Anda di halaman 1dari 6

Hukum ASURANSI

Dr. Dahniarti Hasana,SH, MKn

Dasar Hukum Asuransi di Indonesia


Ada lima dasar hukum asuransi di Indonesia, di antaranya:

 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian


 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774

 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD Bab 9 Pasal 246

 Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 73 Tahun 1992

 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian


Undang-undang ini adalah dasar hukum utama yang meregulasi industri perasuransian dan segala
kegiatan di dalamnya.

UU No. 2 Tahun 1992 berisikan aturan tentang usaha asuransi. Menurut dokumen tersebut,
asuransi adalah salah satu bentuk usaha menanggulangi risiko yang dihadapi masyarakat.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP Pasal 1320 dan Pasal
1774
Kedua pasal hukum asuransi dalam KUHP ini menerangkan bahwa asuransi mengandung
perjanjian antara dua belah pihak. Perjanjian tersebut termasuk ke dalam ruang lingkup pidana,
sehingga apa-apa yang terkait di dalamnya bisa dibawa ke ranah hukum pidana.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD Bab 9 Pasal 246


Hampir sama seperti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, KUHD Bab 9
Pasal 246 juga menjelaskan tentang jenis pertanggungan asuransi, batas maksimal pertanggungan,
proses klaim yang berlaku, penyebab batalnya proses pertanggungan, hingga bagaimana
pertanggungan dinyatakan secara tertulis dalam dokumen polis.

4. Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 73 Tahun 1992


PP Nomor 73 Tahun 1992 mengatur penyelenggaraan usaha perasuransian dalam rangka
mendorong pertumbuhan nasional. Dalam praktiknya, perusahaan asuransi harus berprinsip sehat
dan bertanggung jawab.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999
PP Nomor 64 Tahun 1999 ini merupakan revisi dari PP Nomor 7 Tahun 1992, yang membahas
penyelenggaraan perasuransian. Perubahan tersebut terjadi dalam rangka menyesuaikan peraturan
dan regulasi yang ada dengan perubahan zaman.

Dasar Hukum Asuransi dalam Islam


Dalam Islam hukum jual beli harus memenuhi beberapa unsur dan syarat yaitu akad, penjual,
pembeli, dan barang yang diperjualbelikan.

Syarat jual beli dalam Islam harus ada kerelaan dari kedua belah pihak, objek jual beli bukan barang
haram atau najis, dan gak mengandung riba.

Berdasarkan syarat sah jual beli dasar hukum asuransi dalam Islam itulah ada sebagian yang
berpendapat bahwa asuransi adalah haram karena akad dan barang yang diperjualbelikan gak jelas
(gharar), mengandung paksaan karena peserta membayar premi, dan manfaat asuransi dianggap
mengandung unsur spekulasi (qimar) dan penetapan bunga (riba) dalam investasi asuransi.

Karena dalam asuransi konvensional, objek yang diperjualbelikan bisa dibilang gak memiliki wujud,
bukan?

Kemudian pengelolaan premi dari nasabah oleh perusahaan pun biasanya kurang transparan.
Sementara dalam Islam, pengelolaan dana tersebut harus memenuhi syarat seperti yang sudah
disebutkan di paragraf sebelumnya.

Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Syariah dalam Islam


Asuransi syariah inilah yang bisa dibilang menjadi jawaban dari kesimpangsiuran halal atau
haramnya asuransi. Asuransi syariah menjawab kebutuhan umat Islam yang ingin mendapatkan
proteksi namun berdasarkan asas dan prinsip ajaran Islam sehingga gak melanggar syariat agama.

Perusahaan asuransi syariah hanya berfungsi sebagai pengelola dari iuran dana para peserta.
Konteks dalam asuransi syariah adalah penghimpunan dana bukan jual beli seperti dalam asuransi
konvensional.

Inilah perbedaan paling mendasar antara asuransi syariah dan asuransi konvensional yang perlu
kamu pahami.

Tujuannya pun sudah jelas bahwa dana tersebut digunakan untuk membantu sesama peserta yang
membutuhkan. Sehingga iuran dana yang sudah disetorkan dianggap sebagai hibah atau hadiah.

Hukum asuransi dalam Islam, hadiah yang sudah diberikan kepada orang lain pantang untuk diambil
kembali.

Adapun asuransi syariah yang mengandung investasi, pengelolaan dana, dan investasinya pun
bertujuan untuk membagi rata keuntungan tersebut.

