BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia bisnis resiko yang dihadapi dapat berupa kerugian akibat
kebakaran, kerusakan, kehilangan, atau resiko lainnya. Setiap resiko yang
dihadapi harus ditanggunglangi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang
lebih besar lagi. Untuk mengurangi resiko yang tidak kita inginkan di masa yang
akan datang seperti resiko kehilangan, resiko kebakaran, resiko macetnya
pinjaman kredit bank atau resiko lainnya, maka diperlukan perusahaan yang
mau menanggung resiko tersebut. Adalah perusahaan asuransi yang mau dan
sanggup menanggung resiko tersebut. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi
merupakan perusahaan yang melakukan usaha pertanggungan terhadap resiko
yang akan dihadapi. Asuransi merupakan suatu perjanjian ganti rugi sehingga
asuransi melibatkan sekurang-kurangnya pihak yang menderita kerugian dan
pihak yang berjanji untuk memberikan ganti rugi.
Untuk saat ini perkembangan asuransi di Indonesia belum begitu baik, hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor, baik berasal dari perusahaan asuransinya,
maupun dari konsumennya dalam hal ini masyarakat Indonesia. Kendala dari
pihak asuransi adalah seringkali proses klaim membutuhkan waktu yang cukup
lama dan tidak memudahkan konsumen, baik pada klaim asuransi jiwa maupun
asuransi kerugian. Saat ini ada sebagian perusahaan asuransi cenderung
mengulur-ulur waktu ketiga akan membayar klaim. Oleh sebab itu faktor
permodalan lebih menjadi perhatian perusahaan asuransi tersebut. Sedangkan
dari
pihak
konsumen,
yang
menjadi
kendala
adalah
masih
minimnya
oleh
konsumen/masyarakat
adalah
kadang
kala
nasabah
mempersulit dirinya sendiri, antara lain dengan tidak jujur dalam mengisi
formulir aplikasi (SPAJ) yang mana ketidak jujuran tersebut akan merugikan
1
Hukum Asuransi
dirinya sendiri. Kriteria yang di atas sangat penting. Sebab bila salah pilih,
nasabah bisa rugi.
Konsekuensi nasabah membeli polis harus dengan cara tanggung jawab.
Dengan cara berasuransi maka orang yang menghadapi resiko atas jiwanya
bermaksud untuk mengalihkan resikonya itu atau setidak-tidaknya membagi
resikonya itu kepada pihak lain yang bersedia menerima peralihan atau
pembagian resiko tersebut. Peralihan resiko itu tidak terjadi dengan begitu saja,
tanpa kewajiban apa-apa pada pihak yang memperalihkan. Hal itu harus
diperjanjikan terlebih dahulu.
Untuk itu diperlukannya suatu aturan yang mengatur mengenai hukum
asuransi di Indonesia, agar dalam pelaksanaannya bisa berjalan dalam koridor
yang tepat, dan tidak ada pihak yang dirugikan, baik penanggung maupun
tertanggung. Di Indonesia, dasar hukum mengenai asuransi di atur dalam :
1. Pasal 246 sampai dengan Pasal 308 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
2. Pasal 1774 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
3. Peraturan perundang-undangan di luar Kitab Undang-undang Hukum
Dagang dan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata antara lain :
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, tentang Usaha Perasuransian.
2. Undang-undang
Nomor
3
Tahun
1964,
tentang
Dana
Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang.
Hukum Asuransi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
suatu asuransi
terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa
pihak yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugiaan, yang mungkin
akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan
terjadi atau semula belum dapat ditentukan akan saat terjadinya. Suatu kontra
prestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan
membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Apabila kemudian
ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.
Sementara itu Muhammad Muslehuddin (1999) memberikan pengertian
asuransi sebagai
berikut: istilah asuransi menurut pengertian
untuk
meringankan
beban
individu
railnya,
kalau-kalau
beban
tersebut
Hukum Asuransi
Unsur ke 1 : Pihak terjamin (verzekerde), berjanji membayar uang premi kepada
penjamin (verzekeraar), sekaligus atau berangsur-angsur.
