Anda di halaman 1dari 148

HENIYATUN

 Asuransi pertanggungan / perlindungan


atas suatu objek dari ancaman bahaya yang
menimbulkan kerugian.
 Verzekeringsrecht :

 verzekeraar  penanggung  pihak yang


menanggung risiko
 verzekerde  tertanggung  pihak yang
mengalihkan risiko atas
kekayaan/ jiwanya kepada
penanggung.
 Pasal 246 KUHD  Pertanggungan  perjan.
dengan mana penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi
unt memberikan penggantian kepadanya
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen.

 Unsur – unsur :
1. Pihak2 dlm asuransi  subyek asuransi 
penanggung & tertanggung  perjanjian
asuransi  pendukung kewajiban & hak.
 Penanggung wajib memikul risiko, & berhak
atas premi.
 Tertanggung wajib membayar premi, &
berhak memperoleh penggantian jika timbul
kerugian atas benda yang diasuransikan.
2. Status pihak2
* Penanggung  perush.badan hukum
* Tertanggung  perseorangan/ badan huk.&
pemilik atau pihak yang
berkepentingan atas benda
yang diasuransikan.
3. Objek asuransi  benda, hak atau kepent.yg
melekat pada benda dan sejumlah uang 
premi atau ganti kerugian.
~ Melalui objek asuransi ada tujuan yang ingin
dicapai oleh subyek asuransi.
 Penanggung  memperoleh premi 
imbalan pengalihan risiko.
 Tertanggung  bebas dari risiko &
memperoleh penggantian  kerugian

4. Peristiwa asuransi  perbuatan hukum/ legal


act  persetujuan/ kesepakatan bebas ant P &
T  objek asuransi, peristiwa tidak pasti/
evenemen & syarat-syarat  tertulis  akta 
polis  bukti  telah terjadi asuransi.
5. Hubungan Asuransi  P & T  keterikatan / legally
bound  timbul krn kesepakatan bebas. Keterikatan
tsb berupa kesediaan P & T secara sukarela untuk
memenuhi hak & kewajiban masing2 (sec.bertimbal
balik)  sejak tercapai kesepakatan.

Pasal 246 KUHD  Asransi Kerugian


Unsur yang harus ada  Asuransi Kerugian
1. Penanggung & Tertanggung
2. Persetujuan bebas ant P & T
3. Benda asuransi & kepentingan T
4. Tujuan yang ingin dicapai
5. Risiko & premi
6. Evenemen & ganti kerugian
7. Syarat2 yang berlaku
8. Bentuk akta  polis asuransi
 Pasal 1 angka (1) UU No.2 Tahun 1992: Usaha
Perasuransian.
 Asuransi/ pertanggungan  perjanjian ant dua
pihak atau lebih dg mana pihak penanggung
mengikatkan diri kpd tertanggung dg menerima
premi asuransi unt memberikan penggantian
kpd tertanggung krn kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kpd pi 3 yg mungkin
akan diderita tertanggung yang timbul dari su/
peristiwa yg tidak pasti, atau unt memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
 UU No.2 Tahun 1992
 Pasal 246 KUHD 1. As. Kerugian & As.
1. As. Kerugian Jiwa
2. Tidak mengaturnya 2. As.unt kepentingan

3. Tidak mengatur pihak 3


objek as.yang 3. Objek asuransi
berupa jiwa meliputi : benda,
manusia. kepentingan yang
4. Peristiwa melekat pd benda,
meninggalnya uang & jiwa
seseorang tidak manusia.
ada. 4. Evenemen:
kerugian &
meningganya
seseorang
TUJUAN ASURANSI
1. Teori Pengalihan Risiko/ risk transfer theory
 T  mengalihkan risiko yang mengancam
harta kekayaan/ jiwa  membayar premi.

2. Pembayaran Ganti Kerugian  evenemen 


T memperoleh ganti kerugian yg sungguh2
dideritanya.

3. Pembayaran Santunan  As.bersifat wajib/


compulsory insurance  As.sosial/ social
security insurance.

4. Kesejahteraan Anggota  mirip as.jumlah.


 Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi
 Pasal 1320 KUHPerdata:
1. Kesepakatan/ consensus
2. Kewenangan/ authority
3. Objek tertentu/ fixed object
4. Kausa yang halal/ legal cause

Pasal 251 KUHD :


5. Kewajiban pemberitahuan/ notification
1. Kesepakatan/ consensus  T & P sepakat 
perjanjian as.yg meliputi:
a. benda yang menjadi objek as.
b. pengalihan risiko & pembayaran premi
c. evenemen & ganti kerugian
d. syarat2 khusus as.
e. dibuat secara tertutis  polis.

2. Kewenangan/ authority  T & P  wenang unt


melakukan perbuatan hukum.
Subyektif  dewasa, sehat ingatan.
Objektif  T memp.hub.yg sah dg objek as.
P  pihak yg sah mewakili perush.as
 Anggaran Dasar Perusahaan.
3. Objek tertentu/ fixed object  objek yang dias. 
harta kekayaan & kepent.yang melekat pada harta
kekayaan, jiwa/ raga manusia.
objek tertentu  identitas objek as.harus jelas &
pasti.
T  memp.hub.langsung/ tidak langsung.
tidak langsung  asal memp.kepent. bila
tidak dapat membuktikan  as.batal/ null
and void.

4. Kausa yang halal/ legal cause


Isi perjan Asuransi  tidak dilarang UU, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum & tidak
bertentangan dengan kesusilaan.
a. Teori Objektivitas (objektivity theory) 
setiap asuransi hrs mempunyai objek ttt. 
jenis, identitas, sifat yang dimiliki objek tsb
hrs jelas dan pasti  wajib diberitahukan
oleh T kpd P  tidak boleh ada yang
disembunyikan.
Tujuannya  agar Penanggung dapat
mempertimbangkan apakah akan menerima
peraliahan risiko atau tidak.
Keunggulan teori objektivitas  P dilindungi dr
perbuatan T yang tidak jujur (in bad faith).
>< T selalu dimotivasi unt berbuat jujur (in
good faith) & berhati2  pemberitahuan.
Tujuan teori objektivtas  mengarahkan T & P
 mengadakan perjanjian as.dilandasi asas
kebebasan berkontrak yang adil (fair).
 Kelemahan teori objektivitas  ketidak
mungkinan T mengetahui cacat tersembunyi
yang melekat pada objek as. yang mungkin
akan dijadikan alasan P  as.batal setelah
terjadi evenemen, betapapun jujurnya T.
 T  tidak jujur  as.batal.
 Kepastian Hukum Asuransi  tergantung
perjanjian tertulis polis  jenis, identitas,
sifat & syarat khusus (policy clausule)  untk
mengatasi kemungkinan adanya cacat
tersembunyi pada benda asuransi.
b. Pengaturan Pemberitahuan dalam KUHD
T  wajib memberitahukan kpd P mengenai
objek as.. pada saat mengadakan asuransi
Bila lalai  batal.
 Pasal 251 KUHD  “semua pemberitahuan yg
salah, atau tidak benar, atau penyembunyian
keadaan yang diketahui oleh T tentang objek
asuransi, mengakibatkan as.itu batal”.
 Kewajiban pemberitahuan  berlaku juga
setelah asuransi diadakan  pemberatan risiko
atas objek asuransi.
 Kewajiban pemberitahuan  tidak bergantung
pada ada itikad baik/ tidak dari Tertanggung.
 klausula “sudah diketahui”
1.Teori tawar menawar & Teori Penerimaan
Indonesia  tawar menawar  kesepakatan
 syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320
KUHPerdata)
a. Teori tawar menawar (bargaining theory) 
perjanjian  penawaran (offer) & penerimaan
(acceptance).  hasil yang diharapkan 
kesesuaian antara penawaran & penerimaan
secara bertimbal balik.  dua unsur:
penerimaan & penawaran  titik temu 
kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian.
 Keunggulan bargaining theory  kepastian
hukum yang diciptakan berdasarkan
kesepakatan.
 Kelemahannya  P selalu berposisis lebih
kuat, krn berpengalaman  risiko & kerugian
akibat evenemen yang mungkin terjadi. 
juga ada kecenderungan pembatasan
tanggung jawab penanggung thd kerugian 
evenemen

b. Teori Penerimaan (acceptance theory) 


bergantung pada kondisi konkrit yang
dibuktikan dengan perbuatan nyata
(menerima) atau dokumen perbuatan hukum
(bukti menerima).
 Berdasarkan teori penerimaan  perjan.as.
Terjadi & mengikat  penawaran sungguh2
diterima T  dibuktikan oleh tindakan nyata
dr T  menandatangani pernyataan  nota
persetujuan (cover note)  dibuat akta
perjanjian as. polis.

