Anda di halaman 1dari 9

A.

Kegiatan Pembelajaran 7 Hukum Pertanggungan


1.Tujuan Materi Pembelajaran
 Mahasiswa mampu memahami tentang Pengertian Hukum Pertanggungan
 Mahasiswa mampu memahami tentang Prinsip-prinsip Asuransi, dan jenis-
jenis Asuransi
2.Materi Pembelajaran
A. Pengertian
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian
dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa
tidak pasti).
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
(UU Asuransi), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1. Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur, yaitu:
a. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak
penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur (Asuransi Kerugian).
b. Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan)
kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi
sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu (Asuransi Sejumlah Uang).
c. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya).
d. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa
yang tak tertentu.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:

1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata.
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh
Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan
ketentuan dalam Undang-UndangNo. 8 Tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat
juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima
tanggungan.
4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan
perjanjian asuransi.
5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan
kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1. Subjek hukum (penanggung dan tertanggung).
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung.
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung.
4. Tujuan yang ingin dicapai.
5. Resiko dan premi.
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian.
7. Syarat-syarat yang berlaku.
8. Polis asuransi.
B. Fungsi Asuransi
1. Transfer Risiko
Sebagaimana diketahui bahwa kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan suatu
risiko akibat adanya peristiwa yang tidak diharapkan terjadi, berupa bencana alam,
kecelakaan dan akibat lainnya. Oleh sebab itu, manusia berusaha untuk mengalihkan risiko
itu dengan membuat perjanjian pertanggungan.
2. Kumpulan Dana
Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai dana untuk
membayar risiko atau pembayaran ganti kerugian yang terjadi.
3. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian
(risikoberubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian
yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya kerugian yang timbul
itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss).
Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh
pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh diderita.
C. Prinsip-prinsip Pokok Asuransi
Ada beberapa prinsip-prinsip pokok Asuransi yang sangat penting yang harus
dipenuhi baik oleh tertanggung maupun penanggung agar kontrak/perjanjian Asuransi
berlaku (tidak batal). Adapun prinsip-prinsip pokok asuransi tersebut sebagai berikut:
1. Utmost good faith bisa diberikan arti bahwa para pihak memiliki iktikad untuk saling
menguntungkan dan saling melindungi secara jujur.
Utmost good faith adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan
lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan
diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah: si penanggung harus dengan
jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/ kondisi dari
asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas
objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
2. Insurable interest, yaitu para pihak memiliki kepentingan, baik kepentingannya sendiri
maupun kepentingan keluarganya atau kepentingan lain. Insurable interest Hak untuk
mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan
yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
3. Indemnity adalah suatu mekanisme di mana penanggung menye-diakan kompensasi
finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia
miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD Pasal 252, 253 dan dipertegas dalam
Pasal 278).
4. Subrogation adalah suatu pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung
setelah klaim dibayar.
5. Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-
sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut
memberikan indemnity.
6. Proximate cause adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menim-bulkan rantaian
kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan
secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
D. Polis Asuransi
1. Fungsi Polis
Menurut ketentuan Pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan
janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung
dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat
bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
2. Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa
harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi.
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga.

c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan.


d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan).
e. Bahaya-bahaya/evmemen yang ditanggung oleh penanggung.
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung.
g. Premi asuransi.
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji
khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain raencantumkan BANKER'S CLAUSE,
jika terjadi peris-tiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat
berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.

