syarat syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas
tersebut dibuat dalam bentuk tetulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini
merupakan satu satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan bahwa telah
terjadi asuransi.
5. Hubungan Asuransi
Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah
keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan
bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara sukarela dari penanggung
dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap
satu sama lain (secara bertimbalbalik). Salah satu unsur terpenting dalam
peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan Pasal 246 KUHD adalah ganti
kerugian. Unsur tersebut hanya menunjuk kepada asuransi kerugian (loss
insurance) yang objeknya adalah harta kekayaan.
Berdasarkan pengertian asuransi di atas, terdapat 3 (tiga) unsur mutlak yang perlu
diperhatikan dalam Pasal 246 KUHD, yaitu :
1. Adanya Kepentingan
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupakan hak subyektif yang
mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu
atau pasti. Unsur kepentingan adalah unsur yang mutlak harus ada pada tiap-tiap
pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat
terjadinya avenemen.
2. Adanya Peristiwa Tak Tentu
Unsur peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa, yaitu kematian adalah suatu
peristiwa yang pasti akan terjadi, dimana yang tidak tertentu adalah “kapan”
kematian itu akan menjadi kenyataan. Peristiwa tak tentu dalam pertanggungan
jiwa baru ada apabila si penanggung mengikatkan diri untuk membayar, kalau
kematian datang lebih pendek daripada jangka waktu dan kemungkinan
berlangsungnya hidup orang yang bersangkutan. Lain halnya dengan
pertanggungan kerugian sebab disana peristiwa itu adalah suatu kejadian yang
menurut pengalaman manusia tidak dapat diharapkan akan terjadi.
3. Adanya Kerugian
Penggantian kerugian diberikan penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan
sebagai suatu ganti rugi, oleh karena orang yang menerima ganti rugi tidak
menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai dengan kerugian yang
dideritanya. Ganti rugi yang diterimanya sebenarnya adalah hasil penentuan
sejumlah uang tertentu yang telah disepakati pihak-pihak. Jadi pemberian uang
oleh penanggung bukanlah murni merupakan suatu penggantian kerugian, oleh
karena jiwa manusia tidak mungkin dinilai dengan uang. Rumusan definisi
pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD)
3
B. Pengaturan Asuransi
1. Pengaturan Dalam KUHD
Dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang
bersifat umum dan bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdap at dalam
Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang
sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur diluar KUHD, kecuali jika secara
khusus ditentukan lain.
Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-308
KUHD dan Buku II Bab 9 dan 10 Pasal 592-695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:
a. Asuransi Kebakaran Pasal 287-298 KUHD
b. Asuransi Hasil Pertanian Pasal 299-301 KUHD
c. Asuransi Jiwa Pasal 302-308 KUHD
d. Asuransi Pengangkutan Laut dan perbudakan Pasal 592- 685 KUHD
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686-695
KUHD.
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang
didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung, yang menimbulkan
hak dan kewajiban secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat
secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi.
Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi:
a. Asas asas asuransi
b. Perjanjian asuransi
c. unsur unsurasuransi
d. Syarat syarat (klausula) asuransi
e. Jenis-jenis Asuransi.
Sedangkan yang dimaksud dengan Asuransi syariah menurut Pasal 1 ayat (2) Undang
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian adalah sbb : Asuransi Syariah
adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi
syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam
rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan
melindungi dengan cara:
a. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis
karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
C. Tujuan Asuransi
1. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang
mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejuml ah premi
kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada
penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi
peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi
yang telah diterimanya dari tertanggung.
Pada asuransi jiwa apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak
terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka
tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai
dengan perjanjian asuransi.
2. Pembayaran Ganti Kerugian
Tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran
ganti kerugian yang sungguh sungguh diderita. Jika pada suatu ketika sungguh
sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi
kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayar ganti kerugian
seimbang dengan jumlah asuransinya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu
hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung.
3. Pembayaran Santunan
Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya
kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar
sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh
perlindungan dari ancaman bahaya. Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut
adalah mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan
undang undang, misalnya: hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila
mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan
berlangsung, mereka (ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari
penanggung (BUMN) yang jumlahnya ditetapkan oleh undang-undang.
4. Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar
kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan
sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai
tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi
anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota
(tertanggung) yang bersangkutan.
Usaha bersama semacam ini dalam praktik asuransi kini telah dilakukan dalam
bentuk asuransi takaful (asuransi kesejahteraan) berdasarkan prinsip syari’ah Islam,
yang menghindari sistem bunga yang disebut riba.
6
D. Prinsip Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu
prinsip kepentingan (insurable interest), Prinsip itikad baik (utmost good faith),
Prinsip sebab akibat (proximate cause), Prinsip keseimbangan (indemnity), Prinsip
subrograsi (subrogation), dan Prinsip kontribusi (contribution).
1. Prinsip kepentingan (Insurable interest)
Prinsip kepentingan (Insurable interest) ini dijabarkan di dalam Pasal 250
KUHD berbunyi: “bila seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri,
atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada
waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan dalam benda yang
dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti kerugian”.
Menurut ketentuan Pasal 250 KUHD ini, kepentingan harus sudah ada
pada saat diadakan asuransi. Ini berarti apabila pada saat membuat perjanjian
7
E. Jenis-jenis asuransi
1. Menurut sifat pelaksanaannya :
a. Asuransi sukarela (asuransi kebakaran, asuransi jiwa, dll)
b. Asuransi wajib (jaminan sosial tenaga kerja, asuransi sosial kecelakaan
lalulintas)
10
4. Menurut KUHD
a. Asuransi kebakaran
b. Asuransi Asuransi jiwa
c. Asuransi bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen
d. Asuransi bahaya laut dan perbudakan
Yang dimaksud sebagai obyek asuransi pada umumnya adalah harta benda
seseorang atau tepatnya milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan,
perhiasan dan benda berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa obyek
pertanggungan adalah sama dengan benda pertanggungan. Disamping itu bisa terjadi
bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda pertanggungan. Contohnya
asuransi kendaraan bermotor, benda pertanggungannya adalah kendaraan bermotor,
sedangkan obyek pertanggungannya adalah tanggung jawab pemilik pabila
kendaraan itu membuat celaka orang lain.
Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi. Benda
asuransi adalah harta kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi, yang dapat dihargai
dengan sejumlah uang. Benda asuransi selalu berwujud, misalnya gedung pertokoan,
rumah, kapal. Benda asuransi selalu diancam oleh bahaya atau peristiwa yang
terjadinya itu tidak pasti. Ancaman bahaya itu mungkin terjadi yang mengakibatkan
benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah dan berkurang nilainya.
Benda asuransi erat hubungannya dengan teori kepentingan (interest theory)
yang secara umum dikenal dalam hukum asuransi. Menurut teori kepentingan, pada
benda asuransi melekat hak subjektif yang tidak berwujud. Karena benda asuransi
dapat rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya, maka hak subjektif juga dapat
rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya. Dalam literatur hukum asuransi, hak
subyektif ini disebut kepentingan (interest). Kepentingan itu sifatnya absolut, artinya
harus ada pada setiap objek asuransi dan mengikuti kemana saja benda asuransi itu
berada. Contohnya, penyewa kapal mengasuransikan kapal yang disewanya terhadap
12
bahaya laut agar kepentingannya yang melekat pada kapal iitu tidak lenyap atau
hilang karena karam atau disita oleh penguasa Negara lain. Disini benda asuransi
adalah kapal berada di tangan penyewa kapal. Jika kapal itu lenyap karena karam
atau hilang karena disita oleh penguasa Negara lain, kepentingan tertanggung selaku
penyewa kapal dapat lenyap atau hilang.
Selain itu, ada juga objek asuransi jumlah, misalnya pada asuransi jiwa dan
asuransi kecelakaan. Objek asuransi jumlah tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi
sejumlah uang dapat dijadikan ukuran pembayaran santunan jika terjadi peristiwa
yang menjadi sebab kematian atau kecelakaan. Penetapan sejumlah uang sebagai
santunan hanya untuk tujuan paraktis, yaitu memudahkan perhitungan pembayaran
santunan yang jumlahnya sudah ditetapkan dalam perjanjian atau undang-undang.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat difahami bahwa ada 3 (tiga) hal yang
dapat dipertanggungkan (obyek asuransi), yaitu :
a. Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
b. Hak milik atas benda
c. Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.
a. Benda Pertanggungan
Jika seorang pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya
kebakaran, maka disini benda pertanggungannya ialah apa yang menjadi obyek
dari bahaya itu, yaitu rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya
rumah. Sebagai akibat kebakaran rumah, maka pemilik menderita suatu
kehilangan yang akan diganti kerugiannya oleh penanggung dan rumah itulah
benda yang terkena. Dalam hal ini benda pertanggungannya jatuh bersamaan
dengan pokok pertanggungannya.
yang diasuransikan, dapat diketahui apakah asuransi itu di bawah (under insurance),
atau atau sama dengan nilai benda asuransi (full insurance), atau melebihi nilai benda
asuransi (over insurance). Dengan demikian, dapat ditentukan jumlah maksimum
ganti kerugian yang dapat dibayar jika timbul kerugian akibat peristiwa yang menjadi
beban penanggung.
Menurut ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHD, asuransi yang melebihi jumlah
nilai benda atau kepentingan yang sesungguhnya hanya sah sampai jumlah nilai
benda tersebut. Apabila jumlah yang diasuransikan lebih besar daripada nilai benda
sesungguhnya, penanggung hanya bertanggung jawab membayar klaim ganti
kerugian sampai jumlah nilai benda sesungguhnya dalam hal timbul kerugian total
(totallos). Misalnya, sebuah rumah diasuransikan terhadap bahaya kebakaran dengan
jumlah asuransi Rp. 150.000.000. (seratus limapuluh juta rupiah), nilai rumah
sesungguhnya Rp. 100.000.000. (seratus juta rupiah). Jika rumah tersebut terbakar
habis, penanggung berkewajiban memenuhi klaim ganti kerugian hanya sampai
jumlah Rp. 100.000.000, (seratus juta rupiah).
J. Premi Asuransi
1. Premi Unsur Penting
Dalam Pasal 246 KUHD terdapat rumusan: “dengan mana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi”. Premi adalah salah
satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib
dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Dalam hubungan hukum asuransi,
penanggung menerima pengalihan risiko dari tertanggung dan tertanggung
membayar sejumlah premi sebagai imbalannya. Apabila premi tidak dibayar, asuransi
dapat dibatalkan atau setidak tidaknya asuransi tidak berjalan. Premi harus dibayar
lebih dahulu oleh tertanggung karena tertanggunglah pihak yang berkepentingan.
Sebagai perjanjian timbal balik, asuransi bersifat konsensual, artinya sejak terjadi
kesepakatan timbullah kewajiban dan hak kedua belah pihak. Akan tetapi asuransi
baru akan berjalan jika kewajiban tertanggung membayar premi telah dipenuhi.
Dengan kata lain, risiko atas benda beralih kepada penanggung sejak premi dibayar
oleh tertanggung. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa ada tidaknya asuransi
ditentukan oleh pembayaran premi. Premi merupakan kunci perjanjian asuransi.