 Keunggulan acceptance theory/ ontvangs


theory  saat terjadi & mengikatnya perjan
ke2 pihak dapat ditentukan dengan pasti, shg
saat mulai dipenuhinya kewajiban & akibat
hukumnya juga dapat dipastikan.
 Kelemahannya  T menerima segala
konsekuensi yuridis yang tertera dlm
kesepakatan.
2. Asuransi Bersifat Tertulis
Perjan.As. terjadi seketika setelah tercapai
kesepakatan  hak & kewajiban timbul sejak
saat itu, bahkan sebelum polis
ditandatangani (Pasal 257 ayat (1) KUHD)
As.hrs dibuat tertulis  bentuk akta  polis
(Pasal 255KUHD)
Polis  satu2nya alat bukti tertulis (Pasal 258
ayat (1) KUHD)
3. Pembuktian Syarat/ Janji Khusus
Asuransi  dimuat dalam polis secara
tegas.  “diancam batal jika tidak dimuat
dalam polis”  harus dibuktikan secara
tertulis (Pasal 258 ayat (1) KUHD)
 Syarat khusus  Pasal 258 KUHD  esensi/
inti isi perjanjian  terutama mengenai
realisasi hak & kewajiban T & P, mengenai:

 1. penyebab timbul kerugian (evenemen)


 2. sifat kerugian yang menjadi beban P
 3. pembayaran premi oleh T
 4. klausula- klausula tertentu

 Keadaan ini hanya dapat diketahui dengan


jelas jika tercantum dalam polis.
 FUNGSI POLIS
 Pasal 255 KUHD  perjanjian asuransi harus
dibuat secara tertulis dalam bentuk akta 
Polis.
 Pasal 19 ayat (1) PP No.73 Tahun 1992 
polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan
nama apapun, berikut lampiran yang
merupakan satu kesatuan dengannya, tidak
boleh mengandung kata2 atau kalimat yang
dapat menimbulkan penapsiran yang berbeda
mengenai risiko yang ditutup asuransinya,
kewajiban penanggung dan kewajiban
tertanggung atau mempersulit tertanggung
mengurus haknya
Berdasarkan ke 2 pasal tersebut  polis berfungsi
sebagai alat bukti tertulis  telah terjadi perjan.
Asuransi antara tertanggung & penanggung.
Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dlm
polis harus jelas, tdk boleh mengandung kata2
atau kalimat yang memungkinkan perbedaan
interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung
& penanggung merealisasikan hak & kewajiban
mereka dalam pelaksanaan asuransi. Selain itu
polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat
syarat khusus & janji2 khusus yang menjadi
dasar pemenuhan hak & kewajiban untuk
mencapai tujuan asuransi.
 Pasal 259 KUHD  jika asuransi diadakan ant
T & P  polis  ditandatangi & diserahkan 
dalam tempo 24 jam setelah permintaan.

 Pasal 260 KUHD  asuransi diadakan dengan


perantaraan pialang asuransi  polis 
ditandatangi & diserahkan  dalam tempo 8
(delapan) hari  dihitung sejak terjadi
kesepakatan ant pialang asuransi dengan
penanggung.
 Polis dibedakan menjadi 2 golongan:
1. Polis perjalanan (voyage policy)
2. Polis waktu (time policy)

Polis Perjalanan  untuk asuransi satu perjalanan


atau satu pelayaran tertentu saja. Tidak
menjadi persoalan bila perjalanan itu
memakan waktu berhari2, kecuali jika
perjalanan itu dihentikan di tengah jalan 
asuransi menjadi batal
Polis Waktu  untuk asuransi yang berjangka
waktu tertentu, mis: satu tahun.
penentuan jangka waktu harus tepat menurut
tanggal dan jam dimulai dan diakhiri. Polis ini
biasanya untuk asuransi kebakaran.
 Klausula Polis  janji2 khusus yang dirumuskan
secara tegas di dalam polis.
 Maksud klausula Polis  untuk mengetahui
batas tanggung jawab penanggung dalam
pembayaran ganti kerugian apabila terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian
 Jenis Klausula Polis  ditentukan oleh sifat
objek asuransi, bahaya yang mengancam dalam
setiap asuransi.
 Jenis klausula Polis:
1. Klausula premier rique; 2. Klausula all risks;
3. Klausula all seen; 4. Klausula renunciation;
5. Klausula free from particular average.
 Klausula Premier Risque  sering digunakan
pada asuransi pembongkaran & pencurian
(burglary insurance) serta asuransi tanggung
jawab (liability insurance)  apabila asuransi
di bawah nilai benda terjadi kerugian
sebagian (partial loss), P akan membayar
ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum
jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat (3)
KUHD)
 Mis: NB 800 jt; di AS 500 jt dg klausula PR;
benda dicuri sebesar 250 jt. P membayar
klaim ganti kerugian 250 jt. Alasannya: * AS
berklausula PR, * Jumlah AS di bawah NB; *
Kerugian partial loss.
 P memikul segala risiko atas benda yang
diasuransikan  P akan mengganti semua
kerugian yang timbul akibat peristiwa
apapun, kecuali kerugian yang timbul karena
kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276
KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya
(Pasal 249 KUHD)
 EX: kaca senilai 500 jt,diangkut dg truk di As
kan sejmlah 400 jt, dg klausula all risks. Dlm
perjalanan terjadi goncangan- kaca pecah
kerugian 200 jt. Setelah diteliti ternyata
pengepakan tidak sesuai dengan standar
yang berlaku. P  kurugian disebabkan krn
kesalahan T sendiri  di luar klausula all risk
 Klausula sudah diketahui (All Seen) 
digunakan pada asuransi kebakaran (fire
insurance).
 Klausula ini menentukan  Penanggung
sudah mengetahui betul keadaan, konstruksi,
letak dan cara pemakaian bangunan yg di AS.
 Klausula ini menghilangkan tuduhan bahwa
Tertanggung telah menyembunyikan hal2 ttt
dari objek Asuransi.(Pasal 251 KUHD)
 Ex: rumah dekat pompa bensin bernilai 50 jt,
di AS.30 jt unt bahaya kebakaran dg klausula
“sudah diketahui”, rumah terbakar akibat
terbakarnya pompa bensin, kerugian total
loss. P membayar ganti kerugian 30 jt.
 Renunsiasi  pelepasan hak  pelepasan
hak gugat berdasarkan Pasal 251 KUHD.
 P tidak akan menggugat T dengan alasan
Pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim
menetapkan pasal tersebut agar diberlakukan
secara jujur (fair) atau dengan itikad baik (in
good faith) & sesuai dengan kebiasaan.
 Jika diperkarakan ke PN & pengadilan
memutuskan bahwa Pasal 251 KUHD berlaku
terhadap kasus itu  Penanggung tidak
berkewajinan membayar ganti kerugian,
walaupun asuransi berklausula renunsiasi.
 Klausula ini  digunakan  asuransi
penangkutan laut.
 Average  peristiwa kerugian laut
 Penanggung dibebaskan dari kewajiban
membayar ganti kerugian yang timbul akibat
peristiwa khusus di laut (particular average)
 Pasal 709 KUHD
 Kebalikan FPA  with particular average/
WPA
 Pasal 264 KUHD  asuransi untuk kepent pi
3 (the third party).

