Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Otoritas Jasa Keuangan, Money Laundry atau pencucian uang secara
sederhana merupakan upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang atau dana yang
diperoleh dari suatu aksi kejahatan atau hasil tindak pidana sehingga seolah-olah tampak
menjadi harta kekayaan yang sah.
Di Indonesia, tindak pidana ini diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun perbuatan-perbuatan yang menjadi
tindak pidana pencucian uang menurut UU No. 8/2010 adalah sebagai berikut:
1. Menempatkan, mentransfer, mengalihkan membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
2. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan
hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
3. Menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Dalam prakteknya, kegiatan pencucian uang mencakup tiga langkah yang menjadi dasar
operasional pencucian uang, yaitu :
a) Placement
Tindakan awal dari pencucian uang adalah placement atau penempatan uang,
yakni proses masuknya uang tunai ke dalam sistem finansial. Pada tahapan ini,
pergerakan uang sangat rawan untuk dideteksi, maka untuk menghindari terdeteksinya
pola ini, cara yang biasa dilakukan adalah dengan memecah uang menjadi satuan yang
lebih kecil agar tidak mudah dicurigai. Di samping itu, terdapat cara lain yaitu dengan
menempatkan uang tersebut ke dalam instrumen penyimpanan uang yang berbeda-beda
seperti cek dan deposito, menyelundupkan uang atau harta hasil tindak pidana ke negara
lain, melakukan penempatan secara elektronik, dan menggunakan beberapa pihak lain
dalam melakukan transaksi.

1
b) Layering
Layering merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menjauhkan uang yang
diperoleh dari kejahatan tersebut. Cara yang biasa digunakan adalah dengan membeli
aset, berinvestasi, atau dengan menyebar uang tersebut melalui pembukaan rekening
bank di beberapa negara. Di sinilah tempat suaka pajak (tax havens) memperlancar
tindak pencucian uang. Defenisi tax havens adalah wilayah tertentu yang menyediakan
fasilitas penampungan aset atau investasi asing tanpa kewajiban membayar pajak.
Adapun cara lain adalah transfer melalui kegiatan perbankan lepas pantai (offshore
banking) serta transaksi menggunakan perusahaan boneka (shell corporation).
c) Integration
Integration merupakan upaya menggabungkan atau menggunakan harta
kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke
dalam berbagai jenis produk keuangan dan bentuk material lainnya, dipergunakan untuk
membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak
pidana. Adapun cara yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan investasi pada
suatu kegiatan usaha, penjualan dan pembelian aset, serta pembiayaan korporasi.

Tindakan pencucian uang ini membuat pelaku memiliki banyak harta namun tidak diketahui
oleh pihak manapun atau bisa dikatakan tidak ada yang curiga karena hartanya
disembunyikan dalam bentuk lain.

B. Tujuan
Saya memilih topik ini untuk dibahas pada seminar manajemen keuangan adalah
saya ingin mengetahui lebih dalam tentang bagaimana tindakan pencucian uang ini
dilakukan oleh pelaku ketika mereka mengubah hartanya agar tidak diketahui. Dan
menganalisis bagaimana cara mendeteksinya serta meminimalisirnya.

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kasus
Faktor penyebab terjadinya pencucian uang terutama terletak pada lemahnya
regulasi keuangan, dan keseriusan perbankan atau pemerintah negara tertentu untuk
memberantas praktik pencucian uang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebebasan
pencucian uang, yaitu: Placement, Layering, dan Integration.
Publik meyakini bahwa faktor pendorong yang paling penting dalam mendorong
terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) adalah belum efektifnya penegakan hukum.
Demikian salah satu hasil yang disampaikan dalam soft launching Indeks Persepsi Publik
Indonesia terhadap Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (APUPPT), Selasa (20/12).
Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa selain
belum efektifnya penegakan hukum, beberapa faktor lain yang mendorong terjadinya TPPU
antara lain minimnya teladan dari politisi dan pejabat pemerintah, belum efektifnya
pengawasan pelaksanaan aturan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, rentannya
produk hukum yang memberi celah penyalahgunaan wewenang, serta sulitnya mendeteksi
pihak yang merupakan pemilik harta yang sesungguhnya. Pencegahan tersebut dapat
dilakukan dengan menerapkan prinsip pengenalan pelanggan, maksimalisasi fungsi dan
peran PPATK serta kerjasama internasional baik secara bilateral maupun multilateral dalam
memperoleh informasi tentang upaya apa saja dalam rangka pemberantasan tindak pidana
Pencucian Uang.

