Anda di halaman 1dari 13

BAB III

PERJANJIAN ASURANSI

A. Syarat-Syarat Asuransi

Asuransi adalah sebuah perjanjian atau kontrak yang dibuat antara pihak asuransi dengan pihak
tertanggung untuk memberikan perlindungan finansial bagi pihak tertanggung terhadap risiko-
risiko tertentu yang mungkin terjadi pada obyek tertentu. Namun, dalam membuat kontrak
asuransi, terdapat beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak asuransi maupun pihak
tertanggung. Berikut adalah penjelasan secara panjang mengenai syarat-syarat asuransi:

1. Kesepakatan

Syarat pertama dalam asuransi adalah kesepakatan antara pihak asuransi dan pihak
tertanggung. Artinya, kedua belah pihak harus menyetujui ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam kontrak asuransi tersebut. Kesepakatan tersebut harus dibuat secara
tertulis dan diikuti dengan penandatanganan kontrak asuransi oleh kedua belah pihak.
Kesepakatan juga harus dilakukan dengan kesadaran penuh tanpa ada unsur paksaan dari
pihak manapun.

2. Kecakapan atau Kewenangan

Syarat kedua dalam asuransi adalah kecakapan atau kewenangan dari pihak tertanggung.
Pihak tertanggung harus memiliki kewenangan untuk mengikatkan dirinya pada sebuah
kontrak asuransi. Hal ini berarti bahwa pihak tertanggung harus memiliki kapasitas
hukum yang cukup untuk membuat kesepakatan atau kontrak. Pihak tertanggung juga
harus mampu mengerti konsekuensi dari kesepakatan yang dibuat dan memiliki
kemampuan finansial yang cukup untuk membayar premi.

3. Obyek tertentu

Syarat ketiga dalam asuransi adalah obyek tertentu. Artinya, asuransi hanya dapat
dilakukan untuk obyek tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Obyek tersebut
bisa berupa barang, harta benda, kesehatan, ataupun kehidupan manusia. Namun, obyek
yang dijamin harus memiliki nilai yang cukup besar dan bernilai ekonomis. Selain itu,
obyek tersebut harus memiliki risiko yang dapat diukur dan diperhitungkan secara
matematis.

4. Kausal yang Halal

Syarat keempat dalam asuransi adalah kausal yang halal. Artinya, kesepakatan yang
dibuat dalam kontrak asuransi harus memenuhi prinsip-prinsip syariah dan tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Asuransi harus dilakukan dengan cara yang halal,
baik dalam pengelolaan maupun dalam investasinya. Oleh karena itu, perusahaan
asuransi harus menghindari berbagai jenis kegiatan yang dianggap haram dalam Islam,
seperti riba, spekulasi, judi, dan gharar (ketidakpastian).

B. Polis

Polis adalah dokumen tertulis yang berisi kontrak asuransi antara pihak asuransi dan pihak
tertanggung. Polis memiliki peran penting dalam asuransi karena merupakan bukti sah dari
adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, termasuk juga rincian dan ketentuan-ketentuan
yang telah disetujui.

Secara umum, polis terdiri dari beberapa bagian, yaitu:

1. Identitas Pihak Asuransi dan Tertanggung

Bagian ini berisi informasi mengenai identitas pihak asuransi dan pihak tertanggung,
seperti nama, alamat, nomor telepon, dan nomor polis. Identitas pihak asuransi dan
tertanggung harus tertera dengan jelas dan akurat.

2. Jenis Asuransi

Bagian ini menjelaskan jenis asuransi yang diambil oleh pihak tertanggung, seperti
asuransi kesehatan, asuransi jiwa, atau asuransi kendaraan bermotor. Pada bagian ini juga
dijelaskan mengenai jenis risiko yang dijamin oleh polis, misalnya risiko kecelakaan,
risiko sakit, atau risiko kematian.

3. Premi
Bagian ini menjelaskan besaran premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung untuk
mendapatkan perlindungan dari pihak asuransi. Premi dapat dibayar secara tunai atau
dicicil sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

4. Jangka Waktu

Bagian ini menjelaskan jangka waktu perlindungan yang diberikan oleh pihak asuransi
kepada pihak tertanggung. Jangka waktu perlindungan ini dapat bervariasi, tergantung
dari jenis asuransi dan risiko yang dijamin.

5. Pembayaran Klaim

Bagian ini menjelaskan prosedur pembayaran klaim apabila terjadi risiko yang dijamin
dalam polis. Pihak tertanggung harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh
pihak asuransi untuk mengajukan klaim.

6. Pengecualian

Bagian ini menjelaskan hal-hal yang tidak dijamin oleh pihak asuransi, seperti risiko
yang diakibatkan oleh perang, kerusuhan, atau bencana alam. Pihak tertanggung harus
membaca dengan cermat bagian ini agar mengetahui risiko-risiko yang tidak dijamin oleh
polis.

7. Perubahan Polis

Bagian ini menjelaskan prosedur perubahan polis yang dapat dilakukan oleh kedua belah
pihak. Pihak asuransi dapat melakukan perubahan polis apabila terdapat perubahan
kondisi pihak tertanggung atau terdapat risiko yang tidak terduga.

C. Klausula Polis

Klausula polis adalah tambahan ketentuan yang dapat disepakati oleh pihak asuransi dan pihak
tertanggung untuk mengatur hal-hal yang tidak tercakup dalam ketentuan polis standar. Klausula
polis ini memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak karena dapat mengkustomisasi polis
sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Berikut ini adalah beberapa jenis klausula polis yang
sering digunakan dalam asuransi:
1. Klausula All Risk

Klausula ini memberikan perlindungan yang lebih luas karena mencakup segala risiko
kecuali yang dikecualikan dalam polis. Dengan klausula ini, pihak tertanggung tidak
perlu menyebutkan risiko yang ingin dijamin, melainkan hanya menyebutkan jenis
barang atau aset yang ingin dijamin.

2. Klausula Premier Risque

Klausula ini memberikan perlindungan yang lebih terbatas karena hanya mencakup
risiko-risiko tertentu yang telah disebutkan dalam polis. Pihak tertanggung harus
memberikan informasi yang akurat mengenai risiko yang ingin dijamin, sehingga risiko-
risiko lain yang tidak disebutkan tidak akan dijamin oleh pihak asuransi.

3. Klausula Sudah Diketahui

Klausula ini mengharuskan pihak tertanggung untuk memberikan informasi yang lengkap
dan jujur mengenai kondisi barang atau aset yang ingin dijamin. Jika terdapat informasi
yang disembunyikan atau ditutup-tutupi, maka polis bisa dibatalkan oleh pihak asuransi.

4. Klausula Renunsiasi

Klausula ini membatasi hak pihak asuransi untuk menolak klaim apabila terdapat
kesalahan atau ketidakbenaran dalam informasi yang diberikan oleh pihak tertanggung.
Dengan klausula ini, pihak asuransi tidak dapat menolak klaim jika kesalahan atau
ketidakbenaran tersebut tidak berhubungan dengan kerugian yang dialami oleh pihak
asuransi.

5. Klausula Free From Particular Average

Klausula ini mengharuskan kerugian yang terjadi harus melebihi batas tertentu sebelum
pihak asuransi bisa memberikan ganti rugi. Batas minimal ini disebut dengan deductible
dan harus sudah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum polis diterbitkan.

6. Klausula Total Loss Only


Klausula ini hanya memberikan perlindungan terhadap risiko total loss atau kehilangan
seluruh nilai aset. Risiko-risiko lain seperti kerusakan atau kehilangan sebagian nilai
tidak akan dijamin oleh pihak asuransi.

7. Klausula Riot, Strike, Civil Commution

Klausula ini memberikan perlindungan terhadap risiko yang diakibatkan oleh kerusuhan,
mogok, atau huru-hara sipil. Risiko-risiko ini biasanya tidak dijamin oleh polis standar.

8. Klausula Banker's Clause / Klausula Bank

Klausula ini digunakan untuk melindungi kepentingan bank sebagai pemilik barang yang
dijamin oleh pihak asuransi. Dengan klausula ini, bank akan diberikan sebagai penerima
klaim apabila terjadi kerusakan atau kehilangan pada barang yang dijamin, bukan pada
pihak tertanggung yang sebenarnya.

Klausula-klausula di atas hanya sebagian kecil dari jenis klausula polis yang ada. Namun, setiap
jenis klausula tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda dalam memberikan perlindungan yang
lebih baik bagi pihak tertanggung. Oleh karena itu, penting bagi pihak tertanggung untuk
memahami jenis klausula polis yang digunakan dalam polis asuransi mereka sehingga dapat
memaksimalkan manfaat dan proteksi yang diberikan oleh asuransi.

Selain itu, pihak tertanggung juga perlu membaca dan memahami dengan seksama ketentuan-
ketentuan dalam polis asuransi, termasuk klausula-klausula yang terkait, untuk menghindari
ketidaktahuan yang dapat merugikan mereka saat terjadi klaim. Pihak tertanggung juga dapat
berkonsultasi dengan agen atau broker asuransi untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut
mengenai klausula-klausula polis yang digunakan dalam polis asuransi mereka.

D. Eksonerasi Penanggung

Eksonerasi Penanggung merupakan salah satu istilah penting yang seringkali ditemukan dalam
sebuah polis asuransi. Eksonerasi penanggung adalah suatu ketentuan dalam polis asuransi yang
memberikan pengecualian tanggung jawab penanggung dalam beberapa situasi tertentu.
Dalam sebuah polis asuransi, penanggung berjanji untuk memberikan perlindungan dan ganti
rugi terhadap kerugian atau kerusakan yang dialami oleh pihak tertanggung sesuai dengan
ketentuan yang tertera dalam polis. Namun, ada beberapa kondisi di mana penanggung tidak
akan bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan yang terjadi. Situasi-situasi tersebut
biasanya diatur dalam klausula-klausula polis yang ada.

Salah satu klausula polis yang seringkali berhubungan dengan eksonerasi penanggung adalah
klausula eksklusi atau pengecualian tanggung jawab. Klausula ini merujuk pada daftar kondisi
atau kejadian yang tidak dijamin oleh polis asuransi. Biasanya, klausula ini memuat daftar yang
cukup panjang dan detail tentang kondisi atau kejadian yang tidak dijamin oleh polis asuransi,
seperti kerusakan akibat perang, bencana alam, kerusakan akibat kesalahan desain, dan
sebagainya.

Namun, ada beberapa situasi di mana penanggung dapat mengecualikan tanggung jawab mereka
dalam kasus yang tidak dicantumkan dalam klausula eksklusi atau pengecualian tanggung jawab.
Situasi ini dapat diatur dalam klausula eksonerasi penanggung.

Sebagai contoh, suatu polis asuransi kendaraan dapat memuat klausula eksonerasi penanggung
dalam situasi di mana kendaraan yang diasuransikan digunakan untuk kegiatan yang melanggar
hukum, seperti balapan liar atau pengemudi yang sedang dalam pengaruh alkohol atau obat-
obatan terlarang. Dalam hal ini, penanggung dapat mengecualikan tanggung jawab mereka
dalam memberikan ganti rugi terhadap kerusakan atau kehilangan kendaraan yang diasuransikan.

Namun, penting bagi pihak tertanggung untuk memahami dan membaca dengan seksama
ketentuan-ketentuan dalam polis asuransi, termasuk klausula eksonerasi penanggung dan
klausula eksklusi atau pengecualian tanggung jawab. Hal ini dapat membantu pihak tertanggung
untuk memahami batasan dan ketentuan dalam polis asuransi, sehingga dapat menghindari
ketidaktahuan yang dapat merugikan mereka saat terjadi klaim.

E. Ganti Kerugian

Ganti kerugian atau indemnitas adalah suatu bentuk kompensasi atau pembayaran yang diberikan
oleh penanggung kepada pihak tertanggung sebagai pengganti kerugian atau kerusakan yang
dialami oleh pihak tertanggung. Dalam sebuah polis asuransi, penanggung menjanjikan untuk
memberikan ganti rugi atau indemnitas terhadap kerugian atau kerusakan yang dialami oleh
pihak tertanggung sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam polis. Ganti rugi ini dapat berupa
penggantian biaya perbaikan atau penggantian nilai barang yang hilang atau rusak.

Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung dapat mencakup berbagai jenis kerugian atau
kerusakan, seperti kerusakan pada bangunan akibat bencana alam, kehilangan atau kerusakan
pada kendaraan akibat kecelakaan, kerugian finansial akibat pencurian, dan sebagainya.

Selain itu, dalam polis asuransi juga dapat terdapat klausula-klausula yang membatasi atau
mengecualikan tanggung jawab penanggung dalam memberikan ganti rugi atau indemnitas.
Klausula-klausula ini biasanya terkait dengan situasi-situasi tertentu, seperti kerusakan akibat
perang, bencana alam, tindakan kriminal, dan sebagainya. Dalam mengajukan klaim ganti rugi
atau indemnitas, pihak tertanggung perlu memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur
dalam polis asuransi. Persyaratan ini biasanya meliputi pengumpulan bukti kerugian atau
kerusakan, laporan polisi (jika terjadi kejahatan), serta dokumen-dokumen lain yang relevan
dengan klaim.

Setelah pihak tertanggung memenuhi persyaratan yang ada, penanggung akan mengevaluasi
klaim tersebut dan memberikan ganti rugi atau indemnitas sesuai dengan ketentuan yang tertera
dalam polis. Besarnya ganti rugi atau indemnitas yang diberikan oleh penanggung dapat
bervariasi tergantung pada jenis kerugian atau kerusakan yang dialami oleh pihak tertanggung
serta batasan dan ketentuan yang terdapat dalam polis. Dalam hal ini, penting bagi pihak
tertanggung untuk memahami dengan seksama ketentuan-ketentuan dalam polis asuransi dan
memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur dalam polis untuk memastikan bahwa klaim ganti
rugi atau indemnitas mereka dapat diproses dan dibayarkan dengan tepat.

F. Premi Asuransi

Premi asuransi adalah pembayaran yang harus dilakukan oleh pihak tertanggung kepada
penanggung untuk mendapatkan perlindungan atau jaminan atas risiko yang terjadi. Premi ini
biasanya dilakukan secara berkala, baik bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan, tergantung
pada kesepakatan antara pihak tertanggung dan penanggung.
Besarnya premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain:

1. Jenis asuransi: Setiap jenis asuransi memiliki risiko yang berbeda dan oleh karena itu
premi yang dibayar oleh pihak tertanggung juga berbeda. Misalnya, premi untuk asuransi
kendaraan akan berbeda dengan premi untuk asuransi kesehatan.

2. Usia: Usia pihak tertanggung juga mempengaruhi besarnya premi yang harus dibayar.
Semakin tua usia pihak tertanggung, semakin besar risiko terjadinya suatu penyakit atau
kecelakaan sehingga premi yang harus dibayarkan menjadi lebih tinggi.

3. Jenis pekerjaan: Beberapa jenis pekerjaan memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis pekerjaan lainnya, seperti pekerjaan di bidang konstruksi, pertambangan,
atau penerbangan. Oleh karena itu, premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung
yang bekerja di bidang ini biasanya lebih tinggi.

4. Riwayat kesehatan: Jika pihak tertanggung memiliki riwayat penyakit atau cedera yang
sering terjadi, maka premi yang harus dibayar akan lebih tinggi karena risiko terjadinya
penyakit atau cedera akan lebih besar.

5. Nilai pertanggungan: Besarnya premi juga dipengaruhi oleh nilai pertanggungan yang
diambil oleh pihak tertanggung. Semakin tinggi nilai pertanggungan, maka premi yang
harus dibayar juga akan semakin besar.

Pembayaran premi asuransi yang tepat dan teratur sangat penting agar pihak tertanggung
mendapatkan perlindungan atau jaminan atas risiko yang terjadi dengan baik. Jika premi tidak
dibayar tepat waktu, maka polis asuransi dapat dibatalkan atau dihentikan dan pihak tertanggung
tidak akan mendapatkan perlindungan saat terjadi risiko yang ditanggung. Oleh karena itu,
penting bagi pihak tertanggung untuk memahami dengan baik ketentuan pembayaran premi yang
tertera dalam polis asuransi dan selalu membayar premi secara tepat waktu sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati bersama penanggung.

G. Batalnya Asuransi
Batalnya asuransi terjadi ketika suatu polis asuransi dibatalkan sebelum masa pertanggungan
berakhir. Ada beberapa alasan mengapa suatu polis asuransi dapat dibatalkan, di antaranya:

1. Pembatalan oleh pihak tertanggung: Pihak tertanggung dapat membatalkan polis asuransi
karena beberapa alasan, misalnya karena sudah tidak memerlukan asuransi tersebut lagi,
karena telah menemukan asuransi yang lebih baik, atau karena alasan keuangan.

2. Pembatalan oleh penanggung: Penanggung juga dapat membatalkan polis asuransi jika
pihak tertanggung melanggar salah satu syarat atau ketentuan yang tercantum dalam
polis, seperti tidak membayar premi tepat waktu, memberikan informasi yang tidak benar
dalam pengajuan klaim, atau melakukan tindakan penipuan.

3. Masa pertanggungan berakhir: Suatu polis asuransi akan berakhir pada saat masa
pertanggungan yang ditetapkan berakhir. Ketika masa pertanggungan berakhir, maka
polis asuransi akan otomatis dibatalkan.

Batalnya asuransi dapat berdampak pada pihak tertanggung, misalnya jika terjadi risiko yang
ditanggung dan polis sudah dibatalkan sebelumnya, maka pihak tertanggung tidak akan
mendapatkan perlindungan atau jaminan dari penanggung.

Namun, dalam beberapa kasus, pihak tertanggung dapat mengajukan klaim meskipun polis sudah
dibatalkan. Misalnya, jika polis dibatalkan karena pihak tertanggung meninggal dunia, maka ahli
waris pihak tertanggung masih dapat mengajukan klaim atas polis tersebut.

Oleh karena itu, penting bagi pihak tertanggung untuk memahami dengan baik ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam polis asuransi dan memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah
disepakati bersama penanggung, seperti membayar premi tepat waktu dan memberikan informasi
yang benar saat mengajukan klaim. Dengan demikian, risiko batalnya asuransi dapat
diminimalkan dan pihak tertanggung dapat mendapatkan perlindungan atau jaminan yang sesuai
dengan kebutuhan dan harapan mereka.

H. Berakhirnya Asuransi

Berakhirnya asuransi terjadi ketika masa pertanggungan dari suatu polis asuransi telah berakhir.
Masa pertanggungan adalah periode waktu dimana pihak tertanggung atau pemegang polis
membayar premi kepada perusahaan asuransi untuk mendapatkan perlindungan atas risiko yang
dijamin dalam polis tersebut.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan berakhirnya asuransi, di antaranya:

1. Masa pertanggungan habis: Setiap polis asuransi memiliki masa pertanggungan yang
ditetapkan pada saat pembelian polis. Setelah masa pertanggungan habis, maka polis
tersebut secara otomatis berakhir. Pihak tertanggung harus memperpanjang masa
pertanggungan atau membeli polis baru untuk mendapatkan perlindungan yang sama.

2. Pencabutan polis: Penanggung dapat mencabut polis jika pihak tertanggung melanggar
syarat dan ketentuan dalam polis, seperti tidak membayar premi tepat waktu, memberikan
informasi yang tidak benar pada saat mengajukan klaim, atau melakukan tindakan
penipuan.

3. Pembatalan polis: Pihak tertanggung dapat membatalkan polis jika merasa sudah tidak
memerlukan asuransi tersebut lagi, telah menemukan asuransi yang lebih baik, atau
karena alasan keuangan.

Setelah berakhirnya masa pertanggungan, pihak tertanggung tidak lagi dilindungi oleh polis
asuransi yang sudah berakhir. Oleh karena itu, jika pihak tertanggung masih memerlukan
perlindungan, maka mereka harus memperpanjang masa pertanggungan atau membeli polis
asuransi baru.

Namun, ada juga beberapa jenis polis asuransi yang memiliki nilai tunai, yaitu uang yang dapat
diterima oleh pihak tertanggung jika polis diakhiri sebelum masa pertanggungan berakhir.
Jumlah nilai tunai biasanya tergantung pada jumlah premi yang sudah dibayar dan lamanya masa
pertanggungan.

Dalam mengakhiri polis asuransi, baik oleh pihak tertanggung maupun penanggung, penting
untuk memperhatikan ketentuan yang tercantum dalam polis tersebut. Pihak tertanggung harus
memastikan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban yang telah disepakati, seperti membayar
premi tepat waktu, dan bahwa mereka memahami konsekuensi dari pengakhiran polis asuransi
tersebut.
I. Sanksi

Sanksi merupakan hukuman atau tindakan yang diberikan kepada seseorang atau sebuah
organisasi yang melakukan pelanggaran terhadap hukum atau peraturan. Dalam hal asuransi,
terdapat dua jenis sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.

1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi adalah sanksi yang diberikan oleh otoritas pemerintah atau regulator asuransi
terhadap perusahaan asuransi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku.
Contoh pelanggaran yang bisa dikenai sanksi administrasi adalah tidak memiliki izin usaha, tidak
memenuhi persyaratan modal, atau tidak memiliki sistem manajemen risiko yang memadai.

Sanksi administrasi dapat berupa denda, pembekuan izin usaha, atau bahkan pencabutan izin
usaha. Tujuannya adalah untuk mendorong perusahaan asuransi untuk mematuhi peraturan yang
berlaku, sehingga tercipta lingkungan bisnis yang sehat dan adil bagi semua pihak yang terlibat.

2. Sanksi Pidana

Sanksi pidana adalah sanksi yang diberikan oleh pihak kepolisian atau pengadilan kepada
seseorang atau perusahaan yang melakukan tindakan yang melanggar hukum atau peraturan.
Dalam hal asuransi, contoh pelanggaran yang bisa dikenai sanksi pidana adalah melakukan
penipuan atau pemalsuan dokumen asuransi. Sanksi pidana dapat berupa denda, kurungan atau
bahkan hukuman mati, tergantung dari tingkat kejahatan yang dilakukan. Tujuannya adalah
untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan dan mencegah terjadinya tindakan yang
sama di masa depan.

Penting untuk diingat bahwa sanksi administrasi dan sanksi pidana berbeda dalam hal tujuan dan
pelaksanaannya. Sanksi administrasi bertujuan untuk memperbaiki tindakan yang salah dan
mencegah terulangnya pelanggaran, sedangkan sanksi pidana bertujuan untuk memberikan
hukuman kepada pelaku kejahatan dan memberikan efek jera bagi orang lain yang ingin
melakukan tindakan yang sama. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi antara regulator
asuransi dan lembaga penegak hukum dalam menangani kasus pelanggaran di bidang asuransi.
DAFTAR PUSTAKA

Rastuti, T. (2016). Aspek Hukum perjanjian asuransi. MediaPressindo.

Yikwa, I. (2015). Aspek hukum pelaksanaan perjanjian asuransi. Lex Privatum, 3(1).

Windiantina, W. W. (2020). Klausula Eksonerasi Sebagai Perjanjian Baku dalam Perjanjian


Asuransi. Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, 11, 71-
84.

Santri, S. H. (2017). Prinsip Utmost Good Faith Dalam Perjanjian Asuransi Kerugian. UIR Law
Review, 1(01), 77-82.

Sembiring, S. (2014). Hukum Asuransi.

Fazri, F., & Kurniawan, L. (2021). Aspek Hukum Pelaksanaan Perjanjian Asuransi. Jurnal
Ekonomi Manajemen Sistem Informasi, 2(6), 772-784.

Ismanto, K. (2012). Principle of Utmost Good Faith dalam Perjanjian Asuransi: Studi Asas
Hukum Perjanjian Syariah. Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 7(2), 293-
310.

Ismanto, K. (2012). Principle of Utmost Good Faith dalam Perjanjian Asuransi: Studi Asas
Hukum Perjanjian Syariah. Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 7(2), 293-
310.

Sugiyanto, D. W. (2017). Perjanjian Asuransi Melalui Telemarketing Ditinjau Dari Undang-


Undang Nomor 11 Tahun 2008. Mimbar Yustitia, 1(1), 36-45.

Ismanto, K. (2014). Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Pada Perjanjian Asuransi Syariah Di Ro


Takaful Keluarga Pekalongan. Jurnal Hukum Islam, 12(1).

Anda mungkin juga menyukai