Anda di halaman 1dari 107

BAB I

PENGERTIAN DAN PENGATURAN ASURANSI

A. Pengertian Dan Unsur Asuransi


Asuransi berasal dari istilah: Verzekering atau assurantie (Belanda), Assurance
atau insurance (Inggris). Asuransi yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas
suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.
Asuransi menurut ketentuan Pasal 246 KUHD :
“Asuransi adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen”.

Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan unsur unsur asuransi atau


pertanggungan:
1. Pihak pihak
Subjek asuransi adalah pihak dalam asuransi, yaitu penanggung (insurer-Inggeris,
verzekeeraar-Belanda) dan tertanggung (insured-Inggris, verzekerde-Belanda)
yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan tertanggung adalah
pendukung hak dan kewajiban. Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan
kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung
wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul
kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.
2. Status Pihak
Pihak Penanggung harus berstatus sebagai badan hukum, dapat berbentuk
perseroan terbatas (PT), perusahaan perseroan (persero) atau koperasi.
Tertanggung dapat berstatus sebagai perorangan, persekutuan atau badan
hukum, baik sebagai perusahaan atau bukan perusahaan. Tertanggung berstatus
sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.
3. Objek Asuransi
Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada
benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek
asuransi ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak pihak. Penanggung bertujuan
memperoleh pembayaran sejumlah premi seba gai imbalan pengalihan risiko.
Tertanggung bertujuan ingin bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika
timbul kerugian atas harta miliknya.
4. Peristiwa asuransi
Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau
kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek
asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi dan
2

syarat syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas
tersebut dibuat dalam bentuk tetulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini
merupakan satu satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan bahwa telah
terjadi asuransi.
5. Hubungan Asuransi
Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah
keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan
bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara sukarela dari penanggung
dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap
satu sama lain (secara bertimbalbalik). Salah satu unsur terpenting dalam
peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan Pasal 246 KUHD adalah ganti
kerugian. Unsur tersebut hanya menunjuk kepada asuransi kerugian (loss
insurance) yang objeknya adalah harta kekayaan.

Berdasarkan pengertian asuransi di atas, terdapat 3 (tiga) unsur mutlak yang perlu
diperhatikan dalam Pasal 246 KUHD, yaitu :
1. Adanya Kepentingan
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupakan hak subyektif yang
mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu
atau pasti. Unsur kepentingan adalah unsur yang mutlak harus ada pada tiap-tiap
pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat
terjadinya avenemen.
2. Adanya Peristiwa Tak Tentu
Unsur peristiwa tak tentu dalam pertanggungan jiwa, yaitu kematian adalah suatu
peristiwa yang pasti akan terjadi, dimana yang tidak tertentu adalah “kapan”
kematian itu akan menjadi kenyataan. Peristiwa tak tentu dalam pertanggungan
jiwa baru ada apabila si penanggung mengikatkan diri untuk membayar, kalau
kematian datang lebih pendek daripada jangka waktu dan kemungkinan
berlangsungnya hidup orang yang bersangkutan. Lain halnya dengan
pertanggungan kerugian sebab disana peristiwa itu adalah suatu kejadian yang
menurut pengalaman manusia tidak dapat diharapkan akan terjadi.
3. Adanya Kerugian
Penggantian kerugian diberikan penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan
sebagai suatu ganti rugi, oleh karena orang yang menerima ganti rugi tidak
menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai dengan kerugian yang
dideritanya. Ganti rugi yang diterimanya sebenarnya adalah hasil penentuan
sejumlah uang tertentu yang telah disepakati pihak-pihak. Jadi pemberian uang
oleh penanggung bukanlah murni merupakan suatu penggantian kerugian, oleh
karena jiwa manusia tidak mungkin dinilai dengan uang. Rumusan definisi
pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD)
3

berlaku bagi segala macam pertanggungan, dengan demikian berlaku bagi


pertanggungan kerugian maupun bagi pertanggungan sejumlah uang atau
pertanggungan jiwa.

B. Pengaturan Asuransi
1. Pengaturan Dalam KUHD
Dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang
bersifat umum dan bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdap at dalam
Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang
sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur diluar KUHD, kecuali jika secara
khusus ditentukan lain.
Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-308
KUHD dan Buku II Bab 9 dan 10 Pasal 592-695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:
a. Asuransi Kebakaran Pasal 287-298 KUHD
b. Asuransi Hasil Pertanian Pasal 299-301 KUHD
c. Asuransi Jiwa Pasal 302-308 KUHD
d. Asuransi Pengangkutan Laut dan perbudakan Pasal 592- 685 KUHD
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686-695
KUHD.
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang
didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung, yang menimbulkan
hak dan kewajiban secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat
secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi.
Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi:
a. Asas asas asuransi
b. Perjanjian asuransi
c. unsur unsurasuransi
d. Syarat syarat (klausula) asuransi
e. Jenis-jenis Asuransi.

2. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian


Pengertian asuransi menurut Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian adalah sbb : Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi
oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang
4

besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Sedangkan yang dimaksud dengan Asuransi syariah menurut Pasal 1 ayat (2) Undang
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian adalah sbb : Asuransi Syariah
adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi
syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam
rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan
melindungi dengan cara:
a. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis
karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

3. Pengaturan Dalam Undang-Undang Asuransi Sosial


Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan
keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan.
Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang Undang No. 2 Tahun 1992.
Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut :
a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (JasaRaharja):
1. Undang Undang No. 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang. Peraturan Pelaksanaannya adalah Peraturan
Pemerintah No. 17 Tahun 1965.
2. Undang Undang No. 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Peraturan Pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1965.
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
1. Undang Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek)
2. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1990 Tentang Penyelenggaraan asuransi
Sosial Tenga Kerja (Perubahan peraturan pemerintah No. 33 Tahun 1977).
3. Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 Tentang Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
4. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 Tentang Asuransi Sosial Pegawai
Negeri Sipil (ASPNS).
c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 Tentang Pemeliharaan Kesehatan
Pegawai Negeri Sipil (PNS), penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan
beserta keluarganya.
5

C. Tujuan Asuransi
1. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang
mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejuml ah premi
kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada
penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi
peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi
yang telah diterimanya dari tertanggung.
Pada asuransi jiwa apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak
terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka
tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai
dengan perjanjian asuransi.
2. Pembayaran Ganti Kerugian
Tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran
ganti kerugian yang sungguh sungguh diderita. Jika pada suatu ketika sungguh
sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi
kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayar ganti kerugian
seimbang dengan jumlah asuransinya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu
hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung.

3. Pembayaran Santunan
Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya
kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar
sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh
perlindungan dari ancaman bahaya. Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut
adalah mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan
undang undang, misalnya: hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila
mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan
berlangsung, mereka (ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari
penanggung (BUMN) yang jumlahnya ditetapkan oleh undang-undang.

4. Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar
kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan
sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai
tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi
anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota
(tertanggung) yang bersangkutan.
Usaha bersama semacam ini dalam praktik asuransi kini telah dilakukan dalam
bentuk asuransi takaful (asuransi kesejahteraan) berdasarkan prinsip syari’ah Islam,
yang menghindari sistem bunga yang disebut riba.
6

5. Asuransi Bukan Untung untungan


a. Pengalihan Risiko Diimbangi Premi
Dalam perjanjian asuransi, pengalihan risiko dari tertanggung kepada
penanggung diimbangi pembayaran premi oleh tertanggung, yang seimbang
dengan beratnya risiko yang dialihkan, meskipun dapat diperjanjikan
kemungkinan prestasi itu tidak perlu seimbang. Dalam perjanjian untung
untungan (chance agreement) para pihak sengaja melakukan perbuatan untung
untungan yang tidak digantungkan pada prestasi yang seimbang, misalnya pada
perjudian dan pertaruhan.
b. Kepentingan Syarat Mutlak
Dalam perjanjian asuransi, unsur kepentingan mutlak harus ada pada
tertanggung. Apabila syarat ini tidak ada, maka ancamannya adalah asuransi
batal (void). Dalam perjanjian untung-untungan, unsur kepentingan tidak ada.
Dalam Pasal 250 KUHD ditentukan: “Apabila seseorang mengadakan asuransi
untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga, pada saat diadakan
asuransi itu tertanggung atau pihak ketiga yang bersangkutan tidak mempunyai
kepentingan atas benda asuransi, maka penanggung tidak berkewajiban
mengganti kerugian”.

Kepentingan tertanggung dalam perjanjian asuransi merupakan syarat


mutlak, jika kepentingan itu tidak ada, mengakibatkan asuransi batal. Dalam
perjanjian asuransi juga harus dibarengi dengan adanya pembayaran premi yang
seimbang dengan beratnya risiko yang dialihkan, meskipun dapat diperjanjikan
kemungkinan prestasi itu tidak perlu seimbang. Dalam perjanjian untung-untungan
(chance agreement) para pihak sengaja melakukan perbuatan untung-untungan
yang tidak digantungkan pada prestasi yang seimbang, misalnya pada perjudian dan
pertaruhan.

D. Prinsip Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu
prinsip kepentingan (insurable interest), Prinsip itikad baik (utmost good faith),
Prinsip sebab akibat (proximate cause), Prinsip keseimbangan (indemnity), Prinsip
subrograsi (subrogation), dan Prinsip kontribusi (contribution).
1. Prinsip kepentingan (Insurable interest)
Prinsip kepentingan (Insurable interest) ini dijabarkan di dalam Pasal 250
KUHD berbunyi: “bila seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri,
atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada
waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan dalam benda yang
dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti kerugian”.
Menurut ketentuan Pasal 250 KUHD ini, kepentingan harus sudah ada
pada saat diadakan asuransi. Ini berarti apabila pada saat membuat perjanjian
7

asuransi, tertanggung tidak mempunyai kepentingan, kemudian terjadi peristiwa


yang menimbulkan kerugian, penanggung tidak berkewajiban membayar klaim
ganti kerugian (Abdulkadir Muhammad, 2006: 92).

Menurut Burg dan Wery, sebagaimana dikutip dari buku Aspek-aspek


Hukum Asuransi dan Surat Berharga karangan Suparman Sastrawidjaja,
kepentingan diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu:
a) Kerugian atau berkurangnya nilai hak subjektif seseorang sebagai akibat
terjadinya peristiwa.
b) Kehilangan keuntungan dari laba yang diharapkan, disebabkan terjadinya
suatu peristiwa.
c) Kemungkinan terjadi kerugian karena kesalahan disebabkan ingkar janji atau
perbuatan melanggar hukum.

Kepentingan adalah objek asuransi (voorwerp der verzekering) sedangkan


objek bahaya adalah benda yang diasuransikan yang dapat menjadi sasaran
bencana. Dapat disimpulkan :
a) Apabila asuransi ditutup oleh pemilik dari benda yang diasuransikan, maka
kepentingan sama dengan objek bahaya.
b) Apabila asuransi ditutup bukan oleh pemilik dari benda yang diasuransikan,
maka kepentingan sebagai objek yang diasuransikan berlainan dengan objek
bahaya.

2. Prinsip itikad baik (Utmost good faith)


Prinsip itikad baik adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara
akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu
yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah si penanggung
harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya
syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan
yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
Pasal 251 KUHD mengatur mengenai prinsip itikad baik ini. Adapun
Pasal 251 berbunyi : semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau
semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun
dilakukannya dengan itikad baik, yang sifat sedemikian rupa, sehingga perjanjian
itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila
penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu,
membuat pertanggungan itu batal.

3. Prinsip sebab akibat (Causaliteit)


Dengan ditutupnya perjanjian asuransi, maka akan menimbulkan
kewajiban kepada penanggung untuk memberikan ganti rugi karena
tertanggung telah menderita kerugian. Kerugian yang timbul disebabkan oleh
suatu peristiwa. Untuk itu harus dapat ditentukan peristiwa yang menjadi
8

penyebab kerugian. Untuk menentukan hubungan sebab akibat tersebut tidaklah


mudah. Menurut Scheltema yang dikutip Man Suparman, untuk menentukan
hubungan sebab akibat tersebut terdapat tiga pendapat atau teori, yaitu:
a) Teori causa proxima
Menurut teori ini, dari rangkaian peristiwa yang ada harus dipilih sebab
yang paling dekat dengan kerugian yang terjadi.
b) Teori condition sine qua non
Teori ini berpendapat bahwa yang dimaksud sebab adalah segala kejadian dan
kenyataan yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya suatu akibat.
c) Teori causa remota
Menurut teori ini, peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian ialah
peristiwa yang terjauh (Man Suparman, 1997: 77-78).

4. Prinsip keseimbangan (Indemnity)


Sebagaimana disimpulkan dari Pasal 246 KUHD, asuransi adalah suatu
perjanjian ganti kerugian. Ganti rugi di sini mengandung arti bahwa penggantian
kerugian dari penanggung harus seimbang dengan kerugian yang diderita oleh
tertanggung. Keseimbangan yang demikianlah yang digunakan prinsip
keseimbangan. Seperti yang diatur dalam Pasal 252 KUHD yang berbunyi: “Kecuali
dalam hal yang diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak telah diadakan
pertanggungan kedua untuk waktu yang sama, dan untuk bahaya yang sama atas
barang-barang yang telah dipertanggungkan untuk nilainya secara penuh, dengan
ancaman kebatalan terhadap pertanggungan yang kedua” (Pasal 252 KUHD).
Dengan demikian Pasal 252 KUHD bertujuan untuk mencegah penggantian
kerugian yang melebihi dari kerugian yang diderita dan mengharuskan adanya
keseimbangan antara penggantian kerugian dengan nilai benda yang
diasuransikan (Man Suparman dan Endang, 2002 : 58-59).
Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul Hukum Asuransi
berpendapat bahwa asas keseimbangan mempunyai arti penting apabila terjadi
evenemen yang menimbulkan kerugian. Kerugian yang harus diganti itu seimbang
dengan risiko yang ditanggung oleh penanggung. Jika risiko atas benda asuransi
hanya sebagian dialihkan kepada penanggung, penanggung berkewajiban
membayar ganti rugi hanya sebagian dari kerugian yang timbul itu. Dalam ganti
rugi, yang menjadi pedoman dalam perhitungannya adalah perbandingan antara
jumlah risiko yang dialihkan dan jumlah risiko yang tidak dialihkan dengan jumlah
kerugian sesungguhnya (Abdulkadir Muhammad, 2006: 126).
5. Prinsip subrograsi (Subrogration)
Subrogasi adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada
penanggung setelah klaim dibayar. Menurut Pasal 284 KUHD : “penaggung yang
telah membayar ganti kerugian atas benda yang diasuransikan menggantikan
tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah
9

menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung bertanggung jawab untuk tiap


perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 284 KUHD tersebut, dapat dipahami supaya
ada subrograsi dalam asuransi diperlukan dua syarat, yaitu:
a) Tertanggung mempunyai hak terhadap penanggung dan terhadap pihak
ketiga.
b) Adanya hak tersebut karena timbul kerugian sebagai akibat perbuatan pihak
ketiga.
Dalam hukum asuransi, apabila tertanggung telah mendapatkan hak ganti
kerugian dari penanggung, dia tidak boleh lagi mendapatkan hak dari pihak ketiga
yang telah menimbulkan kerugian itu. Hak terhadap pihak ketiga beralih kepada
penanggung yang telah memenuhi ganti rugi kepada tertanggung. Ketentuan ini
bertujuan untuk mencegah jangan sampai terjadi, tertanggung memperoleh ganti
rugi berlipat ganda, yang bertentangan dengan asas keseimbangan atau
memperkaya diri tanpa hak. Asas ini dipegang teguh dalam hukum asuransi.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan subrogasi pada prinsipnya ada dua, yaitu:
a) Untuk mencegah tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi hak yang
sesungguhnya.
b) Untuk mencegah pihak ketiga membebaskan diri dari kewajibannya
membayar ganti kerugian (Abdulkadir Muhammad, 2006: 126).

