
(2) Sarana pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mudah diakses dan dijangkau
oleh masyarakat dengan mengupayakan
penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.

Paragraf 4
Pengelolaan Informasi

Pasal 22

(1) Pengelolaan informasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c, dilakukan
secara terbuka dan mudah diakses oleh
masyarakat.
(2) Pelaksanaan pengelolaan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), paling sedikit:
a. menerima permintaan layanan informasi;
dan
b. menyediakan dan memberikan informasi
terkait layanan Perizinan Berusaha.

Pasal 23

(1) Penyediaan dan pemberian informasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)
huruf b dilakukan melalui subsistem pelayanan
informasi Sistem OSS.
- 13 -

(2) Selain pelayanan informasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), DPMPTSP menyediakan
dan memberikan informasi antara lain:
a. profil kelembagaan OPD;
b. standar pelayanan Perizinan Berusaha di
Daerah; dan
c. penilaian kinerja PTSP.
(3) Layanan informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui media elektronik dan
media cetak.
(4) Penyediaan dan pemberian informasi kepada
masyarakat tidak dipungut biaya.
(5) Pelaksanaan pemberian informasi dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 5
Penyuluhan Kepada Masyarakat

Pasal 24

(1) Penyuluhan kepada masyarakat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d,
meliputi:
a. hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dan
masyarakat terhadap pelayanan Perizinan
Berusaha;
b. manfaat Perizinan Berusaha bagi
masyarakat;
c. persyaratan dan mekanisme layanan
Perizinan Berusaha;
d. waktu dan tempat pelayanan; dan
e. tingkat Risiko kegiatan usaha.
(2) Penyelenggaraan penyuluhan kepada
masyarakat dilakukan melalui:
a. media elektronik;
b. media cetak; dan/atau
c. pertemuan.
(3) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
oleh DPMPTSP berkoordinasi dengan OPD teknis
secara periodik.

Paragraf 6
Pelayanan Konsultasi

Pasal 25

(1) Pelayanan konsultasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e, paling sedikit:
- 14 -

a. konsultasi teknis jenis layanan Perizinan,


Perizinan Berusaha dan Nonperizinan;
b. konsultasi aspek hukum Perizinan
Berusaha; dan
c. pendampingan teknis.
(2) Pelayanan konsultasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan di ruang konsultasi yang
disediakan dan/atau daring.
(3) Layanan konsultasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh DPMPTSP
berkoordinasi dengan OPD teknis secara
interaktif.

Paragraf 7
Pendampingan Hukum

Pasal 26

(1) Pendampingan hukum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dilakukan dalam
hal terdapat permasalahan hukum dalam
proses dan pelaksanaan Perizinan yang
melibatkan DPMPTSP.
(2) Pendampingan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh OPD yang
membidangi hukum.

BAB V
TATA HUBUNGAN KERJA

Pasal 27

DPMPTSP dalam melaksanakan tugas memiliki


hubungan kerja yang meliputi:
a. hubungan kerja DPMPTSP dengan lembaga
pemerintah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang koordinasi penanaman
modal selaku Lembaga OSS;
b. hubungan kerja DPMPTSP dengan OPD kota,
termasuk kecamatan dan kelurahan atau nama
lain.

Pasal 28

(1) Hubungan kerja DPMPTSP dengan Lembaga


OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
huruf a, dilakukan secara fungsional dalam
melaksanakan Perizinan Berusaha di Daerah.

(2) Hubungan kerja secara fungsional sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendampingan pelaksanaan Perizinan
Berusaha;
- 15 -

b. verifikasi usulan Perizinan Berusaha;


c. pengembangan kompetensi sumber daya
manusia;
d. pengadaan perangkat keras dan perangkat
lunak untuk mendukung pelaksanaan
Sistem OSS; dan
e. penanganan pengaduan layanan Perizinan
Berusaha di Daerah.

