Anda di halaman 1dari 4

“Undang-undang Cipta Kerja”

Hardiani Dwi Suvianty

Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK) adalah undang-undang di Indonesia yang telah
disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November 2020
dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi asing dan dalam
negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena
memiliki panjang 1.187 halaman dan mencakup banyak sektor, UU ini juga disebut sebagai
undang-undang sapu jagat atau omnibus law (Omnibus law menitikberatkan pada pemangkasan
peraturan menjadi lebih sederhana dengan melakukan pencabutan dan perubahan banyak regulasi
sekaligus).
Undang-Undang Cipta Kerja menuai kritik karena dikhawatirkan akan menguntungkan
pemilik perusahaan (terutama perusahaan asing), konglomerat, kapitalis, investor (terutama
investor asing) dan merugikan hak-hak pekerja serta meningkatkan deforestasi di Indonesia
dengan mengurangi perlindungan lingkungan. Permasalahan ini dikarenakan adanya pengurangan
upah kepada tenaga kerja yang hubungan kerjanya diputuskan oleh pihak pemberi kerja. Dalam
kasus ini merupakan alasan mengapa banyak masyarakat dan tenaga kerja banyak yang menolak
adanya pembuatan dan penerapan RUU Cipta kerja. Rangkaian unjuk rasa untuk menolak undang-
undang ini masih berlangsung dan menuntut agar undang-undang ini dicabut. Walau telah
disahkan DPR, terdapat cacat dalam proses perundangan berupa perubahan isi materi UU yang
dapat berimplikasi pada hukuman pidana.

• ISU: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)


Pasal 59 UU Ketenagakerjaan terkait perubahan status pekerja sementara menjadi pekerja
tetap masih dipertahankan dalam UU Cipta Kerja. Hanya saja poin-poin dalam Pasal 59
ayat (3) – (8) UU 13/2003 tetap tidak dicantumkan yakni sehubungan dengan jangka waktu
maksimum perjanjian kerja sementara dan jangka waktu perpanjangan maksimum belum
secara spesifik diatur seperti dalam UU Ketenagakerjaan, namun disebutkan akan diatur
dalam PP. Aturan teknis apapun yang dibuat menyusul pengesahan UU Cipta Kerja jangan
sampai membebaskan pengusaha dari kewajiban mereka untuk mengubah status pekerja
sementara menjadi pekerja tetap. Hal ini menghilangkan kepastian kerja.
• ISU: Alih Daya (Outsourcing)
Pasal 66 Ayat (1) UU 13/2003 (1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan
pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk
kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi. Yang mengatur tentang alih daya tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk
melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan langsung yang berhubungan dengan proses
produksi.
• ISU: Waktu Kerja
Batasan waktu kerja dalam Pasal 77 ayat (3) UU Cipta Kerja masih dikecualikan untuk
sektor tertentu. Detail skema masa kerja dan sektor tertentu yang dimaksud akan dijabarkan
lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP). Ini menimbulkan kekhawatiran akan
adanya perbedaan batas waktu kerja bagi sector tertentu dan kompensasinya akan dapat
merugikan pekerja di sektor-sektor tertentu, karena mereka dapat diminta untuk bekerja
lebih lama dan menerima pembayaran untuk lembur yang lebih rendah dibandingkan
pekerja di sektor lain.
• ISU: Waktu Lembur
Ketentuan batas waktu lembur di Pasal 78 UU Cipta Kerja juga dikecualikan bagi sektor
tertentu, walaupun kewajiban pengusaha untuk membayar upah lembur juga masih ada.
Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, sehingga masih ada
kekhawatiran bahwa pekerja di sektor-sektor tertentu bisa bekerja lebih dari waktu lembur
yang manusiawi dan tidak mendapatkan upah yang layak.
• ISU: Pesangon
Terjadi perubahan atau penurunan nilai pesangon yang sebelumnya 32x upah menjadi
maksimal 19x upah.
• ISU: Waktu Istirahat Mingguan
Pasal 79 UU Cipta Kerja mengurangi ketentuan waktu istirahat mingguan menjadi hanya
1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Dalam UU Ketenagakerjaan, waktu istirahat
mingguan ada dua pilihan: 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu dan 1 hari untuk 6 hari
kerja dalam 1 minggu. Dalam ICESCR telah dianjurkan waktu istirahat adalah 2 hari untuk
5 hari kerja per 1 minggu. Dampaknya, bisa saja pekerja yang bekerja selama 5 hari kerja
dalam 1 minggu hanya memiliki hak libur harian selama 1 hari (yang sebelumnya 2 hari
dalam UU Ketenagakerjaan). Hal ini berpotensi beban bagi pekerja dalam hal Kesehatan
mental, fisik, dan produktivitas. Disisi lain berpotensi menimbulkan masalah domestik,
seperti kekerasan dan waktu keluarga.
• ISU: Pengupahan
UU Cipta Kerja menghapuskan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi
standar pertimbangan upah minimum dalam Pasal 89 (2) UU Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Permenakertrans No. 13 tahun 2012, KHL terdiri dari makanan, minuman,
sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan tabungan.
Sementara, dalam Pasal 88C UU Cipta Kerja, Upah Minimum Provinsi dan
Kabupaten/Kota ditetapkan hanya berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan,
yang didasarkan atas pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi. Tidak ada kewajiban bagi
Gubernur untuk mempertimbangkan KHL lagi dalam menentukan UMP dan UMK.
Dampaknya adalah adanya kemungkinan bahwa pekerja mendapatkan upah yang lebih
rendah dari upah mereka saat ini – karena komponen KHL yang tidak lagi dimasukkan.

KESIMPULAN :
1. UU Cipta Kerja dipandang bermasalah karena proses penyusunan yang tidak partisipatif
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
2. UU Cipta Kerja lebih setuju kepada pemerintah dan pengusaha dan pemerintah, yang
berarti banyak hak dari rakyat-rakyat kecil yang akan menjadi korban akibat UU Ciptaker.
3. UU Cipta Kerja perlu ditinjau ulang sehubungan dengan masih adanya Pasal-pasal yang
dianggap kontroversial oleh Publik dan tidak berpihak pada yang lemah.
Referensi

Otang, Andriko. (2020, 12 Oktober). Tinjauan Kritis Atas Problematika UU Cipta Kerja & Implikasinya
Terhadap Perlindungan Pekerja. Jakarta : Trade Union Rights Centre.
Fitri, W., & Luthfia, H. (2021, 2 Agustus). Problematika Terkait Undang-Undang Cipta Kerja Di Indonesia:
Suatu Kajian Perspektif Pembentukan Perundang-Undangan. Journal Komunitas Yustisia Universitas
Pendidikan Ganesha Program Studi Ilmu Hukum. Batam : Universitas Internasional Batam.

Anda mungkin juga menyukai