Anda di halaman 1dari 4

ASURANSI

Hukum Asuransi dalam Pandangan Undang-


Undang
Syarif Maulana
16-Dec-2020

Hukum asuransi adalah aturan tertulis yang mengikat peserta dan perusahaan
asuransi untuk menaati perjanjian yang sudah disepakati. Perjanjian tersebut
biasanya terdiri dari hak peserta mendapatkan perlindungan dan sebagai gantinya
peserta membayar premi kepada perusahaan asuransi.  

Singkat kata, hukum asuransi mengatur apa saja hak dan kewajiban peserta
asuransi maupun perusahaan asuransi, baik itu asuransi jiwa atau asuransi umum.
Peserta bisa mendapatkan haknya jika memenuhi semua kewajiban  yang sudah
ditetapkan perusahaan asuransi. Salah satu contohnya adalah pembayaran premi.

Begitu pula dengan perusahaan asuransi, mereka memiliki hak dan kewajiban
untuk memberikan proteksi atau perlindungan kepada peserta asuransi yang
menjadi nasabahnya. Perusahaan wajib memberikan penggantian kerugian jika
peserta sudah memenuhi syarat dan kewajiban yang ditetapkan. Biasanya tertuang
jelas di dalam polis asuransi.

Sebaliknya, perusahaan asuransi juga berhak untuk menolak kepesertaan maupun


klaim jika syarat-syarat dan kewajiban yang sudah ditetapkan perusahaan asuransi
tidak dipenuhi oleh peserta.

Hukum asuransi inilah yang akan memberikan payung hukum bagi kedua belah
pihak jika sewaktu-waktu terjadi sengketa. Sehingga semua persoalan yang
ditimbulkan bisa diselesaikan secara hukum berdasarkan bukti-bukti yang ada.

Hukum Asuransi Menurut Undang-


Undang
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang asuransi dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Dalam pasal 1 disebutkan bahwa Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian


antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Jika disederhanakan lagi, asuransi ibarat aktivitas jual beli. Ada penjual
(perusahaan asuransi) dan ada pembeli (peserta). Barang yang dijual adalah
perlindungan (proteksi) yang akan mengganti kerugian finansial yang dialami oleh
peserta. Peserta membeli perlindungan tersebut dengan membayarkan sejumlah
premi yang besarannya ditentukan berdasarkan nilai pertanggungan yang akan
didapatkan.

Dalam hukum asuransi, perusahaan asuransi disebut penanggung kerugian.


Sedangkan peserta asuransi disebut juga dengan objek tertanggung.

Perlu diketahui pula bahwa objek tertanggung dalam asuransi bermacam-macam,


sesuai dengan jenis asuransinya. Dalam asuransi jiwa adalah objek pertanggungan
berupa proteksi kematian (jiwa), dalam asuransi kesehatan proteksi kesehatan
(raga), dan dalam asuransi kerugian adalah proteksi terhadap nilai kerugian benda
jika terjadi kehilangan dan kerusakan.  

Hukum Asuransi dalam Islam


Dalam Islam hukum jual beli harus memenuhi beberapa unsur dan syarat yaitu
akad, penjual, pembeli, dan barang yang diperjualbelikan. Syarat jual beli dalam
Islam harus ada kerelaan dari kedua belah pihak, objek jual beli bukan barang
haram atau najis, dan tidak mengandung riba.

Berdasarkan syarat sah jual beli dalam Islam itulah ada sebagian yang berpendapat
bahwa asuransi adalah haram karena akad dan barang yang diperjualbelikan tidak
jelas (gharar), mengandung paksaan karena peserta membayar premi, dan manfaat
asuransi dianggap mengandung unsur spekulasi (qimar) dan penetapan bunga
(riba) dalam investasi asuransi.

Karena dalam asuransi konvensional, objek yang diperjualbelikan bisa dibilang


tidak memiliki wujud, bukan? Kemudian, pengelolaan premi dari nasabah oleh
perusahaan pun biasanya kurang transparan. Sementara dalam Islam, pengelolaan
dana tersebut harus memenuhi syarat seperti yang sudah disebutkan di paragraf
sebelumnya.

