Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PROJEK KEWARGANEGARAAN

“ ISU UU CIPTA KERJA “

Dosen pengampu : Wahyudi Zahar, S.T., M.T.

Disusun oleh :

Nama : Gusti Hardika Putra

NIM : F1D120015

PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN

JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2020
ISU UU CIPTA KERJA (OMNIBUSLAW)

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Belakangan ini istilah Omnibus Law sedang marak diperbincangkan di
Indonesia. Hal ini dikarenakan, pemerintah Indonesia sedang menyusun
Omnibus Law yang tujuan akhirnya untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.

Alasan pemerintah membuat Omnibus Law lantaran sudah terlalu


banyak regulasi yang dibuat, yang kemudian menimbulkan persoalan
tersendiri, seperti tumpah tindih regulasi. Akibatnya, tak sedikit
menimbulkan konflik kebijakan atau kewenangan antara satu
kementerian/lembaga dengan kementerian/lembaga lainnya, dan juga
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Regulasi yang tumpang tindih ini akhirnya berdampak pada


terhambatnya implementasi program pembangunan dan
memburuknya iklim investasi di Indonesia. Sehingga membuat
program percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat sulit tercapai.

Bersamaan dengan itu, tantangan era ekosistem masyarakat digital


juga semakin berkembang, dimana Indonesia sudah tidak bisa lagi
berlama-lama terbelit oleh prosedur formal. Berdasarkan hal ini,
maka jalan satu-satunya adalah dengan untuk menyederhanakan dan
sekaligus menyeragamkan regulasi secara cepat ialah melalui skema
Omnibus Law.
b. Rumusan Masalah

Omnibus law yang akan dibuat Pemerintah Indonesia, akan menyasar


3 Undang-Undang (UU) besar, yakni UU Cipta Kerja, UU
Pemberdayaan UMKM, dan UU Perpajakan .

c. Tujuan Penelitian

Untuk megetahui apakah Omnibus Law yang akan didorong dalam


bentuk 3 UU besar ini, UU Cipta Kerja, UU Pemberdayaan UMKM,
dan UU Perpajakan ini dapat menjadi alat untuk memperkuat
perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan
daya saing Indonesia.
BAB II

a. Identifikasi Masalah

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Omnibus Law


RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin
(5/10/2020). Hal itu setelah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk
palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta
rapat.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam


pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas
melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja
terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka


terhadap RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna. Fraksi PKS dan Fraksi
Partai Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas
fraksi DPR dan pemerintah setuju.

Meksipun telah disahkan, penolakan terhadap undang-undang ini masih


terjadi. Salah satunya di Yogyakarta. Sejumlah massa melakukan aksi
penolakan Omnibus Law di pertigaan Jalan Gejayan, Yogyakarta pada Senin
petang (5/10/2020).

b. Analisis masalah

Berikut ini beberapa poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang banyak
menuai sorotan:

 Penghapusan upah minimum


Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan
upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah
minimum provinsi (UMP). Penghapusan itu dinilai membuat upah
pekerja lebih rendah. Sebab dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada
pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum. Baik UMP
dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.
Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan
Layak Hidup atau KLH. Baca juga: Disahkan, Ini Sejumlah Poin
Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan .
 Jam lembur lebih lama
Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78
disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu. Ketentuan
jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13
Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari
maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.
 Kontrak seumur hidup dan rentan PHK
Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur
perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai. Sementara,
Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha
untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan
kerjanya berakhir. Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai
merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam
pembuatan kesepakatan. Sebab, jangka waktu kontrak akan berada
di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak
pekerja menjadi abadi. Bahkan, pengusaha dinilai bisa mem-PHK
pekerja sewaktu-waktu. Baca juga: Tolak Pengesahan UU Cipta
Kerja, Aliansi Rakyat Bergerak Duduki Simpang Tiga Gejayan
 Pemotongan waktu istirahat
Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan
adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Selain
itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan
per enam tahun. Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hal
tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang
menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi
pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang
sama.
 Mempermudah perekrutan TKA
Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA)
merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja.
Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU
Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat
izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Jika mengacu
pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus
mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan
Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS),
dan Izin Menggunakan sTenaga Kerja Asing (IMTA). Pengesahan
RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA, karena
perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan
RPTKA saja.

