Anda di halaman 1dari 15

BAB Vi

Hukum Asuransi
1.Pengertian Hukum Asuransi

• Hukum asuransi adalah kumpulan peraturan yang tertulis


maupun tidak tertulis, yang ditujukan untuk mengikat
kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi
(penanggung dan tertanggung).
• Berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam Pasal 246
KUHD, dengan jelas dikatakan bahwa asuransi atau
pertanggungan adalah sebuah perjanjian yang mengikat
penanggung kepada tertanggung dengan cara menerima
sejumlah premi yang dimaksudkan untuk menjamin
penggantian terhadap tertanggung akibat adanya kerugian
yang timbul, terjadinya kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, hal tersebut mungkin akan
terjadi akibat terjadinya suatu evenemen (peristiwa yang
tidak pasti).
• Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang
terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada pihak
tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi
asuransi untuk memberikan layanan penggantian
kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan
suatu pembayaran yang dilakukan karena meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
• Jika merunut pada defenisi di atas, maka bisa dikatakan
bahwa asuransi adalah sebuah bentuk perjanjian di
mana harus memenuhi syarat sebagaimana tertuang
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik “khusus” sebagai mana dijelaskan dalam
Pasal 1774 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
• Suatu persetujuan untung-untungan (kans
overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada
kejadian yang belum tentu.
Dengan melihat ketentuan hukum di atas, maka terdapat beberapa hal
penting mengenai asuransi yang patut dicermati, di antaranya:
• perjanjian asuransi wajib memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, di
mana perjanjian tersebut bersifat adhesif, yang artinya isi perjanjian
tersebut telah ditentukan oleh perusahaan asuransi melalui kontrak
standard.
• Di dalam asuransi terdapat dua pihak yang terlibat pada perjanjian
tersebut, yakni pihak penanggung dan pihak tertanggung, yang
mana kedua pihak ini berbeda.
• Asuransi memiliki sejumlah premi yang merupakan bukti bahwa
tertanggung setuju untuk melakukan perjanjian asuransi.
• Perjanjian asuransi membuat pihak tertanggung dan pihak
penanggung terikat untuk melaksanakan kewajibannya masing-
masing.
2.Unsur-Unsur Asuransi
Berdasarkan poin-poin di atas, maka sebuah asuransi “wajib” memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
• Subyek hukum, dalam hal ini adalah penanggung dan tertanggung.
• Persetujuan bebas yang terjadi di antara penanggung dan
tertanggung.
• Benda asuransi dan kepentingan lainnya yang berhubungan dengan
tertanggung.
• Tujuan perjanjian yang ingin dicapai oleh penangung dan
tertanggung.
• Risiko dan premi.
• Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) serta ganti rugi yang akan
diberikan oleh pihak penanggung.
• Syarat-syarat dan kebijakan yang berlaku.
• Polis asuransi sebagai bukti perjanjian.
3. Tujuan Asuransi
• pada dasarnya asuransi ditujukan sebagai bentuk
perlindungan atau ganti rugi kepada pihak tertanggung
akibat adanya sebuah peristiwa yang belum pasti, di
mana hal ini terdiri dari beberapa kriteria seperti di
bawah ini:
• a. Asuransi sebagai Pengalihan Risiko
• Ini merupakan tujuan utama dari asuransi, di mana
pengalihan risiko dilakukan oleh tertanggung kepada
pihak penanggung. Hal ini bisa terjadi karena adanya
kesadaran dan pemahaman yang baik dari tertanggung
mengenai kemungkinan ancaman bahaya atau kerugian
terhadap harta bendanya atau keselamatan jiwanya.
• Asuransi dimaksudkan untuk menanggung segala
macam kerugian yang bisa saja terjadi atas diri
tertanggung, sehingga risiko yang akan diderita
oleh tertanggung dan keluarga atau ahli warisnya
menjadi kecil. Dengan membayar sejumlah
premi, maka tertanggung telah memindahkan
risiko kerugian yang mungkin dideritanya kepada
pihak penanggung (perusahaan asuransi). Dalam
hal ini penanggung akan menerima premi dan
mengambil alih semua beban resiko yang
mungkin akan dialami oleh tertanggung.
• b. Asuransi Sebagai Ganti Rugi
• Asuransi juga memiliki tujuan sebagai ganti rugi, di
mana hal ini akan dilakukan oleh pihak penanggung