6. Prinsip kontribusi (Contribution)


“Prinsip kontribusi adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung
lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya
terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity”. Menurut Man
Suparman, apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa penanggung,
maka masing-masing penanggung itu menurut imbangan dari jumlah mereka
menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari kerugian itu
yang diderita oleh tertanggung. Prinsip kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi
berganda (double insurance) sebagai dimaksud dalam Pasal 278 KUHD:
Bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai
penanggung dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama menurut
perimbangan jumlah yang mereka tanda tangani, hanya memikul nilai sebenarnya
yang dipertanggungkan. Ketentuan ini juga berlaku bila pada hari yang sama,
terhadap satu benda yang sama diadakan berbagai pertanggungan.

E. Jenis-jenis asuransi
1. Menurut sifat pelaksanaannya :
a. Asuransi sukarela (asuransi kebakaran, asuransi jiwa, dll)
b. Asuransi wajib (jaminan sosial tenaga kerja, asuransi sosial kecelakaan
lalulintas)
10

2. Menurut jenis usahanya :


a. Asuransi Kerugian (Scade Verzekering) (termasuk disini asuransi varia)
b. Asuransi Jiwa (Zomen Verzekering)
c. Reasuransi
3. Menurut sifat pertanggungannya
a. Asuransi pokok
b. Asuransi ekstra cover/tambahan

4. Menurut KUHD
a. Asuransi kebakaran
b. Asuransi Asuransi jiwa
c. Asuransi bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen
d. Asuransi bahaya laut dan perbudakan

5. Berdasarkan teori/dalam masyarakat


a. Pertanggungan kerugian (Schade Verzekering)
b. Pertanggungan Jumlah ( Sommen Verzekering )
c. Pertanggungan Premi (Pertanggungan Murni )
Premi itu dapat dibayarkan secara kelompok atau sendiri-sendiri. Yang murni
pertanggungan premi disini adalah pertanggungan yang preminya dibayar
tertanggung sendiri-sendiri, pertanggungan ini dalam praktek sangat banyak
dipakai.
d. Pertanggungan tanggung menanggung
Pertanggungan yang preminya itu sama dengan iuran dari anggota kumpulan
jadi antara pembayar premi yang satu berhubungan dengan yang lain.

F. Sejarah / Riwayat Asuransi


Sejarah / Riwayat Asuransi terbagi atas 3 kelompok
1. Zaman sebelum masehi ( zaman Yunani )
Sudah ada praktek-praktek Asuransi yaitu yang terlihat dari :
 Zaman Pemerintah Alexander praktek asuransinya yaitu Raja memerintahkan
sifatnya untuk memungut iuran (premi) kepada budak, dan resiko yang harus
ditanggung Raja adalah menangkap budak-budak yang lari jika tidak
tertangkap maka diberikan ganti rugi kepada pemilik budak.
 Adanya pemungutan oleh Kota Praja dalam bentuk yang dianggap sebagian
premi jika meninggal seorang penduduk kota Praja mak Pemerintah
berkewajiban memberikan ganti kerugian / biaya-biaya pemakaman
Jadi sudah ada cikal bakal lahirnya hukum pertanggungan

2. Pada abad Pertengahan


Sudah ada sejarah asuransi yang menjadi cikal bakal hukum asuransi
11

 Di Inggris ada perkumpulan orang-orang se profesi. Maka semua anggota


berkewajiban membayar iuran dan kalau terjadi kebakaran rumah dan
anggota maka ada ganti rugi yang diambil dari iuran

 Pada abad 13 dan 14


Perdagangan lautan yang berkembang dan orang coba mencari cara untuk
mengatasi resiko / kerugian yang terjadi dilautan seperti kecelakaan,
perampokan yaitu dengan cara mencari orang lain yang dapat menanggung
resiko yang akan terjadi dengan membayar iuran (premi) yang mana ada
penanggung yang memberikan ganti rugi.

3. Setelah abad pertengahan (Abad 19)


Yang berkembang di Inggris dan Prancis, Asuransi kebakaran yang ditandai
dengan lahirnya :
 1880 code commercial (KUHD Prancis) yang memuat pertanggungan laut
 1938 lahirnya Wuk (Belanda) yang memuat pertanggungan lainnya
 1848 lahirnya 1848 ( KUHD Indonesia)

G. Objek Asuransi, Benda Asuransi, Dan Pokok Pertanggugan

Yang dimaksud sebagai obyek asuransi pada umumnya adalah harta benda
seseorang atau tepatnya milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan,
perhiasan dan benda berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa obyek
pertanggungan adalah sama dengan benda pertanggungan. Disamping itu bisa terjadi
bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda pertanggungan. Contohnya
asuransi kendaraan bermotor, benda pertanggungannya adalah kendaraan bermotor,
sedangkan obyek pertanggungannya adalah tanggung jawab pemilik pabila
kendaraan itu membuat celaka orang lain.
Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi. Benda
asuransi adalah harta kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi, yang dapat dihargai
dengan sejumlah uang. Benda asuransi selalu berwujud, misalnya gedung pertokoan,
rumah, kapal. Benda asuransi selalu diancam oleh bahaya atau peristiwa yang
terjadinya itu tidak pasti. Ancaman bahaya itu mungkin terjadi yang mengakibatkan
benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah dan berkurang nilainya.
Benda asuransi erat hubungannya dengan teori kepentingan (interest theory)
yang secara umum dikenal dalam hukum asuransi. Menurut teori kepentingan, pada
benda asuransi melekat hak subjektif yang tidak berwujud. Karena benda asuransi
dapat rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya, maka hak subjektif juga dapat
rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya. Dalam literatur hukum asuransi, hak
subyektif ini disebut kepentingan (interest). Kepentingan itu sifatnya absolut, artinya
harus ada pada setiap objek asuransi dan mengikuti kemana saja benda asuransi itu
berada. Contohnya, penyewa kapal mengasuransikan kapal yang disewanya terhadap
12

bahaya laut agar kepentingannya yang melekat pada kapal iitu tidak lenyap atau
hilang karena karam atau disita oleh penguasa Negara lain. Disini benda asuransi
adalah kapal berada di tangan penyewa kapal. Jika kapal itu lenyap karena karam
atau hilang karena disita oleh penguasa Negara lain, kepentingan tertanggung selaku
penyewa kapal dapat lenyap atau hilang.
Selain itu, ada juga objek asuransi jumlah, misalnya pada asuransi jiwa dan
asuransi kecelakaan. Objek asuransi jumlah tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi
sejumlah uang dapat dijadikan ukuran pembayaran santunan jika terjadi peristiwa
yang menjadi sebab kematian atau kecelakaan. Penetapan sejumlah uang sebagai
santunan hanya untuk tujuan paraktis, yaitu memudahkan perhitungan pembayaran
santunan yang jumlahnya sudah ditetapkan dalam perjanjian atau undang-undang.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat difahami bahwa ada 3 (tiga) hal yang
dapat dipertanggungkan (obyek asuransi), yaitu :
a. Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
b. Hak milik atas benda
c. Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.

Dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha


Perasuransian disebutkan bahwa yang menjadi objek asuransi adalah benda dan jasa,
jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan
lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
Obyek pertanggungan dikenal pula dengan sebutan “Kepentingan”,
kepentingan merupakan unsur utama dalam pertanggungan. Pasal 250 KUHD
menyebutkan bahwa bila pada waktu pertanggungan seorang tertanggung tidak
mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, penanggung tidak wajib
memberi ganti rugi. Mengingat pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka
tidak setiap kepentingan dapat dieprtanggungkan.
Agar dapat diprtanggungkan, kepentingan yang dimaksud harus memenuhi
syarat tertentu. Pasal 268 Kitab KUHD menyatakan, bahwa yang dapat menjadi obyek
asuransi ialah semua kepentingan yang :
a. Dapat dinilai dengan sejumlah uang
b. Dapat diancam oleh macam bahaya
c. Tidak dikecualikan oleh undang-undang
Ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita karena
tidak mendapat untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini tidak ada suatu benda
berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan sebagainya. Jadi selama
persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda yang terlihat sebagai barang
yang terkena suatu macam bahaya.
13

a. Benda Pertanggungan
Jika seorang pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya
kebakaran, maka disini benda pertanggungannya ialah apa yang menjadi obyek
dari bahaya itu, yaitu rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya
rumah. Sebagai akibat kebakaran rumah, maka pemilik menderita suatu
kehilangan yang akan diganti kerugiannya oleh penanggung dan rumah itulah
benda yang terkena. Dalam hal ini benda pertanggungannya jatuh bersamaan
dengan pokok pertanggungannya.

b. Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan


Ada pertanggungan dimana benda pertanggungan dan pokok pertanggungannya
tidak jatuh bersama. Pokok pertanggungan berbeda dengan benda
pertanggungan, walaupun sering dikemukakan bahwa pokok penanggungan dan
benda pertanggungan itu adalah identik. Kepentingan adalah obyek
pertanggungan dan merupkan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau
berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau tidak pasti. Unsur
kepentingan adalah unsur mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik
pada sat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen.

H. Saat Kepentingan Harus Ada


Setiap asuransi harus ada kepentingan atas benda yang diasuransikan.
Persoalannya adalah bilamanakah kepentingan itu harus ada? Menurut ketentuan
Pasal 250 KUHD, kepentingan harus sudah ada pada saat diadakan asuransi. Ini
berarti apabila pada saat membuat perjanjian asuransi tertanggung tidak mempunyai
kepentingan, kemudian terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, penanggung
tidak berkewajiban membayar klaim ganti kerugian.
Misalnya, tertanggung mengasuransikan sebuah mobil terhadap bahaya
tabrakan dengan harapan jika terjadi tabrakan dia akan mendapat ganti kerugian.
Mobil tersebut milik orang lain yang dipinjam oleh tertanggung. Akan tetapi, dia
mengansuransikan mobil tersebut seolah olah miliknya sendiri, padahal dia tidak
berkepentingan sama sekali. Kemudian, terjadi tabrakan yang menimbulkan
kerugian. Pihak yang menderita kerugian adalah pemilik mobil, bukan tertanggung
yang meminjam mobil itu. Dalam hal ini penanggung tidak berkewajiban membayar
klaim ganti kerugian menurut Pasal 250 KUHD. Malahan, peminjam mobil itu harus
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pemilik mobil.

I. Jumlah Yang Diasuransikan


Jumlah yang diasuransikan (the sum insured) adalah jumlah yang dipakai
sebagai ukuran untuk menentukan jumlah maksimum ganti kerugian yang wajib
dibayar oleh penanggung dalam suatu asuransi kerugian. Jumlah yang diasuransikan
erat sekali hubungannya dengan nilai benda asuransi. Dengan ditentukan jumlah
14

yang diasuransikan, dapat diketahui apakah asuransi itu di bawah (under insurance),
atau atau sama dengan nilai benda asuransi (full insurance), atau melebihi nilai benda
asuransi (over insurance). Dengan demikian, dapat ditentukan jumlah maksimum
ganti kerugian yang dapat dibayar jika timbul kerugian akibat peristiwa yang menjadi
beban penanggung.
Menurut ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHD, asuransi yang melebihi jumlah
nilai benda atau kepentingan yang sesungguhnya hanya sah sampai jumlah nilai
benda tersebut. Apabila jumlah yang diasuransikan lebih besar daripada nilai benda
sesungguhnya, penanggung hanya bertanggung jawab membayar klaim ganti
kerugian sampai jumlah nilai benda sesungguhnya dalam hal timbul kerugian total
(totallos). Misalnya, sebuah rumah diasuransikan terhadap bahaya kebakaran dengan
jumlah asuransi Rp. 150.000.000. (seratus limapuluh juta rupiah), nilai rumah
sesungguhnya Rp. 100.000.000. (seratus juta rupiah). Jika rumah tersebut terbakar
habis, penanggung berkewajiban memenuhi klaim ganti kerugian hanya sampai
jumlah Rp. 100.000.000, (seratus juta rupiah).

J. Premi Asuransi
1. Premi Unsur Penting
Dalam Pasal 246 KUHD terdapat rumusan: “dengan mana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi”. Premi adalah salah
satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib
dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Dalam hubungan hukum asuransi,
penanggung menerima pengalihan risiko dari tertanggung dan tertanggung
membayar sejumlah premi sebagai imbalannya. Apabila premi tidak dibayar, asuransi
dapat dibatalkan atau setidak tidaknya asuransi tidak berjalan. Premi harus dibayar
lebih dahulu oleh tertanggung karena tertanggunglah pihak yang berkepentingan.
Sebagai perjanjian timbal balik, asuransi bersifat konsensual, artinya sejak terjadi
kesepakatan timbullah kewajiban dan hak kedua belah pihak. Akan tetapi asuransi
baru akan berjalan jika kewajiban tertanggung membayar premi telah dipenuhi.
Dengan kata lain, risiko atas benda beralih kepada penanggung sejak premi dibayar
oleh tertanggung. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa ada tidaknya asuransi
ditentukan oleh pembayaran premi. Premi merupakan kunci perjanjian asuransi.

