Anda di halaman 1dari 29

PERANAN HUKUM DALAM

PEMBANGUNAN EKONOMI
(Analisa permasalahan peraturan perizinan
usaha yang baru (PP 5 tahun 2021))
DIBUAT OLEH : (Kelompok 4)
MARTIN KEVIANO LAMORA 2202190018
BERNADUS A.B 2202190019
Yoel Christopher 2202190022
Pendahuluan

 GDP = C + I + G + (X - M)
 GDP Gross domestic Product
 C Consumption
 I Investment
 G Government Spending
 X Export
 M Import
BADAN USAHA

 PT
 Perseroan terbatas (PT) adalah persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya (UU no 40 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 tentang perseroan terbatas).
Beberapa ciri PT antara lain didirikan untuk mencari keuntungan, mempunyai fungsi
komersial dan ekonomi, modalnya berasal dari hutang dan modal, tidak menerima dana
talangan negara, dan rapat umum pemegang sahamnya adalah pemegang saham. badan
tertinggi PT., pemegang saham bertanggung jawab atas pembagian keuntungan dalam
bentuk modal yang ditanamkan, dividen, dll.
PENDIRIAN PT

 Nama PT minimal terdiri dari 3 kata berbahasa indonesia, tidak boleh mengunakan serapan asing dan tidak boleh mengunakan nama PT yang
sudah ada.

 Tempat dan kedudukan PT Alamat PT berada dan berkedudukan hukum, alamat PT harus di daerah komersial bukan perumahan.

 Maksud dan tujuan PTMendirikan PT untuk kegiatan apa, bisa memilih bidang usaha apapun kecuali yang dilarang peraturan misalnya jual beli
narkoba, bidang usaha harus tertulis di akata dan bidang usaha yang dijalankan harus memiliki izin usaha.

 Struktur permodalan PT minimal modal dasar 50 juta dan 25% dari modal dasar wajib disetor tetapi dalam peraturan cipta kerja umum persentase
modal disetor disesuaikan dengan kesepakatan para pendiri beserta masing-masing jumlah saham pendiri.

 Pengurus PT pengurus PT terdiri dari direktur dan komisaris sehingga dalam pendiriannya minimal terdiri dari 2 orang, direktur bertugas
menjalankan perusahaan sehari-hari dan komisaris bertugas memberikan nasihat. Pemengang saham tidak harus menjadi direksi atau komisaris dan
untuk WN asing dapat menjadi direksi tetapi tidak menjadi komisaris.
ANALISA PERIZINAN
dalam hukum administrasi

 Izin atau Perijinan juga diartikan bahwa pembuat peraturan perundang-undangan tidak secara langsung dan secara umum
melarang dilakukannya suatu perbuatan, sepanjang dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan dari perizinan adalah untuk pengendalian aktivitas-aktivitas pemerintah sehubungan dengan ketentuan yang berisikan
pedoman yang harus dilaksanakan oleh pihak yang berkepentingan dan juga oleh pejabat yang diberikan kewenangan.
Kewenangan dapat diperoleh melalui beberapa cara, seperti yang diungkapkan oleh H.D. van Wijk dan Willeam Konijnenbelt
antara lain:

1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang (legislatif) kepada organ pemerintahan.

2. Delegasi adalah pemberian wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

3. Mandat, yaitu terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
KLASIFIKASI PERIZINAN

 Izin yang bersifat bebas, artinya izin sebagai suatu keputusan tata usaha negara yang dalam penetapannya tidak
terikat pada aturan dan norma hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam memberikan izin mempunyai
kebebasan yang besar dalam memutuskan suatu pemberian izin atau memutuskan tidak memberikan izin.

 Izin yang bersifat terikat. Izin ini sebagai suatu keputusan tata usaha negara yang dalam penetapannya harus
terikat pada aturan dan norma hukum tertulis dan tidak tertulis dan organ yang berwenang untuk mengeluarkan
izin ini memiliki kebebasan dan kewenangannya yang bergantung pada muatan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya.

 Izin yang bersifat menguntungkan. Pada intinya, maksud izin memberikan keuntungan adalah si pemohon
diberikan hak-hak atau pemenuhan keinginan yang tidak akan ada tanpa adanya keputusan yang bersikan
perizinan tersebut.
LANJUTAN…

 Izin yang bersifat memberatkan. Maksudnya adalah izin dapat memberikan disebabkan adanya ketentuan-
ketentuan yang berkaitan dengan keputusan ini sehingga memberikan beban kepada orang lain atau masyarakat
sekitarnya.

 Izin yang segera akan berakhir. Maksudnya adalah izin yang berkaitan dengan tindakan-tindakan yang akan
berakhir atau izin yang memiliki keberlakuan masa yang relatif pendek.

 Izin yang berlangsung lama. Berlangsung lama yang diartikan adalah menyangkut masa keberlakuan izin ini
yang bersifat relatif lama.

 Izin yang bersifat pribadi merupakan izin yang berdasarkan sifat atau kualitas pribadi dari pemohon izin,
contohnya seperti Surat Izin Mengemudi (SIM).