 Pasal 265 KUHD  As untk kepent pi 3 


harus ditegaskan dalam polis  apakah
berdasarkan pemberian kuasa atau tanpa
sepengetahuan pihak ketiga  jika tidak 
batal (Pasal 266 KUHD).
 Asuransi  untuk kepent pi 3  harus secara
tegas dinyatakan  polis.
 Hal itu penting  akibat hukum dalam Pasal
267 KUHD  jika tidak  T dianggap
mengadakan asuransi untuk dirinya sendiri.
 Pasal 267 KUHD  penting  dalam hal
terjadi evenemen  maka:
* pihak ketiga yang berkepent tidak berhak
mengklaim, kerna dia bukan pihak dalam
asuransi.
* Tertanggung  pihak dalam asuransi  tidak
berhak mengklaim  tidak mempunyai
kepentingan. Pasal 250 KUHD 
 Pasal 250 KUHD  Jadi asuransi tersebut 
tidak mempunyai kekuatan berlaku bagi T 
& P tidak berkewajiban membayar klaim
dengan alasan asuransi tanpa kepentingan.
 Pasal 265 KUHD  mengharuskan ketegasan
dalam polis  asuransi untuk kepent pihak 3
 berdasarkan pemeberian kuasa atau tanpa
pengetahuan pihak 3 yang berkepentingan 
mengingat akibat hukum dalam 266 KUHD
 jika tanpa pemberian kuasa & pengetahuan
pihak 3 & pihak 3 sudah mengasuransikan 
batal.
 266  batalnya asuransi unt kepent pihak 3
 untuk mencegah asuransi rangkap.
 Syarat Sah Asuransi Menurut KUHD
 Kewajiban pokok tertanggung  membayar
premi.
 Sejak premi dibayar  Asuransi berjalan 
risiko atas benda yang diasuransikan beralih
kepada penanggung.
 Asuransi yang diadakan  batal  jika
tertanggung melalaikan kewajiban lain yang
sangat esensial  kewajiaban pemberitahuan
kepada penanggung mengenai keadaan benda
yang diasuransikan. (Pasal 251 KUHD)
 Setiap pemberitahuan yang keliru atau tidak
benar, atau menyembunyikan hal-hal yang
diketahui oleh tertanggung walaupun dengan
itikat baik, sehingga seandainya penanggung
setelah mengetahui keadaan sebenarnya
tidak akan mengadakan asuransi itu, atau
dengan syarat yang demikian, mengakibatkan
asuransi itu batal.
 Kewajiban pemberitahuan merupakan
realisasi penerapan teori objektivitas
(objectivity theory)  mengenai identitas dan
sifat benda objek asuransi.
 Pasal 251 KUHD  merupakan ketentuan
khusus dari Pasal 1321 & Pasal 1322
KUHPerdata.
 Kekhususannya  Pasal 251 KUHD tidak
mempertimbangkan  apakah perbuatan
tertanggung itu dilakukan dengan sengaja
atau tidak.
 Penanggung seandainya mengetahui keadaan
sebenarnya benda yang diasuransinkan itu,
dia tidak akan mengadakan asuransi dengan
syarat2 yang demikian itu. . inilah syarat
batal yang dimaksud dalam Pasal 251 KUHD
 Pasal 251 KUHD  merupakan salah satu
syarat penentuan sah, tidaknya asuransi yang
dibuat oleh tertanggung dan penanggung.
 Tujuan Pasal 251 KUHD  untuk melindungi
penanggung dari perbuatan tertanggung
yang akan merugikannya.
 Hal ini disebabkan adanya pemberitahuan
yang benar tentang benda yang
diasuransikan terhadap risiko yang dihadapi,
penanggung dapat menentukan sikap apakah
akan mengadakan asuransi atau tidak.
 Pasal 251 KUHD  penting  setelah terjadi
peristiwa (evenemen) yang menimbulkan
kerugian  untuk dijadikan alasan bagi
penanggung untuk menghindarkan diri dari
kewajiban membayar ganti rugi.
 Bagi tertanggung yang jujur merupakan
kekecewaan, karena tidak mendapat ganti
kerugian, dengan alasan asuransi batal,
padahal dia telah berusaha mengadakan
asuransi dengan maksud untuk menghidari
risiko.
 Pasal 251 KUHD  sering dipakai sebagai
senjata oleh penanggung.
 Untuk mengatasi rasa ketidakadilan yang
mungkin timbul  dalam praktek  T dan P
 memperjanjikan untuk menyampingkan
Pasal 251 KUHD dalam batas tertentu dan
pada asuransi tertentu  berdasarkan asas
kebebasan berkontrak (principle of contract
freedom).
 Penyampingan  dengan klausula  klausula
“renunsiasi” dan klausula “sudah diketahui” /
“all seen”.
 Penyampingan  tegas dalam polis.
 Pasal 283 KUHD  mengatur kewajiban
pemeberitahuan dari tertanggung  tapi
tidak batal jika tertanggung lalai  hanya
membayar ganti kerugian.
 Pasal 283 KUHD  tertanggung wajib
mengusahakan segala upaya guna mencegah
atau mengurangi kerugian, & setelah terjadi
kerugian  segera memberitahukan kepada
penanggung, dengan ancaman mengganti
kerugian jika ada alasan untuk itu.
 Segala beaya  menjadi beban penanggung.
 Pasal 283 KUHD  ditujukan kepada peristiwa
yang mengancam benda asuransi  ditujukan
kepada peristiwa yang datang dari luar benda
itu.
 Tertanggung hanya berkewajiban membantu
penanggung untuk menghindari atau
mengurangi kerugian bagi penanggung.
 Jika T mengetahui terjadi evenemen, tetapi
tidak berusaha mencegah atau mengurangi
kerugian yang telah terjadi dan tidak
memberitahukan kepada P, maka kerugian
yang timbul menjadi beban tertanggung.
contoh .......
 Contoh:
 Rumah 200 juta rupiah  as 150 juta rupiah
 bahaya kebakaran  rumah terbakar  T
berusaha mencegah, dengan beaya
2.500.000, kemudian melapor kepada P  P
wajib membayar beaya yang dikeluarkan T
tsb.
 Jika rumah terbakar rugi 50 juta  ganti rugi
=15/20x 50 juta = 37.500.000 + 2.500.000
= 40 juta.
 Jika terbakar habis  150 juta + 2.500.000 =
152.500.000.
 Jika T sengaja tidak berusaha mencegah/
tidak berusaha mengurangi kerugian 
 Jika kerugian tadi 50 juta  T hanya
menerima 35 juta.
 Jika kerugian tadi 150 juta  T hanya
menerima 147.500.000.
 Makna Pasal 283 KUHD  jika dalam usaha T
itu mengeluarkan beaya  harus
memberitahukan kepada P  P mengganti
beaya yang telah dikeluarkan T.
 Beaya tersebut harus diganti P, walaupun
usaha pencegahan tidak berhasil.
 Pasal 654 KUHD  kewajiban T, jika T
menget kejadian, memberitahukan P.
 Jika T tahu lebih dulu  beban T
 EKSONERASI dalam KUHD
 Eksonerasi  pembatasan tanggung jawab 
pembatasan tanggung jawab penanggung
(Pasal 290 KUHD & Pasal 637 KUHD)
 Pasal 249 KUHD  pembatasantanggung
jawab atas benda asuransi.
 Pasal 276 KUHD  pembatasan tanggung
jawab atas kesalahan tertanggung.
 Pasal 293 KUHD pembatasan tanggung jawab
atas pemberatan risiko.

 penanggung tidak berkewajiban membayar ganti gerugian.


1. Cacat sendiri (selfdefect)  kerugian 
timbul karena cacat sendiri pada benda as.
Cacat sendiri  cacat yang tidak dapat
disangkal pada benda yang seharusnya
tidak boleh ada  berasal dari dari benda
itu sendiri  bukan berasal dari luar. Misal:
konstruksi bangunan yang tidak tepat;
kapal yang tidak laik laut (unseaworthy);
buah yang terlalu masak.

2. Kebusukan sendiri (selfrot)


2. Kebusukan sendiri (selfrot)  kebusukan yang
bersumber pada cacat sendiri  bersal dari
dalam benda itu sendiri.
* jika kebusukan  timbul akibat pengaruh
dari luar benda  tidak termasuk  kebusukan
sendiri; misal: perjalanan berlarut  cuaca
buruk; temperatur udara terlalu panas/ dingin
 karena terlalu lama disimpan dalam palka 
benda mengalami kebusukan (rusak).

3. Sifat Kodrat (natural character)  sifat kodrat


yang langsung menimbulkan kerugian, yang
datangnya dari dalam benda itu sendiri 
bukan dari luar benda  misal: kaca yang
mdah pecah; hewan yang mudah mati; dll
 Kerugian akibat  Pasal 249 KUHD 
Penanggung dibebaskan dari kewajiban
membayar ganti kerugian.
 Pasal 249 KUHD  hubungan  Pasal 637
KUHD.
 Pasal 637 KUHD  “pada umumnya segala
bencana yang datang dari luar”.
 Pasal 249 KUHD  bencana yang datang dari
dari dalam  cacat sendiri pada benda.
 Pasal 637 KUHD  menegaskan yang telah
ditentukan oleh Pasal 249 KUHD.
 Tanggung jawab Penanggung dalam Pasal
637 KUHD dibatasi oleh kektentuan Pasal 249
KUHD
 Pasal 276 KUHD  “tidak ada kerugian krn
kesalahan tertanggung sendiri menjadi beban
penanggung.
 Kesalahan Tertanggung sendiri  kesalahan
karena tertanggung kurang hati-hati 
bukan karena kesengajaan.
 Perbuatan kurang hati-hati  menimbulkan
kerugian yang bukan tanggung jawab
penanggung.
 Tertanggung sembrono  buang putung
rokok  kebakaran  penanggung tidak
berkewajiban membayar ganti kerugian.
 Kesalahan tertanggung  tetap menjadi
tanggung jawab penanggung  pihak-pihak
memperjanjikan  pertimbangannya 
asal kesalahan tertanggung sendiri  bukan
bersifat kesengajaan  janji khusus 
dinyatakan dengan tegas dalam polis.
 AS Kebakaran  penanggung  dibebaskan
membayar ganti kerugian  akibat kesalahan
tertanggung yang melampaui batas (Pasal
294 KUHD)  kesalahan dengan kesengajaan
 misal: rumah terbakar  menyimpan
mesiu mercon.