jika sewaktu-waktu tertanggung mengalami sejumlah
kerugian yang mungkin saja terjadi menimpa diri
tertanggung. Pada dasarnya kemungkinan bahaya atau
kerugian tersebut tidaklah selalu terjadi dan menimpa
tertanggung, atau sering kali kerugian yang terjadi juga
hanya bersifat sebagian dan bukan merupakan
kerugian total bagi tertanggung, maka pihak
penanggung akan membayarkan sejumlah ganti rugi
sesuai dengan jumlah asuransinya.
• c. Asuransi Sebagai Pembayar Santunan
• Pada dasarnya asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan
berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) yang terjadi di antara
penanggung dan tertanggung. Namun di dalam prakteknya,
perjanjian ini kemudian diatur berdasarkan undang-undang yang
berlaku, sehingga pada akhirnya asuransi ini bersifat wajib, di mana
tertanggung akan terikat dengan penanggung akibat adanya
perintah undang-undang dan bukan karena perjanjian semata.
• Asuransi ini sering disebut sebagai asuransi sosial, yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman kecelakaan
yang bisa saja mengakibatkan kematian atau cacat permanen.
Dalam hal ini biasanya tertanggung akan membayarkan sejumlah
kontribusi (premi) untuk mendapatkan perlindungan dari pihak
penanggung.
• d. Asuransi untuk Kesejahteraan Anggotanya
• Hal ini bisanya berlaku di dalam sebuah perkumpulan,
di mana beberapa orang yang terhimpun akan menjadi
tertanggung dari perkumpulan itu sendiri yang
bertindak sebagai penanggung. Asuransi jenis ini mirip
dengan cara kerja sebuah koperasi, yang mana asuransi
ini saling menanggung atau asuransi usaha bersama
yang tujuan utamanya adalah menjamin kesejahteraan
anggotanya. Di dalam asuransi ini, jika salah satu
anggotanya mengalami kejadian yang mengakibatkan
kerugian atau kematian, maka perkumpulan akan
membayar sejumlah uang kepada anggota tersebut
(tertanggung).
4. Jenis Asuransi
• Pada umumnya, asuransi bisa digolongkan menjadi dua
bagian besar, yakni:
• Asuransi Kerugian, yang terdiri dari:
• Asuransi Kebakaran.
• Asuransi Kehilangan dan Kerusakan.
• Asuransi Laut.
• Asuransi Pengangkutan.
• Asuransi Kredit
• Asuransi Jiwa, yang terdiri dari:
• Asuransi Kecelakaan.
• Asuransi Kesehatan.
• Asuransi Jiwa kredit.
5. Berlakunya Asuransi

• Masa berlaku asuransi akan didasarkan pada


penutupan yang terjadi, di mana hak dan kewajiban
penanggung dan tertanggung akan timbul pada saat
ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan.
Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan
dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya
kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi.
Setelah adanya perjanjian kontrak sementara tersebut,
maka sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan
yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi
wajib menerbitkan polis asuransi, hal ini diatur dalam
Pasal 255 KUHD.
6. Batalnya Asuransi
• 6. Batalnya Asuransi
• Pada dasarnya, pertanggungan atau asuransi merupakan sebuah
bentuk perjanjian, maka dengan demikian hal ini memiliki risiko
batal atau dibatalkan jika tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian
yang mengacu pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.
• Namun di luar KUHD tersebut, perjanjian asuransi juga bisa saja
batal jika terjadi beberapa poin di bawah ini:
• Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila
tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya, di
mana apabila hal tersebut disampaikan kepada penanggung akan
berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251
KUHD).
• Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian
asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD).

• Memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan
pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan si
penanggung dari segala kewajiban yang akan datang (Pasal
272 KUHD).
• Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si
tertanggung (Pasal 282 KUHD).
• Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-
undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal
baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk
mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan
perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599
KUHD).

Anda mungkin juga menyukai