Unsur ke 2
yang
benar
dan
jujur,
dan
apabila
ada
hal-hal
yang
Hukum Asuransi
1. Tertanggung hendaknya jangan memberikan keterangan yang keliru atau
tidak benar kepada penanggung.
2. Tertanggung hendaknya jangan/tidak memberitahu hal-hal yang mempunyai
sifat sedemikian rupa, sehingga perjajian itu tidak akan ditutup atau tidak
mungkin diadakan dengan syarat-syarat yang sama, mengetahui keadaan
sebenarnya walaupun ada itikad baik dari tertanggung dan apabila hal ini
terjadi maka perjajian asuransi yang dibuat akan batal.
suatu
kehilangan.
Antara
asuransi
dengan
resiko
mempunyai keterkaitan yang sangat erat, karena asuransi itu sendiri justru
menanggunlangi adanya resiko, dan tanpa adanya resiko, asuransi atau
pertanggungan tidak diperlukan kehadirannya.
2.2
Dalam hukum asuransi terdapat tiga asas pokok yaitu asas indemnitas, asas
kepentingan dan asas itikad baik.
1. Asas indemnitas
Kata indemnitas berasal dari bahasa latin yang berarti ganti kerugiaan. Inti
asas indemnitas adalah seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita
tertanggung dengan jumlah ganti kerugiaannya (Poerwosutjipto,2000). Dalam
hukum asuransi, asas indemnitas tersirat dalam Pasal 246 KUHD yang
5
Hukum Asuransi
memberi batasan tentang asuransi atau pertanggungan yaitu sebagai
perjanjian yang bermaksud memberikan penggantian untuk suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan yang mungkin diderita oleh tertanggung sebagai
akibat terjadinya suatu bahaya yang pada saat ditutupnya perjanjian tidak
dapat dipastikan apakah akan terjadi atau tidak (Gunanto,1984).
Asas ini
ada
padanya,
yang
demikian
sifatnya
sehingga
seandainya
si
pertanggungan. Yang dimaksud dengan itikad baik adalah kemauan baik dari
setiap
pihak
untuk
melakukan
perbuatan
hukum
agar
akibat
dari
Hukum Asuransi
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Dalam perjanjian setidaknya ada dua orang yang saling berhadap-hadapan
dan mempunyai kehendak yang saling mengisi. Kedua belah pihak yaitu
penanggung dantertanggung dalam mengadakan perjanjian harus setuju
atau sepakat terhadap hal-hal pokok dalam perjanjian yang diadakan.
Sehubungan dengan syarat kesepakatan ini KUHPdt dalam Pasal 1321
menentukan bahwa, tiada sepakat yang sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Kesepakatan yang hendak dicapai tersebut harus bebas dari unsur-unsur
paksaan, penipuan dan kekhilafan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Para pihak dalam membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum.
Orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang
sudah dewasa dan sehat pikirannya. Pasal 1329 KUHPdt mengatakan bahwa
setiap orang adalah berwenang untuk membuat perikatan jika oleh Undangundang tidak dinyatakan tidak cakap. Para pihakdianggap cakap apabila
telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah, sehat jasmani dan rohani
serta tidak berada di bawah pengampunan.
3. Suatu hal tertentu.
Suatu perjanjian harus mengenai hal-hal tertentu, artinya ada objek yang
jelas yang diperjanjikan, dalam hal ini adalah jiwa seseorang. Dengan
demikian timbullah hak dan kewajiban kedua belah pihak yaitu penanggung
dan pemegang polis yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya
seseorang yang jiwanya dipertanggungkan (tertanggung). Suatu hal tertentu
adalah objek dari perjanjian. Perjanjian yang tidak mengandung suatu hal
tertentu dapat dikatakan bahwa, perjanjian yang demikian tidak dapat
dilaksanakan karena tidak jelas apa yang dijanjikan oleh masing-masing
pihak.
4. Suatu sebab yang halal.
Sebab adalah sesuatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, namun
yang dimaksud sebab dalam Pasal 1320 KUHPdt bukan yang mendorong
orang untuk membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjajian itu
sendiri yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian.