 Kesalahan tertanggung sendiri yang kurang
hati-hati  penanggung tetap berkewajiban
mengganti kerugian  jika tidak ada unsur
kesengajaan, tapi ada unsur kurang hati-hati
 jika diperjanjikan  dinyatakan dengan
tegas dalam polis. Misal: tertanggung
menaruh lampu minyak di atas meja,
ditinggal tidur, tersentuh kucing jatuh di sofa
dan terjadi kebakaran. Hal i ni tidak terpikir
oleh tertanggung.
 Keadaan yang memberatkan risiko
penanggung di luar kesalahan tertanggung.
 Pemberatan risiko  timbul  setelah
asuransi berjalan.
 Pemecahannya  Pasal 251 KUHD.
 Pemberatan risiko  AS kebakaran  Pasal
293 KUHD  terjadi perubahan tujuan
penggunaan  sejak terjadi perubahan
tujuan penggunaan  kewajiban penanggung
memikul risiko menjadi terhenti 
penanggung bebas dari risiko.
1. Perubahan tujuan penggunaan setelah
asuransi berjalan.
2. Perubahan tujuan penggunaan itu
mengakibatkan ancaman bahaya kebakaran
diperbesar.
3. Penanggung tidak akan mengadakan
asuransi dengan syarat itu seandainya dia
mengetahui sebelum pengadaan asuransi.
Jika ke 3 syarat tersebut dipenuhi 
penanggung  bebas  kecuali
diperjanjikan dengan tegas dalam polis.
 Jika syarat 1 dipenuhi, tapi tidak
menimbulkan pemberatan risiko 
penanggung tetap bertanggung jawab, jika
terjadi kebakaran.
 Jika syarat 1 & 2 dipenuhi, dan diperjanjikan
dalam polis  penanggung bertanggung
tetap bertanggung jawab membayar klaim
ganti kerugian, jika terjadi kebakaran.
 Prof.Wirjono Projodikoro  dalam ada
pemberatan risiko, perlu diperhatikan Pasal
1338 KUHPerdata  perjanjian harus
dilaksakan dengan itikat baik (jujur).
 BENDA ASURANSI
 Benda Asuransi  benda yang menjadi objek
perjanjian asuransi (object of insurance).
 Benda Asuransi  harta kekayaan yang
mempunyai nilai ekonomi, yang dapat dihargai
dengan sejumlah uang.
 Benda Asuransi selalu berwujud; misal: kapal,
rumah, mobil, gedung pertokoan.
 Benda Asuransi  selalu diancam bahaya/
peristiwa, yang terjadinya itu tidak pasti
yang mengakibatkan benda asuransi itu
menjadi rusak, hilang, musnah, atau
berkurang nilainya.
 Benda Asuransi  teori kepentingan (interest
theory).
 Teori Kepentingan  pada benda asuransi
melekat hak subjektif yang tidak berwujud.
 Benda As  dapat rusak, hilang, musnah,
berkurang nilainya; demikian juga dengan hak
subyektif.
 Hak subjektif  kepentingan (interest).
 Kepentingan  sifat  absolut  harus ada
pada setiap objek asuransi & mengikuti ke
mana saja benda asuransi itu berada.
 Kepentingan  harus sudah ada pada benda
asuransi pada saat asuransi diadakan atau
setidak-tidaknya pada saat terjadi peristiwa
yang menimbulkan kerugian (evenemen).
Keunggulan Teori Kepentingan  sebagai
upaya pencegahan terjadinya perbuatan
memperkaya diri tanpa hak  memperoleh
ganti kerugian  terjadi evenemen  tanpa
kepentingan.  hal ini penanggung
dilindungi dari perbuatan spekulatif dari
pihak yang tidak jujur.

Kelemahan Teori Kepentinggan 


tertanggung yang beritikad baik dirugikan
oleh kebatalan asuransi, akibat terlambatnya
kuasa tertulis pemilik barang, sedangkan
evenemen terjadi mendahului kuasa tertulis
tersebut.
 Benda Asuransi  harta kekayaan.
 Kepentingan  melekat pada benda asuransi
 kepentingan = harta kekayaan.
 Sebagai harta kekayaan, kepentingan
memiliki unsur yang bersifat ekonomi.
 Pasal 268 KUHD  asuransi dapat mengenai
segala macam kepentingan yang dapat dinilai
dengan uang, diancam oleh bahaya dan tidak
dikecualikan oleh UU (tidak dilarang UU, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan).
 Pasal 268 KUHD  Kriteria Kepentingan:
1. Harus ada pada setiap asuransi (250 KUHD).
2. Harus dapat dinilai dengan uang.
3. Harus diancam oleh bahaya.
4. Harus tidak dikecualikan oleh UU.

