Anda di halaman 1dari 3

TUGAS MEMBUAT ARTIKEL (FIRSTADA BHAKTI . X BHS .

13)

MENDELIK TENTANG RUU CIPTA KERJA ATAU OMNIBUS LAW YANG MENUAI
BANYAK KRITIK

RUU Ciptaker atau Omnibus Law yang baru-baru ini disahkan oleh DPR menuai sejumlah
demo menolak RUU ini.Demo di seluruh Indonesia pecah untuk menolak RUU ini
disahkan.Namun aksi demo tersebut malah mendapat respon yang tidak enak di hati
Mahasiswa dan Aliansi Buruh Se-Indonesia.Mulai Presiden yang lebih memilih untuk melihat
bebek daripada menemui demonstran sampai DPR yang seakan-akan buta dan tuli . Sementara
sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi mini telah menyetujui yaitu Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan
Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.Lalu pasal manakah yang
ingin ditolak mati-matian oleh buruh dan mahasiswa?Maka dari itu dalam artikel kali ini kita
akan membahas “Mendelik Lebih Dalam RUU Ciptaker yang Menuai Kontroversi.”

Fakta menunjukkan bahwa sampai hari ini,masih banyak yang belum bisa mengakses
kopi dari RUU Ciptaker ini.Termasuk beberapa politisi dan sejumlah Lembaga vital lainnya.Draft
dari RUU Ciptakerja mengalami banyak perubahan jumlah halaman yang menjadikan
masyarakat yang bertanya-tanya.Seperti yang dilansir dari Tempo.co , saat ingin diserahkan ke
presiden, DPR mengumumkan draf finalnya berisi 1.035 halaman. Tapi hanya selang beberapa
jam, terjadi perubahan ukuran kertas sehingga drafnya berubah lagi menjadi 812 halaman.Hal
ini yang dicurigai masyarakat adanya pasal selundupan di dalam draft RUU Ciptaker ini.Berikut
ini akan kami sajikan data mengenai apa saja pasal yang ditolak keras oleh para
buruh.Melansir dari laman Suara.com yang pertama yaitu terkait dengan upah
minimum.Dalam pasal 88C draft RUU berbunyi, Gubernur menetapkan upah minimum sebagai
jaring pengaman. Dijelaskan lebih lanjut bahwa upah minimum tersebut merupakan minimum
provinsi. Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2005, penetapan upah dilakukan di
provinsi serta kabupaten/kota/ Sehingga menetapkan UMP sebagai satu-satunya acuan besar nilai
gaji.Yang kedua yakni terkait dengan pesangon.Pemerintah akan memangkas pesangon yang
diwajibkan pengusaha jika melakukan PHK.Nilai pesangon bagi pekerja turun karena pemerintah
mengganggap aturan yang ada pada UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak
implementatif.Yang ketiga yaitu terkait dengan penghapusan izin atau cuti. RUU Cipta kerja
mengubah ketentuan cuti khusus atau izin yang tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.Penghapusan izin atau cuti khusus antara lain keperluan menikah, menikahkan,
mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya
anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.Yang keempat yaitu terkait outsourcing.
Omnibus law membuat nasib pekerja alih daya atau outsourcing semakin tidak jelas karena
menghapus pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang pekerja
outsourcing.Adapun Pasal 64 UU Ketenagakerjaan berbunyi; Perusahaan dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa
pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.Pasal 65 mengatur; (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang
dibuat secara tertulis.Ayat (2) mengatur; pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut: dilakukan
secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari
pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak
menghambat proses produksi secara langsung.Dan yang terakhir yaitu terkait dengan pemberian
ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja tanpa batas waktu. Omnibus law cipta kerja
akan memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja atau buruh tanpa batas
waktu.RUU Cipta Kerja ini menghapus ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT). PKWT hanya boleh dilakukan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali
untuk jangka waktu paling lama satu tahun.Terlepas dari hoaks atau tidak,jika benar pasal tersebut
adanya maka menurut saya sebagai seorang siswa SMA menilai bahwa RUU tersebut sangat
berbahaya jika disahkan.dan jika dilihat dari permasalahan nomor lima,itu akan berdampak pada
kerusakan lingkungan juga.Jadi menurut saya RUU ini wajib ditolak.

Anda mungkin juga menyukai