Dari penjelasan diatas saya menyimpulkan bahwa tindak pencucian uang yang
dilakukan di PT Jiwasraya adalah karena masih banyak petinggi negara dan politisi yang
melakukan tindakan tak terpuji tersebut sehingga masih banyak yang melakukan praktik
tersebut terutama salah satu pelaku di PT Jiwasraya.
Namun pada praktiknya pemicu utamanya adalah investasi bodong. Seperti yang kita
ketahui faktor pertama orang melakukan investasi bodong adalah ingin cepat kaya dan
mendapatkan keuntungan banyak. Karena pada kronologinya ada profesional money
laundering, jadi semacam profesional yang ahli mengenai keuangan dan pasar modal yang
bisa mengarahkan pemilik uang untuk mendapatkan dana-dana tertentu. Nah, ternyata
saham yang ditawarkan adalah bodong. Itu didorong sehingga ketika dibeli pada saat harga
tinggi, ketika diuangkan lagi harganya sudah ini (turun).

3
B. Dampak yang Ditimbulkan
Berdasarkan pantauan Kontan.co.id, para pemegang polis tersebut mulai berada di
Kementerian Keuangan RI sejak pukul 09.00 WIB. Para pemegang polis ini tergabung
dalam Forum Korban Jiwasraya yang berjumlah 200 anggota yang berdomisili di
Jabodetabek dan Surabaya. Sedangkan untuk luar negeri, berasal dari Belanda, Italia,
Malaysia, dan Korea Selatan.
Dari kasus ini merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 16.807.283.375.000,00 (Rp 16,81
triliun).

Dampak yang ditimbulkan dari kasus ini adalah perusahaan asuransi tidak akan dipercayai
lagi oleh masyarakat, kepercayaan pada dasarnya merupakan modal spiritual utama di
samping modal duit. Betapa akan tidak berdayanya sebuah perusahaan, termasuk industri
asuransi sebagai lembaga keuangan nonbank, jika masyarakat sudah tidak memercayainya
lagi. Tidak hanya PT Jiwasraya saja yang kehilangan kepercayaan dari masyarakat namu
akan berimbas kepada perusahaan asuransi yang lainnya.
Lalu dampak yang kedua adalah perekonomian negara menjadi terganggu, karena dari kasus
money laundry yang dilakukan oleh Profesional Money Laundry di PT Jiwasraya membuat
negara rugi sebanyak 16 triliun.

C. Penyelesaian
Pada tanggal 26 Oktober 2020 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lewat Majelis
Hakim sidang Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman maksimal yakni pidana
penjara seumur hidup berikut denda kepada Hary Prasetyo (Direktur Keuangan Jiwasraya
periode Januari 2013-2018), Hendrisman Rahim (Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-
2018), Syahmirwan (Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya), Joko
Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra).
Terdakwa Benny Tjokrosaputro (Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX)). Heru
Hidayat (Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM)), selain pidana penjara
seumur hidup dan denda, juga harus mengembalikan uang kerugian masing-masing Rp6,078
triliun untuk Benny Tjokrosaputro dan Rp10,72 triliun untuk Heru Hidayat.
Terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55

4
ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

D. Solusi
Beberapa cara yang dilakukan pemerintah untuk meyelesaikan permasalahan ini. Berikut
rinciannya:
1. Reformasi Industri Asuransi oleh OJK
Otoritas Jasa Keuangan berencana melakukan reformasi pada industri asuransi. Hal ini
berkaca pada keberhasilan reformasi perbankan, maka reformasi pada industri keuangan
non perbankan pun dinilai perlu dilakukan. Reformasi ini perlu mencakup pengaturan,
pengawasan permodalan, transparansi laporan keuangan, hingga terkait manajemen
risiko. Reformasi ini juga untuk menumbuhkan kembali kepercayaan nasabah akan
perusahaan asuransi.
2. Restrukturisasi
Upaya penyelesaian yang kedua adalah dengan melakukan restrukturisasi pada
keuangan perseroan. Rencananya upaya restrukturisasi Jiwasraya ini akan dilakukan
pada akhir bulan ini atau paling lambat Februari 2020. Adapun restrukturisasi Jiwasraya
dengan melakukan penerbitan utang oleh anak usaha Jiwasraya Putra. Dana
restrukturisasi ini akan digunakan membayar polis nasabah Jiwasraya.
Hanya saja masih menunggu hasil diskusi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
3. OJK Bentuk Lembaga Penjamin Polis
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana untuk membentuk Lembaga Penjamin Polis
(LPS). Pembentukan lembaga berkaca dari kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya
yang kemudian memunculkan banyak temuan baru. Sebenarnya pembentukan Lembaga
Penjamin Polis ini juga sudah lebih dahulu dilakukan di perbankan melalu Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS). Tujuan lembaga ini untuk menjamin agar uang nasabah bisa
dikembalikan jika terjadi masalah pada perusahaan. Meskipun begitu, pembentukan
lembaga penjaminan polis ini memerlukan koordinasi dengan semua pihak terutama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di mana pada undang-undang (UU) asuransi
diperbolehkan membentuk lembaga penjaminan polis dengan adanya persetujuan DPR.
4. Pembentukan Holding BUMN Asuransi
Langkah selanjutnya yang sedang diupayakan pemerintah adalah dengan mewacanakan
pembentukan holding BUMN Asuransi. Apalagi, hal tersebut juga sudah mendapatkan