Tertanggung yang mempunyai benda asuransi,


kepentingannya melekat pada benda
asuransinya  benda asuransi & kepentingan
berada dalam satu tangan.
Benda asuransi & kepentingan tidak berada dalam
satu tangan  benda asuransi berada di
tangan pemiliknya, sedang kepentingan berada
di tangan orang lain (pemegang jaminan dll)
 Kepentingan  selalu ada pada benda as.
 Setiap asuransi  harus ada kepentingan.
 Tidak ada kepentingan  tidak ada
asuransi. dianggap tidak pernah ada ( no
interest no insurance).
 Ganti kerugian  bagi tertanggung haknya
hanya sampai pada jumlah nilai kepentingan.
Bagi pemegang jaminan hanya berhak sampai
pada jumlah nilai piutangnya, jumlah
selebihnya yang masih ada tetap menjadi hak
pemilik benda asuransi.
 Kepentingan harus dapat dinilai dengan uang
 untuk menentukan jumlah premi & jumlah
ganti kerugian.
 Benda Asuransi berpindah kepada pihak lain
(dijual)  asuransi mengikuti kepentingan
yang melekat pada benda asuransi.
 Segala hak dan kewajiban tertanggung lama
berpindah kepada tertanggung baru, kecuali
diperjanjikan sebaliknya antara tertanggung
lama dan penanggung (Pasal 263 ayat (1)
KUHD).
 Jika pembeli/ pemilik baru benda asuransi
menolak untuk mengoper asuransinya &
tertanggung/ pemilik lama masih
mempunyai kepentingan  asuransi itu
tetap berjalan untuk kepentingan
tertanggung lama (Pasal 263 ayat (2) KUHD)
 Pasal 250 KUHD  kepentingan harus ada
pada saat diadakan asuransi.
 Dorhout Mees  kepentingan itu harus sudah
ada pada saat terjadi kerugian.
 Vollmar  kepentingan harus sudah ada
pada saat terjadi peristiwa.
 Jadi menurut kedua sarjana tersebut 
kepentingan tidak perlu ada pada saat
perjanjian asuransi dibuat, tetapi pada saat
terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian
 hal ini dimaklumi  karena pada
hakekatnya asuransi itu baru mempunyai arti
bagi tertanggung pada saat terjadi peristiwa.
 Jumlah yang diasuransikan/ the sum insured 
jumlah yang dipakai sebagai ukuran untuk
menentukan jumlah maksimum ganti kerugian
yang wajib dibayar oleh penanggung (asuaransi
kerugian).
 Jumlah yang diasuransikan erat sekali
hubungannya dengan nilai benda asuransi.
 Ditentukannya jumlah yang diasuransikan 
dapat diketahui apakah asuransi di bawah nilai
benda (under insurance); atau sama dengan nilai
benda (full insurance); atau melebihi nilai benda
asuransi (over insurance).
 Sehingga dapat ditentukan jumlah max.ganti rugi
Pasal 253 ayat (1) KUHD  as. yang melebihi
jumlah nilai benda atau kepentingan yang
sesungguhnya hanya sah sampai jumlah nilai
benda tersebut. Jika jumlah yang diasuansikan
lebih besar daripada nilai benda
sesungguhnya, penanggung hanya
bertanggung jawab membayar klaim ganti
kerugian sampai jumlah nilai benda
sesungguhnya jika timbul kerugian total (total
loss).
Misal: nilai benda Rp.100 juta  As Rp.150 juta
 evenemen  kerugian total loss.
Penanggung berkewajiban memenuhi klaim
ganti kerugian hanya sampai jumlah Rp.100
juta.
Pasal 253 ayat (2) KUHD  jika suatu benda
tidak diasuransikan dengan nilai penuh 
jika timbul kerugian; penanggung hanya
diwajibkan memenuhi klaim ganti kerugian
menurut perbandingan antara bagian yang
diasuransikan dan bagian yang tidak
diasuransikan.
Misal: rumah dias. untk bahaya kebakaran 
jumlah Rp. 80 juta; nilai rumah Rp.100 juta.
 terbakar  kerugian Rp.60 juta. Ganti
kerugian: perbandingan ant yang dias & yang
tidak dias: 8 : 2 = 10. Jumlah ganti kerugian
 8/10 x Rp.60 juta = Rp.48 juta.
Jika rumah terbakar habis  ganti kerugian
Rp.80 juta.
 Tidak ada keharusan mencantumkan nilai
benda asuransi dalam polis.
 Polis yang tidak mencantumkan nilai benda
asuransi  polis terbuka (open policy)
 Polis yang memuat nilai benda asuransi 
polis bernilai (valued policy)
 Tujuan asuransi  unt memberikan ganti
kerugian yang sungguh-sungguh dialami
tertanggung  maka wajar jika yang dijadikan
dasar perhitungan  nilai benda pada
waktu terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian.
 Jika benda perdagangan  yang dijadikan
dasar perhitungan  nilai pada waktu
terjadi peristiwa  nilai penjualan.
 Jika benda asuransi itu untuk dipakai
sendiri/ bukan benda perdagangan  yang
dijadikan nilai benda asuransi  nilai
tukar (subtitution price)
 Pasal 246 KUHD  “dengan mana
penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi” 
 Premi  salah satu unsur penting dalam
asuransi  kewajiban utama yang harus
dipenuhi oleh tertanggung.
 Premi  kunci perjanjian asuransi
 Ada tidaknya asuransi ditentukan oleh
pembayaran premi.
 Risiko beralih kepada penanggung  sejak
premi dibayar oleh tertanggung.
 Asuransi yang diadakan untuk jangka waktu
tertentu  premi dibayar lebih dulu pada saat
asuransi diadakan
 Asuransi  satu perjalanan  premi dapat
dibayar pada saat bahaya sudah mulai berjalan;
misal: kapal yang sudah berangkat (Pasal 603
KUHD)
 As.jiwa  jangka waktu yang panjang 
pembayaran premi secara periodik.
 Untuk mencegah pembatalan asuransi karena
premi tidak dibayar  dalam polis dicantumkan
klausula “ premi harus dibayar dimuka (pada
waktu yang telah ditentukan)”  jika premi
tidak dibayar pada waktu yang telah ditentukan
 asuransi tidak berjalan.
Premi Restorno (Pasal 281 KUHD)  premi
yang harus dibayar kembali oleh
penanggung.
Syarat yang harus dipenuhi untuk premi
restorno, yaitu bahwa penanggung tidak
menghadapi bahaya.
Premi yang sudah dibayar oleh tertanggung
kepada penanggung dapat dituntut
pengembaliannya, baik untuk seluruhnya
maupun untuk sebagian jika asuransi gugur,
sedangkan tertanggung telah bertindak
dengan itikad baik (in good faith).
Pasal 281 KUHD  menekankan  asuransi
gugur atau batal bukan karena kesalahan
tertanggung, bukan karena itikad jahat
tertanggung, melainkan karena penanggung
tidak menghadapi bahaya  sehingga layak
jika premi yang sudah dibayar oleh
tertanggung dikembalikan oleh penanggung.
Hal ini sesuai dengan asas keseimbangan dan
rasa keadilan.
Contoh asuransi yang gugur: Asuransi
pengangkutan laut. Asuransi barang untuk
diangkut, tetapi barang tidak jadi diangkut 
asuransi gugur (Pasal 635 KUHD)  hal ini
penanggung tidak menghadapi bahaya.
Jika barang hanya diangkut sebagian saja 
asuransi gugur untuk sebagian saja, karena
penanggung hanya menghadapi bahaya
sebagian saja.
Contoh asuransi yang batal (Pasal 282 KUHD)
 jika asuransi batal karena itikad jahat
tertanggung; misalnya penipuan, kecurangan,
akal bulus  tidak ada premi restorno.
Jika perjalanan dihentikan sebelum
penanggung menghadapi bahaya  sebelum
jangka waktu asuransi mulai berjalan 
asuransi gugur  premi yang sudah dibayar,
penanggung harus mengembalikan premi
tersebut, dengan ketentuan penanggung
berhak mendapat ganti kerugian (keuntungan
bagi penanggung); yaitu ½ % dari dari jumlah
yang diasuransikan (premi 1 % / >).
Jika premi kurang dari 1%  ganti kerugian itu
diberikan separo dari jumlah premi.
Contoh: Pasal 635 KUHD
Asuransi barang melalui laut  jumlah asuransi
Rp.400 juta. Kapal tidak jadi berangkat  as
belum berjalan. Baik premi sudah dibayar
maupun belum dibayar, penanggung berhak
mendapat ganti kerugian ½ % x Rp.400 juta =
Rp.2 juta. (Premi 1 %). Premi Restorno ?
Jika premi kurang dari 1% (misal ¾ %)  jumlah
premi yang harus dibayar tertanggung = ¾ %
x Rp.400 juta = Rp.3 juta.  ganti kerugian
yang diterima penanggung ½ x Rp.3 juta =
Rp.1.500.00,00.
Jika perjalanan dihentikan setelah penanggung
menghadapi bahaya  jangka waktu asuransi
mulai berjalan; tetapi sebelum kapal melepaskan
jangkar atau tali di tempat pembongkaran
terakhir  penanggung berhak atas ganti
kerugian (keuntungan bagi penanggung)  1%
dari jumlah yang diasuransikan; jika premi 1%
atau lebih.
Jika premi kurang dari 1%,  harus dibayar
seluruh jumlah premi.
Contoh: kasus di atas  keuntungan bagi P = 1%
x Rp.400 juta = Rp.4 juta (premi 1% atau lebih);
Jika premi ¾%  ¾% x 4juta = 3 juta (seluruh
jumlah premi)
Jika barang yang diasuransikan tidak diangkut
atau diangkut hanya sebagian, atau ada
kelebihan penyebutan jumlah karena khilaf 
premi yang telah dibayar harus dikembalikan
seluruhnya atau sebagian  penanggung
berhak atas ganti rugi ½ % dari jumlah yang
diasuransikan  premi 1 % atau lebih.
Jika premi kurang dari 1 %  keuntungan bagi
penanggung  separo dari jumlah premi.
Contoh: Pasal 662 KUHD  kasus tersebut di
atas.
Misal premi harus dikembalikan dalam jumlah
sebagian, karena barang diangkut sebagian,
misal ¾ bag. Premi ditentukan 1 %.
Barang yang tidak diangkut ¼ bag x Rp.400 juta
= Rp.100 juta.
Jumlah Premi = 1 % x Rp.400 juta = Rp.4 juta.
Premi untuk barang yang diangkut= ¾ % x
Rp.400 juta = Rp.3 juta.
Premi yang harus dikembalikan oleh penanggung
= Rp.4 juta – Rp.3 juta = Rp.1 juta.
Keuntungan bagi penanggung = ½ % x Rp.100
juta = Rp.500.000,00.
Premi ditentukan ¾ %  ¾ % x Rp.400 juta =
Rp.3 juta.

Premi untuk barang yang telah diangkut = ¾ x


Rp.3 juta = Rp.2.250.000,00

Premi yang harus dikembalikan oleh penanggung


=Rp.3 juta – Rp.2.250.000,00 = Rp.750.000,00

Keuntungan bagi penanggung/ yang berhak


diterima penanggung = ½ x Rp.750.000,00=
Rp.375.000,00
ASURANSI RANGKAP/ DOUBLE INSURANCE 
DENGAN NILAI PENUH DILARANG UU.

Pasal 252 KUHD  jika benda sudah diasuransi


kan dengan nilai penuh, tidak boleh dias.kan
atas waktu yang sama dan atas evenemen
yang sama. Jika diadakan  asuransi yang
kedua  batal.

Kecuali .........Pasal 277, Pasal 278, Pasal 279


KUHD
Ayat (1)  as. pertama dengan nilai penuh 
penanggung pertama yang berkewajiban
memenuhi klaim ganti kerugian, penanggung
berikutnya dibebaskan dari kewajibannya.
Contoh: tgl.2 jan 2000 A  mengas.rumah 
nilai rumah Rp.300 juta  bahaya kebakaran
pada PKA dengan jumlah full insurance 
jangka waktu 1 tahun. 1 maret 2000 dias lagi
pada PKB jumlah 150 jt. 3 okt 2000 rumah
terbakar habis.  PKA membayar klaim ganti
kerugian kpd A  300 jt.  PKB: dibebaskan.
Jika kebakaran pada tgl 15 pebruari 2001
PKB wajib membayar 150 jt. PKA bebas krn
as berakhir.
Beberapa asuransi diperbolehkan. Semua
penanggung bertanggung jawab menurut
jumlah asuransinya masing-masing.

Penanggung berikutnya yang jumlah


asuransinya sudah melebihi jumlah asuransi
yang terjadi sebelumnya  dibebaskan.

Tanggung jawab penanggung berlaku untuk


jumlah selebihnya menurut urutan terjadinya
asuransi.
Contoh Pasal 277 ayat (2) KUHD

Tgl 2 Maret 1998 A mengas.rumah (nilai rumah


400jt)  bahaya kebakaran pada PKA jumlah
200 jt; 3 Maret 1998  PKB 150 jt; 1 Juni
1998  PKC 150 Jt; 15 juni 1998  PKD 150
jt. Setiap asuransi diadakan untuk jangka
waktu yang sama: satu tahun. Pada tanggal
15 Oktober 1998 rumah terbakar habis.
PKA  200 jt; PKB  150 jt; PKC  50 jt;
PKD  bebas.