2. Jumlah Premi yang Harus Dibayar


Penetapan tingkat premi asuransi harus di dasarkan pada perhitungan analisis
risiko yang sehat. Besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung
ditentukan berdasarkan penilaian risiko yang dipikul oleh penanggung. Dalam
praktiknya penetapan besarnya jumlah premi itu diperjanjikan oleh tertanggung dan
penanggung secara layak dan dicantumkan dalam polis. Besarnya jumlah premi
dihitung sedemikian rupa, sehingga dengan penerimaan premi dari beberapa
tertanggung, penanggung berkemampuan membayar klaim ganti kerugian kepada
15

tertanggung yang terkena peristiwa yang menimbulkan kerugian. Dalam jumlah


premi yang harus dibayar oleh tertangung juga termasuk biaya yang berkenaan
dengan pengadaan asu ransi itu. Rincian yang dapat dikalkulasikan dalam jumlah
premi adalah:
1) jumlah presentase dari jumlah yang diasuransikan.
2) jumlah biaya biaya yang dikeluarkan oleh penanggung, misalnya biaya materai,
biaya polis.
3) kurtase untuk pialang jika asuransi diadaan melalui pialang
4) keuntungan bagi penanggung dan jumlah cadangan.

3. Premi Restorno
Premi yang telah dibayar oleh tertanggung kepada penanggung dapat
dituntut pengembaliannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian jika
asuransi gugur atau batal, sedangkan tertanggung telah bertindak dengan itikat baik
(in good faith). Premi yang harus dibayar kembali oleh penanggung disebut premi
restorno (Pasal 281 KUHD). Pada premi restorno harus dipenuhi syarat bahwa
penanggung tidak menghadapi bahaya. Pasal 281 KUHD menekankan pada syarat
bahwa asuransi gugur atau batal bukan karena kesalahan tertanggung, bukan karena
itikad jahat tertanggung, melainkan karena penanggung tidak menghadapi bahaya.
Sudah selayaknya premi yang sudah dibayar oleh tertanggung itu dikembalikan oleh
penanggung. Hal ini sesuai dengan asas keseimbangan dan rasa keadilan.
Contoh asuransi yang gugur adalah asuransi pengangkutan laut. Asuransi
diadakan untuk barang yang diangkut, kemudian tidak jadi diangkut, asuransi
menjadi gugur (Pasal 635 KUHD). Dalam hal ini penanggung tidak menghadapi
bahaya. Karena itu ada premi restorno. Contoh asuransi yang batal adalah ketentuan
Pasal 282 KUHD, apabila asuransi batal karena itikad jahat tertanggung, misalnya
karena penipuan, maka dalam hal ini tidak ada premi restorno. Premi yang telah
dibayar tetap menjadi hak penanggung sebagai hukuman bagi tertanggung yang
beritikat jahat bahkan dengan itikad mengurangi pula adanya tuntutan pidana jika
ada alasan untuk itu.
16

BAB II
PERJANJIAN ASURANSI

A. Syarat Sah Perjanjian


Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam
KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
dalam KUHPerdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi
merupakan perjanjian khusus, maka di samping ketentuan- ketentuan syarat syarat
sah suatu perjanjian, berlaku jug asyarat- syaratk husus yang diatur dalam KUHD.
Syarat syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Menurut ketentuan Pasal tersebut, ada 4 (empat) syarat sah suatu per janjian, yaitu
kesepakatan para pihak, kecakapan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal.
Syarat yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam
Pasal 251 KUHD.

1. Kesepakatan (Consensus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi.
Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi:
a. benda yang menjadi objek asuransi ;
b. pengalihan risiko dan pembayaran premi ;
c. evenemen dan ganti kerugian ;
d. syarat syarat khusus asuransi ;
e. dibuat secara tertulis yang disebut polis.

Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara


langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua
belah pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan
secara tidak langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi
melalui jasa perantara. Penggunaan jasa perantara memang dibolehkan oleh
undang-undang. Dalam Pasal 260 KUHD ditentukan, apabila asuransi diadakan
dengan perantaraan seorang makelar, maka polis yang sudah di tandatangani
harus diserahkan dalam waktu 8 (delapan) hari setelah perjanjian dibuat. Dalam
Pasal 5 huruf a Undang Undang No. 2 Tahun 1992 ditentukan, Perusahaan Pialang
Asuransi dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili tertanggung
dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi.

2. Kecakapan dan Kewenangan (Authority)


Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum
yang diakui oleh undang undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat
subyektif dan ada yang bersifat obyektif. Kewenangan subyektif artinya kedua
pihak dewasa, sehat ingatan, tidak berada dibawah perwalian, atau pemegang
kuasa yang sah. Kewenangan obyektif artinya tertanggung mempunyai hubungan
yang sah dengan benda obyek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan
17

miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi
berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu
mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.

3. Objek Tertentu ( Fixed Object )


Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat
berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat
pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan
kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi
kerugian. Objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian
asuransi jiwa. Pengertian objek tertentu adalah bahwa identitas objek asuransi
tersebut harus jelas dan pasti. Apabila berupa harta kekayaan apa, berapa jumlah
dan ukurannya, dimana letaknya, apa mereknya, buatan mana, berapa nilainya
dan sebagainya. Apabila berupa jiwa atau raga atas nama siapa, berapa umurnya,
apa hubungan keluarganya, dimana alamatnya dan sebagainya.

4. Kausa Yang Halal (Legal Cause)


Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang
undang undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan. Contoh asuransi yang berkausa tidak halal
adalah mengasuransikan benda yang dilarang undang undang untuk
diperdagangkan, mengasuransikan benda tetapi tertanggung tidak mempunyai
kepentingan, jadi hanya spekulasi yang sama dengan perjudian. Asuransi bukan
perjudian dan pertaruhan.

5. Pemberitahuan (Notification)
Salah satu teori ilmu hukum yang dikenal dalam hukum asuransi adalah teori
objektifitas (objectivity theory). Menurut teori ini, setiap asuransi harus
mempunyai objek tertentu. Objek tertentu artinya jenis, identitas, dan sifat yang
dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti. Sifat objek asuransi wajib
diberitahukan oleh tertanggung kepada penanggung, tidak boleh ada yang
disembunyikan. Sifat objek asuransi mungkin dapat menjadi sebab timbulnya
kerugian. Berdasarkan pemberitahuan itu penanggung dapat mempertimbangkan
apakah dia akan menerima pengalihan risiko dari tertanggung atau tidak.
Berdasarkan ketentuan dalam KUHD, Tertanggung wajib memberitahukan kepada
penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat
mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi
batal. Menurut ketentuan Pasal 251 KUHD, semua pemberitahuan yang salah,
atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung
tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban
pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi
pemberatan risiko atas objek asuransi.
18

B. Terjadinya Perjanjian Asuransi


1. Teori Penawaran dan Teori Penerimaan
Di Indonesia yang mengikuti system hukum Eropa Kontinental, tawar
menawar menciptakan kesepakatan, yaitu syarat pertama sahnya perjanjian
menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt.

a. Teori Penawaran (bargainingtheory)


Terjadinya perjanjian asuransi didahului oleh serangkaian perbuatan
penawaran dan penerimaan yang dilakukan oleh tertanggung dan penanggung
secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut tidak ada pengaturan rinci
dalam undang-undang perasuransian, tetapi hanya dengan pernyataan
“persetujuan kehendak” sebagai salah satu unsur sahnya perjanjian dalam Pasal
1320 KUHPdt. Serangkaian perbuatan penawaran dan penerimaan untuk
mencapai persetujuan kehendak mengenai asuransi hanya dapat diketahui melalui
kebiasaan yang hidup dalam praktik bisnis asuransi.

b. Teori Penerimaan ( acceptancetheory )


Untuk mengetahui saat terjadi dan mengikat perjanjian asuransi, dapat
dikaji melalui teori penerimaan. Menurut teori penerimaan, saat terjadinya
bergantung pada kondisi konkret yang dibuktikan oleh perbuatan nyata
(menerima) atau dokumen perbuatan hukum (bukti menerima). Melalui
perbuatan nyata atau dokumen perbuatan hukum, baru dapat diketahui saat
terjadinya perjanjian, yaitu di tempat, pada hari dan tanggal perbuatan nyata
(penerimaan) itu dilakukan, atau dokumen perbuatan hukum (bukti penerimaan)
itu ditandatangani/diparaf oleh para pihak.
Berdasarkan teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat
pihak pihak pada saat penawaran sungguh sungguh diterima oleh tertanggung.
Sungguh sungguh diterima artinya penawaran tertulis pihak penanggung sungguh-
sungguh diterimaoleh tertanggung walaupun isi tulisan itu belum dibacanya.
Sungguh sungguh diterima itu dibuktikan oleh tindakan nyata dari tertanggung,
biasanya dengan menandatangani suatu pernyataan yang disodorkan oleh
penanggung yang disebut nota persetujuan ( cover note ). Atas dasar nota
persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung
yang disebut polis asuransi.

2. Perjanjian Asuransi Bersifat Tertulis


Perjanjian asuransi terjadi seketika setelah tercapai kesepakatan antara
tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik timbul sejak saat itu,
bahkan sebelum polis ditandatangani (Pasal 257 ayat (1) KUHD). Asuransi tersebut
harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis (Pasal 255
KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan
bahwaa suransi telah terjadi (Pasal 258 ayat (1) KUHD).
Ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan tadi dapat dipahami apabila
19

sejak saat terjadi asuransi sampai diserahkan polis yang sudah ditandatangani
tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jadi tidak ada persoalan apa-
apa. Akan tetapi, jika setelah terjadi asuransi belum sempat dibuatkan polisnya,
tetapi belum ditandatangani atau walaupun sudah ditandatangani, tetapi belum
diserahkan kepada tertanggung, kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan
kerugian bagi tertanggung. Dalam keadaan ini sulit membuktikan bahwa telah
terjadi asuransi karena pembuktiannya harus secara tertulis berupa akta yang
disebut polis.
Pasal 257 KUHD menegaskan walaupun belum dibuat polis, asurans sudah
terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung.
Kesepakatan itu dibuktikan dengan nota persetujuan yang ditandatangani oleh
tertanggung. Jadi, perjanjian asuransi sudah terjadi walaupun kemudian baru
dibuat secara tertulis dalam bentuk polis. Hak dan kewajiban tertanggung dan
penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota persetujuan.
Apabila polis belum dibuat pembuktian dilakukan dengan catatan, nota surat
perhitungan, telegram dan sebagainya. Surat surat ini disebut permulaan bukti
tertulis (the beginning of writing evidence).

C. Polis Bukti Asuransi


Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD, perjanjian asuransi harus dibuat secara
tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) PP Nomor
73 tahun 1992 menentukan bahwa, : polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan
nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh
mengandung kata, kata kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang
berbeda mengenai risiko yang ditutup asuransi, kewajiban penanggung dan kewajiban
tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.
Polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi
perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung, sebagai alat bukti tertulis, isi
yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata kata atau
kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit
tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam
pelaksanaan asuransi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat
syarat khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai
tujuan asuransi.

D. Kewajiban Pemberitahuan
1. Syarat Sah Asuransi Menurut KUHD
Kewajiban pokok tertanggung adalah membayar premi. Namun asuransi
juga menjadi batal apabila tertanggung melalaikan kewajiban lain yang sangat
esensial, yaitu kewajiban pemberitahuan kepada penanggung mengenai keadaan
benda yang diasuransikan.
20

Menurut ketentuan Pasal 251 KUHD, setiap pemberitahuan yang keliru atau
tidak benar, atau menyembunjikan hal hal yang diketahui oleh tertanggung
walaupun dengan itikad baik, sehingga seandainya penanggung setelah mengetahui
keadaan sebenarnya tidak akan mengadakan asuransi itu, atau dengan syarat syarat
yang demikian itu, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban pemberitahuan
merupakan realisasi penerapan teori objektivitas mengenai identitas dan sifat
benda objek asuransi.
Pasal 251 KUHD merupakan ketentuan khusus dari Pasal 1321 dan Pasal
1322 KUHPerdata. Kekhususannya adalah bahwa Pasal 251 KUHD tidak
mempertimbangkan apakah perbuatan tertanggung itu dilakukan dengan sengaja
atau tidak sengaja. Pokoknya, seandainya penanggung mengetahui keadaan
sebenarnya benda yang diasuransikanitu, dia tidak akan mengadakan asuransi
dengan syarat syarat yang demikian itu. Inilah syarat batal yang dimaksud dalam
Pasal 251 KUHD. Jadi, Pasal ini merupakan salah satu syarat penentuan sah tidaknya
asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung.

2. Kelemahan Pasal 251 KUHD


Ketentuan Pasal 251 KUHD mempunyai arti penting setelah terjadi peristiwa
(evenemen) yang menimbulkan kerugian, sehingga menjadi alasan bagi penanggung
untuk menghindarkan diri dari kewajiban membayar ganti kerugian. Namun, bagi
tertanggung yang jujur merupakan kekecewaan karena tidak mendapat ganti
kerugian dengan alasan asuransi batal, padahal dia telah berusaha untuk
mengadakan asuransi dengan maksud untuk menghindari risiko.
Perlindungan yang diberikan oleh pembentuk undang undang kepada
penanggung melalui Pasal 251 KUHD terlalu berlebihan. Sehingga tidak mustahil
pula ketentuan Pasal tersebut dijadikan senjata oleh penanggung untuk
menghantam tertanggung yang jujur atau beritikat baik, karena penanggung tidak
berkewajiban untuk menegur atau memberi peringatan guna menghindarkan hal
hal penyebab kebatalan.

3. Penyampingan Pasal 251 KUHD


Untuk mengatasi rasa ketidakadilan yang mungkin timbul, maka dalam
prakteknya tertanggung dan penanggung dapat memperjanjikan untuk
menyampingkan Pasal 251 KUHD dalam batas tertentu dan pada asuransi tertentu
pula berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Penyampingan Pasal tersebut
dilakukan dengan menggunakan klausula “renunsiasi” dan klausula “sudah
diketahui”.

4. Pemberitahuan Upaya Pencegahan Kerugian


Selain Pasal 251 KUHD, ada lagi Pasal Pasal yang mengatur tentang
kewajiban pemberitahuan tertanggung, yaitu Pasal 283 KUHD. Namun, Pasal ini
tidak mengancam dengan kebatalan, tetapi dengan membayar ganti kerugian bagi
tertanggung yang lalai.
21

Menurut ketentuan Pasal 283 KUHD, tertanggung wajib mengusahakan


segala upaya guna mencegah atau mengurangi kerugian, dan setelah terjadi
kerugian itu dia segera memberitahukan kepada penanggung, dengan ancaman
mengganti kerugian jika ada alasan untuk itu, segala biaya yang telah dikeluarkan
oleh tertanggung guna mencegah atau mengurangi kerugian itu, menjadi beban
penanggung.

