Anda di halaman 1dari 3

A.

Latar Belakang

Undang-undang Cipta Kerja yang selanjutnya disingkat UU Cipta Kerja merupakan bagian
dari dinamika regulasi dan Parlemen dalam system ketatanegraan Indonesia yang lazim. UU
Cipta Kerja sampai saat ini masih menjadi perbincangan dan diskursus yang sangat hangat
pada berbagai kalangan dengan analisi sosial, hukum, dan lain-lain, dalam penulisan ini
penulis mengkaji dan menganalisis hubungan UU Cipta Kerja dengan hakhak karyawan
ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja. Pembentukan hukum yang baik dan dapat diterima
oleh karyawan dan masyarakat tentunya harus melalui proses pentahapan dan berbagai asas
hukum yang memberikan batasan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.”

Perusahaan sendiri juga sangat dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat
Indonesia dan mengurangi pengangguran, di Indonesia sendiri banyak masyarakat yang
mempunyai potensi tetapi tidak memiliki wadah untuk menciptakan inovasi, apalagi semakin
berkembangnya teknologi karena semakin berkembangnya teknologi perusahaan semakin
membutuhkan tenaga kerja untuk mendaptkan inovasi-inovasi baru dalam memajukan
usahanya. Dengan teknologi, pengetahuan dan penemuan berbagai hal yang lebih spesifik
dan lebih inovatif pasti usahanya didukung oleh pemerintah materil maupun formil. Dari segi
materil banyak sekali SDA yang bisa dikelola sehingga memanfaatkan sumber-sumber alam
yang ada dan tidak digunakan secara semena-mena, dari segi formil pemerintah sendiri sudah
memberikan peraturan UU Cipta kerja.

B. Alasan perubahan UU Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diharapkan mampu menyerap
tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif
dan tuntutan globalisasi ekonomi. Cipta Kerja merupakan Undang-Undang yang mengatur
perubahan peraturan dalam berbagai sektor yang bertujuan untuk memperbaiki iklim
investasi dan diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan
ekonomi di Indonesia.1 Berbagai tujuan yaitu menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja
dengan memberikan kenyamanan, perlindungan dan pemberdayaan kepada koperasi dan
UMKM, serta industri dan perdagangan dalam negeri, untuk menyerap sebanyak mungkin
tenaga kerja Indonesia, dengan memperhatikan keseimbangan wilayah dan kemajuan
perekonomian nasional. Dengan adanya UU Cipta Kerja ini diharapkan ada kepastian hukum
1
Santoso, H. A. (2021). Efektifitas Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Peningkatan Investasi. Jurnal Hukum
Positum, 6(2), 254-272., hlm 254.
dan tidak terjadi tumpang tindah peraturan baik dalam proses perizinan maupun paska
perizinan (saat beroperasi).

Adapun beberapa peraturan yang diubah/diperbaiki/disempurnakan dalam UU Cipta Kerja


dalam mendukung perbaikan sistem investasi dapat dilihat pada Bab III "Peningkatan
Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha". Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan
Berusaha termasuk dalam Bab III UU Cipta Kerja yang meliputi antara lain: penerapan
Perizinan Berusaha berbasis risiko; penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan penyederhanaan persyaratan investasi. 2
(Pasal 6 UU Cipta Kerja).

a. Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko


Hal ini memperbaiki aturan lama yang mana sebelumnya pengaturan izin tidak
berdasarkan resiko dan di dalam UU Cipta Kerja Bab III Bagian Kedua diperbaiki
menjadi berbasis risiko. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 7, 8, 9 dan 10 UU Cipta Kerja
dan turunannya yaitu Pasal 4 huruf (b) PP No. 5 tahun 2021. 3 Perizinan Berusaha
berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala
usaha kegiatan usaha, berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya
bahaya, yang dilakukan terhadap aspek: kesehatan; keselamatan; lingkungan; dan/atau
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya.
b. Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha
Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha meliputi: kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang; persetujuan lingkungan; dan Persetujuan Bangunan Gedung dan
sertifikat laik fungsi. Hal ini diatur dalam Bab III Bagian Ketiga UU Cipta Kerja.
Ketentuan dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yang menyatakan bahwa pemberian dan pencabutan izin kegiatan pemanfaatan
tata ruang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing. Sedangkan dalam Pasal 17 UU Cipta Kerja menyatakan
bahwa pemberian dan pencabutan izin kegiatan pemanfaatan tata ruang
dilakukan oleh pemerintah pusat.
c. Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan
Investasi

2
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
3
Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko.
Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor serta Kemudahan dan Persyaratan
Investasi diatur dalam UU Cipta Kerja Bab III Bagian Keempat mulai Pasal 26
sampai Pasal 75, yang terdiri atas sektor: kelautan dan perikanan; pertanian;
kehutanan; energi dan sumber daya mineral; ketenaganukliran; perindustrian;
perdagangan, metrologi legal, jaminan produk halal, dan standardisasi penilaian
kesesuaian; pekerjaan umum dan perumahan rakyat; transportasi; kesehatan, obat dan
makanan; pendidikan dan kebudayaan; pariwisata; keagamaan; pos, telekomunikasi,
dan penyiaran; dan pertahanan dan keamanan.
d. Penyederhanaan Persyaratan Investasi Pada Sektor Tertentu
Penyederhanaan Persyaratan Investasi Pada Sektor Tertentu diatur dalam UU Cipta
Kerja Bab III Bagian Kelima mulai Pasal 76 sampai Pasal 79 yang meliputi:
Penanaman modal, perbankan, dan perbankan syariah.

Anda mungkin juga menyukai