3. Premi Restorno
Premi yang telah dibayar oleh tertanggung kepada penanggung dapat
dituntut pengembaliannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian jika
asuransi gugur atau batal, sedangkan tertanggung telah bertindak dengan itikat baik
(in good faith). Premi yang harus dibayar kembali oleh penanggung disebut premi
restorno (Pasal 281 KUHD). Pada premi restorno harus dipenuhi syarat bahwa
penanggung tidak menghadapi bahaya. Pasal 281 KUHD menekankan pada syarat
bahwa asuransi gugur atau batal bukan karena kesalahan tertanggung, bukan karena
itikad jahat tertanggung, melainkan karena penanggung tidak menghadapi bahaya.
Sudah selayaknya premi yang sudah dibayar oleh tertanggung itu dikembalikan oleh
penanggung. Hal ini sesuai dengan asas keseimbangan dan rasa keadilan.
Contoh asuransi yang gugur adalah asuransi pengangkutan laut. Asuransi
diadakan untuk barang yang diangkut, kemudian tidak jadi diangkut, asuransi
menjadi gugur (Pasal 635 KUHD). Dalam hal ini penanggung tidak menghadapi
bahaya. Karena itu ada premi restorno. Contoh asuransi yang batal adalah ketentuan
Pasal 282 KUHD, apabila asuransi batal karena itikad jahat tertanggung, misalnya
karena penipuan, maka dalam hal ini tidak ada premi restorno. Premi yang telah
dibayar tetap menjadi hak penanggung sebagai hukuman bagi tertanggung yang
beritikat jahat bahkan dengan itikad mengurangi pula adanya tuntutan pidana jika
ada alasan untuk itu.
16
BAB II
PERJANJIAN ASURANSI
1. Kesepakatan (Consensus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi.
Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi:
a. benda yang menjadi objek asuransi ;
b. pengalihan risiko dan pembayaran premi ;
c. evenemen dan ganti kerugian ;
d. syarat syarat khusus asuransi ;
e. dibuat secara tertulis yang disebut polis.
miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi
berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu
mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.
5. Pemberitahuan (Notification)
Salah satu teori ilmu hukum yang dikenal dalam hukum asuransi adalah teori
objektifitas (objectivity theory). Menurut teori ini, setiap asuransi harus
mempunyai objek tertentu. Objek tertentu artinya jenis, identitas, dan sifat yang
dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti. Sifat objek asuransi wajib
diberitahukan oleh tertanggung kepada penanggung, tidak boleh ada yang
disembunyikan. Sifat objek asuransi mungkin dapat menjadi sebab timbulnya
kerugian. Berdasarkan pemberitahuan itu penanggung dapat mempertimbangkan
apakah dia akan menerima pengalihan risiko dari tertanggung atau tidak.
Berdasarkan ketentuan dalam KUHD, Tertanggung wajib memberitahukan kepada
penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat
mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi
batal. Menurut ketentuan Pasal 251 KUHD, semua pemberitahuan yang salah,
atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung
tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban
pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi
pemberatan risiko atas objek asuransi.
18
sejak saat terjadi asuransi sampai diserahkan polis yang sudah ditandatangani
tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jadi tidak ada persoalan apa-
apa. Akan tetapi, jika setelah terjadi asuransi belum sempat dibuatkan polisnya,
tetapi belum ditandatangani atau walaupun sudah ditandatangani, tetapi belum
diserahkan kepada tertanggung, kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan
kerugian bagi tertanggung. Dalam keadaan ini sulit membuktikan bahwa telah
terjadi asuransi karena pembuktiannya harus secara tertulis berupa akta yang
disebut polis.
Pasal 257 KUHD menegaskan walaupun belum dibuat polis, asurans sudah
terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung.
Kesepakatan itu dibuktikan dengan nota persetujuan yang ditandatangani oleh
tertanggung. Jadi, perjanjian asuransi sudah terjadi walaupun kemudian baru
dibuat secara tertulis dalam bentuk polis. Hak dan kewajiban tertanggung dan
penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota persetujuan.
Apabila polis belum dibuat pembuktian dilakukan dengan catatan, nota surat
perhitungan, telegram dan sebagainya. Surat surat ini disebut permulaan bukti
tertulis (the beginning of writing evidence).
D. Kewajiban Pemberitahuan
1. Syarat Sah Asuransi Menurut KUHD
Kewajiban pokok tertanggung adalah membayar premi. Namun asuransi
juga menjadi batal apabila tertanggung melalaikan kewajiban lain yang sangat
esensial, yaitu kewajiban pemberitahuan kepada penanggung mengenai keadaan
benda yang diasuransikan.
20
Menurut ketentuan Pasal 251 KUHD, setiap pemberitahuan yang keliru atau
tidak benar, atau menyembunjikan hal hal yang diketahui oleh tertanggung
walaupun dengan itikad baik, sehingga seandainya penanggung setelah mengetahui
keadaan sebenarnya tidak akan mengadakan asuransi itu, atau dengan syarat syarat
yang demikian itu, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban pemberitahuan
merupakan realisasi penerapan teori objektivitas mengenai identitas dan sifat
benda objek asuransi.
Pasal 251 KUHD merupakan ketentuan khusus dari Pasal 1321 dan Pasal
1322 KUHPerdata. Kekhususannya adalah bahwa Pasal 251 KUHD tidak
mempertimbangkan apakah perbuatan tertanggung itu dilakukan dengan sengaja
atau tidak sengaja. Pokoknya, seandainya penanggung mengetahui keadaan
sebenarnya benda yang diasuransikanitu, dia tidak akan mengadakan asuransi
dengan syarat syarat yang demikian itu. Inilah syarat batal yang dimaksud dalam
Pasal 251 KUHD. Jadi, Pasal ini merupakan salah satu syarat penentuan sah tidaknya
asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung.
E. Eksonerasi Penanggung
1. Eksonerasi dalam KUHD
Eksonerasi artinya pembatasan tanggungjawab, dalam hal ini pembatasan
tanggungjawab penanggung. Walaupun undang undang menentukan betapa luas
tanggungjawab penanggung, seperti tertulis dalam Pasal 290 dan Pasal 637 KUHD,
undang-undang juga memberikan pembatasa terhadap tanggungjawab
penanggung. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 249, Pasal 276 dan Pasal
293 KUHD.
Pasal 249 KUHD mengenai tanggung jawab atas benda asuransi. Pasal 276
KUHD mengenai tanggungjawab atas kesalahan tertanggung. Pasal 293 KUHD
mengenai pembatasan tanggungjawab atas pemberatan risiko. Terhadap 3 (tiga) hal
ini penanggung tidak bertanggungjawab untuk membayar ganti kerugian.
Apabila tertanggung dan penanggung ingin meniadakan pembatasan dalam
3 (tiga) Pasal tersebut, maka hal ini harus diperjanjikan secara khusus dan
dinyatakan dengan tegas dalam polis. Dengan menggunakan klausula all risks saja
tidaklah cukup membebaskan tertanggung dari risiko yang diatur dalam ketiga Pasal
KUHD yang disebutkan diatas.
Menurut ketentuan Pasal 249 KUHD ada 3 (tiga) jenis pembatasan tanggung
jawab penanggung terhadap benda asuransi, yaitu:
a. Cacat sendiri (Selfdefect)
Cacat sendiri adalah cacat yang tidak dapat disangkal melekat pada benda
asuransi yang seharusnya tidak boleh ada. Jadi, berasal dari benda itu sendiri,
bukan berasal dari luar, misalnya konstruksi bangunan yang tidak tepat, kapal
yang tidak layak laut atau buah buah yang terlalu masak.
c. Sifat Kodrat
Sifat kodrat adalah sifat kodrat yang langsung menimbulkan kerugian, yang
datangnya dari dalam benda itu sendiri, bukan dari luar benda, misalnya kaca
yang mudah pecah, hewan yang mudah mati, barang yang mudah terbakar,
ataupun barang yang mudah mengerut (layu).
1. Form Aplikasi
Form aplikasi adalah form yang memuat berbagai macam keterangan yang
berkaitan dengan penutupan asuransi. Form tersebut antara lain memuat tentang
identitas calon tertanggung, jenis pertanggungan, obyek yang dipertanggungkan,
besarnya pertanggungan, lama waktu pertanggungan serta besarnya premi yang
harus dibayar calon tertanggung, serta hal penting lainnya. Calon tertanggung
dalam perjanjian asuransi dipersyaratkan untuk mengisi dan mengajukan aplikasi
permohonan membeli asuransi meskipun pada kenyataannya yang melakukan
pengisian adalah agen asuransi, namun tanda tangan harus dibubuhkan oleh calon
tertanggung sendiri.
2. Kwitansi Premi
Kwitansi premi merupakan dokumen penting dari perajanjian asuransi, karena
tidak hanya secara materiil saja yang menunjukkan bahwa premi telah dibayar,
akan tetapi kwitansi tersebut juga merupakan alat bukti pembayaran yang sah
tentang telah terjadinya perjanjian asuransi terutama pada saat polis asuransi
belum diterbitkan oleh penanggung atau lembaga asuransi. Kwitansi juga
merupakan kelengkapan alat bukti yang dipersyaratkan untuk mengajukan klaim
apabila terjadi resiko yang menimpa diri tertanggung
3. Polis
Polis merupakan dokumen penting dalam perjanjian asuransi karena polis memuat
berbagai hal yang berkaitan dengan perjanjian asuransi. Polis merupakan alat
bukti yang menunjukkan tentang adanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik
tertanggung maupun penanggung. Hak tertanggung sebagaimana tertulis dalam
polis adalah hak tertanggung atas penggantian kerugian oleh penanggung
terhadap terjadinya resiko yang di derita dan kewajiban tertanggung atas
pembayaran sejumlah uang premi asuransi sesuai kesepakatan.
Dengan adanya tandatangan polis oleh penanggung, maka dapat dikatakan bahwa
penanggung telah terikat dengan tertanggung terhadap segala hak dan kewajiban
sebagaimana tertuang dalam polis.
24
b. Pasal Pertanggungan
Pasal pertanggungan selanjutnya disebut klasula, merupakan bagian terpenting
dari suatu polis, karena dari klausula tersebut dapat dilihat ketentuan tentang
resiko yang ditanggung dalam perjanjian. Dengan demikian tanggung jawab
penanggung dalam hal terjadinya penggantian terhadap resiko yang terjadi
dapat diketahui oleh tertanggung.
c. Pengecualian
Setiap polis dalam perjanjian asuransi akan memuat bagian yang mengatur
secara tegas ketentuan mengenai pengecualian. Tertanggung oleh karenanya
harus tahu apa saja yang dikecualikan dalam penutupan perjanjian asuransi itu.
d. Kondisi
Kondisi yang dimaksud di dalam polis adalah tentang rincian tugas masing-
masing pihak sehubungan dengan penutupan asuransi. Mengingat bahwa
perjanjian asuransi merupakan kontrak bersyarat, maka ada keharusan dari
tertanggung untuk memahami kondisi-kondisi tertentu dan tidak
mengharapkan penanggung akan memenuhi kewajibannya menurut kontrak
jika ia tidak memenuhi kondisi yang diharuskan dalam perjanjian. Kondisi
sebagaimana diuraikan tersebut diantaranya adalah menyangkut pembayaran
premi atau pertanggungan-pertanggungan lainnya.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam setiap perjanjian terkandung hak dan
kewajiban para pihak. Begitu pula dalam perjanjian asuransi antara tertanggung
dengan penanggung terdapat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pihak. Tidak dilaksanakannya kewajiban oleh salah satu pihak akan
berakibat pada pelaksanaan perjanjian asuransi yang telah dibuat. Hak dan kewajiban
tersebut antara lain adalah :
b. Kewajiban Tertanggung
1) Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD);
2) Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung, mengenai
objek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD);
3) Mengusahakan atau mencegah, agar peristiwa yang dapat menimbulkan
kerugian terhadap obyek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat
dihindari (Pasal 283 KUHD);
4) Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang
menimpa obyek yang diasuransikan, berikut usaha pencegahannya.