 Izin yang bersifat kebendaan merupakan izin yang bergantung pada sifat dan obyek izinnya.
ASAS-ASAS YANG BERKAITAN
DENGAN UU CIPTA KERJA
1. Pemerataan hak, dilakukan dengan memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak serta dilakukan
secara merata di seluruh Indonesia;

2. Kepastian hukum, dilakukan dengan penciptaan iklim usaha kondusif yang dibentuk melalui sistem hukum yang menjamin
konsistensi antara peraturan perundangundangan dengan pelaksanaannya;

3. Kemudahan berusaha, menjamin proses berusaha yang sederhana, mudah, dan cepat dengan tujuan untuk mendorong
peningkatan investasi dan pemberdayaan UMKM. Dengan ini diharapkan dapat memperkuat perekonomian, yang pada
gilirannya mampu membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia;

4. Kebersamaan, dilakukan dengan mendorong peran seluruh dunia usaha, UMKM dan Koperasi secara bersama-sama dalam
kegiatan untuk kesejahteraan atau mensejahterakan rakyat; dan

5. Kemandirian, dilakukan melalui pemberdayaan UMKM dan Koperasi dengan tetap mendorong, menjaga, dan mengedepankan
kemandirian dalam pengembangan potensinya.
Turunan UU Cipta Kerja
 Pengesahan UU Cipta Kerja berimplikasi terhadap ditetapkannya beberapa peraturan perundang-undangan dibawahnya yang pada
hakikatnya menjadi landasan operasional atas keberlakuan UU Cipta Kerja, salah satu peraturan perundang-undangan yang menjadi
turunannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
(selanjutnya disebut PP Perizinan Berusaha Berbasis Risiko).
 Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, penetapan KBLI
yang berbasis pada risiko dibagi atas empat tingkat risiko, yaitu:

1. Pertama, Kegiatan Usaha dengan tingkat Risiko Rendah, Pelaku Usaha wajib mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) yang
merupakan Identitas Pelaku Usaha sekaligus legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha dan juga berlaku sebagai SNI (Standar
Nasional Indonesia)
2. Kedua, Kegiatan Usaha dengan tingkat Risiko Menengah Rendah, Pelaku Usaha wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
dan Sertifikat Standar. Sertifikat Standar sebagaimana dimaksud merupakan legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha dalam
bentuk persyaratan pelaku usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha yang diberikan melalui
sistem OSS.
3. Ketiga, Kegiatan Usaha dengan tingkat Risiko Menengah Tinggi, Pelaku Usaha wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan
Sertifikat Standar. NIB dan Sertifikat Standar merupakan Perizinan Berusaha bagi Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan
operasional dan/atau komersial kegiatan usaha.
4. Keempat, Kegiatan Usaha dengan tingkat Risiko Tinggi, pada bagian ini Pelaku Usaha wajib memiliki Nomor Induk Berusaha
(NIB) dan Izin. Persyaratan untuk penerbitan Izin, pemenuhan persyaratan termasuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dan
NIB sekaligus Izin sebagai perizinan berusaha berlaku untuk tahap operasional dan komersial.
Lanjutan…

 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha di Daerah (selanjutnya
disebut PP Perizinan Berusaha di Daerah) merupakan peraturan yang dibentuk dalam rangka
menciptakan ekosistem berusaha dan investasi di daerah yang cepat mudah, terintegrasi, efektif,
efisien dan akuntabel yang menjadi amanah dari Pasal 176 dan Pasal 185 huruf b UU Cipta Kerja
 Cakupan pengaturan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah ini meliputi:
a. Kewenangan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah;
b. Pelaksanaan perizinan berusaha di daerah;
c. Perda dan Perkada mengenai perizinan berusaha di daerah; dan
d. Pelaporan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah
Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 tentang
Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Terintegrasi Secara Elektronik. Ketentuan ini menjadi
ketentuan yang bersifat mandatori atas pelaksanaan perizinan berusaha berbasis risiko di Indonesia yang
kemudian dioperasionalisasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia atau
Kementerian Investasi yang untuk selanjutnya disebut sebagai BKPM
Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman
dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal.
Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pedoman
dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
LANJUTAN…

 Pengaturan yang dibuat oleh BKPM adalah untuk mengatur pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka
penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko terintegrasi secara elektronik melalui Sistem OSS.
 Tujuannya adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang mudah, cepat,
tepat, transparan, dan akuntabel melalui:
a. penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan informasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko secara
elektronik;
b. penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
c. penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
d. interkoneksi data penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan penggunaan teknologi informasi
dalam koordinasi pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Pengawasan antar sektor dan pusat
dengan daerah.
 OSS-RBA merupakan sistem satu pintu. Karena itu, pelaku usaha tidak perlu mengunjungi banyak tempat untuk
mengurus izin. Sistem OSS-RBA telah terintegrasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil), Kementerian
Keuangan (Kantor Pelayanan Pajak), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (informasi perusahaan), dan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (tata ruang terperinci) untuk pendirian kegiatan usaha.
 OSS juga terintegrasi dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kementerian Teknis dan Lembaga Daerah
untuk izin usaha, izin lokasi, dan izin lingkungan, sedangkan proses pendaftaran di OSS dan pengembangan
usaha dikelola oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Analisa perijinan(PP No.5 tahun 2021)
tentang perijinan berbasis resiko

