Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rizki Amelia

Nim : 195010101111108

Absen : 39

Kelas : G

Resume Webinar Evaluasi UU Cipta Kerja Sektor Ketenagakerjaan

Narasumber : Dr. Budi Santoso, F.H., LL.M. dan Kahar S. Cahyono

Keputusan Pemerintah dan DPR untuk mengesahkan UU Cipta Kerja mendapatkan


penolakan dibanyak tempat. Para pekerja menilai hal ini merugikan dan memangkas
kesejahteraan buruh, tetapi menurut pemerintah hal ini adalah sebagai jalan tengah untuk
membuka lebih banyak lapangan kerja dan menarik lebih banyak investor di Indonesia. Dari
186 Pasal dan UU Cipta Kerja Pasal tentang cluster ketenagakerjaanlah yang paling menjadi
sorotan karena dianggap merugikan buru. Saat ini sudah ada terdapat 4 peraturan pemerintah
yang sudah turun sebagai turunan dari cluster ketenagakerjaan yakni PP No.34 Tahun 2021
tentang Tenaga Kerja Asing, PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-
PHK), PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang saat ini masih menjadi kontroversiap
mengenai Batasan upah minimum, dan PP No.37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan
Pekerjaan.

Menurut Pak budi mengenai proses legalasi UU Cipta Kerja sudah selesai dan sudah
diberlakukan dan kemudian sudah disahkan juga turunannya. Mengenai keberlakuaanya, saat
ini judicial review sedang berjalan dan tidak menghalangi Peraturan Pemerintah tersebut
berjalan. Terkait perubahan yang sangat mendasar di dunia ketenagakerjaan sejak keluarnya
UU Cipta Kerja ada beberapa ketentuan ada yang dihapuskan , ditambahkan dan ada yang
diubah dengan UU yg baru. Berikut beberapa yang menjadi permasalahan :

1. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membahas mengenai uang


kompensasi bagi berakhirnya hubungan kerja waktu tertentu pengusaha wajib
memberikan uang kompensasi. Di satu sisi bagi pengusaha hal ini adalah beban.
2. Jangka waktu hubungan kerja waktu tertentu. sebelumnya adalah 2 +1+2 artinya
perjanjian waktu kerja itu bisa 2 kali, yang pertama bisa 2 tahun lalu 1 tahun dan
pembaharuan 2 tahun. Total maksimalnya adalah 5 tahun. Lalu bagaimana jika
perjanjian waktu kerja itu melebihi ketentuan undang-undang? Hal ini diatur dalam
UU Ketenagakerjaan yang memiliki Akibat hukumnya adalah berubah menjadi
perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pekerja tetap). Sedangkan di UU Cipta Kerja
memang ada Batasan waktu yaitu 5 tahun tetapi tidak ada akibat hukumnya jika
melebihi 5 tahun. Di satu sisi menimbulkan ketidakpastian hukum. Bagi pengusana
menjadi bergading position yang kuat, dan bagi pekerja adalah melemahkan.
3. Outsourcing (alih daya). Sebelumnya di Pasal 65 diatur mengenai jenis-jenis
pekerjaan yang hanya boleh dilakukan. Sekarang telah dihapus, yang menjadi tidak
ada Batasan.
4. Jaminan kehilangan pekerjaan bagi yang diputus hubungan kerjanya.
5. Perubahan mengenai penghitungan uang pesangon yang bagi pekerja
mendegradasi. Yang tadinya ada 2 kali menjadi 1 kali. Dan yang 1 kali menjadi 0,5
dari ketentuan.
6. Upah minimum, sebelumnya semua pemberi kerja wajib untuk patuh pada upah
minimum, lalu pada UU Cipta Kerja ada usaha-usaha yang dikecualikan untuk
diberi upah minimum misalnya adalah Usaha Mikro Kecil, itupun dengan Batasan
tertentu.

Mengenai uang kompensasi dan pengurangan perhitungan uang pesangon, Pemerintah


mencoba mengurangi beban pengusaha dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja dengan
cara mengurangi perhitungan pesangon dan juga membebani pengusaha Ketika berakhirnya
kerja waktu tertentu. Hal ini dilakukan karena salah satu yang berkaitan dengan kemudahan
berinvestasi adalah kriteria mengenai bagaimana penyelesaian perselisihan-perselisihan beban
pemutusan hubungan kerja dan perhitungan pesangon di Indonesia dianggap sangat tinggi.
Dalam hal ini jika pekerja mengundurkan diri tidak mendapatkan pesangon dan uang
kompensasi. Perihal pemutusan hubungan kerja harus beralasan sepanjang tidak merupakan
alasan yang dilarang. Dulu ada contoh PHK atas alian efesiensi tetapi perusahaan tidak titutup.
Berdasarkan pasal 164 harusnya perusahaan ditutup. Efesiensi boleh dilakukan tetapi
perusahaan harus ditutup. Sekarang sudah diatur mengenai efesiensi boleh dilakukan tetapi
perusahaan tidak tutup tiada kerugian tetapi hal ini menjadi degradasi mengenai masalah
perhitungan pesangonnya.
Apabila terjadi likuidasi pada perusahaan, hak-hak pekerja harus didahulukan
pembayarannya. Terminologi itu kemudian menjadi multitafsir karena berkaitan dengan
jaminan kebendaan. Kemudian MK memutuskan Hak upah harus didahulukan dari kreditur-
kreditur lainnya, saat ini sudah dituangkan dalam UU Cipta Kerja secara tegas. Saat ini untuk
mementukan upah minimum suatu wilayah jika dilihat dari sisi regulasinya adalah harus
memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan kondisi ketenagakerjaan. Variable untuk
menentukannya adalah adanya pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Jika tidak terjadi
pertumbuhan ekonomi agar tidak inflasi.

