Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENGGANTI FINAL HUKUM PERBURUHAN KELAS G

ESSAY PERUBAHAN UU CIPTA KERJA


Oleh:
Amel Ryski Prasilya R. Abas P
B011191068

Sebagai negara hukum, Indonesia menganut sistem civil law tentu memiliki
berbagai regulasi untuk mewujudkan tujuan negara. Sumber hukum yang digunakan dalam
sistem civil law dalam arti formal berupa peraturan perundang-undanga, kebiasaan, dan
yurisprudensi yang menempatkan konstitusi tertulis pada urutan tertinggi dalam hierarki
perundangan. Sedangkan kebiasaan dijadikan sebagai sumber hukum kedua untuk
menyelesaikan permasalahan.
Banyaknya regulasi yang terdapat di Indonesia seringkali membingungkan
masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan
kebijakan untuk membuat omnibus law. Istilah ini mungkin masih asing dikalangan
masyarakat karena baru kali pertama akan diterpakan di Indonesia. Tujuan pemberlakuan
undang-undang ini, menurut Kementerian Keuangan Indonesia adalah untuk menciptakan
lapangan kerja seluas-luasnya dan merata di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka
memenuhi hak atas penghidupan yang layak melalui kemudahan dan perlindungan UMKM,
peningkatan ekosistem investasi kemudahan berusaha, peningkatan perlindungan
kesejahteraan pekerja kemudian investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis
nasional.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, merupakan kristalisasi
regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda,
menjadi satu payung hukum. Artinya, Undang-undang Cipta Kerja ini, telah mengakomodir
beberapa undang-undang menjadi satu paket antara lain, undang-undang perpajakan,
undang-undang ketenagakerjaan, undang-undang kehutanan, undang-undang lingkungan,
undang-undang zonasi perairan Indonesia serta undang-undang pemberdayaan usaha
menengah kecil, dan beberapa peraturan undang-undang lainnya yang tak dapat dirinci
dalam tulisan ini. Pemerintah punya persepsi sendiri untuk memberlakukan UndangUndang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dengan alasan untuk perbaikan ekonomi
nasional Indonesia yang semakin terpuruk.
Namun Kebijakan ini memicu munculnya masa demonstrasi menolak UU Omnibus
Law karena berbagai alasan serta membuat rasa percaya masyarakat terhadap pemrintah
semakin berkurang. Sedangkan dari pemerintah sendiri menggap bahwa ini kebijakan yang
tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada dimasyarakat selama ini. Kebijakan ini
nantinya akan mengurangi tumpang tindih regulasi dan mempercepat pertumbuhan
nasional menurut pemerintah. Segala ketentuan berubah dan dianggap tumpeng tinding
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, mengenai Tenaga Kerja Asing pada Pasal 43 ayat 1 Pemberi kerja yang
menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing
yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Serta pasal 44 ayat 1; Pemberi
kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi
yang berlaku. Sementara dalam UU Ciptaker ini Pasal 43 mengenai rencana penggunaan
TKA dari pemberi kerja sebagai syarat mendapat izin kerja dimana dalam RUU Cipta kerja,
informasi terkait periode penugasan ekspatriat, penunjukan tenaga kerja menjadi warga
negara Indonesia sebagai mitra kerja ekspatriat dalam rencana penugasan ekspatriat
dihapuskan. Serta Pasal 44 mengenai kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan
kompetensi TKA dihapus.
Jika ditinjau kembali, secara regulasi memang dipermudah Karena ketentuan
sebelumnya harus ada IMTA dan pengecualian IMTA hanya perwakilan negara (konsuler
dan diplomatic), dan sekarang bentuknya bukan IMTA namun pengesahan RPTKA, beda
dengan IMTA yang pengecualiannya hanya konsuler dan diplomatic, kalau sekaraang itu
termasuk aggota direksi dan komisaris dengan kepemilikan saham tertentu juga tenagan
kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada beberapa jenis kegiatan yang salah
satunya adalah startup, padahal pada sector startup itu adalah peluang untuk penyerapan
tenaga kerja tapi ternyata pada sector ini RPTKnya termasuk dari yang dikecualikan.
Kedua, tentang PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu), dalam UU Ciptaker
PKWT akan lebih dipermudah, maksudnya dia berbasis ketaatan, yang berbeda dengan
yang lama yaitu dengan batasan-batasannya dimana maksimal 2 tahun bisa diperpanjang 1
tahun dan jika lebih dari itu akan menjadi PKWTT (tetap). Dalam UU Ciptaker sekarang
didasarkan pada kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha, karena ini sama dengan
peraturan pengupahan dalam UU Ciptakerja. Peraturan yang dulu memang ditulis secara
normatifnya 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun otomatis menjadi PKWTT. Maka timbul isu bahwa
nanti pekerja kontrak akan bekerja kontrak seumur hidup. Pada akhirnya aspek kepastian
hukum terkait perjanjian kerjanya menjadi hilang dimana sebelumya ada batasan-batasan
waktu dihilangkan yang mana pekerja bisa mengukur dengan telah melewati batasan-
batasan waktu yang ditentukann maka ia akan menjadi PKWTT, yang didalam UU Ciptaker
ini normatifnya dihapuskan.
Ketiga, Jam lembut jika dilihat pada UU Ketenagakerjaan, Waktu kerja lembur
paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu. Sementara dalam UU Ciptaker