E. Eksonerasi Penanggung
1. Eksonerasi dalam KUHD
Eksonerasi artinya pembatasan tanggungjawab, dalam hal ini pembatasan
tanggungjawab penanggung. Walaupun undang undang menentukan betapa luas
tanggungjawab penanggung, seperti tertulis dalam Pasal 290 dan Pasal 637 KUHD,
undang-undang juga memberikan pembatasa terhadap tanggungjawab
penanggung. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 249, Pasal 276 dan Pasal
293 KUHD.
Pasal 249 KUHD mengenai tanggung jawab atas benda asuransi. Pasal 276
KUHD mengenai tanggungjawab atas kesalahan tertanggung. Pasal 293 KUHD
mengenai pembatasan tanggungjawab atas pemberatan risiko. Terhadap 3 (tiga) hal
ini penanggung tidak bertanggungjawab untuk membayar ganti kerugian.
Apabila tertanggung dan penanggung ingin meniadakan pembatasan dalam
3 (tiga) Pasal tersebut, maka hal ini harus diperjanjikan secara khusus dan
dinyatakan dengan tegas dalam polis. Dengan menggunakan klausula all risks saja
tidaklah cukup membebaskan tertanggung dari risiko yang diatur dalam ketiga Pasal
KUHD yang disebutkan diatas.
Menurut ketentuan Pasal 249 KUHD ada 3 (tiga) jenis pembatasan tanggung
jawab penanggung terhadap benda asuransi, yaitu:
a. Cacat sendiri (Selfdefect)
Cacat sendiri adalah cacat yang tidak dapat disangkal melekat pada benda
asuransi yang seharusnya tidak boleh ada. Jadi, berasal dari benda itu sendiri,
bukan berasal dari luar, misalnya konstruksi bangunan yang tidak tepat, kapal
yang tidak layak laut atau buah buah yang terlalu masak.

b. Kebusukan sendiri (selfrot)


Kebusukan sendiri adalah kebusukan yang bersumber pada cacat sendiri. Jadi,
berasal dari dalam benda itu sendiri. Akan tetapi, jika kebusukan itu timbul
sebagai akibat pengaruh dari luar benda, itu tidak termasuk dalam pengertian
kebusukan sendiri. Misalnya, pengaruh dari luar antara lain karena perjalanan
berlarut larut berhubung cuaca buruk, karena temperature udara terlalu panas
atau dingin, karena terlalu lama disimpan dalam palka sehingga benda
mengalami kebusukan (rusak).
22

c. Sifat Kodrat
Sifat kodrat adalah sifat kodrat yang langsung menimbulkan kerugian, yang
datangnya dari dalam benda itu sendiri, bukan dari luar benda, misalnya kaca
yang mudah pecah, hewan yang mudah mati, barang yang mudah terbakar,
ataupun barang yang mudah mengerut (layu).

2. Kesalahan Tertanggung Sendiri


Pembatasan ini diatur dalam Pasal 276 KUHD. Menurut ketentuan Pasal
tersebut, tidak ada kerugian karena kesalahan tertanggung sendiri menjadi beban
penanggung. Bahkan penanggung berhak memiliki premi yang telah dibayar atau
menuntut premi apabila asuransi sudah mulai berjalan. Kesalahan tertanggung
sendiri adalah kesalahan karena tertanggung kurang hati-hati, kurang teliti, jadi
bukan karena kesengajaan. Perbuatan kurang hati-hati dapat menimbulkan
kerugian yang bukan menjadi tanggung jawab penanggung.
Berdasarkan Pasal 276 KUHD dapat dipahami bahwa, Asuransi sudah
diadakan dan sudah mulai berjalan menurut ketentuan yang telah di tetapkan
dalam polis. Kemudian, jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, peristiwa
mana karena kesalahan tertanggung sendiri, dalam hal ini, penanggung tidak
berkewajiban membayar klaim ganti kerugian, sedangkan premi yang telah dibayar
tetap menjadi hak penanggung. Bahkan, jika belum dibayar, penanggung berhak
menagihnya kepada tertanggung.
3. Pemberatan Risiko
Selain pembatasan tanggungjawab penanggung, adalagi yang perlu dibahas,
yaitu keadaan yang memberatkan risiko penanggung di luar kesalahan tertanggung.
Keadaan yang memberatkan risiko ini baru timbul setelah asuransi berjalan,
misalnya dekat rumah yang diasuransikan itu didirikan pabrik bahan peledak, di alur
pelayaran kapal ditanam ranjau. Pemberatan risiko semacam ini tidak ada
pengaturan secara umum dalam KUHD. Apabila terjadi pemberatan risiko yang
semacam itu, cara pemecahannya dapat ditunjuk Pasal 251 KUHD. Jika tertanggung
tidak memberitahukan hal itu kepada penanggung, maka asuransi batal, atau jika
menimbulkan kerugian, penanggung tidak berkewajiban membayar klaim ganti
kerugian.
Dalam asuransi kebakaran, pemberatan risiko diatur secara khusus dalam
Pasal 293 KUHD. Menurut ketentuan Pasal ini, apabila pada suatu gedung yang
diasuransikan terjadi perubahan tujuan penggunaan yang mengakibatkan lebih
besar ancaman bahaya kebakaran, sejak terjadi perubahan tujuan penggunaan itu
kewajiban penanggung memikul risiko menjadi berhenti. Pasal ini mengatur
asuransi kebakaran atas suatu gedung. Ketika diasuransikan, misalnya gedung itu
digunakan sebagai gudang penyimpanan tekstil. Setelah asuransi berjalan, gedung
tersebut digunakan untuk menyimpan LPG. Akibatnya, sejak terjadi perubahan
tujuan penggunaannya asuransi berhenti, penanggung bebas dari risiko.
23

F. Dokumen Perjanjian Asuransi


Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam
perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan
dapat diketahui berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan, obyek maupun isi
serta tujuan dari perjanjian yang dilakukan tertanggung dan penanggung. Dokumen
tersebut juga sangat penting terutama sebagai alat bukti yang sah baik untuk
kepentingan tertanggung maupun untuk kepentingan penanggung, serta pihak ketiga
yang mempunyai keterkaitan dengan perjanjian asuransi. Adapun dokumen penting
yang ada dalam setiap perjanjian asuransi adalah sebagai berikut :

1. Form Aplikasi
Form aplikasi adalah form yang memuat berbagai macam keterangan yang
berkaitan dengan penutupan asuransi. Form tersebut antara lain memuat tentang
identitas calon tertanggung, jenis pertanggungan, obyek yang dipertanggungkan,
besarnya pertanggungan, lama waktu pertanggungan serta besarnya premi yang
harus dibayar calon tertanggung, serta hal penting lainnya. Calon tertanggung
dalam perjanjian asuransi dipersyaratkan untuk mengisi dan mengajukan aplikasi
permohonan membeli asuransi meskipun pada kenyataannya yang melakukan
pengisian adalah agen asuransi, namun tanda tangan harus dibubuhkan oleh calon
tertanggung sendiri.

2. Kwitansi Premi
Kwitansi premi merupakan dokumen penting dari perajanjian asuransi, karena
tidak hanya secara materiil saja yang menunjukkan bahwa premi telah dibayar,
akan tetapi kwitansi tersebut juga merupakan alat bukti pembayaran yang sah
tentang telah terjadinya perjanjian asuransi terutama pada saat polis asuransi
belum diterbitkan oleh penanggung atau lembaga asuransi. Kwitansi juga
merupakan kelengkapan alat bukti yang dipersyaratkan untuk mengajukan klaim
apabila terjadi resiko yang menimpa diri tertanggung

3. Polis
Polis merupakan dokumen penting dalam perjanjian asuransi karena polis memuat
berbagai hal yang berkaitan dengan perjanjian asuransi. Polis merupakan alat
bukti yang menunjukkan tentang adanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik
tertanggung maupun penanggung. Hak tertanggung sebagaimana tertulis dalam
polis adalah hak tertanggung atas penggantian kerugian oleh penanggung
terhadap terjadinya resiko yang di derita dan kewajiban tertanggung atas
pembayaran sejumlah uang premi asuransi sesuai kesepakatan.
Dengan adanya tandatangan polis oleh penanggung, maka dapat dikatakan bahwa
penanggung telah terikat dengan tertanggung terhadap segala hak dan kewajiban
sebagaimana tertuang dalam polis.
24

Kandungan polis atau isi polis itu antara lain adalah :


a. Deklarasi
Deklarasi merupakan pernyataan yang dibuat oleh tertanggung, sumber
informasi mengenai resiko, dasar pengeluaran polis serta penentuan besarnya
premi. Deklarasi antara lain memuat; identitas tertanggung/penanggung, nilai
pertanggungan, ketentuan mengenai obyek pertanggungan serta masa
pertanggungan. Informasi mengenai hal tersebut diperoleh baik secara lisan
maupun secara tertulis dalam form aplikasi permohonan penutupan asuransi
yang ditandatangani calon tertanggung.

b. Pasal Pertanggungan
Pasal pertanggungan selanjutnya disebut klasula, merupakan bagian terpenting
dari suatu polis, karena dari klausula tersebut dapat dilihat ketentuan tentang
resiko yang ditanggung dalam perjanjian. Dengan demikian tanggung jawab
penanggung dalam hal terjadinya penggantian terhadap resiko yang terjadi
dapat diketahui oleh tertanggung.

c. Pengecualian
Setiap polis dalam perjanjian asuransi akan memuat bagian yang mengatur
secara tegas ketentuan mengenai pengecualian. Tertanggung oleh karenanya
harus tahu apa saja yang dikecualikan dalam penutupan perjanjian asuransi itu.

d. Kondisi
Kondisi yang dimaksud di dalam polis adalah tentang rincian tugas masing-
masing pihak sehubungan dengan penutupan asuransi. Mengingat bahwa
perjanjian asuransi merupakan kontrak bersyarat, maka ada keharusan dari
tertanggung untuk memahami kondisi-kondisi tertentu dan tidak
mengharapkan penanggung akan memenuhi kewajibannya menurut kontrak
jika ia tidak memenuhi kondisi yang diharuskan dalam perjanjian. Kondisi
sebagaimana diuraikan tersebut diantaranya adalah menyangkut pembayaran
premi atau pertanggungan-pertanggungan lainnya.

G. Hak Dan Kewajiban Para Pihak

Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam setiap perjanjian terkandung hak dan
kewajiban para pihak. Begitu pula dalam perjanjian asuransi antara tertanggung
dengan penanggung terdapat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pihak. Tidak dilaksanakannya kewajiban oleh salah satu pihak akan
berakibat pada pelaksanaan perjanjian asuransi yang telah dibuat. Hak dan kewajiban
tersebut antara lain adalah :

1. Hak dan Kewajiban Tertanggung


a. Hak Tertanggung
1) Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung (Pasal 259 KUHD);
25

2) Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung (Pasal 260


KUHD);
3) Meminta ganti kerugian kepada penanggung karena pihak yang disebut
terakhir lalai menandatangani dan menyerahkan polis, sehingga
menimbulkan kerugian kepada tertanggung;
4) Menuntut pengembalian premi, baik seluruhnya maupun sebagian,
apabila perjanjian asuransi batal atau gugur, dengan catatan tertanggung
bertitikad baik, sedangkan penanggung belum menanggung resiko (Pasal
281 KUHD);
5) Menuntut ganti kerugian apabila peristiwa yang diperjanjikan dalam polis
terjadi.

b. Kewajiban Tertanggung
1) Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD);
2) Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung, mengenai
objek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD);
3) Mengusahakan atau mencegah, agar peristiwa yang dapat menimbulkan
kerugian terhadap obyek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat
dihindari (Pasal 283 KUHD);
4) Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang
menimpa obyek yang diasuransikan, berikut usaha pencegahannya.

2. Hak dan Kewajiban Penanggung


1. Hak Penanggung
1) Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai perjanjian;
2) Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang
berkaitan dengan obyek yang diasuransikan kepadanya;
3) Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang
diperjanjikan terjadi, tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung
sendiri (Pasal 276 KUHD);
4) Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur,
yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung (Pasal 282
KUHD);
5) Melakukan asuransi kembali (reinsurance, herveszekering), kepada
penanggung yang lain, dengan maksud untuk membagi resiko yang
dihadapinya (Pasal 271 KUHD).

1. Kewajiban Penanggung
1) Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada
tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali jika
terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari
kewajiban;
26

2) Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung (Pasal 259,


260 KUHD);
3) Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur,
dengan syarat tertanggung belummenanggung resiko sebagian atau
seluruhnya (Pasal 281 KUHD);
4) Agar perjanjian asuransi terlaksana dengan baik, maka masing-masing
pihak dituntut untuk melaksanakan kewajiban nya berdasarkan itikad baik
yang merupakan prinsip penting dalam perjanjian pada umumnya
sebagaimana tertulis dalam Pasal 1338, ayat (3) KUH Perdata.
27

BAB III
POLIS ASURANSI

A. Pengertian Dan Fungsi Polis


Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD, perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 menentukan, polis atau bentuk perjanjian asuransi
dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak
boleh mengandung kata, kata kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang
berbeda mengenai risiko yang ditutup asuransi, kewajiban penanggung dan kewajiban
tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.
Polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian
asuransi antara tertanggung dan penanggung, sebagai alat bukti tertulis, isi yang
tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata kata atau kalimat yang
memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung dan
penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Di
samping itu, polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat syarat khusus yang menjadi
dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi.

2. Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus
memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
1 Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
2 Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga;
3 Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
4 Jumlah yang diasuransikan;
5 Bahaya bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
6 Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan
penanggung;
7 Premi asuransi;
8 Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji
janji khusus yang diadakan oleh para pihak.