c. Dampak positif
Terkait sisi positip, disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartarto pada publish di portal CNBC Indonesia,
disebutkan bahwa banyak dampak positip dari rancangan Undang-Undang
Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang akan dibahas di DPR RUU ini
tak hanya berimplikasi apda sektor ketenagakerjaan tapi juga kemudahan
berusaha sehingga tercipta Penciptaan Lapangan Kerja baru bagi
Masyarakat.
Airlangga juga menambahkan, bahwa RUU Cipta kerja bahwa
RUU ini bukan revisi total UU 13 (tentang Ketenagakerjaan tahun 2003),
dimana disebutkan judulnya job creation jadi strukturnya terkait ekosistem
perijinan keberpihakan ke UKM, situasi kerja yang berbeda dengan tahun
2003, saat tahun 200-an saat sistem lebih rigit sedangkan 2020 ini masuk
digitalisasi or revolusi industri 4.0.
Berbeda dengan pandangan Wisang Geni seorang penulis
pengamat sosial politik, dampak positif yang ditulis pada kabar-
banten.com, disebutkan bahwa Omnibus Law akan menguntungkan warga
Indonesia, misalnya akses investasi yang menguatkan ekonomi negara,
penciptaan lapangan pekerjaan, secara besar-besaran, aturan pengupahan
yang sesuai, adanya tax holiday yang disebut-sebut menjadi angin segar
bagi pengusaha atas pajak yang sedemikian membenani.
Terkait pentingnya penyederhanaan regulasi sebagai upaya
perwujudan perbaikan ekonomi dan kesejahteraan sosial, disampaikan
juga oleh Hj. Nur Nadlifah Anggota DPR RI Komisi IX yang dulu pernah
menjadi Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja di kementerian
Ketenagakerjaan RI.
Dia menjelaskan terkait omnibus Law Cipta Kerja ternyata
memiliki sejumlah keunggulan salah satunya adalah regulasi tersebut
menjadi upaya terobosan hukum dan penyederhanaan hukum di Indonesia.
Karena pada RUU tersebut bisa menjadi jaminan terhadap kepastian,
perlindungan dan keadilan bagi para pemangku kepentingan, Jangan
Skeptis dulu dengan regulasi yang mau dibahas, prinsipnya dalam proses
membahas Draf RUU ini masih menutup keterbukaan dan transparansi
sehingga masyarakat bisa saja memberikan masukan atas rancangan ini.
Bagi kelompok buruh, aktivis lingkungan, pers dan termasuk
kalangan kampus dan kelompok yang terdampak langsung bisa
memberikan masukan untuk perbaikan RUU ini, DPR RI masih
memberikan saluran masukan yang penting dari mereka yang berimbas
ketika regulasi ini ditetapkan.

Disisi lain, Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan Usaha


Kecil Menengah ( Menkop UKM) mengatakan seperti yang ada di
suaradewata.com bahwa omnibus law akan berdampak positip bagi
UMKM, pertama menurutnya adalah soal kebijakan pengupahan karena
pada aturan ini untuk kebijakan pengupahan UMKM dikecualikan dari
upah minimum dan lainnya, artinya kelak UMKM dapat lebih kompetitif
dengan usaha besar.

Kedua diberlakukan omnibus law cipta lapangan kerja, diharapkan


industri yang sebelumnya aktif bergerak dari satu daerah ke daerah lain
karena mencari upah kerja yang lebih murah, nanti tidak lagi demikina
karena lebih memilih bermitra dengan UMKM. Sisi yang lain pada
Omnibus Law tidak akan memberikan beban biaya pelaku UMK yang
akan mengajukan sertifikasi halal, artinya mengurangi pembiayaan bagi
UMKM.

d. Dampak negative

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan 9 alasan


untuk menolak draf tersebut, dianggap Draft Rancangan Undang-Undang
(RUU) Ombibus Law Cipta yang diserahkan Pemerintah kepada DPR
telah mereduksi kesejahteraan buruh, bukan perlindungan, demikian
disampaikan oleh Presiden KSPI Said Iqbal yang dilangsir di
katadata.co.id.