ini memperpanjang waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per
minggu.
Ketiga, Cuti Dalam UU no.13 tahun 2003 yang termasuk cuti adalah ketika
mengkhitan kan anak, kawin, keluarga meninggal, Haid, membaptiskan, dan lain
sebagainya. Jadi meskipun pekerja tidak masuk maka pekerja tetap mendapatkan upah
dimana ketentuan ini dihilangan dalam UU ciptaker yang baru. Dan diganti dengan pemberi
kerja wajib memberi upah ketika pekerja tidak dapat bekerja karena berhalangan, dimana
ketentuan berhalangan ini belum diatur secara spesifik. Jadi dalam UU Ciptaker ini
mengubah dari peraturan yang lama dimana ia mengatur secara spesifik tentang cuti lebih
di perlentur di peraturan yang baru ini. Namun beredar isu jika cuti ini akan dimasukkan
dalam cuti taunan, padahal untuk cuti khusus tadi teknisnya bisa diatur di peraturan
perusahaan atau di peraturan kerja bersama (PKB).
Keempat, tentang PHK, Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada 9 alasan
perusahaan boleh melakukan PHK seperti: Perusahaan bangkrut, Perusahaan tutup karena
merugi, Perubahan status perusahaan, pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja,
pekerja/buruh melakukan kesalahan berat, pekerja/buruh memasuki usia pensiun,
pekerja/buruh mengundurkan diri, pekerja/buruh meninggal dunia, pekerja/buruh mangkir.
Sementara dalam UU Ciptaker ini menambah 5 poin lagi alasan perusahaan boleh
melakukan PHK, diantaranya meliputi: Perusahaan melakukan efisiensi, Perusahaan
melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan,
Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, Perusahaan
melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh, Pekerja/buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya
setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
Jika memang alasan-alasan PHK diperluas dari peratuan yang sebelumnya itu diatur
secara terpisah dari beberapa pasal, dan sekarang akhirnya dijadikan saatu pasal. Dimana
pada peraturan sebelumnya ketentuan pesangon itu ditentukan menurut jenis pasalnya, jadi
besaran pesangon berbeda besarannya tergantung pasal mana yang digunakan. Berbeda
dengan sekarang yang hanya diatur dalam satu pasal dan pengaturan pesangon di tetapkan
berdasarkan masa kerjanya, yang artinya dalam UU Ciptaker ini tidak melihat alasan
pekerja di berhentikan namun hanya melihat masa kerja seorang pekerja dalam suatu
perusahaan untuk menen tukan besaran pesangon
Kelima, Upah minimum. Pada UU ketenagakerjaan, Upah minimum ditetapkan di
tingkat Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, dan Sektoral. Berdasarkan Pasal 89 UUK, setiap
wilayah diberikan hak untuk menetapkan kebijakan Upah minimum mereka sendiri baik di
tingkat provinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya. Sementara dalam UU Ciptaker ini
Meniadakan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral
kabupaten/kota (UMSK), sehingga penentuan upah hanya berdasarkan Upah Minimum
Provinsi (UMP). Sebenarnya ini termasuk pengalihan kewenangan penetapan dari
kewenangan daerah ke pusat, dimana ini menghapus kewenangan kementrian
ketenagakerjaan dalam hal penentuan mekanisme penagguhan pembayaran upah minimum,
dimana upah minimum dihapuskan dan diganti dengan kesepakatan antara pemberi kerja
dengan pekerja
Keenam, Penghargaan masa kerja (bonus). Sebenarnya di UU no 13 tahun 2003 ini
sudah ada namun akan diberikan pada saat PHK dan didalam UU Ciptaker ini disebut
penghargaan masa kerja/ bonus. Diatur dalam pasal 92 UU Ciptaker dimana ia mengatur
soal penghargaan lainnya, dan yang menariknya hal ini diwajibkan untuk memberikan
penghargaan lainnya. Artinya berdasarkan ketentuan peraturannyannya, untuk
meningkatkan kesejahteraan pekerja, pemberikerja berdasarkan Undang-undang ini
memberikan penghargaan lainnya kepada pekerja, ketentuan ini harus dilaksanakan paling
lama 1 tahun setelah undang-undang ini berlaku. Jadi pada akhirnya ini mewajibkan
pemberikerja memberika penghargaan lainnya kepada pekerja walaupun tetap ada batasnya
karena dibatasi masa kerjanya.
Terkait ke- enam poin tersebut, terdapat banyak penolakan dari UU Ciptakerja ini,
bisa dibilang ini adalah masalah legitimasi karena dimana-mana terdapat banyak penolakan
juga ada tuduhan yang cukup serius dimana pemerintah kurang melibatkan stake holder
terkait dalam pembentukan UU ini. kesalahan pemerintah disini adalah terkesan agak
tertutup dalam pembahasan draf awal UU ini maka menimbulkan kecurigaan dimata mata
masyarakat karena berkaca pada UU KPK yang memang tiba-tiba disahkan dalam waktu
yang cepat dan tanpa melibatkan masyarakat.
Kedepannya memang pemerintah dan DPR harus lebih terbuka terutama agar UU
ini tidak cacat formil artinya memang harus ada partisipasi public, keterbukaan yang
memang di amanatkan oleh peraturan perundang-undanggan. Karena bisa dibilang UU ini
boleh dikatakan cacat formil, karena pertama metode ini memang tidak diatur didalam
regulasi kita (omnibus law), yang kedua terkesan tertutup sehingga masukan, kritikan tidak
dapat tersampaikan bagi pihak-pihak yang berdampak pada khusunya dan pada umumnya
dari seluruh eleman masyaraat tentang subtansi dari UU ini.

Anda mungkin juga menyukai