3. Syarat-Syarat Polis Secara Umum


1 Polis harus memuat kapan perjanjian asuransi dibuat, misalnya : Hari, tgl, dll
a. Menentukan sejak kapan perjanjian itu mulai berlaku dan ini mengenai kapankah
resiko itu beralih
b. Menentukan perjanjian mana yang lebih dahulu terjadi karena perjanjian
Asuransi mungkin terjadi perjanjian 1,2 dst. Jadi perjanjian I, kalau double
perjanjian maka batal demi hukum (Pasal 252 KUHD)
28

2 Polis harus membuat nama para pihak yang melakukan perjanjian pertanggungan
 Siapa penanggung
 Siapa tertanggung
 Apakah dia bertanggung sendiri atau untuk orang lain
 Orang yang mempertanggungkan pihak ketiga harus dimuat dalam polis. Kalau
tidak disebut dalam polis untuk kepentingan pihak ketiga maka dianggap untuk
kepentingan sendiri.
 Apabila tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian batal demi hukum
3 Dalam Pasal 256 KUHD, Polis harus memuat mengenai uraian benda pertanggungan.
Misalnya : tentang jenis bendanya; Ukurannya; Sifatnya; Letaknya; Jumlahnya.
Gunanya agar Para pihak dalam pertanggungan tidak keliru, kalau ternyata
para pihak tidak memberitahukan secara detail maka perjanjian batal demi hukum.
4 Berapa jumlah/nilai yang akan dipertanggungkan atau nilai ganti rugi yang akan
dimintakan, jumlah pertanggungan dikaitkan dengan nilai benda dan minimal harus
sama dengan nilai benda dengan jumlah pertanggungan . Jumlah maksimum yang
diterima seseorang
5 Bahaya-bahaya yang akan dijadikan acuan dalam pertanggungan, misalnya Banjir;
Bencana alam; Kebakaran, serta Bahaya-bahaya yang dianggap peralihan resiko
tanggung jawab penanggung adalah sepanjang dicantumkan dalam polis.
6 Kapankah bahaya itu dimulai dan berakhirnya, Ini berkaitan dengan Jangka waktu
pertanggungan. Misal : dari gudang ke gudang
7 Polis harus memuat Premi pertanggungan
8 Premi merupakan Kontrak prestasi /imbalan dari seorang tertanggng kepada
penanggung. premi biasanya dihitung berdasarkan persentase dari jumlah
pertanggungan semakin besar premi muka peralihan resiko semakin besar.
9 Cara membayar Premi : Ditentukan dalam polis, misalnya harus lunas atau diangsur
dalam periode tertentu.
10 Polis harus memuat semua keadaan dan semua syarat-syarat yang harus disepakati
oleh para pihak.

4. Jenis-Jenis Polis
Dalam praktik asuransi, dikenal berbagai jenis polis sebagai berikut :
1. Polis maskapai
Polis yang ditertibkan oleh perusahaan maskapai atau perusahaan pertanggungan
karena pada umumnya penanggung menentukan isi polis yang ada dalam polis
maskapai dia memuat ketentuan / syarat umum khusus
2. Polis Bursa
Polis yang digunakan oleh Bursa (pasar) asuransi. Polis yang satu kelompok yang
memuat polis seragam.
Polis Bursa terbagi 2 (dua) :
29

a. Polis Amsterdam ( dianut di Indonesia ), yaitu polis yang diterbitkan oleh Bursa
Amsterdam
b. Polis Bursa Rotterdam, yaitu polis yang diterbitkan oleh Bursa Rotterdam
3. Polis loyet Lloyde
Dikeluarkan oleh Bursa di London anggota loyed dan boleh digunakan anggota loyed

Jika dilihat dari sifat pertanggungan maka jenis polis


1. Polis perjalanan
Polis yang dikaitkan dalam satu kali perjalanan / suatu pelayanan dari suatu tempat ke
tempat lain.
2. Polis waktu
Dikaitkan dengan waktu tertentu / jangka waktu tertentu biasanya ditentukan secara
tepat dan tegas mengenai : Tanggal dan Tempat. Contoh : Ditutup suatu polis
asuransi tanggal 19 Desember 2006 jam 16.00 sampai 19-12-2007 jam 16.00

5. Klausula Dalam Polis


Aturan-aturan khusus yang ditentukan para pihak dalam suatu perjanjian pertanggungan/
syarat-syarat khusus.
1. Klausula primer Resque (primer resiko)
yaitu Klausula yang berisi resiko-resiko yang utama. Klausula ini digunakan dalam
pertanggungan bahaya pencurian.
Isi primer Resave (Pasal 253 (3) KUHD) : “Seandainya tertanggung dalam
pertanggungan itu sebagian resiko yang ada pada benda pertanggungan (parsial los)
Contoh : nilai suatu barang 1 milyar maka ia mempertanggungkan ½ milyar dan
apabila terjadi peristiwa maka pertanggungan harus membayar penuh kerugian
sesuai dengan jumlah nilai pertanggungan” .
Jika terjadi resiko nilainya 400 juta, tapi karena dia menggunakan primer resiko maka
si Penanggung harus membayar 500 juta.
2. Klausula All Risk
Si penanggung menanggung semua resiko yang terjadi / tanpa batas
Contoh : Pertanggungan mobil, karena bencana alam maka penanggung harus
membayar resiko penuh.
3. Klausula sudah mengetahui
Berisi klausula diketahui dalam pertanggungan kebakaran, artinya seorang
penanggung sudah mengetahui tentang benda yang dipertanggungkan, kalau terjadi
peristiwa penanggung tidak boleh menghindar, tapi kalau tertanggung merahasiakan
keadaan benda maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian.
4. Klausula free from farticular everange (GPA ) berkaitan dengan pertanggungan laut.
Isinya : Penanggung dibebaskan dari kewajiban ganti kerugian kalau terjadi peristiwa
khusus dilautan. Contoh : Barang yang diangkut diambil oleh perampok (bajak laut
(Pasal 709 KUHD)
30

5. Klausula with Porticular everange (WPE)


Isinya seorang penanggung harus membayar ganti kerugian terhadap peristiwa-
peristiwa khusus yang ada di lautan

6. Pihak Pembuatan Polis


Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 254 KUHD, yang berhak membuat polis asuransi
adalah pihak tertanggung berdasarkan keinginannya. Dalam praktek polis dibuat oleh
penanggung dan tertanggung belum sampai mempelajarinya, jadi langkah untuk
memberikan waktu yang luas bagi tertanggung.
31

BAB IV
PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI

Dengan telah diadakannya perjanjian asuransi bukan berarti bahwa penanggung harus
melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, dengan membayar ganti rugi kepada pihak
tertanggung. Pelaksanaan prestasi tertanggung hanya akan direalisasikan apabila
peristiwa tertentu yang diperjanjikan itu terjadi dan menimbulkan kerugian kepada
tertanggung.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar penanggung itu melaksanakan prestasinya
adalah:
1. Adanya peristiwa yang tidak tertentu;
2. Hubungan sebab akibat;
3. Cacat atau kebusukan benda;
4. Kesalahan sendiri dari tertanggung;
5. Azas indemnity (keseimbangan);
6. Nilai benda yang dipertanggungkan;
7. Hal-hal yang memberatkan risiko;
8. Subrograsi;
9. Persekutuan dari penanggung;
10. Restomo.

1. Adanya peristiwa yang tidak tertentu


Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa perjanjian asuransi itu adalah perjanjian
bersyarat. Sedang syarat yang diperjanjikan dalam polis adalah kerugian yang ditimbulkan
oleh peristiwa yang tidak tertentu (evenement). Yang dimaksud dengan peristiwa tidak
tertentu di sini adalah peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, dan secara subyektif
diketahui bahwa peristiwa itu belum timbul sebelumnya dan tidak ada kepastian bahwa
peristiwa itu akan terjadi. Seandainya peristiwa itu telah terjadi atau secara obyektif
diketahui pasti akan terjadi, maka perjanjian masih secara sah berlaku asalkan
tertanggung tidak mengetahui sama sekali bahwa peristiwa itu telah atau pasti akan
terjadi.

2. Hubungan sebab akibat


Kerugian yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa tertentu (evenement) tidak secara
otomatis menyebabkan kerugian itu dibayar. Agar suatu kerugian itu diberikan ganti oleh
penanggung, harus dapat dibuktikan terlebih dahulu bahwa kerugian itu adalah
disebabkan oleh peristiwa yang termasuk ke dalam tanggung jawab penanggung. Apabila
ada beberapa peristiwa yang menyebabkan kerugian, dan beberapa di antaranya
termasuk ke dalam jenis peristiwa yang dijaminkan kepada penanggung, maka untuk
menentukan sejauh manakah penanggung harus bertanggung jawab adalah suatu hal
yang tidak mudah.
32

Untuk menentukan apakah penanggung bertanggung jawab terhadap suatu kerugian


yang terjadi atau tidak, ada beberapa pendapat sebagai berikut:
1. Teori Causa Proxima
Menurut teori ini, maka hanya peristiwa yang secara kronologis mempunyai urutan
terdekat kepada kerugian saja yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
penanggung. Teori ini dianut oleh Marine Insurance Act 1906 sebagaimana
dinyatakan oleh Pasal 55-nya yang berbunyi: He (insurer) is not liable for any loss
which is not proximately caused by a peril insured against.
2. Teori Conditio Sine Quanon
Berdasarkan teori ini, maka yang dianggap sebagai peristiwa yang menimbulkan
kerugian adalah setiap/semua peristiwa yang mendahului terjadinya kerugian
tersebut.
3. Teori Causa Remota
Teori ini menyatakan bahwa peristiwa (peril) yang menyebabkan timbulnya kerugian
adalah peristiwa yang paling jauh.
4. Teori Adequate
Berdasarkan teori ini, maka peristiwa yang dianggap sebagai peristiwa yang
menimbulkan kerugian adalah peristiwa yang berdasarkan pengalaman dianggap
pantas menimbulkan kerugian tersebut. Jadi tidak perlu adanya hubungan yang
tegas. Yang diperlukan hanya suatu penilaian, yaitu apakah suatu peristiwa itu pantas
terjadi apabila suatu peristiwa tertentu Iainnya itu terjadi.
Keempat teori itu ternyata tidak dapat memecahkan masalah untuk menemukan
peristiwa yang sekiranya dapat dianggap sebagai peristiwa yang menimbulkan kerugian,
terutama dalam hal kerugian itu ditimbulkan oleh beberapa peristiwa yang mempunyai
hubungan sebab akibat. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut: Sebuah
bangunan diasuransikan terhadap bahaya kebakaran. Suatu hari rumah itu terbakar,
namun pada waktu yang bersamaan, juga ada angin badai yang bertiup sangat kencang
dan berputar-putar serta hujan deras. Dalam kejadian seperti itu, tidak mudah untuk
menentukan kerugian yang disebabkan oleh masing-masing peristiwa.
Banyak polis asuransi yang secara tegas hanya menjamin beberapa peristiwa tertentu
atau menjamin semua risiko (All risks), walaupun penulisan seperti itupun belum tentu
dapat memecahkan masalah mengenai ada atau tidaknya kesalahan sendiri yang biasanya
tidak dijamin. Dalam hal yang pertama, maka risiko dari kerugian yang disebutkan dalam
polis saja yang dijamin, sedang pada yang kedua maka penanggung hanya memberikan
ganti rugi tanpa melihat/ membedakan peristiwa penyebabnya, kecuali kesalahan sendiri.
Yang banyak dianut sekarang ini adalah sebagaimana diutarakan oleh Scheltema bahwa
pada dasarnya, penanggung harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul
yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang masih dalam lingkungan/deretan
hubungan sebab-akibat yang dianggap layak menimbulkan kerugian. Oleh karena itu,
apabila terjadi suatu kebakaran dan kemudian barang-barang yang dimiliki oleh orang
33

yang kena musibah itu banyak yang hilang, maka kerugian yang diakibatkan oleh
kehilangan tersebut juga mendapatkan ganti kerugian. Prinsip semacam ini dianut oleh
Pasal 290 KUHD.

3. Catat atau kebusukan benda


Pasal 249 KUHD menentukan apabila bahwa dalam polis secara tegas mengecualikan
kerugian yang ditimbulkan oleh suatu cacat, kebusukan sendiri atau karena sifat dari
barang yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidak akan bertanggung jawab
terhadap kerugian yang disebabkan oleh hal-hal yang disebutkan tadi. Kecuali dalam
perjanjian asuransi kesehatan karena dalam perjanjian semacam itu, yang
dipertanggungkan justru cacat dari badan itu sendiri, namun itupun tidak berlaku apabila
cacat itu disembunyikan sewaktu kontrak akan ditandatangani atau penyakit telah ada
sebelumnya.

4. Kesalahan sendiri dari tertanggung


Pasal 276 KUHD menyatakan bahwa pada dasarnya penanggung tidak akan bertanggung
jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahan tertanggung sendiri. Namun,
kesalahan sendiri itu tetap terbuka untuk dipertanggungkan, karena kesalahan sendiri itu
juga merupakan suatu peristiwa yang tidak tertentu. Apabila kesalahan sendiri itu akan
dipertanggungkan, harus dinyatakan secara tegas dalam polis.

5. Prinsip indemnity (keseimbangan)


Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan untuk
mengalihkan risiko dan tertanggung kepada penanggung dengan cara membeli polis
asuransi. Dengan dialihkannya risiko kepada penanggung, maka apabila terjadi kerugian
yang disebabkan oleh peril yang dijaminkan, penanggung akan membayar ganti rugi
sebesar nilai kerugian/nilai pertanggungan.
Dalam memberikan ganti rugi tersebut berlakulah azas keseimbangan karena ganti rugi
yang diberikan harus seimbang dengan nilai kerugian. Jadi perjanjian asuransi itu hanya
bertujuan untuk mengembalikan kedudukan ekonomi tertanggung seperti semula, dan
tidak bermaksud untuk mencari/memberikan keuntungan kepada pihak tertanggung.
Sebagai akibatnya, apabila sebuah benda dipertanggungkan dan nilai pertanggungannya
melebihi nilai benda itu sendiri, maka tertanggung hanya berhak menerima ganti rugi
sebesar nilai bendanya itu (kecuali dalam perjanjian rangka kapal atau marine hull yang
membolehkan untuk menanggungkan kapal sebesar agreed value). KUHD mengatur azas
tersebut dalam Pasal 250, 264, 268, dan 612.