Ada 9 alasan antara lain, hilangnya ketentuan upah minimum di


Kab/kota, Masalah aturan pesangon yang kualitasnya dianggap menurun
dan tanpa kepastian, Omnibus akan membuat penggunaan tenaga alih daya
semakin bebas, awalnya di UU itu outsourching berupa ke core business.
sangsi pidana bagi perusahaan yang melanggar dihapuskan, kelimat aturan
mengenai jam kerja yang dainggap eksploitatif, karyawan kontrak susah
diangkat menjadi karyawan tetap, penggunaan tenaga kerja asing (TKA)
termasuk buruh kasar yang bebas, PHK yang dipermudah dan terakhir
hilangnya jaminan sosial bagi buruh khususnya jaminan kesehatan dan
jaminan pensiun.
Sementara peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia
Aqil Oktaryal yang ditulis dalam Kolom.Tempo.co menjelaskan intisari
dari tulisannya, bahwa omnibus law berpotensi mengabaikan ketentuan
formal pembentukan undang-undang, omnibus mempersempit keterbukaan
dan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang. Omnibus juga
menambah beban regulasi jika gagal diterapkan. Jika hanya akan
mengancam dan mencederai prinsi-prinsip demokratis, sebaiknya nilai
tersebut ditiadakan sama sekali.
BAB III
KESIMPULAN
1. Prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan
tata cara atau mekanisme yang telah diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Aturan ini masih
berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

2. Terdapat penyimpangan asas hukum lex superior derogat legi inferior. Di mana
dalam Pasal 170 Ayat (1) dan (2) RUU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah dapat
mengubah peraturan setingkat undang-undang jika muatan materinya tidak selaras
dengan kepentingan strategis RUU Cipta Kerja.

3. RUU Cipta Kerja akan membutuhkan sekitar 516 peraturan pelaksana yang
bertumpu pada kekuasaan dan kewenangan lembaga eksekutif. Sehingga
berpotensi memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.
Hal itu tidak sesuai dengan prinsip peraturan perundang-undangan yang
sederhana, efektif, dan akuntabel.

4. Tidak ada jenis undang-undang yang lebih tinggi atau superior atas undang-
undang lainnya. Sehingga, apabila RUU Cipta Kerja disahkan, seakan-akan ada
undang-undang superior. Hal ini akan menimbulkan kekacauan tatanan hukum
dan ketidakpastian hukum.

5. Pemunduran atas kewajiban negara memenuhi hak atas pekerjaan dan


penghidupan yang layak sehingga melanggar kewajiban realisasi progresif atas
pemenuhan hak-hak sosial dan ekonomi.

6. Pelemahan atas kewajiban negara untuk melindungi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat, yang tercermin dari pembatasan hak untuk berpartisipasi dan
hak atas informasi. Hal ini diantaranya terkait dengan ketentuan yang mengubah
Izin Lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan, berkurangnya kewajiban
melakukan Amdal bagi kegiatan usaha , hingga berpotensi terjadinya alih
tanggung jawab kepada individu.

DAFTAR PUSTAKA
Gajimu.com. 2020. Latar belakang dan tujuan ruu omnibus law.
sumber/referensi tulisan Anda - Gajimu.com - Mengenal
Omnibus Law – Latar Belakang dan Tujuan.
Kompas.com. /Achmad Nasrudin Yahya/Muhammad Idris/Kiki Safitri/Mela
Arnani/Ahmad Naufal Dzulfaroh/Tsarina Maharani | Editor:
Diamanty Meiliana/Sakina Rakhma Diah Setiawan/Sari
Hardiyanto/Jihad Akbar/Kristian Erdianto. Rekam jejak
pembahasan ruu ciptakerja sampai disahkan.
https://www.kompasiana.com/penaulum/5e857d74b9c23413b968be02/ melih
at-positif-dan-negatif-omnibus-law-dari-berbagai-sumber .

Anda mungkin juga menyukai