Jika kerugian hanya Rp.250 juta ?..................


Jika kerugian hanya Rp.250 juta: tiap
penanggung bertanggung jawab menurut
urutan terjadi asuransi sesuai dengan jumlah
asuransinya, dengan ketentuan jumlah nilai
semua asuransi tidak melebihi nilai benda
sesungguhnya.
PKA  membayar klaim ganti kerugian:
200/ 400 x Rp.250 juta = Rp.125.000.000
PKB:150/ 400 x Rp.250 juta = Rp. 93.750.000
PKC: 50/ 400 x Rp.250 juta = Rp. 31.250.000
PKD  dibebaskan dari kewajiban karena jumlah
nilai tiga asuransi sebelumnya sudah mencapai
nilai penuh.
 Asuransi rangkap  diadakan dalam satu
polis  dapat melebihi nilai benda
sesungguhnya.
 Setiap penanggung hanya bertanggung jawab
menurut perimbangan jumlah asuransi
masing-masing.
 Beberapa asuransi  pada hari yang sama
dalam polis tersendiri untuk setiap asuransi.
 Asuransi rangkap dalam Pasal 278 KUHD 
“persekutuan para penanggung” (joint
insurers).
Contoh Pasal 278 KUHD:
Tanggal 2 Januari 2000 A mengasuransikan
rumah yang bernilai Rp.500 juta, terhadap
bahaya kebakaran pada beberapa perusahaan
Asuransi yang bersekutu dalam satu polis
kepada para penanggung:
PKA  jumlah Rp.300 juta
PKB  jumlah Rp.400 juta
PKC  jumah Rp.200 juta
PKD  jumlah Rp.100 juta
Rumah tersebut terbakar habis pada tanggal 1
Maret 2000. setiap penanggung membayar
klaim ganti kerugian kepada tertanggung
sbb:
 PKA: 300/1000 x Rp.500 juta = Rp.150 juta
 PKB: 400/1000 x Rp.500 juta = Rp.200 juta
 PKC: 200/1000 x Rp.500 juta = Rp.100 juta
 PKD:100/1000 x Rp.500 juta = Rp. 50 juta

Jika kerugiannya hanya Rp.300 juta ?


 Pasal 279 KUHD  melarang tertanggung
membebaskan penanggung pada asuransi
yang terjadi lebih dahulu, kemudian
membebankan kewajiban pada penanggung
berikutnya. Jika hal ini dilakukan oleh
tertanggung  tertanggung dianggap
menggantikan kedudukan penanggung yang
dibebaskan untuk jumlah asuransi yang sama.
 Jika tertanggung mengasuransikan lagi
risikonya tersebut pada penanggung lain 
penanggung baru tersebut menggantikan
kedudukan tertanggung selaku penanggung.
Contoh Pasal 279 KUHD
tanggal 2 januari 1998 A mengasuransikan
mobil yang bernilai Rp.250 juta, terhadap
bahaya tabrakan dengan nilai Rp.150 juta
pada PKA. 3 Januari 1998 diasuransikan lagi
pada PKB dengan nilai Rp.200 juta. Tanggal
10 Januari 1998 asuransi yang pertama
dibatalkan. Tanggal 15 Januari 1998 A
mengasuransikan lagi mobil tersebut kepada
PKC. Pada tanggal 30 Januari 1998 mobil
tersebut tabrakan  kerugian Rp.150 juta.
1. Penanggung PKA  tidak berkewajiban
membayar klaim, karena asuransinya telah
dibatalkan pada tanggal 10 Januari 1998.
2. Penanggung pertama (PKA) dibatalkan 
digantikan tertanggung (A) memikul risiko
untuk jumlah Rp.150 juta; karena
diasuransikan lagi pada PKC  150/250 x
RP.150 juta = Rp.90 juta.
3. PKB  bertanggung jawab untuk sisa nilai
benda: 100/250 x Rp.150 juta = Rp.60 juta
 REASURANSI  Perjanjian antara penanggung
(insurer) dan penanggung ulang (reinsurer);
penanggung ulang menerima premi dari
penanggung.
 Penanggung mengasuransikan lagi risiko
yang menjadi tanggungannya itu kepada
penanggung ulang.
 Pasal 271 KUHD  penanggung berhak
mengasuransikan lagi apa yang telah
ditanggungnya.
REASURANSI MERINGANKAN BEBAN PENANGGUNG
Reasuransi  hanya satu kali  baik untuk
sebagian atau seluruhnya.
Kedudukan penanggung  penyebar beban risiko
kepada penanggung ulang.
REASURANSI PENYALUR dan PENYEBAR RISIKO
Jika diasuransikan untuk jumlah penuh  hanya
satu kali.
Jika diasuransikan hanya sebagian  reasuransi
dapat diasuransikan lagi untuk jumlah sisanya
 penanggung melakukan penyebaran risiko
(risk distribution) kepada beberapa penanggung
ulang.
 Kepentingan dalam reasuransi  tanggung
jawab penanggung dalam asuransi pertama.
 Tujuan reasuransi  unt meringankan beban
penanggung.
 Reas  penuh  evenemen  perush reas 
membayar kepada penanggung 
penanggung meneruskan kepada
tertanggung  penanggung  sebagai
penyalur risiko (risk channel).
 Manfaat  bagi penanggung & tertanggung.
 Bagi tertanggung  jaminan terhadap
kepentingan atas benda asuransi 
tertanggung tidak akan dirugikan oleh
ketidakmampuan penanggung
 Bagi penanggung  penanggung tidak akan
kehilangan nama baik karena ketidak
mampuan membayar ganti kerugian kepada
tertanggung.
 Reasuransi memberikan kepastian kepada
tertanggung  kemampuan penanggung
membayar klaim.
 Isi polis reasurasi = isi polis asuransi.
 Syarat-syarat dan klausula-klausula yang
terdapat dalam polis asuransi terdapat juga
dalam polis reasuransi.
 Kedua polis  se-olah2 bersambung satu
sama lain.
 Perubahan syarat-syarat dan janji-janji dalam
polis asuransi harus mendapat persetujuan
dari penanggung ulang yang mengakibatkan
perubahan dalam polis reasuransi.
 Jika perubahan itu tidak diketahui oleh
penanggung ulang  akibatnya  reas batal
or dibatalkan.
 Klausula dalam polis: to pay as may be paid
 penangung ulang hanya berkewajiban
mengganti kerugian apabila penanggung
menurut hukum berkewajiban mengganti
kerugian.
PENGGOLONGAN ASURANSI

Berdasarkan Perjanjian:
 Asuransi Kerugian
 Asuransi Jumlah
 Asuransi Varia

Berdasarkan sifat pelaksanaannya:


 Asuransi Sukarela
 Asuransi Wajib
 Asuransi Kredit
1. Usaha Asuransi terbagi:
a. Asuransi Kerugian
b. Asuransi Jiwa
c. Reasuransi
2. Usaha Penunjang:
a. Pialang Asuransi
b. Pialang Reasuransi
c. Penilai Kerugian Asuransi
d. Agen Asuransi
 UU No 2 tahun 1992 Pasal 1 angka (1) 
“untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang”.
 Pasal 302 dan Pasal 303 KUHD.
 Asuransi jiwa dapat diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga.
 Untuk selama hidup atau selama jangka
waktu tertentu yang ditetapkan dalam
perjanjian.
Asuransi jiwa  perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi, untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang diasuransikan.
Purwosutjipto:
Pertanggungan jiwa  perjanjian timbal balik antara
penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan
mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama
jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada
penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat
langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya
dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu
yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar
sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh
penutup (engambil) asuransi sebagai penikmatnya.
UU No.2/ 1992: Purwosutjipto:
1. Pihak yang 1. Pihak yang
mengikatkan diri  mengikatkan diri 
penutup (pengambil)
penanggung &
asuransi &
tertanggung. penanggung.
2. Penanggung 2. Membayar kepada
dengan menerima orang yang ditunjuk
premi memberikan oleh penutup
pembayaran tanpa (pengambil) asuransi
sebagai penikmatnya.
menyebutkan
 Kesanya hanya unt as
kepada orang yang
jiwa selama hidup,
ditunjuk sebagai tidak unt yang
penikmatnya berjangka waktu
tertentu.
 Pasal 255 KUHD  As jiwa  harus tertulis 
akta  polis.
 Pasal 304 KUHD  Polis AS Jiwa memuat:
1. Hari diadakan asuransi
2. Nama tertanggung
3. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
4. Saat mulai dan berakhirnya evenemen
5. Jumlah asuransi
6. Premi asuransi
1. Hari diadakan asuransi  penting  unt
mengetahui kapan as mulai betjalan; & sejak
kapan hari dan tanggal risiko menjadi beban
penanggung.
2. Nama tertanggung  pihak yang wajib
membayar premi & berhak menerima polis.
Berhak pula menerima sejumlah uang
santunan atau pengembalian dari penanggung.
penikmat (beneficiary)  orang yang berhak
menerima sejumlah uang tertentu dari
penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung,
atau karena ahli warisnya & teercantum dalam
polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak
ketiga yang berkepentingan.
3. Nama orang yang jiwanya diasuransikan 
tertanggung & orang yang jiwanya
diasuransikan  berlainan.
4. Saat mulai & berakhirnya evenemen 
jangka waktu berlaku asuransi, artinya dalam
jangka waktu itu risiko menjadi beban
penanggung; misal mulai tanggal 1 Nov 2012
sampai tanggal 1 Nov 2013. jika dalam
jangka waktu itu terjadi evenemen 
penanggung berkewajiban membayar
santunan kepada tertanggung atau orang
yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary)
5. Jumlah asuransi  jumlah uang tertentu
yang diperjanjikan  sebagai jumlah
santunan yang wajib dibayar oleh
penanggung kepada penikmat jika terjadi
evenemen atau kepada tertanggung sendiri 
berakhirnya as jika tidak terjadi evenemen.
6. Premi asuransi  sejumlah uang yang wajib
dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung  setiap jangka waktu tertentu.
Besarnya  tergantung jumlah as 
persetujuan.
 Jumlah yang dipertanggungkan dalam asuransi
jiwa  berfungsi sebagai jumlah pemberian
dari penanggung kepada tertanggung atau orang
yang berkepentingan.
 Asuransi  dapat diadakan unt kepentingan
pihak ketiga  harus dicantumkan dalam
polis.
 Teori kepentingan  pihak ke 3 – the third
party interest theory  penikmat.
 Penikmat  orang yang ditunjuk oleh
tertanggung atau ahli waris tertanggung.
 Munculnya penikmat  jika terjadi evenemen
meninggalnya tertanggung.
 Jika as berakhir tanpa terjadi evenemen
meninggalnya tertanggung  tertanggung
sebagai penikmat, karena dia sendiri masih
hidup.
 Asuransi kerugian  penanggung ><
tertanggung.
 As jiwa  tertanggung  penutup
(pengambil) asuransi & penikmat.
Penutup asuransi (verzekeringnemer) 
orang yang menutup perjanjian asuransi
jiwa dengan penanggung;  pihak yang
membayar premi & penerima polis. Juga
berhak menetapkan/ menunjuk orang
lain yang jiwanya diasuransikan &
menunjuk orang yang berhak menerima
(menikmati) santunan dari penanggung.
Penikmat  orang yang ditunjuk oleh penutup
as. Penutup as dapat menunjuk dirinya sendiri
atau orang lain sebagai penikmat.
Penikmat  berkedudukan sebagai pihak ke 3
yang berkepentingan (Pasal 1317 ayat (2)
KUHPerdata).
Penutup as, badan tertanggung & penikmat 
orang yang berlainan; namun biasanya dirinya
sendiri  penutup as merangkap badan
tertanggung & penikmat.
Penutup as bukan
penikmat

Penutup as 
Hub ant penutup as mempertanggungkan
dg badan tertanggung jiwanya & dirinya
sendiri sbg penikmat
Hub. antara Penutup AS, Penikmat dengan
Badan tertanggung
a. Kalau penutup asuransi bukan si penikmat  =
pertanggungan unt kepent pihak ke 3.
b. Hubungan antara si penutup asuransi dengan
badan tertanggung  suatu kepentingan yang
tidak bersifat materiil.
c. Jika seorang penutup asuransi
mempertanggungkan jiwanya sendiri & menunjuk
dirinya sendiri sebagai penikmatnya  bertemu 3
kedudukan dalam satu badan  si penutup
asuransi.
 As sosial  as wajib/ compulsory insurance.
 Askel
 Askep
 Askes
 Astek
 Aspns
 Asabri
 UU Nomor 33 Tahun 1964  Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang.
 Dilaks dengan PP No.17 Tahun 1965.
Askep  asuransi wajib, karena:
1. Berlakunya Askep, karena diwajibkan oleh UU.
2. Penyelenggara Askep  pemerintah yang
didelegasikan pada BUMN.
3. Askep bermotif perlindungan masyarakat (social
security)  dananya dihimpun dari masyarakat &
digunakan unt kepent masy  bahaya kecelakaan.
4. Dana yang belum digunakan  program investasi.
 UU No 33/ 1964 Pasal 2  hubungan hukum
pertanggungan wajib kecelakaan
penumpang  diciptakan antara
pembayar iuran dan penguasa dana.
 Penguasa dana  penanggung.
 Pembayar iuran  tertanggung
 Pasal 1 huruf (e) & (f) PP No 17/ 1965 
pertanggungan  hubungan hukum ant
penanggung  Perusahaan Negara &
penumpang alat angkutan penumpang
umum yang sah.
 Perusahaan Negara  Perusahaan Negara
Asuransi Kerugian Jasa Raharja  PP No 8
Tahun 1965
 Perusahaan Negara  menjadi BUMN 
Perush Perseroan  PT Asuransi Kerugian Jasa
Raharja (Persero)
 Pembayar Iuran  tertanggung  setiap
penumpang yang sah dari kendaraan
bermotor umum, kereta api, pesawat
terbang perush nasional, dan kapal perush
perkapalan/ pelayaran nasional wajib
membayar iuran melalui pengusaha/ pemilik
perush ybs unt menutup akibat keuangan
disebabkan kecelakaan penumpang dalam
perjalanan.
 Penumpang kendaraan bermotor umum
dalam kota  dibebaskan dari pembayaran
iuran wajib.
 Tertanggung  penumpang yang sah, yang
wajib membayar iuran melalui perush
angkutan ybs, kecuali penumpang angkutan
kota.
 Premi ASKEP  iuran wajib yang dibayar oleh
setiap penumpang yang jumlahnya
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
 Iuran = premi Askep  harus dibayar
bersama dengan pembayaran biaya
angkutan penumpang kepada pengusaha
alat angkutan umum.
 Penusaha/ pemilik alat angkutan
penumpang umum wajib memberi
pertanggungjawaban seluruh hasil pungutan
iuran wajib  menyetorkan setiap bulan kpd
penanggung: PT As kerugian Jasa Raharja
 Iuran  unt mengganti kerugian  kematian,
cacat tetap/ cedera akibat kecelakaan
penumpang.
 Perush/ pemilik alat angkutan  lalai tidak
memungut atau lalai tidak menyetor 
sanksi  denda satu juta rupiah atau
pencabutan ijin usaha paling lama tiga
bulan.
 Evenemen Askep  kecelakaan
penumpang alat angkutan umum yang
mengancam keselamatan penumpang sbg
tertanggung.
 Jaminan  selama penumpang berada
dalam alat angkutan  unt jangka waktu
antara saat penumpang naik alat angkutan
dan saat turun dari alat angkutan. berupa:
1. Korban meninggal dunia
2. Cacat
3. Beaya perawatan
 Tidak dijamin:
1. Bunuh diri
2. Korban dalam keadaan mabuk,
melakukan kejahatan.
3. Kecelakaan yang mempunyai
hubungan dengan risiko  perlombaan,
huru hara, pemogokan buruh,
kerusuhan, dipakai unt tugas ABRI.
 Ganti kerugian  kepada korban atau
janda/ duda yang sah atau anaknya yang
sah atau ortu yang sah.
 Ganti kerugian gugur:
1. Tuntutan pemby ganti kerugian tidak
diajukan dalam waktu 6 bulan setelah
terjadinya kecelakaan.
2. Tidak mengajukan gugatan perdata thd
jasa raharja  6 bulan sesudah tuntutan
pemby ganti kerugian ditolak secara
tertulis oleh direksi.
3. 3 bulan setelah hak tidak direalisasikan.
ASURANSI SOSIAL KECELAKAAN LALU
LINTAS JALAN (ASKEL)
 UU No 34 Tahun 1964  Dana Kecelakaan Lalu
Lintas Jalan.
 PP No 18 Tahun 1965

ASKEL  Asuransi Wajib:


1. Diwajibkan oleh UU

2. Penyelenggara  pemerintah  BUMN

3. Unt perlind masy  dana dari masy unt kepent


masy
4. Dana yang belum digunakan  untk kepent
masy  melalui program investasi.
PIHAK DALAM ASKEL
 Sumber (penyumbang) Askel  pemilik dan
pengusaha kendaraan bermotor.
 Pihak yang diancam bahaya  misal: pejalan
kaki, pengendara motor, beca, pekerja perbaikan
jalan raya.
Pihak yang terlibat dalam ASKEL:
1. pemilik/ pengusaha kendaraan bermotor, yang
dapat menjadi penyebab kecelakaan lalin jalan.
2. Pengguna jalan raya bukan penumpang yang
dapat menjadi korban kecelakaan lalin jalan.
3. Penguasa dana  pemerintah  BUMN
 Penanggung >< tertanggung
 Penanggung  PT As Jasa Raharja (pesero)