1. Kewajiban Penanggung
1) Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada
tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali jika
terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari
kewajiban;
26
BAB III
POLIS ASURANSI
2. Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus
memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
1 Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
2 Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga;
3 Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
4 Jumlah yang diasuransikan;
5 Bahaya bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
6 Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan
penanggung;
7 Premi asuransi;
8 Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji
janji khusus yang diadakan oleh para pihak.
2 Polis harus membuat nama para pihak yang melakukan perjanjian pertanggungan
Siapa penanggung
Siapa tertanggung
Apakah dia bertanggung sendiri atau untuk orang lain
Orang yang mempertanggungkan pihak ketiga harus dimuat dalam polis. Kalau
tidak disebut dalam polis untuk kepentingan pihak ketiga maka dianggap untuk
kepentingan sendiri.
Apabila tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian batal demi hukum
3 Dalam Pasal 256 KUHD, Polis harus memuat mengenai uraian benda pertanggungan.
Misalnya : tentang jenis bendanya; Ukurannya; Sifatnya; Letaknya; Jumlahnya.
Gunanya agar Para pihak dalam pertanggungan tidak keliru, kalau ternyata
para pihak tidak memberitahukan secara detail maka perjanjian batal demi hukum.
4 Berapa jumlah/nilai yang akan dipertanggungkan atau nilai ganti rugi yang akan
dimintakan, jumlah pertanggungan dikaitkan dengan nilai benda dan minimal harus
sama dengan nilai benda dengan jumlah pertanggungan . Jumlah maksimum yang
diterima seseorang
5 Bahaya-bahaya yang akan dijadikan acuan dalam pertanggungan, misalnya Banjir;
Bencana alam; Kebakaran, serta Bahaya-bahaya yang dianggap peralihan resiko
tanggung jawab penanggung adalah sepanjang dicantumkan dalam polis.
6 Kapankah bahaya itu dimulai dan berakhirnya, Ini berkaitan dengan Jangka waktu
pertanggungan. Misal : dari gudang ke gudang
7 Polis harus memuat Premi pertanggungan
8 Premi merupakan Kontrak prestasi /imbalan dari seorang tertanggng kepada
penanggung. premi biasanya dihitung berdasarkan persentase dari jumlah
pertanggungan semakin besar premi muka peralihan resiko semakin besar.
9 Cara membayar Premi : Ditentukan dalam polis, misalnya harus lunas atau diangsur
dalam periode tertentu.
10 Polis harus memuat semua keadaan dan semua syarat-syarat yang harus disepakati
oleh para pihak.
4. Jenis-Jenis Polis
Dalam praktik asuransi, dikenal berbagai jenis polis sebagai berikut :
1. Polis maskapai
Polis yang ditertibkan oleh perusahaan maskapai atau perusahaan pertanggungan
karena pada umumnya penanggung menentukan isi polis yang ada dalam polis
maskapai dia memuat ketentuan / syarat umum khusus
2. Polis Bursa
Polis yang digunakan oleh Bursa (pasar) asuransi. Polis yang satu kelompok yang
memuat polis seragam.
Polis Bursa terbagi 2 (dua) :
29
a. Polis Amsterdam ( dianut di Indonesia ), yaitu polis yang diterbitkan oleh Bursa
Amsterdam
b. Polis Bursa Rotterdam, yaitu polis yang diterbitkan oleh Bursa Rotterdam
3. Polis loyet Lloyde
Dikeluarkan oleh Bursa di London anggota loyed dan boleh digunakan anggota loyed
BAB IV
PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI
Dengan telah diadakannya perjanjian asuransi bukan berarti bahwa penanggung harus
melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, dengan membayar ganti rugi kepada pihak
tertanggung. Pelaksanaan prestasi tertanggung hanya akan direalisasikan apabila
peristiwa tertentu yang diperjanjikan itu terjadi dan menimbulkan kerugian kepada
tertanggung.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar penanggung itu melaksanakan prestasinya
adalah:
1. Adanya peristiwa yang tidak tertentu;
2. Hubungan sebab akibat;
3. Cacat atau kebusukan benda;
4. Kesalahan sendiri dari tertanggung;
5. Azas indemnity (keseimbangan);
6. Nilai benda yang dipertanggungkan;
7. Hal-hal yang memberatkan risiko;
8. Subrograsi;
9. Persekutuan dari penanggung;
10. Restomo.
yang kena musibah itu banyak yang hilang, maka kerugian yang diakibatkan oleh
kehilangan tersebut juga mendapatkan ganti kerugian. Prinsip semacam ini dianut oleh
Pasal 290 KUHD.
yang dipertanggungkan penting untuk diketahui secara tepat oleh para pihak yang
berkepentingan, maka perlu dilakukan penaksiran harga barang secara benar.
Di dalam hukum pertanggungan, dikenal beberapa cara penaksiran sebagai berikut:
a. Penaksiran oleh para pihak yang berkepentingan. Menurut cara ini maka pihak
penanggung dan tertanggung menentukan bersama-sama nilai benda yang
dipertanggungkan, yang merupakan nilai yang pasti dan tetap. Walaupun nilai tetap
itu ditentukan secara mufakat oleh kedua pihak, namun undang-undang masih
membuka kemungkinan bagi pihak penanggung untuk menurunkan nilai itu apabila
dianggap terlalu tinggi. Dalam hal demikian, maka penanggung harus dapat
membuktikannya di depan hakim (Pasal 274).
b. Penaksiran oleh para ahli.
Para pihak dalam perjanjian asuransi dapat meminta agar para ahli yang menentukan
nilai benda yang dipertanggungkan. Nilai yang ditetapkan para ahli itu adalah
merupakan nilai final, yang tidak dapat diubah lagi, kecuali apabila di kemudian
ternyata dapat dibuktikan adanya penipuan (Pasal 275 KUHD).
Penyimpangan dari kedua cara tersebut di atas dapat ditemukan pada perjanjian
pertanggungan asuransi pengangkutan laut (marine cargo insurance) sebagaimana
diatur oleh Pasal 273 KUHD. Dalam perjanjian asuransi semacam itu, seringkali tidak
disebutkan nilai benda yang dipertanggungkan, sehingga polisnya disebut sebagai
Polis Terbuka (Open policy). Namun adakalanya bahwa dalam polis itu disebutkan
nilai benda yang dipertanggungkan, yang ditentukan secara sepihak oleh pihak
tertanggung. Dalam hal demikian, maka tertanggung harus dapat membuktikan harga
tersebut.
adalah adanya perubahan pada pemakaian gedung atau adanya perubahan fisik dari
gedung itu yang menyebabkan risiko bertambah besar.
Selanjutnya ketentuan Pasal 638 KUHD, yang menentukan bahwa perjanjian asuransi
laut akan berhenti apabila nahkoda, baik atas kehendak sendiri atau atas perintah
pemilik kapal tanpa persetujuan penanggung mengubah route pelayaran, kecuali jika
secara tegas diperjanjikan bahwa nahkoda dapat mengubah route kapal. Ketentuan
ini berhubungan dengan klasifikasi kapal, yang menyebabkan bahwa kapal hanya laik
untuk berlayar pada laut atau perairan tertentu saja. Perubahan route pelayaran
akan dapat menyebabkan meningkatnya kemungkinan peril yang dapat menimbulkan
kerugian.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa penanggunglah
yang dilindungi. Guna lebih mengefektifkan ketentuan-ketentuan itu, banyak polls yang
mencantumkan klasula pengecualian semacam itu.
8. Subrograsi
Di dalam hukum perjanjian kita mengenal adanya perikatan yang timbul karena
perbuatan orang yang melawan hukum dan perikatan yang timbul karena undang-
undang.
Pasal 1365 KUHPerdata menetapkan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Di sini undang-undang
menetapkan bahwa perikatan dapat timbul karena perbuatan melanggar hukum.
Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut di atas, bagi pemegang polis yang
menderita kerugian yang disebabkan oleh bahaya yang diperjanjikan dalam polis karena
kesalahan orang lain, dapat menuntut ganti rugi dari dua pihak. Namun hal semacam itu
bertentangan dengan prinsip indemnity yang berlaku dalam hukum asuransi. Oleh karena
itu, pembentuk undang-undang telah memberikan rambu-rambu guna mencegah
penyalahgunaan semacam itu. Pasal 284 KUHD menentukan bahwa penanggung yang
telah membayar ganti terhadap suatu barang yang dipertanggungkan, memperoleh
semua hak tertanggung yang timbul karena adanya kerugian itu pada pihak ketiga Prinsip
itu disebut sebagai subrograsi.
Yang dimaksudkan dengan restorno adalah pembayaran kembali premi asuransi karena
gugurnya/batalnya perjanjian asuransi. Dasar hukum dari azas ini adalah Pasal 1359
KUHPer yang menyatakan bahwa tiap-tiap pembayaran yang memperkirakan adanya
utang, maka atas semua pembayaran yang tidak wajib dan telah dilakukan dapat dituntut
pengembaliannya. Batalnya perjanjian antara lain dapat disebabkan oleh adanya
penipuan, adanya paksaan secara fisik atau secara rohani sebagaimana diatur oleh Pasal
1321 sampai dengan 1328 KUHPer. Pengecualian dan kewajiban untuk dikembalikan
diberikan kepada biaya atau bunga apabila memang ada (Pasal 1452 dan 1453 KUHPer).
Dalam hukum asuransi, penerapan azas ini harus hati-hati karena dapat merugikan
penanggung yang disebabkan oleh adanya itikad yang tidak balk dan tertanggung,
terutama tertanggung yang tidak mempunyai kepentingan terhadap obyek yang
diasuransikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Pasal 281 KUHD menentukan
bahwa premi restomo itu tidak akan ada apabila tertanggung mempunyai itikad buruk.
Tertanggung memperoleh hukuman dengan membiarkan premi tetap berada pada
penanggung.
Selain dan pada itu, perlu diperhatikan adanya beberapa hal lain yang berpengaruh
terhadap pelaksanaan perjanjian asuransi. Hal-hal penting dimaksud adalah:
a. Penyerahan polis dan atau premi
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang, polis harus diserahkan dalam
waktu 24 jam setelah dimintakan tanda tangan kepada penanggung apabila
penutupan itu tidak melalui perantara (Pasal 259 KUHD). Dalam hal penutupan
asuransi dilakukan melalui pialang, maka polis harus diserahkan kepada tertanggung
dalam waktu delapan hari setelah penutupan asuransi (Pasal 260 KUHD). Kerugian
yang timbul dari kelalaian tersebut merupakan tanggung jawab penanggung atau
pialang (Pasal 261KUHD).