Hukum Asuransi
2.3
Jenis-Jenis Asuransi
yang
meliputi
kebakaran,
peledakan,
petir,
jiwa
atau
meninggalnya
seseorang
yang
asuransi
dalam
Hukum Asuransi
b. Pialang asuransi, yaitu usaha yang membrkan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi
dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
c. Pialang reasuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan
dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi
reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
d. Konsultan akutri yaitu usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria
e. Agen asuransi yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam
rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
Klasifikasi perusahaan asuransi berdasarkan cabang perusahaanya yang dikutip
dari Salim (2007:3) :
1. Asuransi Umum (kerugian) mengenai hak milik dan kebakaran
2. Asuransi varian ( marine insurance) mengenai asuransi laut, kecelakaan,
asuransi mobil, dan pencurian
3. Asuransi Jiwa ( life insurance) mengenai kematian, sakit dan cacat.
2.4
Prinsip-Prinsip Asuransi
tertanggung
dengan
objek
pertanggungan/
kepentingan
pihak
yang
Hukum Asuransi
prinsip utmost good faith dilanggar terutama oleh tertanggung, maka
pertanggungan menjadi batal.
3. Penggantian kerugian (indemnity)
Prinsip ini merupakan mekanisme ganti rugi/santunan bila terjadi musibah
yang dijamin, yaitu penanggung akan mengembalikan poisis keuangan
tertanggung dalam keadaan semula seperti saat sebelum terjadi peristiwa
musibah. Penggantian kerugian dapat dilakukan dengan pembayaran tunai,
penggantian, perbaikan, atau pembangunan kembali.
4. Sebab aktif (proximate cause)
Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan
terjadinya suatu peristiwa secara barantai tanpa intervensi suatu kekuatan
lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan
independen.
5. Pengalihan Hak (subrogasi)
Pengalihan hak adalah bilamana penanggung telah memberikan santunan
ganti rugi kepada tertanggung, padahal dalam peristiwa yang mengakibatkan
kerugian tersebut tertanggung tidak bersalah, maka hak menuntut kepada
pihak yang bertanggung jawab/ yang bersalah (pihak ketiga) beralih ke pihak
penanggung.
2.5
Unsur-Unsur Asuransi
Menurut Sri Rejeki (1991), pihak dalam asuransi yang mengadakan
sebagai
akibat
penanggung
dari
suatu peristiwa
sendiri
mempunyai
yang
tidak
hak
sebagai berikut
dari
tertentu.
tertanggung.
Hukum Asuransi
3. melaksanakan premi restorno (pasal 281 KUHD) pada tertanggung
yang beritikad baik, berhubung penanggung untuk seluruhnya atau
sebagian tidak menanggung resiko lagi, dan asuransinya gugur atau
batal seluruhnya.
b. Pihak tertanggung
adalah
pihak
lawan
dari
penanggung
yang
sebenarnya
mengenai
barang
(santunan)
kepada
pihak
tertanggung,
sekaligus
atau
secara
11
Hukum Asuransi
BAB III
KESIMPULAN
Asuransi merupakan upaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
kemungkinan timbul kerugian akibat terjadi peristiwa yang tidak pasti dan tidak
diinginkan. Melalui perjanjian asuransi resiko kemungkinan terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian yang mengancam kepentingan tertanggung itu dialihkan
kepada perusahaan asuransi kerugian penanggung.
Sebagai imbalannya, tertanggung bersedia membayar sejumlah premi yang
telah disepakati. Dengan demikian, tertanggung yang berkepentingan merasa
aman dari ancaman kerugian, sebab jika kerugian itu betul-betul terjadi
penanggunglah yang akan menggantinya.
Tertanggung sebagai pihak mempunyai kepentingan tertentu dalam kegiatan
usaha atau hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang
dimaksud adalah tanggung jawab akibat perbuatannya terhadap pihak ketiga,
misalnya perbuatan yang merugikan orang lain atau perbuatan tidak mampu
membayar hutang kepada pihak kreditur.
12
Hukum Asuransi
DAFTAR PUSTAKA
Elisa Kartika Sari, 2005, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta: , Gramedia Widiasarana
Indonesia
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1980, Hukum Pertanggungan,
Dagang Fakultas Hukum UGM Yogyakarta
Seri Hukum
13