BAB VI
PELAPORAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA

Pasal 29

(1) DPMPTSP menyampaikan laporan


penyelenggaraan Perizinan Berusaha kepada Wali
Kota melalui Sekretaris Daerah Kota Bandar
Lampung.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
a. jumlah perizinan yang diterbitkan;
b. realisasi investasi; dan
c. kendala dan solusi.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
digunakan sebagai bahan evaluasi dan
Pembinaan untuk meningkatkan kinerja
DPMPTSP.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 30

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan


Perizinan Berusaha di Daerah dilakukan oleh
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Pasal 31

(1) Pelaksanaan atas Pembinaan dan Pengawasan


pelayanan Perizinan Berusaha dilakukan oleh
OPD teknis.
(2) Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan
administrasi penyelenggaraan pelayanan
Perizinan Berusaha dikoordinasikan oleh Kepala
DPMPTSP.
- 16 -

(3) Pengawasan Perizinan Berusaha dilakukan


secara terintegrasi dan terkoordinasi melalui
Sistem OSS.

Pasal 32

Jenis Pengawasan terdiri dari Pengawasan rutin dan


Pengawasan insidental.

Bagian Kedua
Pengawasan Rutin

Pasal 33

Pengawasan rutin meliputi:


a. laporan Pelaku Usaha; dan
b. inspeksi lapangan.

Pasal 34

(1) Pengawasan rutin melalui laporan Pelaku Usaha


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a,
disampaikan oleh Pelaku Usaha kepada
Pemerintah Daerah.
(2) Laporan perkembangan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
laporan data perkembangan kegiatan usaha
dalam bentuk Laporan Kegiatan Penanaman
Modal (LKPM) yang disampaikan kepada
DPMPTSP.

Pasal 35

(1) Pengawasan rutin melalui inspeksi lapangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b,
rutin dilaksanakan terhadap setiap kegiatan
usaha dengan pengaturan frekuensi
pelaksanaan inspeksi berdasarkan tingkat Risiko
dan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha.
(2) Pengaturan frekuensi inspeksi lapangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling banyak:
a. untuk Risiko rendah dan menengah
rendah dilaksanakan sekali dalam 1 (satu)
untuk setiap lokasi usaha; dan
b. untuk Risiko menengah tinggi dan
tinggi dilaksanakan 2 (dua) kali dalam
1(satu) tahun untuk setiap lokasi usaha.
(3) Sistem OSS menyediakan daftar Pelaku Usaha
yang dapat dilakukan inspeksi lapangan sesuai
dengan kewenangan Pengawasan.
(4) DPMPTSP dan Perangkat Daerah terkait
dapat mengusulkan daftar Pelaku Usaha yang
- 17 -

berada di lokasinya pada rencana inspeksi


lapangan tahunan melalui Sistem OSS.
(5) Berdasarkan daftar Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), DPMPTSP
dan OPD teknis terkait menyusun rencana
inspeksi lapangan tahunan ke dalam database
Pengawasan di Sistem OSS.
(6) Atas rencana inspeksi lapangan yang telah
ditetapkan, Lembaga OSS menotifikasi
Pemerintah Daerah pada awal tahun berjalan
pelaksanaan inspeksi lapangan.
(7) Dalam melaksanakan inspeksi lapangan,
Pemerintah Daerah berpedoman pada rencana
inspeksi lapangan tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6).
(8) Dalam hal pelaksanaan inspeksi lapangan
ditemukan pelanggaran yang dilakukan Pelaku
Usaha, pelaksana Pengawasan dapat
menghentikan pelanggaran tersebut untuk
mencegah terjadinya dampak lebih besar.
(9) Hasil inspeksi lapangan sebagaimana dimaksud
pada ayat(1) dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan dan ditandatangani oleh pelaksana
Pengawasan dan Pelaku Usaha.
(10) Format pengisian dan penandatanganan Berita
Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (9) dilakukan secara elektronik pada Sistem
OSS atau secara manual oleh pelaksana inspeksi
lapangan dan Pelaku Usaha.
(11) Tata cara dan format Berita Acara Pemeriksaan
inspeksi lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Pengawasan Insidental

Pasal 36

(1) Pengawasan insidental sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 32 merupakan Pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah pada
waktu tertentu.