Apabila polis mengatur mengenai jangka waktu penyerahan premi dan premi
dibayarkan melalui pialang, maka Pasal 22 ayat 3 PP no. 73/1992 menyatakan bahwa
perusahaan pialang asuransi harus bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang
terjadi apabila penyerahan premi kepada perusahaan asuransi dilakukan di luar
jangka waktu yang ditetapkan dalam polis tersebut.
Ketentuan Pasal ini memang agak menyimpang dari prinsip asuransi umumnya,
karena dengan beralihnya kepemilikan atas suatu barang maka hazard yang dihadapi
juga akan berubah. Sedang dalam hal pemilik baru barang yang dipertanggungkan itu
menolak dialihkannya pertanggungan, maka apabila terjadi kerugian atas barang
tersebut, maka pemilik lama sebetulnya juga sudah tidak mempunyai kepentingan
lagi terhadap barang itu.
c. Over valued
Apabila suatu barang dengan itikad baik diasuransikan beberapa kali yang nilai
pertanggungannya melebihi nilai barang itu sendiri, maka dalam hal pertanggungan
pertama telah mencakup harga sepenuhnya, hanya pertanggungan yang pertamalah
yang mengikat. Sedang dalam hal pertanggungan pertama itu tidak
mempertanggungkan harga sepenuhnya, maka penanggung berikutnya secara
berturut-turut bertanggung jawab terhadap harga selebihnya berdasarkan urutan
waktu ditutupnya pertanggungan tersebut (Pasal 277 KUHD).
Selanjutnya, apabila suatu barang ditutup asuransinya oleh beberapa perusahaan
asuransi dalam satu polis dengan jumlah pertanggungan yang melebihi nilai barang
itu sendiri, maka mereka bertanggung jawab secara proporsionil sebesar nilai barang
itu (Pasal 278KUHD).
d. Batalnya pertanggungan
Suatu perjanjian asuransi adakalanya gugur atau batal seluruhnya atau sebagian.
Apabila si tertanggung mempunyai itikad yang baik, maka penanggung wajib
mengembalikan uang premi seluruhnya atau sebagian (Pasal 281 KUHD). Mengenai
hal ini, Pasal 11 Keputusan Menteri Keuangan nomor 225/KMK.017/1993
menentukan bahwa dalam hal terjadinya pembatalan polis asuransi kerugian atas
kehendak penanggung, pengembalian premi dilakukan secara prorata berdasarkan
sisa jangka waktu pertanggungan. Sedang dalam hal pembatalan pertanggungan
asuransi kerugian itu diajukan oleh tertanggung, maka pengembalian premi harus
dihitung dari jumlah premi satu tahun dikurangi premi untuk jangka waktu
pertanggungan yang telah berjalan, sesuai dengan tarif premi untuk pertanggungan
kurang dari satu tahun yang ditetapkan oleh perusahaan, dan tidak termasuk bagian
premi yang dibayarkan sebagai komisi kepada perusahaan pialang asuransi.
Untuk polis asuransi jiwa, Pasal 12 Keputusan Menteri Keuangan nomor
225/KMK.017/1993 menentukan bahwa apabila pertanggungan itu dibatalkan dan
polisnya mempunyai unsur tabungan sebelum tanggal jatuh tempo, premi harus
dikembalikan paling sedikit sejumlah nilai tunainya. Sebaliknya apabila polis itu tidak
mempunyai nilai tunai, maka pengembalian premi harus dilakukan dengan cara
seperti pada Pasal 11 di atas.
Pasal 282KUHD memberikan perlindungan kepada penanggung terhadap batalnya
perjanjian asuransi oleh kelicikan atau penipuan yang dilakukan oleh tertanggung.
Apabila hal itu terjadi, maka penanggung tetap berhak atas premi yang diterimanya.
38
Sedang tertanggung selain tidak berhak atas premi yang telah dibayarkannya, juga
dapat dikenakan ancaman pidana atas penipuan yang telah dilakukan itu.
Berdasarkan kepada uraian di atas, maka jelaslah bahwa baik penanggung maupun
tertanggung sama-sama mempunyai hak dan kewajiban terhadap perjanjian
pertanggungan agar perjanjian tersebut dapat berjalan sebagaimana diharapkan kedua
belah pihak. Apabila ada pihak dalam perjanjian yang menggunakan kesempatan untuk
keuntungan dirinya sendiri dan merugikan pihak lain, ketentuan-ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang sebagaimana disebutkan di muka telah menetapkan hukumnya.
Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan bersama, kiranya baik penanggung
maupun tertanggung diharapkan benar-benar dapat menunjukkan itikad baiknya.
39
BAB V
ASURANSI JIWA
sejumlah uang secara sekaligus atau periodik, sedangkan pihak mengikatkan dirinya untuk
membayar premi dan pembayaran itu adalah tergantung kepada hidup atau matinya
seseorang tertentu atau lebih.
Santoso Poejosoebroto memberikan pengertian asuransi itu sebagai berikut,
“Asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak
penanggung dengan menerima premi mengikatkan diri untuk memberikan
pembayaran kepada pengambil asuransi atau orang yang ditunjuk, karena
terjadinya peristiwa yang belum pasti. Yang disebutkan di dalam perjanjian, baik
karena pengambil asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan
oleh peristiwa lain, maupun karena peristiwa tadi mengenai hidup dan kesehatan.
Makna asuransi jiwa dapat dilihat dari beberapa segi yaitu segi jaminan, segi sosial, segi
ekonomi, segi finansial.
Dari segi jaminan, asuransi jiwa merupakan asuransi dengan manusia sebagai
kepentingan interest yang diasuransikan berbeda dengan asuransi kerugian, dengan harta
benda sebagai kepentingan yang diasuransikan.
Dari pengertian ini di atas dengan membayar premi setiap tahun atau selama suatu
jangka waktu terbatas, seseorang tertanggung sebagai imbalan dari premi yang
dibayarkan kepada penanggung menerima jaminan yaitu :
1) Pada hari tua tertanggung akan diberikan sejumlah uang sebagai santunan biaya
hidup.
2) Bila tertanggung meninggal dunia, akan diberikan sejumlah uang kepada ahli waris
tertanggung sebagai santunan biaya hidup.
1) Bila tertanggung mengalami kecelakaan fisik, akan diberikan sejumlah uang santunan
biaya hidup bila tertanggung menjadi cacat tetap/ biaya pengobatan.
Kemudian dari segi sosial, asuransi dapat diartikan sebagai suatu rencana sosial yang
bertujuan memberikan santunan kepada orang yang menderita karena ditimpa musibah,
yang santunannya diambil dari kontribusi yang dikumpulkan dari semua pihak yang
berpartisipasi dalam rencana sosial itu.
Dari segi ekonomi, adalah suatu disiplin ilmu tentang usaha manusia mencari kepuasan
guna memenuhi kebutuhan kesejahteraan hidup, dengan cara berusaha mencapai hasil
maksimal dengan pengorbanan minimal, namun upaya manusia untuk mencari dan
memenuhi kebutuhan hidup tidak selalu berhasil karena setiap upaya maupun perbuatan
mengandung resiko. Jadi pada hakekatnya asuransi jiwa merupakan pelimpahan resiko
oleh tertanggung kepada penanggung agar kerugian yang diderita oleh tertanggung
dijamin oleh penanggung.
Kemudian dari segi finansial, perusahaan asuransi menghimpun dana dari para
tertanggung dalam bentuk premi. Dari dana yang terkumpul itu, sebagian untuk dana
klaim, dan bagian yang lainnya diinvestasikan dalam bentuk deposito, dalam surat-surat
41
berharga (saham, obligasi) dalam aktiva tetap seperti kantor, dan rumah untuk disewakan
sehingga memperoleh penghasilan.
2. Asuransi rakyat
Asuransi rakyat diperuntukan bagi anggota masyarakat yang berpenghasilan kecil
seperti buruh, karyawan rendah, pedagang kecil, pelayan, petani, nelayan, dan
sebagainya. Asuransi ini dibayar preminya dengan frekuensi tinggi (setiap minggu)
dan besarnya premi disesuaikan dengan kesanggupan calon tertanggung membayar
setiap minggu. Besarnya uang pertanggungan dengan berpedoman kepada besarnya
premi setiap minggu dan lamanya pertanggungan apakah seumur hidup atau hingga
calon tertanggung mencapai usia tertentu.
3. Asuransi kumpulan
Asuransi kumpulan (Group Insurance) disebut juga asuransi kolektif dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Satu polis untuk sekelompok tertanggung, misalnya para karyawan suatu
perusahaan diasuransikan dengan menggunakan satu polis yang disebut polis
induk (master policy).
2) Pemegang polis adalah perusahaan kepada masing-masing karyawan yang
diberikan sertifikat tanda bukti peserta asuransi kumpulan.
3) Pada umumnya para peserta tidak perlu melalui pemeriksaan medis.
4) Pembayaran premi asuransi kumpulan biasanya terdiri dari tiga macam yaitu :
1. Dibayar sendiri oleh masing-masing peserta berupa kontribusi yang dipungut
secara berkala dari setiap peserta.
2. Semua premi ditanggung oleh perusahaan.
3. Sebagian dibayar oleh perusahaan dan sebagian lagi dibayar oleh para peserta
misalnya 50%-50% atau 60%-40%.
6. Asuransi keluarga
Dengan memiliki polis asuransi jiwa dapat memberikan rasa tenteram terhadap
kehidupan ekonomi keluarga, juga menjamin kelangsungan pendidikan anak-anak.
Asuransi keluarga mempunyai tiga macam jaminan yaitu jaminan kematian, jaminan
hari tua, dan jaminan atas kelangsungan pendidikan anak-anak.
Apabila ditinjau dari sudut ada atau tidaknya pemeriksaan kesehatan tertanggung, ada 2
jenis asuransi jiwa, yaitu :
1. Asuransi Jiwa Medical (dengan pemeriksaan dokter). Asuransi jiwa medical berarti si
tertanggung sebelum menutup perjanjian asuransinya terlebih dahulu harus
memeriksakan kesehatannya kepada dokter yang sudah disediakan untuk itu.
Disamping itu juga harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan dan Laporan
Kesehatan Lengkap (LAKES). Isi laporan ini dapat bermacam-macam tergantung dari
besarnya jumlah uang asuransi yang diminta. Hal lainnya diwajibkan juga mengisi dan
menandatangani surat permintaan dan formulir-formulir lainnya yang khusus
disediakan untuk keperluan itu dan disampaikan kepada pihak penanggung.
Adapun formulir-formulir atau surat-surat yang diperlukan untuk penutupan asuransi
dengan pemeriksaan dokter (medical) ini adalah :
1) Surat Permintaan (SP)
2) Laporan Kesehatan Lengkap (LAKES)
44
2. Asuransi Jiwa Non Medical (tanpa pemeriksaan dokter). Jenis asuransi ini tidak
memerlukan pemeriksaan dokter terhadap diri tertanggung sewaktu diadakan
penutupan perjanjian asuransi. Untuk asuransi jenis ini keterangan kesehatan calon
tertanggung akan dianggap cukup dan sehubungan dengan resiko yang kemungkinan
lebih besar dalam asuransi jiwa non medical maka biasanya premi dikenakan suatu
tambahan sampai presentase tertentu.
Adanya pemisahan jenis asuransi jiwa di atas yaitu asuransi jiwa medical dan asuransi jiwa
non medical ditentukan oleh faktor-faktor umur calon tertanggung dan besarnya jumlah
uang asuransi yang diminta. Misalnya untuk asuransi jiwa non medical batas umur
tertanggung maksimal 59 tahun dengan jumlah uang pertanggungan maksimal Rp.
30.000.000 (tiga puluh juta rupiah). Sedangkan untuk tertanggung usia 60 tahun ke atas
digolongkan ke dalam asuransi jiwa medical dengan uang pertanggungan di atas Rp.
30.000.000 (tiga puluh juta rupiah)
Selain pembagian asuransi jiwa sebagaimana di atas, asuransi jiwa juga dibedakan
menjadi :
1. Asuransi berjangka.
Asuransi ini biasanya menawarkan kontrak 5, 10, atau 20 tahun. Selama masa
kontrak, premi yang dibayarkan tetap dan terhitung murah. Tapi bila ingin
memperpanjang masa kontrak, premi naik. Premi akan hangus begitu kontrak selesai,
sehingga uang pertanggungan yang ditawarkan besar untuk menarik masyarakat.
Asuransi jenis ini sangat populer, tapi jarang ditawarkan oleh agen asuransi karena
sebagiaan besar perusahaan asuransi kini cenderung berfokus pada unit link.
2. Asuransi seumur hidup (whole life).
Asuransi ini memberikan perlindungan seumur hidup, tapi biasanya perusahaan
asuransi hanya membatasi hingga 100 tahun. Premi asuransi Whole Life lebih tinggi
daripada Term Life, tapi tidak akan hangus jika tak ada klaim. Selain itu, saat kontrak
berakhir, uang pertanggungan akan diberikan seluruhnya.
3. Asuransi Dwiguna (Endowment)
Asuransi ini disebut dwiguna atau punya dua manfaat karena memberikan uang
pertanggungan saat tertanggung meninggal dalam periode tertentu. Selain itu
tertanggung bisa mencairkan uang tersebut saat tertanggung masih hidup ketika
kontrak berakhir. Asuransi ini seperti menggabungkan manfaat Term Life dan Whole
Life, sehingga preminya lebih mahal. Asuransi ini direkomendasikan buat mereka
yang hendak:
Lebih memastikan pendidikan anak
Punya dana untuk kebutuhan tak terduga pada masa depan
Punya dana pensiun lebih besar
45
Perbedaan polis asuransi jiwa dengan polis asuransi pada umumnya hanya dari isi polis,
dimana isi polis asuransi jiwa diatur dalam Pasal 304 KUHD dan isi polis pada umumnya
diatur dalam Pasal 256 KUHD.
Menurut Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa harus memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Hari ditutupnya pertanggungan
2. Nama si tertanggung
3. Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan
4. Saat mulai dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung
5. Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan
6. Premi pertanggungan
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama
sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
1. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting
untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak
hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
2. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib
membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila
jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah
uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam
praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak
menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung
atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
3. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa
badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi
Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya
dapat dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai
nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai
pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis.
Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.
4. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi.
artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai
tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila dalam jangka waktu itu
terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada
tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).
47
5. Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat
diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung
kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada
tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi
evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat
asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan
penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas
keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
6. Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi
berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang
disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.
yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat
perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi
berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung,
sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap
sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
mestinya yang akan berdampak pada hilangnya penghasilan. Sehingga akan menjadi
beban bagi orang disekitar yaitu keluarga (Abbas Salim, 1993, :24).
BAB VI
ASURANSI KERUGIAN
1. Asuransi Kebakaran
Asuransi kebakaran merupakan jenis pertanggungan yang memberikan jaminan
terhadap risiko-risiko yang disebabkan oleh karena adanya suatu peristiwa kebakaran
atau segala sesuatu yang dapat disamakan dengan kebakaran terhadap barang-barang
yang diperdagangkan. Barang-barang yang dapat dipertanggungkan dalam asuransi
kebakaran antara lain rumah tinggal, kantor, gedung, rumah sakit, hotel, pertokoan,
pabrik, instalasi, gudang, dan lain-lain.
Polis asuransi kebakaran yang berlaku di indonesia adalah polis standar Kebakaran
Indonesia yang berlaku sejak tahun 1982. Dalam polis standar kebakaran ini dimuat risiko
yang masuk dalam pertanggungan akibat terjadinya kerugian atas kerusakan atas harta
benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan. Risiko yang dipertanggungkan
dalam asuransi kebakaran meliputi risiko kerusakan atau kerugian yang disebabkan
kebakaran , peledakan, petir dan kejatuhan kapal terbang.
2. Asuransi Pengangkutan
Asuransi pengangkutan (marine insurance) menjamin kerugian yang dialami
tertanggung bila terjaddi kehilangan maupun kerusakan barang yang diangkut pada saat
pelayaran. Pertanggungan dapat diberikan kepada pihak pemilik kapal, misalnya kapal
rusak atau tenggelam, maupun kepada pihak lain yang mengalami kerugian akibat
pengangkutan tersebut, misalnya kapal menabrak kapal lain, maka pihak asuransi harus
menjamin kerugian yang diderita pemilik kapal yang ditabrak.
3. Asuransi Aneka
Asuransi aneka merupakan bentuk asuransi selain kedua bentuk asuransi kerugian
di atas. Contoh dari asuransi aneka antara lain :
1) Asuransi kecelakaan diri
2) Asuransi pencurian
3) Asuransi kendaraan bermotor
BAB VII
ASURANSI KEBAKARAN
A. Pengertian
Asuransi Kebakaran adalah pertanggungan yang menjamin kerugian / kerusakkan atas
harta benda (harta tetap dan harta bergerak) yang disebabkan oleh kebakaran, yang
terjadi karena api sendiri atau api dari luar, karena udara jelek, kurang hati-hati,
kesalahan atau perbuatan tidak pantas dari pelayan tertanggung, tetangga, musuh,
perampok dan apa saja dan dengan cara bagaimanapun sebab timbulnya kebakaran.
kendaraan ben motor dan benda bergerak muatan kendaraan tersebut, rumah dan benda
bergerak isi rumah tersebut. Rincian benda objek asuransi kebakaran dicantumkan dalam
polis, apa yang diasuransikan dan berapa jumlah asuransinya.
Benda objek asuransi kebakaran dapat ditentukan harganya atau belum
ditentukan sama sekali. Penentuan harga benda objek asuransi kebakaran memang sulit
dilaksanakan karena tidak semua benda itu sudah di ketahui harganya, lagi pula dapat
berubah harganya selama jangka waktu berlakunya asuransi kebakaran. Oleh karena itu,
penentuan harga benda objek asuransi tidak begitu disyaratkan atau bukan syarat mutlak,
walau pun dalam Pasal 287 KUHD dinyatakan sebagai salah satu syarat. Hal yang penting
adalah berapa jumlah asuransinya, mengingat ketentuan Pasal 289 ayat (1) KUHD yang
membolehkan pengadaan asuransi dengan jumlah penuh dan ini harus tercantum dalam
polis.
Setiap benda objek asuransi kebakaran harus jelas terletak di mana dan
berbatasan dengan apa. Jika berbatasan dengan gedung-gedung, bagaimana sifat dan
pemakaian gedung-gedung tersebut, apakah ada dan sejauh mana pengaruhnya terhadap
risiko kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung. Jika benda objek asuransi
kebakaran itu adalah benda bergerak, maka perlu dijelaskan letak dan perbatasan gedung
dan tempat tersimpan atau tertimbun benda bergerak tersebut. Setiap benda objek
asuransi kebakaran harus jelas dipakai dan digunakan untuk apa. Syarat pemakaian atau
penggunaan ini ada hubungannya dengan syarat perubahan tujuan penggunaan yang
merupakan pemberatan risiko (Pasa 293 KUHD). Akibatnya. jika terjadi kebakaran yang
menimbulkan kerugian, penanggung tidak berkewajiban mernbayar ganti kerugian.
Keterangan yang jelas mengenai benda obyek asuransi kebakaran ada hubungan
juga dengan risiko yang menjadi tanggungan penanggung. Risiko tersebut menjadi dasar
penentuan jumlah premi yang wajib dibayar oleh tertanggung. Makin berat risiko yang
ditanggung, makin besar jumlah premi yang dibayar Jika tenjadi pemberatan nisiko
karena perubahan tujuan penggunaan. maka perlu diberitahukan kepada penanggung
apakah jumlah premi ditingkatkan atau penanggung menghentikan asuransi ke bakaran
tersebut.
Rumusan Pasal 290 KUHD itu sangat luas, sebagai lex specialis dapat
menghapuskan kekuatan berlakunya Pasal 249 KUHD. Misalnya, ke bakaran sendiri
karena cacat pada benda asuransi yang menurut Pasal 249 KUHD, penanggung tidak
diwajibkan membayar ganti kerugian, tetapi menurut ketentuan Pasal 290 KUHD,
penanggu,ng berkewajiban membayar ganti kerugian. Menurut Volimar, apabila diteliti
susunan sebab-sebab yang terdapat dalam Pasal 290 KUHD khususnya kata-kata pada
bagian akhir pasal tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembentuk undang-undang
memang menghendaki sebab-sebab yang sangat luas, tidak hanya terhadap bahaya dari
luar, tetapi juga terhadap bahaya dari dalam menjadi tanggungan penanggung.
Disamakan dengan kerugian akibat kebakaran adalah kerugian yang timbul karena
kebakaran gedung-gedung yang berdekatan dengan benda asuransi seperti ditentukan
dalam Pasal 291 KUHD, yaitu:
1) Benda asuransi menjadi rusak atau berkurang karena air atau alat lain yang dipakai
untuk memadamkan kebakaran;
2) Benda asuransi hilang karena pencurian atau sebab lain salama di pemadaman
kebakaran atau pertolongan;
3) Benda asuransi dirusakkan sebagian atau seluruhnya atas perintah penguasa dalam
usahanya untuk memadamkan kebakaran itu.
Selain itu, ketentuan Pasal 292 KUHD menyatakan, disamakan dengan kerugian
karena kebakaran adalah kerugian yang ditimbulkan oleh ledakan mesiu, ledakan ketel
uap, sambaran petir, dan sebagainya, meskipun ledakan, sambaran itu tidak
mengakibatkan kebakaran. Disamakan dengan kerugian karena kebakaran Pasal 292
KUHD sering diperluas lagi dalam polis sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.
Terjadinya evenemen penyebab kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung
mengakibatkan timbul kerugian bagi tertanggung. Dalam hal timbul kerugian,
penanggung berkewajiban membayar klaim yang diajukan oleh tertanggung. Untuk
memenuhi kewäjibannya, penanggung perlu membuktikan apakah kebakaran yang terjadi
itu adalah sebab dari kerugian yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut ketentuan
Pasal 294 KUHD: “Penanggung dibebaskan dari kewajiban untuk membayar kerugian,
apabila dia membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau ke
tertanggung sendiri yang sangat melampaui batas”
Kesalahan tertanggung sendiri secara umum teratur dalam Pasal 276 KUHD,
merupakan unsur yang membebaskan penangguag dari kewajibannya. Menurut
ketentuan Pasal 276 KUHD: “Tidak ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan
tertanggung sendiri menjadi beban penanggung. Bahkan penanggung tetap memiliki
atau menuntut pembayaran premi apabila dia telah mulai menjalani hahayà”.
Akan tetapi, Pasal 294 KUHD menentukan secara khusus tentang kesalahan
tertangguhg sendiri dalam asuransi kebakaran. Kekhususan Pasal 294 KUHD itu adalah
penanggung harus dapat membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan
atau kelalaian tertanggung sendiri yang sangat melampaui batas.
60
Apabila objek asuransi itu adalah barang bergerak maka untuk menetapkan nilai
barang sesungguhnya, tertanggung harus membuktikannya, sehingga dapat ditentukan
jumlah ganti kerugian yang wajib diganti oleh tertanggung. Pembuktian tersebut diatur
dalam Pasal 295 KUHD: “Pada asuransi atas barang-barang bergerak dan barang
dagangan yang disimpan dalam sebuah rumah, gudang atau tempat penyimpanan lain,
jika alat-alat pembuktian yang disebut dalam Pasal 273, Pasal 274, dan Pasal 275 tidak
ada atau kurang mencukupi, maka hakim dapat memerintahkan agar tertanggung
mengangkat sumpah.” Kerugian dihitung menurut harga barang-barang pada waktu
kebakaran terjadi.
Dalam praktik asuransi kebakaran, risiko yang dijamin ditentukan dengan tegas
dalam polis. Risiko-risiko yang dijamin di dalam polis Asuransi Kebakaran terdiri dari 2 (dua)
bagian besar yaitu :
1) Jaminan Standar Asuransi Kebakaran.
2) Jaminan Tambahan atau Perluasan
Dalam polis standar asuransi kebakaran Indonesia, risiko yang ditanggung
ditentukan sebagai berikut: Polis ini. menjaminn kerugian atau kerusakan pada harta
benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan
oleh:
1) Kebakaran, yang terjadi karena kekurang hati-hatian atau kesalahan pelayan atau
karyawan tertanggurg, tetangga, perampok atau sejenisnya, ataupun karena sebab
kebakaran lain sepanjang tidak dikecualikan dalam polis, termasuk akibat dari:
a. menjalarnya api yang timbul sendirii (self combustion), hubungan arus pendek
(short circuit), atau karena sifat barang itu sendiri (inherent vice);
b. kebakaran yang terjadi karena kebakaran benda lain yang berdekatan, yaitu
kerusakan atau berkurangnya harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan karena air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk
menahan atau memadamkan kebakaran, demikian juga kerugian yang di sebabkan
oleh dimusnahkannya seluruh atau sebagian harta benda dan atau kepentingan
yang dipertanggungkan atas perintah yang berwenang dalam upaya pencegahan
menjalarnya kebakaran itu.
2) Petir, kerusakan yang secara langsung disebabkan oleh petir. Khusus untuk mesin-
mesin, peralatan listrik atau elektronik dan instalasi listrik dijamin oleh polis ini
apabila petir tersebut menimbulkan kebakaran pada benda-benda dimaksud.
3) Ledakan, pengertian ledakan dalam polis ini adalah setiap pelepasan tenaga secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh mengembangnya gas atau uap. Meledaknya suatu
bejana (ketel uap. pipa dan sebagainya) dapat dianggap ledakan jika dinding bejana
itu robek terbuka sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan tekanan secara
tiba-tiba di dalam maupun di luar bejana. Jika ledakan itu terjadi di dalam bejana
sebagai akibat reaksi kimia setiap kerugian pada bejana tersebut dapat diberikan
ganti kerugian sekalipun dinding bejana tidak robek terbuka. Kerugian yang di
sebabkan oleh rendahnya tekanan di dalam bejana tidak dijamin oleh polis. Kerugian
61
pada mesin pembakar yang diakibatkan oleh ledakan di dalam ruang pembakaran
atau pada bagian tombol sakelar listrik akibat timbulnya tekanan gas, tidak dijamin.
Dengan syarat apabila terhadap risiko ledakan ditutup juga pertanggungan dengan
polis jenis lain yang khusus untuk itu, penanggungan hanya menanggung kerugian
akibat peledakan sepanjang hal tersebut tidak ditanggung oleh polis jenis lain itu.
4) Kejatuhan Pesawat Terbang, yaitu benturan fisik antara pesawat terbang atau segala
sesuatu yang jatuh dari pesawat terbang dengan harta benda dan atau kepentingan
yang dipertanggungkan atau dengan bangunan yang berisikan harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan.
5) Asap, yaitu asap yang timbul dari kebakaran harta benda yang di pertanggungkan
pada polis ini.
Dengan tambahan Premi, maka jaminan Standard Asuransi Kebakaran Indonesia
dapat diperluas dengan jaminan tambahan yang diinginkan.
Risiko yang dikecualikan :
1. Gempa bumi atau letusan gunung berapi
2. Pemogokkan, kerusakan, kegaduhan sipil, perbuatan jahat
3. Peperangan atau akibat dari peperangan dan pemberontakan bersenjata
4. Reaksi inti atom atau energi nuklir
5. Pembawaan sendiri harta benda yang diasuransikan.
disimpan, sebagian atau seluruhnya dipergunakan untuk keperluan lain atau kalau
barang-barang lain disimpan juga di sana, sehingga risiko yang dijamin polis menjadi lebih
besar dan tertanggung tahu atau seharusnya tahu akan keadaan demikian itu,
tertanggung harus memberitahukannya kepada penanggung selambat-lambatnya dalam
waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak ada perubahan tersebut.
Sehubungan dengan perubahan risiko seperti yang telah disebutkan di atas,
penanggung berhak menetapkan pertanggungan ini diteruskan dengan premi yang sudah
ada atau dengan premi yang lebih tinggi atau menghentikan pertanggungan sama sekali.
Jika penanggung menolak meneruskan pentanggungan ini, premi yang sudah dibayar
untuk jangka waktu yang belum habis, dikembalikan kepada tertanggung secara prorata.
F. Janji-janji Khusus
Pada asuransi kebakaran mengenai hak milik berupa gedung, tertanggung dapat
minta diperjanjikan:
a. kerugian yang timbul pada gedung hak milik supaya diganti; atau
b. gedung itu supaya dibangun kembali; atau
c. gedung itu supaya diperbaiki.
Janji pembangunan kembali atau perbaikan gedung itu maksimum sampai sebesar
jumlah asuransi (Pasal 288 ayat (1) KUHD). Dalam hal penggantian kerugian, harus
dihitung perbedaan nilai gedung sebelum terjadi evenemen dengan nilai gedung sesudah
terjadi evenemen. Ganti kerugian itu harus dibayar secara tunai (Pasal 288 ayat (2)
KUHD).
Dalam hal ada janji pembangunan kembali tertanggung wajib membangunnya
kembali atau memperbaiki gedungnya dengan biaya penanggung. Penanggung berhak
mengawasi agar uang yang diberikan penanggung itu dalam waktu yang kalau perlu telah
ditentukan oleh hakim benar benar digunakan untuk membangun gedung yang terbakar
itu. Atas permintaan penanggung, hakim bahkan dapat membebani tertanggung untuk
memberi jaminan secukupnya bilamana ada alasan untuk itu (Pasal 288 ayat (3) KUHD).
Menurut ketentuan Pasal 289 KUHD, asuransi kebakaran dapat diadakan dengan
jumlah penuh atas benda yang diasuransikan. Dalam hal diadakan janji untuk
membangun kembali jika terjadi kebakaran, tertanggung dapat memperjanjikan bahwa
biaya yang diperlukan untuk pembangunan kembali itu akan diganti oleh penanggung.
Akan tetapi, biaya pembanguna kembali itu tidak boleh melebihi 3/4 (tiga perempat) dari
jumlah asuransi.
Dalam pasal 288 ayat 3 yang berbunyi: “Apabila dijanjikan, bahwa bangunan yang
terbakar akan dibangun kembali dengan biaya yang jumlahnya tidak boleh lebih dari
pada jumlah membangun kembali.”
Si asurador berwewenang untuk mengawasinya guna mengetahui apakah uang
yang ia beri kepada terjamin, betul-betul dipergunakan oleh terjamin untuk membangun
kembali dalam waktu tertentu, yang kalau perlu ditetapkan lamannya oleh Hakim. Dalam
63
hal ini. Hakim berwewenang untuk, atas permintaan asurador, meminta jaminan si
terjmin, kalau memang ada alasan untuk itu.
Pasal 289 berbunyi:
1) Asuransi kebakaran dapat diadakan untuk harga nilai penuh dari barang yang dijamin.
2) Apabila diadakan perjanjian membangun kembali, maka harus dijanjikan pula, bahwa
biaya yang diperlukan untuk membangun kembali itu, harus diganti oleh asurador.
3) Dalam hal ada perjanjian seperti ini jumlah uang yang dijamin tidak boleh melebihi
dari biaya membangun kembali itu.
Uang tunai harus betul-betul dipergunakan untuk membangun kembali. Dan
asurador berwewenang untuk mengawas-awasi itu. Dalarn hal ini dapat ditentukan
tenggang waktu tertentu pembangunan kembali itu harus se1esai. Hakim dapat turut
menetapkan tenggang waktu ini kalau ada perselisihan. Apabila perlu, yaitu apabila
dikhawatirkan, bahwa si terjamin tida akan membayar kewajibannya untuk membangun
kembali dalam waktu yang telah ditentukan. Hakim atas tuntutan asurador dapat
menuntut si terjami untuk mengadakan jaminan.
Jaminan ini dapat berupa uang tunai yang oleh terjamin harus dibayarkan kepada
suatu Bank dan tentunya ditujukan untuk kalau perlu, digunak bagi ganti kerugian kepada
asurador, apabila tidak dilakukan pembangunan kembali dan oleh karenanya asurador
menderita kerugian.
Polis mengambang
Polis yang menutup suatu jumlah pertanggungan dari obyek pertanggungan yang berada
di dalam lebih dari satu bangunan, misalnya barang-barang yang ditanggung berada di
dalam lebih dari satu gudang yang berda di dalam satu kota.
Polis mengambang biasanya tidak digunakan untuk menanggung risiko yang tersebar atau
berada di dalam lebih dari satu kota. Namun asalkan dibayar premi tambahan, dapat
digunakan untuk menanggung risiko yang tersebar.
Polis penilaian
Polis penilaian merupakan polis yang harga pertanggungannya ditentukan berdasarkan
penilaian yang disetujui oleh penanggung dan tertanggung, yang dinilai dengan
berpedoman kepada harga jual atau harga pasar obyek pertanggungan itu.