RUANG LINGKUP PP NO. 5/ TAHUN 2021


 1. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
 2. Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) sektoral – 18 K/L;
 3. OSS Berbasis Risiko;
 4. Tatacara Pengawasan ;
 5. Reformasi Berkelanjutan;
 6. Pendanaan;
 7. Penyelesaian Permasalahan dan Hambatan;
 8. Sanksi
 TUJUAN:
 • Perizinan berusaha yang lebih sederhana
 • Pengawasan yang terkoordinasi, transparan dan
 akuntabel
Pemahaman Tentang Perizinan
Berusaha Berbasis Resiko
 Pasal 7 ayat(1) UU Cipta Kerja:
Perizinan Berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan
tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha. Prinsip Trust but
Verify perizinan dimudahkanpengawasanterkoordinasi, transparandan
akuntabel.
 Pasal 24 ayat (1) PP 6/2021, ASN yang ditugaskan pada DPMPTSP harus
memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan oleh K/L
teknis.
 Pasal 6 UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Peningkatan ekosistem
investasi dan kegiatan berusaha meliputi :
• Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
• Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
• Penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
• Penyederhanaan persyaratan investasi.
Online Single Submission Bebasis
Resiko

Pasal 10 ayat (2) PP 6/2021 pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha di daerah WAJIB menggunakan Sistem
OSS dan PemDa dapat mengembangkan system pendukung pelaksanaan Sistem OSS sesuai NSPK.

Prinsip Trust but Verify perizinan dimudahkan pengawasan terkoordinasi, transparan


dan akuntabel.
Pengawasan Bebasis Resiko
Reformasi Berkelanjuatan

1. Pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Administrator KEK, dan/atau
Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan kewenangan masing-masing.
2. Pengawasan dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha.
3. Pengawasan dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi antar kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah.
4. Jenis Pengawasan terdiri dari (Pasal 211):
a. Pengawasan rutin
Pengawasan dilakukan secara berkala berdasarkan tingkat Risiko kegiatan usaha dan
mempertimbangkan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha.
b. Pengawasan insidental
Pengawasan insidental dilaksanakan berdasarkan pengaduan dari masyarakat danlatau Pelaku
Usaha yang dijamin kerahasiaan identitasnya oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Kendala dan Hambatan
 Literasi komputer di Indonesia masih belum merata sehingga akan sangat menghambat dalam
pelaksanaan E-Government melalui sistem OSS terutama di wilayah-wilayah dengan Indeks
Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang rendah. Hal ini akan menjadi
permasalahan dalam implementasi kebijakan perizinan usaha berbasis resiko.
 Kurangnya pengetahuan ASN dalam product knowledge One-Single Submission System (OSS)
dan ketidaksiapan keterampilan ASN, khususnya yang terjadi di daerah pelosok, sehingga
menyebabkan terhambatnya proses pengajuan perizinan oleh masyarakat. Tidak sinkronnya
kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Ditemukan di beberapa contoh kasus, pengusaha
masih banyak yang mengeluhkan permintaan pemerintah daerah yang berbeda dengan pemerintah
pusat.
 Berlum terintegrasinya perijinan-perijinan khusus kedalam system OSS, seperti Izin Prinsip
Lingkungan, pertambangan, kehutanan dan lain sebagainya.
KESIMPULAN

 Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan
menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Risiko adalah potensi terjadinya cedera atau kerugian dari
suatu bahaya atau kombinasi kemungkinan dan akibat bahaya. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
adalah Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat Risiko kegiatan usaha. Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko diatur dengan PP 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
 PP 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko merupakan aturan
pelaksanaan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko meliputi: pengaturan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko; norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui layanan Sistem OSS; tata cara Pengawasan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko; evaluasi dan reformasi kebijakan Perizinarl Berusaha Berbasis Risiko;
pendanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; penyelesaian permasalahan dan hambatan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko; dan sanksi.
LANJUTAN…

 Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ditetapkan Preside Joko Widodo pada
tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta pada tanggal 2
Februari 2021. PP 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 15. Penjelasan Atas PP 5 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ditempatkan pada
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617. Agar setiap
orang mengetahuinya.
lanjutan

 Selain itu literasi komputer di Indonesia masih belum merata sehingga akan sangat
menghambat dalam pelaksanaan E-Government melalui sistem OSS terutama di
wilayah-wilayah dengan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan
Komunikasi yang rendah. Hal ini akan menjadi permasalahan dalam implementasi
kebijakan perizinan usaha berbasis resiko.
 Kurangnya pengetahuan ASN dalam product knowledge One-Single Submission
System (OSS) dan ketidaksiapan keterampilan ASN, khususnya yang terjadi di
daerah pelosok, sehingga menyebabkan terhambatnya proses pengajuan perizinan
oleh masyarakat. Tidak sinkronnya kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.
Ditemukan di beberapa contoh kasus, pengusaha masih banyak yang mengeluhkan
permintaan pemerintah daerah yang berbeda dengan pemerintah pusat.
 TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai