Perjanjian asuransi adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang
dilindungi, premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada penanggung sebagai jasa pengalihan
risiko tersebut, serta besarnya dana yang bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan
keuntungan.
Syarat Syahnya Perjanjian Asuransi, yaitu:
1) Diatur dalam Psl 1320 KUHPdt
2) Ditambah ketentuan Psl 251 KUHD ttg pemberitahuan (notification), ykni tertanggung wajib
memberitahukan kpd penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Apabila lalai maka pertanggungan
menjdi batal.
Saat terjadinya Perj. Asuransi
1) Asuransi bersifat konsensual-perjanjian harus dibuat tertulis dlam suatu akta yg disebut Polis (Psl 255
ayat (1) jo 258 (1) KUHD)
2) Pembuktian adanya kata sepakat – polis belum ada pembuktian dilakukan dg sgl catatan, nota, surat
perhitungan, telegram
3) Pembuktian janji-janji dan syarat-syarat khusus– harus tertulis dalam polis, jika janji-janji/syarat2
khusus tidak tercantum dlm polis maka janji2 tsb diaggap tdk ada (batal).
Objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan,
tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lain yang mungkin hilang, rusak, atau berkurang
nilainya.
Dengan kata lain, unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi meliputi hal-hal berikut:
1. Subjek hukum, yaitu pihak penanggung dan tertanggung.
2. Substansi hukum berupa mengalihan risiko.
3. Objek pertanggungan, berupa benda atau kepentingan yang melekat padanya yang bisa dinilai dengan
uang.
4. Adanya peristiwa tidak tentu yang mungkin terjadi (evenement).
Sebuah perjanjian asuransi dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang saling mengikatkan diri.
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Adanya hal tertentu yang menjadi sebab yang halal
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak yang tak
terduga
2. Meningkatkan efisiensi dalam penanganan dan pengawasan terhadap suatu barang atau objek untuk
memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
3. Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat
memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak
perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas
agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam
jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha
8. Biaya premi relatif kecil untuk menghindari suatu potensi risiko yang tidak terduga.
9. Berdampak pada pemerataan biaya, dari sesuatu yang tak terprediksi menjadi biaya yang jumlahnya
tertentu.
10. Dalam kaitannya dengan hubungan bisnis, asuransi yang dimiliki pihak tertanggung memberi
kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menjalin hubungan bisnis, misalnya peminjaman uang, kredit,
sewa beli, dan sebagainya.
11. Untuk asuransi jiwa, premi bisa dinilai sebagai tabungan karena jumlah yang dibayar tertanggung
akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah yang lebih besar.
LANDASAN HUKUM
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-
undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut.
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
4. KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
5. KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha
Asuransi.
6. KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
7. KUHPerdata
8. KUHD (Ps. 246 s/d 308)
9. Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
10. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 ttg Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan
Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
11. KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa.
PREMI DAN POLIS
Dalam hukum asuransi, dikenal kata premi dan polis. Berikut ini adalah penjelasannya.
Premi adalah suatu prestasi yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung atas jasanya
mengambil alih risiko. Premi adalah kewajiban pokok yang harus dipenuhi oleh tertanggung dan bisa
dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.
Perjanjian pengalihan risiko dalam hukum asuransi harus dibuat secara tertulis dalam sebuah akta
tertentu yang menjelaskan tentang unsur-unsur perjanjian tersebut. Akta ini disebut polis dan
digunakan sebagai alat bukti perjanjian pertanggungan. Dalam hukum asuransi, polis dibuat oleh pihak
tertanggung.
Polis sebagai Bukti Tertulis
Isi Polis (kecuali asuransi jiwa)/Psl 256 KUHD:
1. Hari pembuatan perjanjian asuransi
2. Nama tertanggung, utk diri sendiri atau utk org ketiga.
3. Uraian yg jelas mengenai benda obyek asuransi
4. Jumlah yg dipertanggungkan.
5. Bahaya2 yg ditanggung oleh penanggung.
6. Saat bahaya mulai berjalan & berakhir yg menjadi tanggungan penanggung.
7. Premi asuransi
8. Umumnya semua keadaan yg perlu diketahui oleh penanggung & segala syarat yg diperjanjikan antara
pihak-pihak.
Dlm polis juga hrs dicantumkan isi polis dr berbagai asuransi yg diadakan lebih dahulu (sebelumnya),
dg ancaman batal jika tidak dicantumkan (Psl 271, 272, 280, 603, 606, 615 KUHD).
Jenis-jenis Polis, yaitu:
Polis maskapai
Polis bursa (Amsterdam & Rotterdam)
Polis Lloyds
Polis perjalanan (voyage policy)
Polis waktu (time policy)
Penyampaian
Dari proses penanganan klaim baik oleh penanggung sendiri maupun Loss Adjuster, akan diketahui
validitas klaim. Dalam hal klaim dianggap valid, penanggung akan memberitahukan kepada tertanggung
jumlah ganti rugi yang dibayar atau yang menjadi tanggung jawab penanggung. Tetapi bila klaim
dinyatakan invalid, maka penanggung akan memberitahukan kepada tertanggung bahwa klaim ditolak
disertai alasannya. Jika jumlah ganti rugi yang dibayarkan tidak disepakati oleh tertanggung, maka
tertanggung berhak menunjuk Loss Accessor untuk menilai ulang kerugian tersebut.
Penyelesaian
Setelah dicapai kesepakatan mengenai jumlah ganti rugi, pihak penanggung akan mempersiapkan
pembayaran klaim. Penanggung akan melaksanakan pembayaran ganti rugi selambat-lambatnya sesuai
dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan.
ASURANSI-ASURANSI KERUGIAN
YANG TIDAK KHUSUS DIATUR DALAM W.v.K
(Sumber : Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH)
1. Asuransi pencurian
Yang harus dinamakan sebagai bencana yang dipikul resikonya oleh asurador ialah bukan pencurian
biasa, melainkan pencurian dengan merusak (imbraak-asuransi).
2. Polis dari bursa
Karena oleh W.v,K tidak diadakan peraturan khusus mengenai asuransi pencurian dengan merusak,
maka dalam praktek yang diturut ialah polis yang dipakai di bursa perdagangan, seperti misalnya polis
pencurian dengan merusak, dari Bursa Amsterdam atau dari Antwerpen.
3. Merusak rumahnya atau lemari besinya
Yang dimaksud dengan istilah merusak dalam pencurian ini adalah merusak rumah, merusak lemari
besinya. Dan dapat disamakan juga dengan merusak ialah pemakaian kunci palsu untuk membuka pintu
agar dapat masuk ke dalam rumah.
4. Asuransi pencurian tanpa merusak
Asuransi pencurian tanpa merusak ini sering diadakan sebagai bagian dari asuransi pengakutan.
Disebutkan dalam polis bahwa dijamin oleh asurador kehilangan barang-barang angkutan itu karena
tercuri di tengah jalan, juga jika dilakukan tanpa merusak apa-apa.
5. Asuransi kehilangan (vermissing)
Lebih luas lagi, ialah asuransi kehilangan yang oleh asurador juga dijamin segala macam kehilangan,
meskipun tanpa pencurian.
6. Asuransi keselamatan perusahaan (bedrijfsverzekering)
Suatu perusahaan yang dalam pekerjaannya mempergunakan banyak buruh-buruh dan mesin-mesin,
memerlukan jaminan terhadap kerugian yang tidak hanya disebabkan oleh kebakaran saja melainkan
juga disebabkan oleh lain-lain bencana seperti kerusakan mesin karena minyak atau bahan bakar lainnya
yang tidak diperoleh dengan cukup atau dengan tepat waktunya. Juga kerugian yang dapat diderita
karena adanya pemogokan dari buruh.
7. Obyek asuransi perusahaan
Obyek asuransi sebenarnya tidak tepat bila berwujud barang, seharusnya berwujud bahwa perusahaan
yang harus dapat bekerja normal.
8. Penetapan kerugian
Kalau perusahaan bekerja normal, maka dapat diharapkan adanya keuntungan. Dengan demikian
kerugian di sini berarti kehilangan keuntungan, keuntungan bisa meliputi keuntungan kotor dan bersih.
Hal ini pula yang harus dijelaskan dalam perjanjian asuransi dan besar kecilnya uang premi.
9. Kerugian tidak dapat ditetapkan waktu itu juga
Pada asuransi kerugian lain, setelah terjadi bencana maka kerugian pada barang yang dijamin dapat
segera diterapkan. Namun lain halnya dengan asuransi perusahaan. Dalam hal ini harus diketahui besar
kecilnya kerugian tergantung pada berapa lama perusahaan macet dalam usahanya. Karena itu kerugian
baru dapat diterapkan bila perusahaan sudah bekerja lagi dan tidak seketika bencana terjadi. Cara
menghitung kerguian ini dinamakan retrospectief.
10. Bagaimana kalau perusahaan berjalan rugi?
Sebenarnya pada waktu sebelum bencana perusahaan dapat berjalan rugi, maka harus diketahui
harapan setelah bencana terjadi. Kalapun dalam harapan ruginya akan bertambah, maka asurador tidak
berkewajiban member ganti rugi, karena adanya bencana malahan dihindarkan kerugian yang lebih
banyak.
11. Asuransi pertanggungan jawab
Dalam praktek sangat penting jika suatu asuransi yang menjamin kerugian yang diderita sebagai akibat
dari pertanggungan jawab si terjamin terhadap orang lain.
12. Pertanggungan jawab atas perbuatan melanggar hukum
Menurut hukum (hukum adat maupun maupun BW) orang berkewajiban member ganti rugi bila
melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechttmatige daad) dan dengan demikian mengakibatkan
orang lain menderita kerugian. Dalam BW hal ini diatur dalam pasal 1365.
13. Kesengajaan pihak terjamin
Asurador tidak akan menjamin bila dengan sengaja terjamin mengakibatkan kerugian kepada orang lain.
Jadi yang dijamin adalah pertanggungan jawab si terjamin yang berdasarkan atas kesalahan, kurang hati-
hati dan sebagainya.
Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal
yang pokok dalam kontrak.
Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya.
Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi
laki-laki,dan 19 th bagi wanita.
Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 th bahi laki-laki, 16 th bagi wanita.
Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum.
3.Adanya Obyek.
Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat
dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Hj Amelia Setyawati