Prosedur Klaim :
Memberikan laporan melalui telepon 1x 24 jam, disusulkan dengan laporan tertulis
serta melengkapi dokumen pendukung
Surat pengajuan klaim
Estimasi klaim yang diajukan
Bila diperlukan Perusahaan Asuransi akan menunjuk "Lost Adjusters" untuk
melakukan penelitian dan perhitungan kerugian.
67
BAB VIII
ASURANSI PENGANGKUTAN
Saat ini pengangkutan barang dari satu daerah ke daerah lain memegang peranan yang
sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Terlebih dengan begitu pesatnya
perkembangan bidang industri yang tersebar hampir di seluruh wilayah tanah air.
Mengingat begitu besarnya arus perpindahan barang dari satu daerah ke daerah lain,
maka perlu adanya suatu jaminan terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi.
Ada beberapa macam jenis asuransi yang termasuk dalam asuransi pengangkutan, yaitu
asuransi pengangkutan darat, asuransi pengangkutan laut, asuransi pengangkutan
terpadu, dan asuransi aviasi, yang kesemuanya bertujuan untuk memberikan jaminan
terhadap risiko atas segala kemungkinan yang terjadi dalam pengangkutan. Tapi untuk
lebih praktisnya penyampaiannya dibahas lebih dahulu asuransi pengangkutan darat.
1. Obyek Pertanggungan
Obyek pertanggungan dalam asuransi pengangkutan darat adalah kendaraan pengangkut
darat beserta muatannya terhadap berbagai macam bahaya yang dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian pada kendaraan pengangkut maupun pada muatannya.
Asuransi pengangkutan darat meliputi 3 macam asuransi yaitu :
1. Asuransi Atas Keselamatan Penumpang
2. Asuransi Atas Barang yang Diangkut
3. Asuransi Atas Kendaraan Pengangkut
Pasal 688 KUHD menetapkan bahwa jaminan dari penanggung (butir 4.3 di atas) mulai
berlaku sejak barang telah sampai ke kendaraan yang akan mengangkutnya ke tempat
tujuan atau sejak barang sampai di kantor atau ke tempat lain yang diterima oleh
pengangkut. Jaminan berakhir sejak barang telah diserahkan oleh pengangkut ke dalam
kendaraan tertanggung atau orang-orang yang dikuasakannya.
Ketentuan Pasal 688 KUHD di atas oleh para pihak dapat dikesampingkan yaitu dengan
membuat ketentuan dalam polis bahwa jaminan mulai berlaku dari suatu tempat tertentu
dan berakhir pada tempat tertentu pula.
Perbedaan pokok antara golongan asuransi jumlah (misalnya asuransi jiwa) dengan
golongan asuransi kerugian (misalnya asuransi pengangkutan laut) terletak pada fungsi
premi. Pada asuransi jiwa, premi berfungsi sebagai tabungan dan sebagai harga jasa
proteksi asuransi. Sedangkan pada asuransi laut, fungsi premi asuransi hanya sebagai
harga dari jasa proteksi asuransi yang diberikan oleh pihak Penanggung selama jangka
waktu kontrak (masa berlakunya jaminan polis).
2. Isi Polis
Polis adalah suatu kontrak dan harus di isi secara lengkap mengenai pokok persetujuan
kedua belah pihak mengenai hak dan kewajibannya.
Sesuai dengan pasal 256 KUH Dagang, yang harus dicantumkan dalam polis asuransi
adalah :
a. Nama penanggung atau nama orang-orang yang menanggung;
b. Nama tertanggung;
71
4. Berakhirnya Polis
Berakhirnya polis asuransi dapat terjadi karena hal berikut :
a. Batal/berakhir sebelum waktunya :
1) Tertanggung memberikan keterangan-keterangan yang salah (tidak ada itikad
baik/utmost good faith).
2) Tertanggung tidak mempunyai kepentingan yang di asuransikan (Insurable
Interest).
3) Terjadinya penyimpangan dari ketentuan polis, seperti penyimpangan dalam hal
dan percobaan perjalanan yang tidak sesuai dengan ketentuan polis.
4) Perjalanan dihentikan sebelum waktunya (berlaku untuk Polis Perjalanan).
5) Apabila salah satu pihak membatalkan sebelum waktunya.
b. Berakhir secara wajar :
1) Jika perjalanan telah selesai (berlaku untuk Polis Perjalanan).
2) Jika tanggal jatuh tempo telah sampai (berlaku untuk Polis Berjangka).
3) Setelah penanggung membayar total kerugian klaim.
4) Jika pembatalan dilakukan oleh kedua belah pihak.
1. Risiko I
Menjamin semua risiko yang menimbulkan kerugian atau kerusakan pada barang yang
ditanggung, kecuali disebabkan oleh risiko-risiko yang tidak ditanggung (yang disebutkan
di bawah)
2. Risiko II
Menjamin kerugian atau kerusakan atau biaya atas barang yang ditanggung, yang timbul
dari risiko-risiko di bawah ini, kecuali disebabkan oleh risiko-risiko yang tidak ditanggung
(yang disebutkan di bawah)
1. Akibat dari alat pengangkutan mengalami :
a. kebakaran atau peledakan
b. terdampar, terkandas, terbalik, tenggelam, tergelincir keluar rel atau jalur,
tabrakan, terjatuh, tersungkur, pendaratan darurat.
2. Pembongkaran di pelabuhan darurat
3. Gempa bumi, letusan gunung berapi, sambaran petir
4. Disebabkan oleh :
a. pengorbanan kerugian umum
b. pembuangan barang kelaut
c. terlemparnya barang ke laut
d. air laut, air sungai, air danau, air hujan atau air tawar masuk ke dalam alat
pengangkut termasuk tempat penimbun barang
e. Kerugian akibat bongkar muat
f. Tanggung jawab akibat tabrakan kapal
3. Risiko III
Menjamin kerugian atau kerusakan keseluruhan atas barang yang ditanggung, yang
timbul dari risiko-risiko tersebut di bawah ini, kecuali disebabkan oleh risiko-risiko yang
tidak disebut.
1. Akibat dari alat pengangkutan mengalami :
a. kebakaran atau peledakan
b. terdampar, terkandas, terbalik, tenggelam, tergelincir keluar rel atau jalur,
tabrakan, terjatuh, tersungkur, pendaratan darurat
2. Pembongkaran di pelabuhan darurat
3. Yang disebabkan oleh :
a. pengorbanan kerugian umum
b. pembuangan barang ke laut
4. Kerugian akibat dari :
a. bongkar muat, dan
b. terlemparnya barang ke laut karena cuaca buruk
menimbulkan kerugian pada barang yang diangkut. Hal yang demikian dapat juga
terjadi terhadap alat pengangkut udara dan darat. Kerugian yang demikian
merupakan tanggung jawab pengangkut terhadap pemilik barang. Berarti tidak
dijamin oleh asuransi yang menjamin barang yang bersangkutan.
7. Risiko pemogokan
Asuransi ini tidak menjamin kerugian atau kerusakan barang atau biaya-biaya yang
timbul atau disebabkan oleh pemogokan, pemecatan buruh, atau orang-orang yang
ikut serta dalam kerusuhan, huru-hara dalam masyarakat; akibat dari pemogokan,
pemecatan buruh dan huru-hara dalam masyarakat oleh teroris atau tindakan
seseorang dengan latar belakang poitik.
2) Kemampuyan anak buah kapal bernavigasi yang diproyeksikan dari ijazah dan
pengalaman anak buah kapal sesuai dengan besarnya ukuran kapal dan luasnya
jaringan operasi kapal.
3) Kapal selalu dibekali dengan perbekalan dan peralatan yang cukup (bahan bakar,
peta laut, baringan, kompas, radio atau teleks, dan lain-lain).
Ketiga macam persyaratan kelayakan tersebut juga harus dipenuhi oleh alat
pengangkut udara agar dapat dikategorikan layak udara. Sedangkan alat
pengangkutan darat yang lazim digunakan untuk mengangkut barang seperti truk dan
trailer, dapat dikategorikan layak darat bila telah dites dan dikir oleh instansi yang
berwenang (DLLJR) dan sertifikat kir masih berlaku.
D. Asuransi Aviasi
Asuransi Aviasi merupakan salah satu jenis asuransi pengangkutan. Asuransi ini terdiri
dari asuransi muatan udara, asuransi cargo udara, dan asuransi pesawat udara.
atas kecelakaan tersebut, dalam hal ini perusahaan asuransi akan mengganti
kerugian tersebut.
2) Tanggung jawab terhadap penumpang atau keselamatan penumpang ketika :
menaiki pesawat udara
selama berada di dalam pesawat udara, dan
ketika turun dari pesawat udara dengan ketentuan bahwa penumpang yang
bersangkutan memiliki karcis yang sah.
3) Tanggung jawab atas kerugian atau kerusakan bagasi penumpang, kecuali bagasi
sendiri yang dibawa oleh penumpang.
4) Kehilangan atau kerusakan pesawat udara ketika berada di udara, bergerak di
landasan, di darat, dan di permukaan air. Kehilangan atau kerusakan pesawat udara
disebabkan oleh berbagai bahaya seperti topan badai, pesawat udara jatuh atau
tersungkur, melakukan pendaratan darurat, tabrakan di udara, menabrak benda
permanen di bandar udara, kebakaran dan sebagainya.
BAB IX
ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 74/PMK.010/2007 khususnya Pasal 1 ayat
(2) menentukan bahwa: “Asuransi Kendaraan Bermotor adalah produk asuransi kerugian
yang melindungi tertanggung dari resiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan
dengan kepemilikan dan pemakaian kendaraan bermotor.”
Asuransi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari asuransi umum yang menjamin
kerugian atau kerusakan pada kendaraan bermotor yang dipertanggungkan terhadap
resiko tabrakan, perbuatan jahat orang lain, pencurian, kebakaran dan sambaran petir,
sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam Polis Kendaraan Bermotor Indonesia. Secara
garis besar, jenis pertanggungan Asuransi Kendaraan Bermotor terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu dibagi menjadi 2 (dua) jenis:1
1. Comprehensive/All Risk (Kerugian Gabungan) memberikan jaminan terhadap:
a. Kerugian/kerusakan atas kendaraan bermotor yang diasuransikan karena
tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir dari jalan.
b. Kerugian keuangan/kerusakan kendaraan bermotor karena perbuatan jahat
orang-orang terkecuali oleh keluarga sendiri/orang yang bekerja dengan
tertanggung atau membawa kendaraan tersebut seizin tertanggung.
c. Kebakaran yang diakibatkan oleh api yang muncul dari dalam maupun dari luar
Kendaraan.
d. Pencurian, termasuk pencurian yang dilakukan dengan kekerasan.
e. Sambaran petir.
2. Total Loss Only (TLO) menjamin kerugian kendaraan yang diasuransikan baik karena
kecelakaan, kebakaran, maupun pencurian, dimana kerugian tersebut memenuhi
salah satu syarat berikut :
a. Akibat kecelakaan/kebakaran, dimana biaya kerugian/kerusakan mencapai 75%
atau lebih dari harga kendaraan.
b. Akibat pencurian, bila dalam batas waktu 60 hari kendaraan tersebut belum
diketemukan.
c. Resiko sendiri untuk resiko kecelakaan (butir 1) dan pencurian (butir 2) berlaku
jumlah yang tercantum dalam polis.