 Tertanggung  pengusaha/ pemilik angkutan lalin


jalan
 Korban lalin  pihak ketiga yang berkepentingan

 Pihak ke3  berhak atas ganti kerugian yang


diakibatkan kecelakaan lalin.
 Premi  sumbangan wajib

 Sumbangan wajib  dibayar tiap tahun

 Peristiwa tidak pasti  kecelakaan lalin jalan

 Askel  tidak mengenal saat mulai dan berakhirnya


 berlangsung terus  selama ancaman bahaya
kecelakaan lalin menjadi beban penanggung.
 Evenemen Askel  bergantung pada adanya alat
angkutan lalin.
• UU No 3 Tahun 1992: Jaminan
Pengatu Sosial Tenaga Kerja
ran

• PP No 14 Tahun 1993: Penyelenggaraan


Dilaksan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
akan

• Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 05 Tahun 1993:


Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran
Pelaks. iuran, Pembayaran Santunan, dan Pembayaran
Sec. Teknis Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
ASTEK  ASURANSI WAJIB (COMPULSORY
INSURANCE)  WAJIB

Penyelenggara
Diwajibkan
Pemerintah 
UU BUMN

Dana dari masy


tenaga kerja  unt Dana yang belum
kepent masy tenaga terpakai  program
kerja  kecelakaan investasi
kerja
Penanggung = BUMN

Tertanggung = pengusaha

Pihak ketiga yang


berkepentingan = tenaga
kerja
PIHAK DALAM ASTEK
 Pengusaha & tenaga kerja  wajib ikut program
jamsostek  Pasal 17 UU No 3 tahun 1992
 Pengusaha  orang, persekutuan, atau badan
hukum milik sendiri/ bukan miliknya, atau
mewakili perush yang berada di luar wilayah
Indonesia.
 Tenaga kerja  setiap orang yang melakukan
pekerjaan di dalam maupun di luar hubungan kerja
 yang menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
 Pengusaha wajib membayar iuran & melakukan
pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga
kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja 
membayarkannya kepada Badan Penyelenggara.
 UU No 3 Tahun 1992  Jamsostek  dalam
hukum asuransi Astek.
 Penanggung  Badan Penyelenggara  BUMN
 PT Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Persero)
Premi dalam Astek  setiap iuran program
jamsostek yang disetor oleh pengusaha kepada
Badan Penyelenggara.

Program jaminan Program jaminan


kecelakaan kerja kematian

Iuran =
premi

Program jaminan
Program jaminan hari
pemeliharaan
tua
kesehatan
Peristiwa tidak pasti dalam ASTEK  peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja,
berupa:
 kecelakaan kerja, yang mengancam kese
 Kematian, lamatan, kesehatan &
 Sakit, kesejahteraan tenaga
 Hamil, kerja sebagai pihak
 Bersalin, yang berkepentingan
 Hari tua,
Peristiwa/ keadaan tersebut menjadi beban
jaminan Badan Penyelenggara  penanggung
Pengusha yang mempekerjakan tenaga kerja
sebanyak 10 orang atau lebih atau membayar
upah paling sedikit satu juta rupiah sebulan,
wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam
program Jamsostek.
Program Jamsostek yang diikuti terdiri dari:
1. Jaminan berupa uang, yang meliputi:
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian,
jaminan hari tua.
2. Jaminan berupa pelayanan, meliputi:
jaminan pemeliharaan kesehatan.
Penggantian Beaya & Pembayaran
Santunan
Jaminan Kecelakaan Kerja
Beaya rehabilitasi
Beaya berupa alat bantu
Beaya pemeriksaan, (orthese) dan/ atau
penggangkutan pengobatan, alat ganti (prothese)
bagi tenaga kerja
ke RS dan/ atau dan/ atau
yang anggota
ke rumahnya, perawatan badannya hilang
termasuk beaya selama di RS, atau tidak berfungsi
P3K termasuk rawat akibat kecelakaan
jalan kerja (Ps 12 ay (1) PP
No 14/ 1993
Diberikan juga santunan berupa uang

•Santunan sementara tidak


mampu bekerja.
•Santunan cacat sebagian untuk
selamanya
•Santunan cacat total untuk
selamanya (fisik maupun mental)
•Santunan kematian
Jaminan Kematian

Pasal 23 PP No 14 • Santunan kematian


tahun 1993 • Beaya pemakaman

Jaminan kematian • Santunan kematian (satu


dibayar sekaligus juta rupiah)
kepada janda/ • Beaya pemakaman (dua
duda/ anak: ratus ribu rupiah)
Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada:
Janda/ duda Anak

Jika janda/ duda/ anak tidak ada:


Keturunan sedarah dari Garis lurus ke bawah/ ke atas
tenaga kerja  derajat kedua

Jika keturunan sedarah tersebut tidak ada:


Pihak yang ditunjuk dalam Jika tidak ada wasiat yang dimaksud, beaya
pemakaman dibayarkan kpd pengusaha unt
wasiat oleh tenaga kerja pengurusan pemakaman
Jaminan Hari Tua
Pembayaran
jaminan hari
tua sekaligus 1. Tenaga kerja yang menerima
pembayaran jaminan secara
kepada janda/ berkala meninggal dunia, sebesar
duda dalam hal: sisa jaminan hari tua yang belum
dibayarkan.

2. Tenaga kerja meninggal


dunia.
 Tenaga kerja yang cacat total tetap untuk
selamanya sebelum mencapai usia 55 tahun
 berhak mengajukan pembayaran jaminan
hari tua kepada Badan Penyelenggara.

 Jika
tenaga kerja berhenti bekerja sebelum
mencapai usia 55 tahun, tetapi mempunyai
masa kepesertaa min 5 tahun  dapat
menerima jaminan hari tua sekaligus.
 Besarnya jaminan harin tua  keseluruhan
iuran yang telah disetor beserta hasil
pengembangannya.
Pembayaran dapat dilakukan:
1. Secara sekaligus apabila jumlah seluruh
jaminan hari tua yang harus dibayar kurang
dari tiga juta rupiah; atau
2. Secara berkala apabila seluruh jumlah
jaminan hari tua mencapai tiga juta rupiah
atau lebih dan dilakukan paling lama 5 tahun.
 pembayaran secara berkala tersebut
dilakukan berdasarkan pilihan tenaga kerja
ybs (Pasal 24 PP No.14 tahun 1993)
Jaminan pemeliharaan kesehatan:
1. Rawat jalan tingkat I
2. Rawat jalan tingkat lanjutan
3. Rawat inap
4. Pemeriksaan kehamilan & pertolongan
persalinan
5. Penunjang diagnostik
6. Pelayanan khusus
7. Gawat darurat
SANKSI KARENA PELANGGARAN

 Pengusaha yang tidak memenuhi kewajibannya


1. Diberikan peringatan

2. Sanksi administratif  pencabutan ijin usaha.

3. Pengusaha terlambat menyetor iuran 


denda 2%
4. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi
pembayaran Jamsostek  ganti rugi 1%
setiap hari keterlambatan  kepada tenaga
kerja.
Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil
(Aspens)
• PP No.25 Tahun 1981: Asuransi Sosial Pegawai
Negeri Sipil.
• UU No.11 Tahun 1969: Pensiun Pegawai dan
Pensiun Janda/ Duda Pegawai.
• Pelaks secara teknis  Kepmenkeu
No.45/KMK.013/1992: Besarnya Tunjangan
Hari Tua dan Asuransi Kematian Pegawai
Negeri Sipil.
Pihak dalam Aspens
Hak-hak peserta
4 jenis hak peserta
 PP No 67 Tahun 1991: As Sosial ABRI
 Bagi prajurit ABRI & PNS Dephankam
 ASABRI:
1. santunan asuransi;
2. santunan risiko kematian;
3. santunan nilai tunai asuransi;
4. beaya pemakanan
1. Berhenti dengan hormat  memperoleh
hak pensiun  santunan asuransi
dibayarkan kepada peserta ybs
2. Berhenti karena kematian, dalam tugas
dinas aktif  santunan risiko kematian
dibayarkan kepada AW yang sah
3. Berhenti tanpa hak pensiun/ tunjangan
bersifat pensiun  santuan nilai tunai as
dibayarkan kpd peserta ybs
4. Beaya pemakaman dibayarkan kpd AW yang
sah  dalam status pensiun/ tunjangan
bersifat pensiun.
 PP No 69 tahun 1991: Pemeliharaan
Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima
Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan,
beserta keluarganya.
 UU No 11 Tahun 1969: Pensiun Pegawai dan
Pensiun Janda/ Duda Pegawai
 Pegawai, penerima pensiun badan usaha &
badan lain (BUMN, BUMD, BU Milik Swata,
Rumah Sakit Swasta, dan sekolah//guruan
swasta.
Hubungan Hukum

Anda mungkin juga menyukai