Investasi dalam asuransi syariah juga dipastikan gak mengandung riba, gharar, dan maisir.

Jika kita ringkas beberapa kesimpulan yang bisa diambil tentang hukum asuransi dalam Islam
adalah sebagai berikut ini:
 Memilih perlindungan yang dikelola secara syariah
 Unsur tolong menolong dalam iuran atau dana tabarru’

 Dana hibah yang terkumpul digunakan untuk kebaikan

 Bagi hasil risiko maupun keuntungan

 Bentuk muamalah (hubungan manusia sebagai makhluk sosial) dalam manajemen


keuangan

 Sengketa diselesaikan dengan jalan musyawarah terlebih dahulu

Dasar Hukum Agen Asuransi


Dasar hukum asuransi yang membahas tentang agen asuransi ada pada UU Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian pada Pasal 28.

Dalam UU tersebut, agen asuransi berhak untuk memasarkan produk asuransi yang diterbitkan
perusahaan asuransi, dengan kewajiban menyampaikan informasi yang benar ke pemegang polis
dan tertanggung.

Dalam beroperasi, mereka juga wajib terdaftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Agen asuransi juga berhak mendapatkan komisi dari premi yang ia dapatkan dari pemegang polis,
tapi harus dengan izin perusahaan asuransi dan gak boleh menggelapkan uang premi nasabah.

Landasan Hukum untuk Pembatalan Perjanjian Asuransi


Gak hanya mengatur perjanjian asuransi, hukum di Indonesia juga melindungi peserta dan
perusahaan asuransi. Sebab, bisa saja ada hal-hal di luar perjanjian yang dilanggar perusahaan
maupun peserta asuransi. Karena itu, hukum asuransi di Indonesia telah mengantisipasinya melalui
undang-undang yang berlaku.

Baik perusahaan maupun peserta bisa membatalkan perjanjian. Pembatalan asuransi sudah diatur
dalam pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut, perjanjian asuransi dianggap batal jika
beberapa hal di bawah ini terjadi:

 Terbukti melakukan kecurangan, penipuan, atau rekayasa oleh tertanggung


 Keputusan pengadilan yang membebaskan penanggung dibebaskan dari segala kewajiban
terhadap tertanggung

 Ada kerugian yang gak tercantum dalam perjanjian asuransi yang sudah disepakati

 Terdapat informasi yang gak benar dari tertanggung atau dengan kata lain gak jujur dalam
mengisi kondisi awal sebelum pendaftaran asuransi

 Jika terbukti bahwa objek asuransi merupakan barang ilegal atau barang terlarang yang
diperdagangkan di wilayah hukum Indonesia dan terbukti melanggar peraturan perdagangan
Intinya aturan hukum asuransi ini bertujuan untuk sama-sama melindungi kepentingan tertanggung
dan penanggung.

Pasal 1320 KUH Perdat

Baik peserta dan perusahaan asuransi diharapkan mendapatkan hak dan menjalankan
kewajibannya sesuai dengan perjanjian dalam polis asuransi.

Apalagi, hukum asuransi di Indonesia sudah cukup lengkap. Pemerintah sudah memberikan payung
hukum asurnasi dan panduan untuk tata kelola perasuransian lewat OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
selaku regulator resmi lembaga keuangan di Indonesia.

Bahkan, MUI pun sudah memberikan fatwa tentang hukum asuransi dalam pkamungan agama
Islam.

Jadi, kamu kini gak perlu ragu lagi tentang kedudukan asuransi di mata hukum baik dari segi
perspektif negara maupun agama.

Dengan begitu, kamu pun gak perlu ragu untuk memiliki asuransi. Namun, ingat, selalu pahami
setiap perjanjian tertulis yang ada pada polis asuransi saat akan membelinya.

Tujuan asuransi
Setelah mengetahui landasan hukum dari asuransi, kamu pasti ingin mengetahui tujuan dari
memiliki asuransi. Berikut ini tujuan-tujuannya.

 Pengalihan risiko
 Ganti rugi

 Pemberi santunan

 Kesejahteraan anggota

1. Pengalihan risiko
Pengalihan risiko adalah tujuan utama dari memiliki asuransi. Risiko akan dialihkan dari tertanggung
kepada pihak penanggung yang adalah perusahaan asuransi.

Sebab maksud dari asuransi memang untuk menanggung segala macam kerugian yang mungkin
dialami tertanggung, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada keluarga atau ahli warisnya.