5
restu dari Presiden Joko Widodo. Lewat holding ini nantinya perusahaan akan
mendapatkan cashflow sekitar Rp1,5 sampai Rp2 triliun. Pembentukan holding BUMN
asuransi ini jika ditarik waktu dengan tempo 4 tahun maka bisa mendapatkan RP8
triliun. Pasalnya, saaat ini saja, ada aset-aset saham yang hari ini sudah ada dideteksi
dan valuasinya bisa sampai Rp2 triliun sampai Rp3 triliun.
5. Pembentukan Pansus oleh DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana untuk membentuk panitia khusus (pansus)
untuk menyelesaikan permasalahan Jiwasraya. Pembentukan pansus ini seiring dengan
sudah banyaknya laporan dari maayarakat yang mengadukan soal kasus dugaan korupsi
di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ke Komisi VI yang salah satu mitra kerjanya adalah
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan seluruh BUMN. Bahkan,ada
masyarakat yang datang langsung ke komisi yang membidangi masalah investasi,
industri dan persaingan usaha itu untuk mengadukan soal kasus yang diduga merugikan
negara Rp13,7 triliun
6. Melepas Aset Jiwasraya
Salah satu cara yang akan dilakukan lagi oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) adalah upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan melepaskan aset-aset
Jiwasraya sehingga menambah keuangan perseroan. Meskipun hingga saat ini belum
dijelaskan aset apa yang berpotensi untuk dilepas.

6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis saya pada kasus Pencucian Uang di PT Jiwasraya ini menyimpulkan
bahwa :
1. Pencucian uang terjadi karena masih banyak petinggi negara dan politisi yang
melakukan tindakan tak terpuji.
2. Karena salah satu faktornya adalah investasi bodong, maka masih banyak masyarakat
yang kurang edukasi tentang apa itu investasi.
3. Pencucian uang membuat banyak kerugian, yaitu terhadap masyarakat dan
perekonomian Negara.

B. Saran
Untuk meminimalisir agar tidak terjadi lagi kasus yang sama saya menyarankan untuk :
1. Masyarakat lebih berhati-hati saat ditawarkan produk asuransi.
2. Mencari tahu terlebih dahulu apa keuntungan dan kerugian ketika mengikuti asuransi
yang ditawarkan.
3. Banyak literasi tentang apa itu pencucian uang, karena pada dasarnya pencucian uang
dilakukan secara terencana, ada baiknya kita mengetahui bagaimana ciri-ciri orang yang
melakukan pencucian uang

7
DAFTAR PUSTAKA

https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10470
https://dinastirev.org/JEMSI/article/view/610#:~:text=Faktor%20penyebab%20terjadi
nya%20pencucian%20uang,untuk%20memberantas%20praktik%20pencucian%20ua
ng.
https://keuangan.kontan.co.id/news/pemegang-polis-jiwasraya-datangi-kemenkeu-
untuk-menuntut-pengembalian-uang
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200604123733-17-163011/kasus-
jiwasraya-mulai-disidang-terkuak-dugaan-pencucian-uang
https://www.jawapos.com/opini/13/03/2020/pencucian-uang-dalam-kasus-jiwasraya/
https://www.hukumonline.com/berita/a/ranah-korupsi-pencucian-uang-atau-pasar-
modal-di-kasus-jiwasraya-lt6034a4670464a/
https://economy.okezone.com/read/2020/01/16/320/2153876/6-langkah-penyelesaian-
kasus-jiwasraya

Anda mungkin juga menyukai