6. Nilai benda yang dipertanggungkan


Dalam asuransi, nilai benda yang dipertanggungkan sangat panting. Hal tersebut
disebabkan oleh tujuan perjanjian asuransi adalah hanya untuk memberikan ganti
kerugian sebesar nilai kerugian yang terjadi, sehingga nilai barang yang dipertanggungkan
sangat penting untuk diketahui. Dari situ pula dapat kita ketahui apakah perjanjian
pertanggungan itu under valued, proper valued ataukah over valued. Karena nilai benda
34

yang dipertanggungkan penting untuk diketahui secara tepat oleh para pihak yang
berkepentingan, maka perlu dilakukan penaksiran harga barang secara benar.
Di dalam hukum pertanggungan, dikenal beberapa cara penaksiran sebagai berikut:
a. Penaksiran oleh para pihak yang berkepentingan. Menurut cara ini maka pihak
penanggung dan tertanggung menentukan bersama-sama nilai benda yang
dipertanggungkan, yang merupakan nilai yang pasti dan tetap. Walaupun nilai tetap
itu ditentukan secara mufakat oleh kedua pihak, namun undang-undang masih
membuka kemungkinan bagi pihak penanggung untuk menurunkan nilai itu apabila
dianggap terlalu tinggi. Dalam hal demikian, maka penanggung harus dapat
membuktikannya di depan hakim (Pasal 274).
b. Penaksiran oleh para ahli.
Para pihak dalam perjanjian asuransi dapat meminta agar para ahli yang menentukan
nilai benda yang dipertanggungkan. Nilai yang ditetapkan para ahli itu adalah
merupakan nilai final, yang tidak dapat diubah lagi, kecuali apabila di kemudian
ternyata dapat dibuktikan adanya penipuan (Pasal 275 KUHD).
Penyimpangan dari kedua cara tersebut di atas dapat ditemukan pada perjanjian
pertanggungan asuransi pengangkutan laut (marine cargo insurance) sebagaimana
diatur oleh Pasal 273 KUHD. Dalam perjanjian asuransi semacam itu, seringkali tidak
disebutkan nilai benda yang dipertanggungkan, sehingga polisnya disebut sebagai
Polis Terbuka (Open policy). Namun adakalanya bahwa dalam polis itu disebutkan
nilai benda yang dipertanggungkan, yang ditentukan secara sepihak oleh pihak
tertanggung. Dalam hal demikian, maka tertanggung harus dapat membuktikan harga
tersebut.

7. Hal-hal yang memberatkan risiko


Seringkali terjadi bahwa setelah perjanjian asuransi itu ditandatangani, keadaan yang
dapat menyebabkan timbulnya risiko itu bertambah besar (timbul hazard baru baik yang
berupa fisik, moral, morale atau legal hazard). Pertanyaan yang timbul kemudian adalah,
apakah bertambahnya hazard tersebut dapat menyebabkan batalnya perjanjian asuransi?
KUHD mempunyai pengaturan yang bersifat umum dan khusus. Beberapa ketentuan yang
dapat dikemukakan di sini adalah sebagai berikut :
a. Pengaturan yang bersifat umum
Pengaturan semacam ini dapat dijumpai pada Pasal 276 dan 294 KUHD, yang secara
umum menetapkan bahwa penanggung tidak akan menjamin kerugian yang timbul
apabila kerugian itu disebabkan oleh kesalahan tertanggung.
b. Pengaturan yang bersifat khusus
Pengaturan semacam itu dijumpai pada Pasal 293 KUHD. Pasal ini menentukan
bahwa dalam perjanjian asuransi kebakaran, apabila perubahan yang menyebabkan
bertambah besarnya kerugian itu telah ada sebelum perjanjian asuransi itu diadakan,
maka akan menyebabkan berakhirnya perjanjian pertanggungan. Sebagai contoh
35

adalah adanya perubahan pada pemakaian gedung atau adanya perubahan fisik dari
gedung itu yang menyebabkan risiko bertambah besar.
Selanjutnya ketentuan Pasal 638 KUHD, yang menentukan bahwa perjanjian asuransi
laut akan berhenti apabila nahkoda, baik atas kehendak sendiri atau atas perintah
pemilik kapal tanpa persetujuan penanggung mengubah route pelayaran, kecuali jika
secara tegas diperjanjikan bahwa nahkoda dapat mengubah route kapal. Ketentuan
ini berhubungan dengan klasifikasi kapal, yang menyebabkan bahwa kapal hanya laik
untuk berlayar pada laut atau perairan tertentu saja. Perubahan route pelayaran
akan dapat menyebabkan meningkatnya kemungkinan peril yang dapat menimbulkan
kerugian.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa penanggunglah
yang dilindungi. Guna lebih mengefektifkan ketentuan-ketentuan itu, banyak polls yang
mencantumkan klasula pengecualian semacam itu.

8. Subrograsi
Di dalam hukum perjanjian kita mengenal adanya perikatan yang timbul karena
perbuatan orang yang melawan hukum dan perikatan yang timbul karena undang-
undang.
Pasal 1365 KUHPerdata menetapkan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Di sini undang-undang
menetapkan bahwa perikatan dapat timbul karena perbuatan melanggar hukum.
Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut di atas, bagi pemegang polis yang
menderita kerugian yang disebabkan oleh bahaya yang diperjanjikan dalam polis karena
kesalahan orang lain, dapat menuntut ganti rugi dari dua pihak. Namun hal semacam itu
bertentangan dengan prinsip indemnity yang berlaku dalam hukum asuransi. Oleh karena
itu, pembentuk undang-undang telah memberikan rambu-rambu guna mencegah
penyalahgunaan semacam itu. Pasal 284 KUHD menentukan bahwa penanggung yang
telah membayar ganti terhadap suatu barang yang dipertanggungkan, memperoleh
semua hak tertanggung yang timbul karena adanya kerugian itu pada pihak ketiga Prinsip
itu disebut sebagai subrograsi.

9. Persekutuan dari penanggung


Persekutuan dari penanggung itu terjadi dalam hal atas suatu polis asuransi yang sama,
beberapa penanggung memberikan jaminan kepada suatu obyek asuransi dengan harga
melebihi nilai dan barang itu sendiri. Dalam pertanggungan semacam itu, maka setiap
penanggung hanya bertanggung jawab seimbang dengan risiko yang ditanggungnya
menurut harga barang yang sebenarnya. Prinsip ini diatur dalam Pasal 278 KUHD, dan
ketentuan itu sesuai dengan prinsip indemnity yang berlaku dalam hukum asuransi.
10. Restorno
36

Yang dimaksudkan dengan restorno adalah pembayaran kembali premi asuransi karena
gugurnya/batalnya perjanjian asuransi. Dasar hukum dari azas ini adalah Pasal 1359
KUHPer yang menyatakan bahwa tiap-tiap pembayaran yang memperkirakan adanya
utang, maka atas semua pembayaran yang tidak wajib dan telah dilakukan dapat dituntut
pengembaliannya. Batalnya perjanjian antara lain dapat disebabkan oleh adanya
penipuan, adanya paksaan secara fisik atau secara rohani sebagaimana diatur oleh Pasal
1321 sampai dengan 1328 KUHPer. Pengecualian dan kewajiban untuk dikembalikan
diberikan kepada biaya atau bunga apabila memang ada (Pasal 1452 dan 1453 KUHPer).
Dalam hukum asuransi, penerapan azas ini harus hati-hati karena dapat merugikan
penanggung yang disebabkan oleh adanya itikad yang tidak balk dan tertanggung,
terutama tertanggung yang tidak mempunyai kepentingan terhadap obyek yang
diasuransikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Pasal 281 KUHD menentukan
bahwa premi restomo itu tidak akan ada apabila tertanggung mempunyai itikad buruk.
Tertanggung memperoleh hukuman dengan membiarkan premi tetap berada pada
penanggung.
Selain dan pada itu, perlu diperhatikan adanya beberapa hal lain yang berpengaruh
terhadap pelaksanaan perjanjian asuransi. Hal-hal penting dimaksud adalah:
a. Penyerahan polis dan atau premi
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang, polis harus diserahkan dalam
waktu 24 jam setelah dimintakan tanda tangan kepada penanggung apabila
penutupan itu tidak melalui perantara (Pasal 259 KUHD). Dalam hal penutupan
asuransi dilakukan melalui pialang, maka polis harus diserahkan kepada tertanggung
dalam waktu delapan hari setelah penutupan asuransi (Pasal 260 KUHD). Kerugian
yang timbul dari kelalaian tersebut merupakan tanggung jawab penanggung atau
pialang (Pasal 261KUHD).
Apabila polis mengatur mengenai jangka waktu penyerahan premi dan premi
dibayarkan melalui pialang, maka Pasal 22 ayat 3 PP no. 73/1992 menyatakan bahwa
perusahaan pialang asuransi harus bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang
terjadi apabila penyerahan premi kepada perusahaan asuransi dilakukan di luar
jangka waktu yang ditetapkan dalam polis tersebut.

b. Berpindahnya hak milik


Suatu pertanggungan biasanya berlaku efektif untuk jangka waktu tertentu. Apabila
dalam masa pertanggungan, barang yang dipertanggungkan itu dialihkan
kepemilikan-nya kepada pihak lain, maka perjanjian asuransi itu berlangsung terus
untuk keuntungan pemilik baru sepanjang tidak ditentukan sebaliknya atau pemilik
baru menolak. Ketentuan ini berlaku bahkan apabila pertanggungan itupun tidak
ditentukan dialihkan. Apabila pemilik baru menolak pengalihan pertanggungan, maka
keuntungan atas perjanjian asuransi menjadi hak tertanggung atau pemilik lama
(Pasal 263 KUHD).
37

Ketentuan Pasal ini memang agak menyimpang dari prinsip asuransi umumnya,
karena dengan beralihnya kepemilikan atas suatu barang maka hazard yang dihadapi
juga akan berubah. Sedang dalam hal pemilik baru barang yang dipertanggungkan itu
menolak dialihkannya pertanggungan, maka apabila terjadi kerugian atas barang
tersebut, maka pemilik lama sebetulnya juga sudah tidak mempunyai kepentingan
lagi terhadap barang itu.
c. Over valued
Apabila suatu barang dengan itikad baik diasuransikan beberapa kali yang nilai
pertanggungannya melebihi nilai barang itu sendiri, maka dalam hal pertanggungan
pertama telah mencakup harga sepenuhnya, hanya pertanggungan yang pertamalah
yang mengikat. Sedang dalam hal pertanggungan pertama itu tidak
mempertanggungkan harga sepenuhnya, maka penanggung berikutnya secara
berturut-turut bertanggung jawab terhadap harga selebihnya berdasarkan urutan
waktu ditutupnya pertanggungan tersebut (Pasal 277 KUHD).
Selanjutnya, apabila suatu barang ditutup asuransinya oleh beberapa perusahaan
asuransi dalam satu polis dengan jumlah pertanggungan yang melebihi nilai barang
itu sendiri, maka mereka bertanggung jawab secara proporsionil sebesar nilai barang
itu (Pasal 278KUHD).
d. Batalnya pertanggungan
Suatu perjanjian asuransi adakalanya gugur atau batal seluruhnya atau sebagian.
Apabila si tertanggung mempunyai itikad yang baik, maka penanggung wajib
mengembalikan uang premi seluruhnya atau sebagian (Pasal 281 KUHD). Mengenai
hal ini, Pasal 11 Keputusan Menteri Keuangan nomor 225/KMK.017/1993
menentukan bahwa dalam hal terjadinya pembatalan polis asuransi kerugian atas
kehendak penanggung, pengembalian premi dilakukan secara prorata berdasarkan
sisa jangka waktu pertanggungan. Sedang dalam hal pembatalan pertanggungan
asuransi kerugian itu diajukan oleh tertanggung, maka pengembalian premi harus
dihitung dari jumlah premi satu tahun dikurangi premi untuk jangka waktu
pertanggungan yang telah berjalan, sesuai dengan tarif premi untuk pertanggungan
kurang dari satu tahun yang ditetapkan oleh perusahaan, dan tidak termasuk bagian
premi yang dibayarkan sebagai komisi kepada perusahaan pialang asuransi.
Untuk polis asuransi jiwa, Pasal 12 Keputusan Menteri Keuangan nomor
225/KMK.017/1993 menentukan bahwa apabila pertanggungan itu dibatalkan dan
polisnya mempunyai unsur tabungan sebelum tanggal jatuh tempo, premi harus
dikembalikan paling sedikit sejumlah nilai tunainya. Sebaliknya apabila polis itu tidak
mempunyai nilai tunai, maka pengembalian premi harus dilakukan dengan cara
seperti pada Pasal 11 di atas.
Pasal 282KUHD memberikan perlindungan kepada penanggung terhadap batalnya
perjanjian asuransi oleh kelicikan atau penipuan yang dilakukan oleh tertanggung.
Apabila hal itu terjadi, maka penanggung tetap berhak atas premi yang diterimanya.
38

Sedang tertanggung selain tidak berhak atas premi yang telah dibayarkannya, juga
dapat dikenakan ancaman pidana atas penipuan yang telah dilakukan itu.
Berdasarkan kepada uraian di atas, maka jelaslah bahwa baik penanggung maupun
tertanggung sama-sama mempunyai hak dan kewajiban terhadap perjanjian
pertanggungan agar perjanjian tersebut dapat berjalan sebagaimana diharapkan kedua
belah pihak. Apabila ada pihak dalam perjanjian yang menggunakan kesempatan untuk
keuntungan dirinya sendiri dan merugikan pihak lain, ketentuan-ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang sebagaimana disebutkan di muka telah menetapkan hukumnya.
Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan bersama, kiranya baik penanggung
maupun tertanggung diharapkan benar-benar dapat menunjukkan itikad baiknya.
39

BAB V
ASURANSI JIWA

A. Pengertian Asuransi Jiwa


Dalam KUHDagang yang mengatur tentang asuransi jiwa, pengaturannya sangat singkat
sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) Pasal yaitu Pasal 302 sampai dengan Pasal 308.
Pasal 302 KUHD sebagai dasar asuransi jiwa, menyatakan bahwa : “Jika seseorang dapat
guna keperluan seseorang yang berkepentingan, dipertanggungkan, baik untuk selama
hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.”
Pengertian asuransi jiwa yang terdapat pada ketentuan di atas lebih menekankan kepada
suatu waktu yang ditentukan dalam asuransi jiwa. Sedangkan untuk waktu selama
hidupnya tidak ditetapkan dalam perjanjian, ini berarti undang-undang tidak tegas
memberi kemungkinan untuk mengadakan asuransi jiwa itu selama hidupnya bagi yang
berkepentingan.
Selain dari definisi/ pengertian formil yang terdapat dalam undang-undang, ada juga
pendapat ahli hukum juga memberikan definisi asuransi jiwa dimaksud.
Menurut Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika yang dikutip dari pendapat Molenggraf
berpendapat bahwa, “Asuransi jiwa dalam pengertian luas memuat semua perjanjian
mengenai pembayaran sejumlah modal atau bunga, yang didasarkan atas kemungkinan
hidup atau mati, dan daripada itu pembayaran premi atau dua-duanya dengan cara
digantungkan pada masa hidupnya atau meninggalnya seseorang atau lebih.
Kemudian menurut Wirjono Prodjodikoro, pada Pasal 1a Bab I Staatsblad 1941-101,
pengertian asuransi jiwa sebagai berikut : ”Perjanjian asuransi jiwa ialah perjanjian
tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan yang berhubungan dengan
hidup atau matinya seseorang termasuk juga perjanjian asuransi kembali/uang dengan
pengertian/catatan bahwa perjanjian dimaksud tidak termasuk perjanjian asuransi
kecelakaan.
Sedangkan menurut H.M.N Purwosutjipto, “Asuransi jiwa dapat diartikan sebagai
pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi
dengan penanggung dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya
pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung
sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau
telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan mengikat diri untuk membayar
sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk untuk penutup asuransi sebagai
penikmatnya.
Kemudian menurut Volmar, menyebutkan pertanggungan jiwa itu dengan istilah sommen
verzekering, berpendapat bahwa : “Secara luas sommen verzekering itu dapat diartikan
sebagai suatu perjanjian dimana suatu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar
40

sejumlah uang secara sekaligus atau periodik, sedangkan pihak mengikatkan dirinya untuk
membayar premi dan pembayaran itu adalah tergantung kepada hidup atau matinya
seseorang tertentu atau lebih.
Santoso Poejosoebroto memberikan pengertian asuransi itu sebagai berikut,
“Asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak
penanggung dengan menerima premi mengikatkan diri untuk memberikan
pembayaran kepada pengambil asuransi atau orang yang ditunjuk, karena
terjadinya peristiwa yang belum pasti. Yang disebutkan di dalam perjanjian, baik
karena pengambil asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan
oleh peristiwa lain, maupun karena peristiwa tadi mengenai hidup dan kesehatan.