Tujuan memiliki asuransi yang satu ini biasanya didasari kesadaran dan pemahaman yang baik dari
tertanggung mengenai kemungkinan ancaman maupun kerugian yang akan berdampak pada
keselamatan jiwa ataupun kekayaannya.

Pengalihan risiko ini bisa dilakukan jika tertanggung atau pemegang polis membayar sejumlah
premi. Premi tersebut akan diterima penanggung dan dialihkan sebagai manfaat kepada
tertanggung jika suatu hari mengalami risiko tertentu.
2. Ganti rugi
Selain itu, asuransi juga memiliki tujuan sebagai ganti rugi jika terjadi apa-apa terhadap tertanggung
semisal tiba-tiba mengalami bahaya atau kerugian yang menimpanya.

Namun, bahaya dan kerugian tersebut sebenarnya jarang sekali terjadi. Lebih sering terjadi hanya
sebagian sehingga kerugian yang ditanggung pun bukan kerugian total.

Ganti rugi yang akan dilakukan penanggung pun disesuaikan dengan paket asuransi yang dipilih.

3. Pemberi santunan
Pada dasarnya, asuransi kerugian ataupun asuransi jiwa dilakukan dengan perjanjian bebas
(sukarela) antara penanggung dan tertanggung.

Namun, perjanjian ini diatur undang-undang yang berlaku sehingga asuransi sifatnya berubah
menjadi wajib karena terikat undang-undang. Ini yang kemudian membuatnya menjadi asuransi
sosial.

Asuransi sosial ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman kecelakaan yang
bisa menyebabkan cacat permanen atau bahkan kematian.

Tentunya perlindungan ini diberikan setelah mereka berkontribusi dengan membayarkan premi.
Namun, mereka yang membayarkan kontribusi sebagai tertanggung adalah mereka yang terikat
dalam sebuah hubungan hukum tertentu seperti hubungan kerja, penumpang angkutan umum, dan
lain-lain yang telah diatur undang-undang.

4.  Kesejahteraan anggota
Asuransi dijalankan sebuah kelompok yang mana perusahaan asuransi berperan sebagai
penanggung, sedangkan orang-orang yang berada di dalamnya adalah tertanggung.

Asuransi jenis ini memiliki cara kerja yang berlaku pada sebuah koperasi yang saling menanggung
dan usaha bersama untuk menjamin kesejahteraan anggota.

Bila seorang anggota mengalami kejadian yang mengakibatkan kerugian atau bahkan meninggal
dunia, kelompok tersebut akan memberikan sejumlah uang tersebut kepada yang bersangkutan
sebagai santunan.

Jenis-jenis Asuransi
Umumnya, asuransi terbagi menjadi dua jenis, yaitu asuransi jiwa dan asuransi umum. Jenis-jenis
tersebut akan dikelompokkan lagi sesuai dengan turunannya.

Ini yang menyebabkan produk-produk asuransi mengikuti pengelompokan berikut:

Asuransi jiwa

 Asuransi jiwa berjangka


 Asuransi jiwa seumur hidup

 Asuransi jiwa unit link


 Asuransi jiwa dwiguna (endowment)

Asuransi umum

 Asuransi kesehatan
 Asuransi kendaraan bermotor

 Asuransi properti

 Asuransi kecelakaan diri

 Asuransi kredit

 Asuransi sosial

 Asuransi perjalanan

 Asuransi komersial

 Asuransi kebakaran

 Asuransi pengangkutan (marine cargo)

Masa berlaku asuransi


Menurut Pasal 255 KUHD, masa berlaku asuransi didasari penutupan asuransi yang telah terjadi.

Aplikasi yang dilakukan telah disetujui dan telah ditandatanganinya kontrak sementara (cover note)
yang disertai dengan pembayaran premi. Penutupan asuransi ini dapat terjadi, bahkan sebelum
polis diterbitkan.

Oleh karena itu, asuransi sudah berlaku sejak perjanjian sementara ditandatangani. Perusahaan
asuransi pun wajib untuk menerbitkan polis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Sejak saat itu pula, hak dan kewajiban di antara tertanggung dan penanggung telah muncul.

Lengkap sudah penjelasan mengenai asuransi dan dasar hukum yang melandasinya. Kamu tidak
perlu khawatir kalau asuransi tidak menjamin perlindunganmu karena mereka pun diatur peraturan
yang berlaku, bahkan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Anda mungkin juga menyukai