Hukum Asuransi Syariah


Asuransi syariah inilah yang bisa dibilang menjadi jawaban dari kesimpangsiuran
halal atau haramnya asuransi. Asuransi syariah menjawab kebutuhan umat Islam
yang ingin mendapatkan proteksi namun berdasarkan asas dan prinsip ajaran Islam
sehingga tidak melanggar syariat agama.

Perusahaan asuransi syariah hanya berfungsi sebagai pengelola dari iuran dana
para peserta. Konteks dalam asuransi syariah adalah penghimpunan dana bukan
jual beli seperti dalam asuransi konvensional. Inilah perbedaan paling mendasar
antara asuransi syariah dan asuransi konvensional yang perlu kamu pahami.

Tujuannya pun sudah jelas bahwa dana tersebut digunakan untuk membantu
sesama peserta yang membutuhkan. Sehingga iuran dana yang sudah disetorkan
dianggap sebagai hibah atau hadiah. Di dalam ajaran agama Islam, hadiah yang
sudah diberikan kepada orang lain pantang untuk diambil kembali.

Adapun asuransi syariah yang mengandung investasi, pengelolaan dana, dan


investasinya pun bertujuan untuk membagi rata keuntungan tersebut. Investasi
dalam asuransi syariah juga dipastikan tidak mengandung riba, gharar, dan maisir.

Jika kita ringkas beberapa kesimpulan yang bisa diambil tentang hukum asuransi
syariah adalah sebagai berikut ini:

 Memilih perlindungan yang dikelola secara syariah


 Unsur tolong menolong dalam iuran atau dana tabarru’
 Dana hibah yang terkumpul digunakan untuk kebaikan
 Bagi hasil risiko maupun keuntungan
 Bentuk muamalah (hubungan manusia sebagai makhluk sosial) dalam
manajemen keuangan
 Sengketa diselesaikan dengan jalan musyawarah terlebih dahulu

Landasan Hukum untuk Pembatalan


Perjanjian Asuransi
Tak hanya mengatur perjanjian asuransi, hukum di Indonesia juga melindungi
peserta dan perusahaan asuransi. Sebab, bisa saja ada hal-hal di luar perjanjian
yang dilanggar oleh perusahaan maupun peserta asuransi. Hukum di Indonesia
telah mengantisipasinya melalui undang-undang yang berlaku.

Baik perusahaan maupun peserta bisa membatalkan perjanjian. Pembatalan


asuransi sudah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut,
perjanjian asuransi dianggap batal jika beberapa hal di bawah ini terjadi:

 Terbukti melakukan kecurangan, penipuan, atau rekayasa oleh tertanggung


 Keputusan pengadilan yang membebaskan penanggung dibebaskan dari
segala kewajiban terhadap tertanggung
 Ada kerugian yang tidak tercantum dalam perjanjian asuransi yang sudah
disepakati
 Terdapat informasi yang tidak benar dari tertanggung atau dengan kata lain
tidak jujur dalam mengisi kondisi awal sebelum pendaftaran asuransi
 Jika terbukti bahwa objek asuransi merupakan barang ilegal atau barang
terlarang yang diperdagangkan di wilayah hukum Indonesia dan terbukti
melanggar peraturan perdagangan

Intinya aturan hukum asuransi ini bertujuan untuk sama-sama melindungi


kepentingan tertanggung dan penanggung. Baik peserta dan perusahaan asuransi
diharapkan mendapatkan hak dan menjalankan kewajibannya sesuai dengan
perjanjian dalam polis asuransi.

Apalagi, hukum asuransi di Indonesia sudah cukup lengkap. Pemerintah sudah


memberikan payung hukum tentang perasuransian dan panduan untuk tata kelola
perasuransian lewat OJK (Otoritas Jasa Keuangan) selaku regulator resmi lembaga
keuangan di Indonesia. Bahkan, MUI pun sudah memberikan fatwa tentang hukum
asuransi dalam pandangan agama Islam.

Jadi, kamu kini tidak perlu ragu lagi tentang kedudukan asuransi di mata hukum
baik dari segi perspektif negara maupun agama. Sehingga, kamu pun tidak perlu
ragu untuk memiliki asuransi. Namun, ingat, selalu pahami setiap perjanjian
tertulis yang ada pada polis asuransi saat akan membelinya.

#asuransi

Anda mungkin juga menyukai