Makna asuransi jiwa dapat dilihat dari beberapa segi yaitu segi jaminan, segi sosial, segi
ekonomi, segi finansial.
Dari segi jaminan, asuransi jiwa merupakan asuransi dengan manusia sebagai
kepentingan interest yang diasuransikan berbeda dengan asuransi kerugian, dengan harta
benda sebagai kepentingan yang diasuransikan.
Dari pengertian ini di atas dengan membayar premi setiap tahun atau selama suatu
jangka waktu terbatas, seseorang tertanggung sebagai imbalan dari premi yang
dibayarkan kepada penanggung menerima jaminan yaitu :
1) Pada hari tua tertanggung akan diberikan sejumlah uang sebagai santunan biaya
hidup.
2) Bila tertanggung meninggal dunia, akan diberikan sejumlah uang kepada ahli waris
tertanggung sebagai santunan biaya hidup.
1) Bila tertanggung mengalami kecelakaan fisik, akan diberikan sejumlah uang santunan
biaya hidup bila tertanggung menjadi cacat tetap/ biaya pengobatan.
Kemudian dari segi sosial, asuransi dapat diartikan sebagai suatu rencana sosial yang
bertujuan memberikan santunan kepada orang yang menderita karena ditimpa musibah,
yang santunannya diambil dari kontribusi yang dikumpulkan dari semua pihak yang
berpartisipasi dalam rencana sosial itu.
Dari segi ekonomi, adalah suatu disiplin ilmu tentang usaha manusia mencari kepuasan
guna memenuhi kebutuhan kesejahteraan hidup, dengan cara berusaha mencapai hasil
maksimal dengan pengorbanan minimal, namun upaya manusia untuk mencari dan
memenuhi kebutuhan hidup tidak selalu berhasil karena setiap upaya maupun perbuatan
mengandung resiko. Jadi pada hakekatnya asuransi jiwa merupakan pelimpahan resiko
oleh tertanggung kepada penanggung agar kerugian yang diderita oleh tertanggung
dijamin oleh penanggung.
Kemudian dari segi finansial, perusahaan asuransi menghimpun dana dari para
tertanggung dalam bentuk premi. Dari dana yang terkumpul itu, sebagian untuk dana
klaim, dan bagian yang lainnya diinvestasikan dalam bentuk deposito, dalam surat-surat
41

berharga (saham, obligasi) dalam aktiva tetap seperti kantor, dan rumah untuk disewakan
sehingga memperoleh penghasilan.

B. Dasar Hukum Asuransi Jiwa


Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X Pasal 302 - Pasal 308 KUHD. Setiap
orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga ini berdasarkan ketentuan Pasal 302 dan 303 KUHD. Menurut
ketentuan Pasal 302 KUHD: “Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang
yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan
dalam perjanjian”. Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan: “Orang yang
berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan
orang yang diasuransikan jiwanya”. Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa
asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang
ditetapkan dalam perjanjian.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih
lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam KUHD. Menurut
ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 : “Asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.”
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perasuransian ini mencakup 2 (dua) jenis
asuransi, yaitu:
a. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahui dari rumusan: “Untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang rnungkin akan diderita oleh tertanggung”
b. Asuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial,
dapat diketahui dari rumusan: “Untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

C. Jenis-Jenis Asuransi Jiwa


Sasaran asuransi jiwa menunjukan kelas dan jenis asuransi jiwa yang ditawarkan oleh
perusahaan-perusahaan asuransi jiwa, yaitu :
1. Sasaran terhadap perorangan (asuransi biasa/perorangan)
2. Sasaran terhadap masyarakat (asuransi rakyat)
3. Sasaran terhadap kumpulan orang/ karyawan (asuransi kumpulan kolektif)
42

4. Sasaran terhadap dunia usaha (asuransi dunia usaha)


5. Sasaran terhadap orang-orang yang muda (asuransi orang muda)
6. Sasaran terhadap keluarga (asuransi keluarga)

1. Asuransi jiwa biasa


Asuransi jiwa biasa (ordinary life) diperuntukan bagi perorangan adalah asuransi jiwa
yang umumnya dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi jiwa. Pada
umumnya asuransi ini diperuntukan bagi golongan masyarakat menengah ke atas.
Pada dasarnya premi dibayarkan oleh pembeli polis setiap tahun atau setiap
semester atau setiap triwulan dan boleh juga setiap bulan, atau dibayar sekaligus
sebagai premi tunggal bagi mereka yang mempunyai cukup uang.

2. Asuransi rakyat
Asuransi rakyat diperuntukan bagi anggota masyarakat yang berpenghasilan kecil
seperti buruh, karyawan rendah, pedagang kecil, pelayan, petani, nelayan, dan
sebagainya. Asuransi ini dibayar preminya dengan frekuensi tinggi (setiap minggu)
dan besarnya premi disesuaikan dengan kesanggupan calon tertanggung membayar
setiap minggu. Besarnya uang pertanggungan dengan berpedoman kepada besarnya
premi setiap minggu dan lamanya pertanggungan apakah seumur hidup atau hingga
calon tertanggung mencapai usia tertentu.

3. Asuransi kumpulan
Asuransi kumpulan (Group Insurance) disebut juga asuransi kolektif dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Satu polis untuk sekelompok tertanggung, misalnya para karyawan suatu
perusahaan diasuransikan dengan menggunakan satu polis yang disebut polis
induk (master policy).
2) Pemegang polis adalah perusahaan kepada masing-masing karyawan yang
diberikan sertifikat tanda bukti peserta asuransi kumpulan.
3) Pada umumnya para peserta tidak perlu melalui pemeriksaan medis.
4) Pembayaran premi asuransi kumpulan biasanya terdiri dari tiga macam yaitu :
1. Dibayar sendiri oleh masing-masing peserta berupa kontribusi yang dipungut
secara berkala dari setiap peserta.
2. Semua premi ditanggung oleh perusahaan.
3. Sebagian dibayar oleh perusahaan dan sebagian lagi dibayar oleh para peserta
misalnya 50%-50% atau 60%-40%.

4. Asuransi dunia usaha


Pada umumnya ada 4 macam sasaran pokok dari asuransi jiwa dunia usaha, yaitu :
1. Asuransi orang penting, tenaga yang memegang peranan penting, seperti
direktur utama, para manajer. Apabila meninggal dunia dapat menimbulkan
kerugian ekonomis bagi perusahaan berupa pemberian santunan besar kepada
keluarga almarhum.
43

b. Rencana kesejahteraan karyawan. Dengan menutup asuransi kumpulan, asuransi


keselamatan kerja, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan bagi karyawan
maka semakin sempurnalah peranan dan bantuan perusahaan dalan memberi
kesejahteraan bagi karyawan.
c. Meningkatkan kepercayaan. Asuransi jiwa dapat berperan untuk meningkatkan
kepercayaan kepada relasi terhadap perusahaan karena asuransi dapat
memberikan jaminan stabilitas posisi finansial perusahaan, yang sekaligus
menjadi gambaran yang baik kreditur.
d. Kelangsungan usaha. Bagi perusahaan yang dimilikinya bersifat partnership
seperti kongsi, Firma, CV, apabila salah seorang pemiliknya meninggal, maka
akan timbul masalah yaitu membayar terus-menerus hak-hak almarhum kepada
jandanya, tanpa mengikutsertakannya dalam pimpinan perusahaan. Polis
asuransi jiwa dapat menghindarkan keadaan tersebut yaitu dengan memberi
santunan kepada janda almarhum sehingga hak-hak dari almarhum tidak perlu
terus-menerus dibayar oleh perusahaan.

5. Asuransi orang muda


Seseorang yang masih muda dan mempunyai penghasilan dapat membeli polis
asuransi jiwa atas dirinya dan menunjuk orangtuanya atau adik-adiknya sebagai
penerima manfaat.

6. Asuransi keluarga
Dengan memiliki polis asuransi jiwa dapat memberikan rasa tenteram terhadap
kehidupan ekonomi keluarga, juga menjamin kelangsungan pendidikan anak-anak.
Asuransi keluarga mempunyai tiga macam jaminan yaitu jaminan kematian, jaminan
hari tua, dan jaminan atas kelangsungan pendidikan anak-anak.

Apabila ditinjau dari sudut ada atau tidaknya pemeriksaan kesehatan tertanggung, ada 2
jenis asuransi jiwa, yaitu :
1. Asuransi Jiwa Medical (dengan pemeriksaan dokter). Asuransi jiwa medical berarti si
tertanggung sebelum menutup perjanjian asuransinya terlebih dahulu harus
memeriksakan kesehatannya kepada dokter yang sudah disediakan untuk itu.
Disamping itu juga harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan dan Laporan
Kesehatan Lengkap (LAKES). Isi laporan ini dapat bermacam-macam tergantung dari
besarnya jumlah uang asuransi yang diminta. Hal lainnya diwajibkan juga mengisi dan
menandatangani surat permintaan dan formulir-formulir lainnya yang khusus
disediakan untuk keperluan itu dan disampaikan kepada pihak penanggung.
Adapun formulir-formulir atau surat-surat yang diperlukan untuk penutupan asuransi
dengan pemeriksaan dokter (medical) ini adalah :
1) Surat Permintaan (SP)
2) Laporan Kesehatan Lengkap (LAKES)
44

2. Asuransi Jiwa Non Medical (tanpa pemeriksaan dokter). Jenis asuransi ini tidak
memerlukan pemeriksaan dokter terhadap diri tertanggung sewaktu diadakan
penutupan perjanjian asuransi. Untuk asuransi jenis ini keterangan kesehatan calon
tertanggung akan dianggap cukup dan sehubungan dengan resiko yang kemungkinan
lebih besar dalam asuransi jiwa non medical maka biasanya premi dikenakan suatu
tambahan sampai presentase tertentu.
Adanya pemisahan jenis asuransi jiwa di atas yaitu asuransi jiwa medical dan asuransi jiwa
non medical ditentukan oleh faktor-faktor umur calon tertanggung dan besarnya jumlah
uang asuransi yang diminta. Misalnya untuk asuransi jiwa non medical batas umur
tertanggung maksimal 59 tahun dengan jumlah uang pertanggungan maksimal Rp.
30.000.000 (tiga puluh juta rupiah). Sedangkan untuk tertanggung usia 60 tahun ke atas
digolongkan ke dalam asuransi jiwa medical dengan uang pertanggungan di atas Rp.
30.000.000 (tiga puluh juta rupiah)
Selain pembagian asuransi jiwa sebagaimana di atas, asuransi jiwa juga dibedakan
menjadi :
1. Asuransi berjangka.
Asuransi ini biasanya menawarkan kontrak 5, 10, atau 20 tahun. Selama masa
kontrak, premi yang dibayarkan tetap dan terhitung murah. Tapi bila ingin
memperpanjang masa kontrak, premi naik. Premi akan hangus begitu kontrak selesai,
sehingga uang pertanggungan yang ditawarkan besar untuk menarik masyarakat.
Asuransi jenis ini sangat populer, tapi jarang ditawarkan oleh agen asuransi karena
sebagiaan besar perusahaan asuransi kini cenderung berfokus pada unit link.
2. Asuransi seumur hidup (whole life).
Asuransi ini memberikan perlindungan seumur hidup, tapi biasanya perusahaan
asuransi hanya membatasi hingga 100 tahun. Premi asuransi Whole Life lebih tinggi
daripada Term Life, tapi tidak akan hangus jika tak ada klaim. Selain itu, saat kontrak
berakhir, uang pertanggungan akan diberikan seluruhnya.
3. Asuransi Dwiguna (Endowment)
Asuransi ini disebut dwiguna atau punya dua manfaat karena memberikan uang
pertanggungan saat tertanggung meninggal dalam periode tertentu. Selain itu
tertanggung bisa mencairkan uang tersebut saat tertanggung masih hidup ketika
kontrak berakhir. Asuransi ini seperti menggabungkan manfaat Term Life dan Whole
Life, sehingga preminya lebih mahal. Asuransi ini direkomendasikan buat mereka
yang hendak:
 Lebih memastikan pendidikan anak
 Punya dana untuk kebutuhan tak terduga pada masa depan
 Punya dana pensiun lebih besar
45

4. Asransi Unit Link


Asuransi jiwa Unit Link paling sering ditawarkan oleh agen asuransi. Produk ini
menggabungkan manfaat asuransi dan investasi. Orang yang memakai asuransi ini
biasanya tertarik berinvestasi tapi tak bisa atau takut terjun sendiri sembari tetap
memastikan jiwanya terproteksi.