(2) Pengawasan insidental sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan melalui inspeksi
lapangan dapat dilakukan karena adanya
keadaan tertentu, yaitu:
a. adanya pengaduan masyarakat;
b. adanya pengaduan dan/atau kebutuhan
dari Pelaku Usaha; dan
- 18 -

c. adanya indikasi Pelaku Usaha melakukan


kegiatan tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyampaian pengaduan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara:
a. langsung kepada Pemerintah Daerah;
dan/atau
b. tidak langsung yang disampaikan secara
tertulis kepada Pemerintah Daerah,
elektronik melalui Sistem OSS, dan/atau
saluran pengaduan yang disediakan.
(4) Berdasarkan pengaduan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pelaksana
OPD terkait dan DPMPTSP melakukan inspeksi
lapangan ke lokasi kegiatan usaha yang
diadukan.
(5) Dalam hal pelaksanaan inspeksi lapangan
ditemukan pelanggaran yang dilakukan Pelaku
Usaha, pelaksana Pengawasan dapat
menghentikan pelanggaran tersebut untuk
mencegah terjadinya dampak lebih besar.
(6) Hasil Pengawasan insidental sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib diserahkan oleh
pelaksana Pengawasan kepada DPMPTSP untuk
lebih lanjut diunggah ke Sistem OSS.

Bagian Keempat
Tindak Lanjut Hasil Pengawasan

Pasal 37

(1) Dalam hal hasil Pengawasan Perizinan Berusaha


menunjukan adanya ketidaksesuaian/
ketidakpatuhan Pelaku Usaha atas ketentuan
peraturan perundang-undangan, ditindaklanjuti
dengan memberikan rekomendasi berupa:
a. Pembinaan;
b. perbaikan; dan/atau
c. penerapan sanksi.
(2) Tindak lanjut hasil Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan mengutamakan
Pembinaan.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berupa pendampingan dan penyuluhan
meliputi pemberian penjelasan, konsultasi,
bimbingan teknis dan/atau kegiatan fasilitasi
penyelesaian oleh Pemerintah Daerah atas
permasalahan yang dihadapi Pelaku Usaha.
- 19 -

(4) Atas Pembinaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2), Pelaku Usaha wajib menindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan terhadap hasil
evaluasi yang diberikan.

(5) Dalam hal perbaikan tidak dilakukan,


Pemerintah Daerah dapat menindaklanjuti
dengan penerapan sanksi administratif sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif, mekanisme, jangka waktu,
banding administratif, dan pejabat yang
berwenang mengacu pada peraturan perundang-
undangan.

BAB VIII
PENDANAAN

Pasal 38

Pendanaan penyelenggaraan Perizinan Berusaha di


Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan sumber lain yang sah dan tidak
mengikat.

BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 39

(1) Wali Kota dapat menerapkan sanksi administrasi


kepada Pelaku Usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan:
a. Peraturan Daerah ini; dan/atau
b. Perizinan Berusaha.

(2) Jenis sanksi administrasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) berupa:
a. teguran atau peringatan tertulis;
b. paksaan Pemerintah Daerah;
c. denda administratif;
d. pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau
e. pencabutan Perizinan Berusaha.

(3) Sanksi administrasi diterapkan berdasarkan


atas:
a. berita acara Pengawasan; dan
b. Laporan hasil Pengawasan.
- 20 -

Pasal 40

(1) Wali Kota mengenakan sanksi kepada pejabat


yang tidak memberikan pelayanan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku,


Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4
Tahun 2015 tentang Perizinan Daerah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 42

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bandar
Lampung.

Ditetapkan di Bandar Lampung


pada tanggal 22 April 2022
WALI KOTA BANDAR LAMPUNG,

Cap/dto

EVA DWIANA

Diundangkan di Bandar Lampung


pada tanggal 22 April 2022
Pj. SEKRETARIS DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG,

Cap/dto

SUKARMA WIJAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2022 NOMOR 8

NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG,


PROVINSI LAMPUNG: 08/1282/BL/2022

Anda mungkin juga menyukai