1
Ronny Hanitijo Sumitra, 1998, Asuransi Kendaraan bermotor, Ghalia Indonesia, Jakarta.
81
memenuhi kebutuhan itu. Setiap orang juga memiliki tujuan yang berbeda dengan
dipenuhinya kebutuhan tersebut, ada yang demi kelangsungan hidupnya, kebahagiaan,
kepuasan bahkan untuk prestise. Keinginan tersebut ternyata diimbangi oleh kebutuhan
seseorang untuk dapat menjalani hidup dengan tenang, terjamin keselamatannya dan
harta bendanya tanpa harus mencemaskan diri dengan berbagai hal.
Risiko- risiko yang tidak dijamin dicantumkan dengan jelas pada persyaratan polis, antara
lain:
Kehilangan keuntungan selama kendaraan tidak dapat digunakan akibat kecelakaan;
Kerugian akibat penggelapan;
Hilangnya atau rusaknya peralatan tambahan atau non standar yang tidak disebutkan
dalam ikhtisar polis;
Akibat perbuatan jahat yang dilakukan oleh tertanggung atau keluarga tertanggung;
Kendaraan digunakan untuk belajar mengemudi atau perlombaan atau karnaval, atau
tindak kejahatan;
Kelebihan muatan;
Pengemudi tidak memiliki sim atau melanggar peraturan lalu lintas;
Barang muatan di dalam kendaraan;
Akibat bencana alam atau perang dan sejenisnya.2
Pengaturan mengenai premi asuransi secara umum diatur pada pasal 20, 21 dan pasal 22
Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992. Pasal 20 mengatur mengenai sifat premi
yang dikenakan kepada pemengang polis. Sifat utama premi menurut pasal tersebut
adalah mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diskriminatif. Pasal 21 mengatur mengenai
cara penetapan premi. Pasal ini mewajibkan perusahaan untuk melakukan analisis resiko
yang sehat dalam penetapan nilai premi yang dibebankan. Pasal 22 mengatur mengenai
tata cara pembayaran premi, tenggat waktu dan tanggung jawab pembayar premi.
Pengaturan lebih lanjut mengenai premi tertuang dalam pasal 19 Keputusan Menteri
Keuangan nomor 422/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Pasal tersebut
kembali menegaskan penggunaan asumsi yang wajar dan praktek asuransi yang berlaku
umum dalam perhitungan tingkat premi.
Khusus untuk perusahaan asuransi umum, pasal ini mengamanatkan 2 hal yang harus
dipertimbangkan dalam penetapan tarif premi yaitu:
1. Kewajiban Penggunaan data profil resiko selama lima tahun dalam penentuan premi
murni
2. Mempertimbangkan faktor loadin yaitu biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya
umum lainnya.
2
Tarsisi Tamudji, Wawasan Perasuransian, (Semarang: IKIP Press, 1990)
82
Selain mengatur mengenai penetapan tarif premi, ketentuan ini juga memberikan tarif
referensi yang dapat dipergunakan oleh perusahaan yang belum memiliki basis data yang
mencukupi sesuai dengan ketentuan pasal 2. Penetapan tarif dibagi atas 6 kategori uang
pertanggungan, 2 (dua) jenis kendaraan untuk jenis pertanggungan total loss only (TLO)
dan pertanggungan comprehensive.
BAB X
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
A. Latar Belakang
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit,
mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang
diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk
memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Menurut UU No. 40 Tahun 2004, SJSN
menggantikan program-program jaminan sosial yang ada sebelumnya yang dinilai kurang
memberikan manfaat maksimal bagi penggunanya.
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa
program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial
bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana
Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang
diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang
bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota
keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik
Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya
telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat.
Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu,
pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan
perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat
program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, perlu menyusun Sistem Jaminan Nasional
yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang
dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang
lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
E. Asas Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas
manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
F. Tujuan Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
G. Manfaat Jamsosnas
Manfaat program Jamsosnas yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional,
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh
warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal,
sektor informal, atau wiraswastawan
1. Jaminan Kesehatan : menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
2. Jaminan Kecelakaan Kerja : menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan
kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan
kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
3. Jaminan Hari Tua : menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki
masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
4. Jaminan Pensiun : untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat
peserta kehilangan atau berkurang penghasilan nya karena memasuki uang pensiun
atau mengalami cacat total tetap.
5. Jaminan Kematian : memberikan santunan kematian yang di bayarkan kepada ahli
waris peserta yang meninggal dunia.
H. Paradigma Jamsosnas
Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai dengan “paradigma tiga pilar” yang
direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Pilar-pilar itu adalah :
Pilar Pertama menggunakan meknisme bantuan sosial (social assistance) kepada
penduduk yang kurang mampu, baik dalam bentuk bantuan uang tunai maupun
pelayanan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pembiayaan
bantuan sosial dapat bersumber dari Anggaran Negara dan atau dari Masyarakat.
Mekanisme 4 bantuan sosial biasanya diberikan kepada Penypesertang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu masyarakat yang benar-benar membutuhkan,
umpamanya penduduk miskin, sakit, lanjut usia, atau ketika terpaksa menganggur.
88
BAB XI
JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN
c. Biaya Pengobatan
- Perawatan Rp. 20.000.000 (maksimum)
- pergantian gigi tiruan Rp. 2.000.000 (maksimum)
d. Santunan Cacat
- Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan gaji
- Total-tetap: Sekaligus: 70% x 80 bulan gaji
- Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan
e. Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan gaji
f. Santunan Kematian
- Sekaligus 60% x 80 bulan gaji
- Berkala (24 bulan) Rp. 200.000 per bulan
- Biaya pemakaman Rp. 2.000.000
g. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga
yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40%
dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp.
2.000.000. Prothese/alat penganti anggota badan, Alat bantu/orthose (kursi roda)
h. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan
sama dengan poin ke-2 dan ke-3.
Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya
iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.
Kelompok I = Premi sebesar 0,24% x gaji kerja sebulan
Kelompok II = Premi sebesar 0,54% x gaji kerja sebulan
Kelompok III = Premi sebesar 0,89% x gaji kerja sebulan
Kelompok IV = Premi sebesar 1,27% x gaji kerja sebulan
Kelompok V = Premi sebesar 1,74% x gaji kerja sebulan.
Untuk pengajuannya, apabila terjadi kecelakaan kerja adalah sebagai berikt :
Pengusaha wajib mengisi form BPJS Ketenagakerjaan 3 (laporan kecelakaan tahap I)
dan mengirimkan kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 Jam terhitung
sejak terjadinya kecelakaan.
Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh atau meninggal dunia oleh dokter yang
merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim
kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja
dinyatakan sembuh/meninggal. Selanjutnya BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung
dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga
kerja atau ahli waris. Form BPJS Ketenagakerjaan 3a berfungsi sebagai pengajuan
permintaan pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:
Fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan
Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form BPJS Ketenagakerjaan
3b atau 3c
Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan
92
Iuran JK sendiri ditanggung oleh pengusaha sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang
diberikan adalah Rp. 12.000.000 terdiri dari Rp. 10.000.000 santunan kematian dan Rp.
2.000.000 biaya pemakaman dan santunan berkala.
Adapun tata cara untuk mengusahakan JK dapat diusahakan pengusaha atau pihak
keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada
BPJS Ketenagakerjaan disertai bukti-bukti, antara lain:
1. Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan
2. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan
3. Salinan atau fotokopi KTP atau SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan
yang masih berlaku
4. Identitas ahli waris (fotokopi KTP atau SIM dan Kartu Keluarga)
5. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah atau Kepala Desa setempat
6. Surat Kuasa bermeterai dan fotokopi KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan
JKM ini dikuasakan)
Adapun besaran iuran Program Jaminan Hari Tua ditanggung perusahaan sebesar 3,7%,
sementara oleh tenaga kerja sebesar 2%.
Untuk alurnya sendiri, premi JHT yang dibayar pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai
penghasilan karyawan atau tidak menambah penghasilan bruto karyawan. Kemudian,
pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan yang bersangkutan menerima
93
Jaminan Hari Tua dari PT Jamsostek. Sementara itu, premi JHT yang dibayar sendiri oleh
karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto bagi karyawan dalam perhitungan
PPh karyawan tersebut.
Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 BPJS
Ketenagakerjaan kepada kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan:
1. Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan asli
2. Kartu Identitas diri KTP atau SIM (fotokopi)
3. Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan
Pengadilan Hubungan Industrial
4. KK (Kartu Keluarga)
5. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia
6. Fotokopi Paspor
7. Fotokopi VISA
8. Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan
9. Fotokopi Kartu keluarga
10. Fotokopi surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan
11. Surat pernyataan belum bekerja lagi
12. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri
Sipil/POLRI/ABRI
Dokumen pendukung ini sendri diperlukan untuk memastikan uang JHT diterima oleh
orang yang tepat sesuai surat kuasa dari peserta BPJS. Jika tidak ada dokumen
dikhawatirkan uang JHT bisa jatuh ke tangan orang yang tidak berhak.
Terkahir, klaim pengambilan JHT 100% juga bisa dilakukan oleh peserta BPJS TK yang akan
meninggalkan wilayah Indonesia dan tak akan kembali lagi. Berkas-berkas yang harus
dibawa oleh mereka seperti :
1. Kartu Peserta Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan
2. Surat keterangan habis kontrak/Surat keterangan mutasi ke luar negeri/Surat
keterangan berakhirnya masa tugas di Indonesia
3. Paspor
4. Visa bagi pekerja WNI
Keempat dokumen atau berkas diatas juga harus difotocopy masing-masing satu lembar.
Selain itu Peserta juga diwajibkan melampirkan berkas aslinya.
BAB XII
97
Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN adalah suatu program
pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan tujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia
dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. (Naskah Akademik SJSN, 2004).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan
bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional ini
diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam
sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.
B. Kelembagaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran
Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi kegiatan terkait pelayanan jaminan kesehata
nasional. Untuk pelaksanaan di lapangan BPJS Kesehatan akan menjadi badan
pelaksana untuk program JKN ini. Sedangkan rumah sakit dan puskesmas sebagai
provider (penyedia jasa) pelayanan.
C. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran (bukan penerima
bantuan iuran) atau iurannya dibayar oleh pemerintah (penerima bantuan
iuran) (Pasal 20 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004).
2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang
99
b. Pembiayaan
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program
Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan
Kesehatan).
2. Pembayar Iuran
Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar
oleh Pemerintah.
a. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota
Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri
sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua
persen) dibayar oleh peserta.
b. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar
oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh
Peserta.
c. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran
sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per
bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
d. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan
penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
101
1) Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas III.
2) Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas II.
3) Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas I.
e. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan
janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%
(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar
oleh Pemerintah.
f. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
c. Pelayanan
1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu
berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan
ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien
rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan
oleh BPJS Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama- tama harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,
maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan
wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai,
pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.
Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan
dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan
yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan
milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi
102
BAB XIII
104
USAHA PERASURANSIAN
Keahlian di bidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup antara
lain keahlian dibidang aktuaria, underwriting, manajemen risiko, penilai kerugian asuransi
106
teknologi.