Mengenai uang kompensasi PKBT itu diberikan pada saat berakhirnya hubungan kerja
dan perjanjian kerja waktu tertentu. Ketika ada perpanjangan uang kompensasi harus diberikan
terlebih dahulu dalam hal ini bukan di kumulatifkan. Hal ini sudah diatur juga dalam undang-
undang. Pembuatan perjanjian kerja bersama berbeda dengan peraturan perusahaan. Dalam
peraturan perusahaan tidak boleh menyimpangi undang-undang. Sedangkan dalam perjanjian
kerja bersama perusahaan dan serikt pekerja boleh menambahkan apa yang kurang di dalam
undang-undang. Tetapi jika terjadi perselisihan di pengadilan, perngadilan akan menggunakan
ketentuan yang berlaku di dalam undang-undang. Lalu mengenai ketentuan terhadap disabilitas
tidak diubah dan dihapus karena hal ini berkaitan dengan hak asasi manusia.

Menurut Kahar selaku perwakilan dari KSPI UU Cipta Kerja lebih berpihak kepada
infestor daripada kepada pekerja , karena itulah tujuan utama dari dibentuknya UU ini. Menurut
buruh UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan suatu undang-undang yang
fleksibel. Buruh kecewa tidak dilibatkan dalam pembentukan UU Cipta Kerja.

KSPI mencatat ada 10 permasalahan diantaranya adalah :

1. Tenaga kerja asing


Dalam UU Cipta Kerja mengapus ketentuan pemberi kerja yang mempekerjakan TKA
wajib memiliki izin dari menteriatau pejabat yang ditunjuk dan menggantinya dengan
kewajiban memiliki RPTKS. Pada catatan serikat pekerja menyampaikan bahwa
dihapusnya syarat perizinan tersebut telah meredukasi peran negara dalam
memproteksi hak-hak pekerja lokal.
2. Perjanjian kerja waktu tertentu
Dalam UU Cipta Kerja Batasan waktu kontrak dihapus dalam UU dan diatur dalam PP
(PKWT selama 5 tahun dan bisa diperpanjang jika pekerjaan belum selesai). Pada
catatan serikat pekerja tidak ada lagi Batasan periode kontrak, serta ketentuan “PKWT
demi hukum menjadi PKWTT” jika jumlah periode dan jangka waktu PKWT tidak
terpenuhi.
3. Pekerja alih daya
Dalam UU Cipta Kerja pemborongan pekerjaan tidak lagi ada Batasan dan outsourcing
tidak lagi dibatas untuk 5 jenis pekerjaan. Pada catata serikat pekerja tidak ada lagi
ketentuan yang mengatur, bahwa pemborongan pekerjaan hanya untuk kegiatan
penunjang dan tidak boleh dilakukanuntuk kegiatan utama, serta harus dilakukan
terpisah dari kegiatan utama perusahaan.
4. Cuti
Dalam catatan serikat pekerja ketentuan mengenai istirahat Panjang mereduksi
ketentuan sebelumnya. Dalam hal ini pengaturan dalam UU Cipta Kerja tidak sedetail
dalam UU No. 13 tahun 2003.
5. Pengupahan
Dalam UU Cipta Kerja yang wajib ditetapkan adalam upah minimum provinsi dan
UMK dapat ditetapkan dengan syarat tertentu. pada catatan serikat pekerja hilangnya
upah minimum sectoral menyebabkan tidak ada lagi pengaturan upah berdasarkan jenis
udaha tertentu.
Dalam PP No.35 tahun 2001, diatur mengenai upah perjam bagi pekerja yang bekerja
secara paruh waktu, sedangkan dalam catatan serikat pekerja penerapan upah perjam
ini merugikan buruh.
6. Pemutusan hubungan kerja (PHK)
Terkait terjadinya PHK tanpa izin maka PHK akan batal demi hukum. Dalam UU Cipta
Kerja tidak ditemukan lagi. Terkait untuk efesiensi hanya dilakukan jika perusahaan
tutup secara permanen, sedangkan dalam UU Cipta Kerja PHK karena alesan efesiensi
dapat dilakukan bahkan jika perusahaan dalam keadaan tidak tutup.
7. Pesangon (15 permasalahan)
Dalam PP 35 tahun 2021 kita mengenal pemberian pesangon hanya 0,5%. Lalu 15%
dalam UU Cipta Kerja juga dihapuskan.
8. Penghapusan sanksi pidana
Dalam UU Cipta Kerja pidana bagi pengusana yang mempekerjaan TKA tanpa izin
telah dihapuskan.
9. Waktu kerja
dalam catatan serikat pekerja menuntut adanya kepastian mengenai waktu kerja bagi
pekerja yang bekerja di sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
10. Jaminan kehilangan pekerjaan
Dalam UU Cipta Kerja hanya 4 jenis yang mendapatkan JKP yaitu orang yang
mengundurkan diri, catat total tetap, pensiun dan yang telah meninggal dunia.

Anda mungkin juga menyukai