Asuransi pada umumnya yang dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Asuransi Kerugian dan
Asuransi Jiwa yang lebih jauh dijelaskan di bawah ini.
1. Asuransi Kerugian
Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh Tertanggung dan
Penanggung (perusahaan asuransi), di mana Tertang-gung bersedia membayar sejumlah uang
(premi asuransi) kepada Penanggung untuk jangka waktu tertentu, dan Penanggung bersedia
memberikan ganti kerugian kepada Tertanggung manakala barang atau objek yang
dipertanggungkan mengalami kerusakan akibat peristiwa yang tidak diduga-duga.
Inti asuransi kerugian adalah menutup asuransi untuk suatu peristiwa karena
kerusakan atau kemusnahan harta benda yang dipertanggungkan karena sebab-sebab atau
kejadian yang dipertang-gungkan (sebab-sebab atau bahaya-bahayayang disebut dalam
kontrak atau polis asuransi). Dalam asuransi kerugian, penanggung menerima premi dari
tertanggung dan apabila terjadi kerusakan atau kemusnahan atas harta benda yang
dipertanggungkan, maka ganti kerugian akan dibayarkan kepada tertanggung.
Adapun jenis asuransi kerugian adalah:
a. Asuransi Kebakaran.
b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan.
c. Asuransi Laut.
d. Asuransi Pengangkutan.
e. Asuransi Kredit.
f. Asuransi Kendaraan Bermotor.
g. Asuransi Kerangka Kapal.
h. Construction All Risk (CAR).
i. Property/Industrial All Risk.
j. Asuransi Customs Bond.
k. Asuransi Surety Bond.
2. Asuransi Jiwa atau Asuransi Jumlah
Asuransi Jiwa diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, (KUHDagang)
hanya diumpai tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai dengan Pasal 308.
Pasal 302 KUHDagang sebagai dasar asuransi jiwa, yang menyatakan bahwa:
"Jika seseorang dapat guna keperluan seseorang yang berkepen-tingan,
dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian."
Pengertian asuransi jiwa yang terdapat pada ketentuan Pasal 302 di atas lebih
menekankan kepada suatu waktu yang ditentukan dalam asuransi jiwa. Sedangkan untuk
waktu selama hidupnya tidak ditetapkan dalam perjanjian.
Adapun jenis-jenis pertanggungan jiwa/jumlah:
a. Asuransi Kecelakaan.
b. Asuransi Kesehatan.
c. Asuransi Jiwa Kredit.
Produk asuransi jiwa dalam praktik dijumpai sebagai berikut:
a. Produk Asuransi Jiwa
1) Asuransi Jiwa Murni (Whole Life Insurance).
2) Asuransi Jiwa Berjangka Panjang.
3) Asuransi Jiwa Jangka Pendek (Term Insurance).
b. Produk Asuransi Jiwa dalam Program Asuransi Sosial
1) Program Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua bagi pegawai negeri dan ABRI yang
diselenggarakan oleh PT TASPEN dan PT ASABRI.
2) Asuransi Wajib Sosial yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 1964/PP No. 17 Tahun
1965 tentang Dana Petanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan UU No. 34
Tahun 1964/PP No. 18 1965 Dana Kecelakaan Lalu Lintas.
3) Asuransi Kesehatan dan Tabungan Hari Tua yang dikeluarkan oleh PT JAMSOSTEK.
Perbedaan antara Pertanggungan Kerugian dan Pertanggungan jumlah (Jiwa).

No. Masalah Pertanggungan Pertanggungan


1. Para pihak Penanggung dan
kerugiankerugian Penutup Asuransi
JjjjjJiwa/Jumlah
Tertanggung (pembayar polis),
Penanggung, dan
2. Objeknya Barang Jiwa
Penikmat
3. Kepentinga Kewajiban bernilai Hubungan kekeluargaan
n uang (tidak bernilai uang)
4. Evenement Peristiwa tertentu Hilangnya nyawa
yang
mengakibatkan
kerugian
E. Batalnya Asuransi
Suatu pertanggungan hakikatnya adalah suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam
dengan risiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi
apabila:
1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada
penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251
KUHD).
2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal
269 KUHD); memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui
pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang
(Pasal 272 KUHD).
3. Terdapat suatu penipuan atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD).
4. Apabila objek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh
diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang
digunakan untuk mengangkut objek pertanggungan menurut peraturan perundang-
undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).

F. Sanksi
Di dalam praktik di jumpai banyak sekali perusahaan yang bergerak di bidang
peransuransian.ini menujukan bisnis asuransi merupakan bisnis yang mengutungkan, akan
tetapi bisnis asuransi juga dapat merugikan masyarakat apabila perusahaan asuransi dikelola
secara tidak profesional.untuk itulah pemerintah telah menentukan sanksi bagi perusahaan
asuransi yang melakukanpelanggaran.

1. Sanksi administratif
Setiap perusahaan peransuransian yang tidak memenuhi ketentuuan dalam peraturan
pemerintah no.73 tahun 1992 tertanggal 30 oktober 1992 tentang penyelenggaraan usaha
peransuransian (pp no.73/1992) serta peraturan pelaksanaan nya yang berkenan dengan:
a. Perizinan usaha
b. Kesehatan keuangan
c. Penyelenggaraan usaha
d. Penyampaian laporan
e. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung.
Di kenakan sanksi peringatan,sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi
pencabutan ijin usaha (pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan pasal 37 ,maka terhadap :
1. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan
keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca
dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda
administratif Rpl .000.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap han ketenlambatan.
2. Perusahaan Pialang Asuransi atau Penusahaan Pialang Reasunansi yang tidak
menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan
dikenakan denda administratif Rp500.000 (lima ratus nibu rupiah) untuk setiap had
keterlambatan (Pasal 38 pp No.73/1992).
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21
UU Asuransi, berikut ini:
a. Terhadap pelaku utama
Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin
usaha, menggelapkan premi asuransi, menggclapkan dcngan cara mengalihkan,
menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian
atau perusahaan reasuransi,diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
b. Terhadap pelaku pembantu
Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjual kembali
kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan can tersebut yang diketahuinya atau patut
diketahuinya bahwa barangbarang tersebut adalah kekayain Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancarn dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000 (lima
ratus juta rupiah).
c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sarna melakukan pemalsuan atas
dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Reasuransi, diancani dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak
Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Rangkuman
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak
pasti).
Asuransi pada umumnya yang dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Asuransi Kerugian dan
Asuransi Jiwa .Asuransi dalam praktiknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau
ditandatanganinya kontrak sementara (covernote) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai
ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib
menerbitkan polis asuransi Polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya
perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung Pasal 255 KUHD.

Anda mungkin juga menyukai