D. Polis Asuransi Jiwa


Dalam Pasal 255 KUHD disebutkan bahwa : “Suatu pertanggungan harus dibuat secara
tertulis dalam suatu akte yang dinamakan polis”. Ketentuan tersebut di atas memberikan
kesan seolah-seolah perjanjian asuransi jiwa harus dibuat secara tertulis sebagai syarat
mutlak. Padahal polis bukanlah syarat mutlak adanya perjanjian asuransi jiwa, tetapi
hanyalah merupakan alat bukti adanya perjanjian.
Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 257 KUHDagang yang menyatakan bahwa :
“Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup, hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku
semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani”.
Dalam hal ini berarti bahwa walaupun tidak ada polis (polis sebelum terbit), perjanjian
asuransi jiwa tetap berlaku apabila telah ditutup (telah ada persesuaian kehendak) dan
dapat dibuktikan dengan bukti-bukti lain, misalnya dengan kwintansi pembayaran premi.
Meskipun untuk sahnya suatu perjanjian asuransi jiwa menurut undang-undang tidak ada
keharusan adanya formalitas tertentu (seperti akte tertulis yang disebut polis), namun
sangatlah penting adanya akte yang demikian itu. Hal ini dengan mengingat bahwa
perjanjian asuransi jiwa adalah berhubungan dengan kepentingan finansial dan perjanjian
tersebut bersifat perjanjian kemungkinan. Oleh karena itu undang-undang sendiri
hendaknya melindungi penanggung (perusahaan asuransi jiwa), dengan cara bahwa
adanya perjanjian asuransi jiwa itu harus dibuktikan secara tertulis. Sehingga ditetapkan
adanya akte yang ditandatangani penanggung yang disebut polis, sebagai bukti adanya
perjanjian asuransi jiwa tersebut.
Polis menurut pengertian umum adalah suatu perjanjian yang perlu dibuat bukti tertulis
atau suatu perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian-perjanjian bukti
tertulis untuk perjanjian asuransi. Surat perjanjian ini dibuat dengan itikad baik dari kedua
belah pihak yang mengadakan perjanjian. Di dalam surat perjanjian itu disebutkan dengan
tegas dan jelas mengenai hal-hal yang diperjanjikan kedua belah pihak, hak-hak masing-
masing pihak, sanksi atas pelanggaran perjanjian dan sebagainya.
Kemudian polis dapat juga diartikan surat perjanjian asuransi jiwa yang menguraikan hal-
hal yang menjadi dasar dan syarat-syarat asuransi, ditandatangani oleh penanggung dan
pemegang polis. Dari pengertian di atas bahwa polis asuransi merupakan salah satu dari
alat bukti telah terjadi perjanjian asuransi. Pada dasarnya pengertian polis asuransi jiwa
sama dengan pengertian polis pada umumnya.
46

Perbedaan polis asuransi jiwa dengan polis asuransi pada umumnya hanya dari isi polis,
dimana isi polis asuransi jiwa diatur dalam Pasal 304 KUHD dan isi polis pada umumnya
diatur dalam Pasal 256 KUHD.
Menurut Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa harus memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Hari ditutupnya pertanggungan
2. Nama si tertanggung
3. Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan
4. Saat mulai dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung
5. Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan
6. Premi pertanggungan

Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama
sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
1. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting
untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak
hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
2. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib
membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila
jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah
uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam
praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak
menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung
atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
3. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa
badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi
Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya
dapat dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai
nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai
pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis.
Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.
4. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi.
artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai
tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila dalam jangka waktu itu
terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada
tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).
47

5. Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat
diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung
kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada
tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi
evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat
asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan
penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas
keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
6. Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi
berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang
disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.

E. Penanggung, Tertanggung, Penikmat


Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan
tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan
premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban
penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa,
jika terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang
santunan, atau jika berakhirnya jangka waktu usuransi tanpu terjadi evenemen, maka
penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung.
Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam
penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang
diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan hukum milik swasta atau
badan hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan
dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party interest theory),
dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini
dapat berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau ahli waris tertanggung.
Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya tertanggung. Dalam hal
ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat menikmati santunan, tetapi
penikmat yang ditunjuk atau ahli waris tertanggunglah sebagai yang berhak menikmati
santunan. Akan tetapi, bagaimana halnya jika asuransi itu berakhir tanpa terjadi
evenemen meninggalnya tertanggung?. Dalam hal ini tertanggung sendiri yang
berkedudukan sebagai penikmat karena dia sendiri masih hidup dan berhak menikmati
pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini dapat disamakan dengan asuransi jiwa
untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga tidak mempunyai
48

kewajiban membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan untuk


kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung
mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tentanggung sendiri berkedudukan sebagai
penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Dalam hal ini
tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus penikmat yang berkewajiban
membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga
(penikmat) harus dicantumkan dalam polis.

F. Evenemen Dan Santunan


1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan
keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan
asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan
Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Mengapa tidak
ada keharusan mencantumkan bahanya yang menjadi beban penanggung dalam
polis asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan hahaya adalah
meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu
merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami
kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan.
lnilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang
sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena
evenemen ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam polis.
Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya
diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi
jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya
itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi
sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban
penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada
penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang
tercantum dalam polis. Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk oleh
tertanggung atau orang yang menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak
menerima dan menikmati santunan sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.
Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya
tertanqgung dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi
peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam
asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung
49

yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat
perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi
berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung,
sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap
sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.

G. Risiko Dalam Asuransi Jiwa


Asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan menanggung orang terhadap kerugian
finansial tak terduga yang disebabkan karena risiko hidup. Risiko hidup tersebut akan
ditanggung oleh perusahaan asuransi jiwa. Tujuannya adalah agar beban yang ditanggung
orang yang sedang terkena risiko tidak terlalu berat, inilah arti pentingnya asuransi.
Di dalam asuransi jiwa risiko yang dihadapi ialah:
1. Risiko kematian
Risiko kematian bisa mengakibatkan kerugian finansial apabila terjadi pada pencari
nafkah. Bagi kebanyakan keluarga pada umumnya kematian dari pencari nafkah,
maka tidak terhindarkan selanjutnya akan mengalami kesulitan keuangan sejalan
dengan terhentinya penghasilan keluarga. Pengertian bahaya dalam asuransi jiwa
adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu
merupakan hal yang sudah pasti, akan tetapi, kapan dan apa penyebab meninggalnya
seseorang tidak dapat dipastikan (evenemen). Evenemen itu ketidakpastian kapan
dan apa penyebab meninggalnya seseorang, sebagai unsur yang dinyatakan dalam
definisi asuransi jiwa. Karena itu maka perlu dicantumkan dalam polis. Ketidakpastian
kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan
merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa.
Evenemen meninggalnya tertanggung itu dikategorikan 2 (dua) macam, yaitu
meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar
tidak terjadi dalam jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi menjadi
beban penanggung.
2. Hidup hidup seseorang terlalu lama
Manusia yang mendapat karunia berumur panjang apabila tidak diimbangi dengan
kesehatan yang baik, maka itu bukanlah hal yang membahagiakan. Ini menjadi risiko
hidup yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan akan menjadi beban orang
disekitar yaitu keluarga. Hal ini tentu akan membawa banyak aspek, apabila risiko
yang terdapat pada diri seseorang tidak diasuransikan kepada perusahaan asuransi
jiwa.
3. Risiko cacat total
Cacat total tetap bisa saja disebabkan oleh sakit atau pun kecelakaan. Ini juga
termasuk salah satu risiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi jiwa. Ketika
seseorang mengalami cacat, maka tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana
50

mestinya yang akan berdampak pada hilangnya penghasilan. Sehingga akan menjadi
beban bagi orang disekitar yaitu keluarga (Abbas Salim, 1993, :24).

F. Berakhirnya Asuransi Jiwa


Berakhirnya perjanjian asuransi jiwa dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti di
bawah ini.
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah
meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara
tertanggung dengan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan
terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban
membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau
kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang santunan
tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir. Menurut hukum perjanjian, suatu
perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing
pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa
berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat tertanggung telah
meninggal dunia.

2. Karena Jangka Waktu Berakhir


Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu
terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu
berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, maka beban risiko
penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung
akan mengembalikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka
waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir
sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalian sejumlah
uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD: “apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada
saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun
tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”.
Kata-kata bagian akhir pasal ini “dikecualikan jika diperjanjikan lain” memberi
peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan
pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan itu tetap dinyatakan sah asalkan
tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apabila asuransi
jiwa itu gugur, maka premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani
risiko dapat diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306
KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Dalam Pasal 307
KUHD ditentukan: “apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau
dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
51

Menurut Purwosutjipto, penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab


kebanyakan asuransi jiwa ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan
penanggung melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dari badan
tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak
diadakannya asuransi.

4. Karena Asuransi Dibatalkan


Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir.
Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan
pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung
sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun
sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum
premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi
dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), bagaimana cara
penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka
penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan
dalam polis.
52

BAB VI
ASURANSI KERUGIAN

Menurut Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-


Undang nomor 2 Tahun 1992, tentang Perasuransian, tidak mengenal adanya asuransi
kerugian, melainkan hanya mengenal 2 (dua) jenis asuransi, yaitu asuransi umum dan
asuransi jiwa. Asuransi kerugian masuk dalam kategori asuransi umum. Menurut undang-
undang nomor 2 Tahun 1992 asuransi kerugian adalah usaha yang memberikan jasa-jasa
dalam penanggungan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Sedangkan
perusahaan asuransi kerugian adalah perusahaan yang hanya dapat menyelenggarakan
usaha dalam bidang usaha asuransi kerugian termasuk reasuransi.
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014,
mengatur bahwa, : Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan
asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 40 Tahun
2014, dapat disimpulkan bahwa asuransi kerugian adalah perjanjian antara dua pihak,
yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan
premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul,
kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti.
Pengertian asuransi kerugian menurut Molengraaff seperti yang dikutip oleh
Djojosoedarso : Asuransi kerugian adalah persetujuan dengan mana satu pihak
penanggung mengikatkan diri terhadap yang lain – tertanggung – untuk mengganti
kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung, karena terjadinya suatu peristiwa yang
telah ditunjuk dan yang belum tentu secara kebetulan, dengan mana pula tertanggung
berjanji untuk membayar premi.
Menurut undang-undang nomor 2 tahun 1992 perusahaan asuransi kerugian tidak
diperkenankan melakukan kegiatan di luar usaha asuransi kerugian dan reasuransi
Asuransi kerugian di beberapa negara disebut general insurance.
Usaha asuransi kerugian dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
53

1. Asuransi Kebakaran
Asuransi kebakaran merupakan jenis pertanggungan yang memberikan jaminan
terhadap risiko-risiko yang disebabkan oleh karena adanya suatu peristiwa kebakaran
atau segala sesuatu yang dapat disamakan dengan kebakaran terhadap barang-barang
yang diperdagangkan. Barang-barang yang dapat dipertanggungkan dalam asuransi
kebakaran antara lain rumah tinggal, kantor, gedung, rumah sakit, hotel, pertokoan,
pabrik, instalasi, gudang, dan lain-lain.
Polis asuransi kebakaran yang berlaku di indonesia adalah polis standar Kebakaran
Indonesia yang berlaku sejak tahun 1982. Dalam polis standar kebakaran ini dimuat risiko
yang masuk dalam pertanggungan akibat terjadinya kerugian atas kerusakan atas harta
benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan. Risiko yang dipertanggungkan
dalam asuransi kebakaran meliputi risiko kerusakan atau kerugian yang disebabkan
kebakaran , peledakan, petir dan kejatuhan kapal terbang.

2. Asuransi Pengangkutan
Asuransi pengangkutan (marine insurance) menjamin kerugian yang dialami
tertanggung bila terjaddi kehilangan maupun kerusakan barang yang diangkut pada saat
pelayaran. Pertanggungan dapat diberikan kepada pihak pemilik kapal, misalnya kapal
rusak atau tenggelam, maupun kepada pihak lain yang mengalami kerugian akibat
pengangkutan tersebut, misalnya kapal menabrak kapal lain, maka pihak asuransi harus
menjamin kerugian yang diderita pemilik kapal yang ditabrak.

3. Asuransi Aneka
Asuransi aneka merupakan bentuk asuransi selain kedua bentuk asuransi kerugian
di atas. Contoh dari asuransi aneka antara lain :
1) Asuransi kecelakaan diri
2) Asuransi pencurian
3) Asuransi kendaraan bermotor

Fungsi Dan Manfaat Asuransi Kerugian


Asuransi kerugian adalah asuransi yang menjamin kerugian atau kerusakan
pada harta benda atau kepentingan yang secara langsung disebabkan oleh suatu
peristiwa yang tidak diketahui sebelumnya.
Ada tiga fungsi asuransi, yaitu :
1. Fungsi utama
Fungsi utama asuransi terdiri dari :
1) Pengalihan risiko (risk transfer)
Asuransi merupakan mekanisme pengalihan risiko, dimana seseorang atau
perusahaan dapat mengalihkan risikonya kepada perusahaan asuransi dengan
membayar premi asuransi dalam jumlah yang jauh lebih kecil dari pada
kerugian yang mungkin terjadi. Tanpa asuransi seseorang atau perusahaan
akan menghadapi banyak ketidakpastian, baik mengenai kerugian itu sendiri
54

maupun besarnya kerugian apabila kerugian itu benar– benar terjadi.


2) Wadah dana bersama (the common pool)
Premi–premi yang diterima oleh perusahaan asuransi (penanggung) dari para
tertanggungnya akan dikumpulkan oleh penanggung ke dalam suatu wadah
dana bersama (pool) untuk setiap jenis risiko yang sama, kemudian setiap
ganti rugi yang dibayar diambil dari pool tersebut. Dengan demikian secara
singkat fungsi utama asuransi adalah memberikan mekanisme pengalihan
risiko melalui penggunaan wadah dana bersama, dimana setiap pemegang
polis membayar premi dalam jumlah yang seimbang sesuai dengan tingkat
risiko kerugian yang ditimbulkannya.
2. Fungsi tambahan
Adapun fungsi tambahan dari asuransi, yaitu :
1) Rangsangan bagi pengembangan usaha
Rangsangan terpenting dari pengembangan usaha adalah suntikan tambahan
dana dari bidang usaha yang produktif. Namun demikian, dana tersebut harus
dapat segera dicairkan (likuid) jika terjadi keadaaan darurat yang dapat
membahayakan usaha utama mereka. Investasi kepada pihak lain (eksternal)
biasanya memberikan keuntungan yang lebih kecil dibanding dengan investasi
di perusahaan itu sendiri. Namun investasi internal biasanya tidak mudah
dicairkan. Dengan menggunakan asuransi, yang hanya menyisihkan sebagian
kecil dana untuk pembayaran premi asuransi, suatu perusahaan dapat
menggunakan dana cadangan itu untuk investasi internal, misalnya perluasan
pabrik.
2) Pencegahan kerugian (loss prevention)
Perusahaan asuransi umumnya mempekerjakan para ahli untuk memeriksa
pabrik, kapal, dan proses produksi yang dijalankan oleh tertanggung. Mereka
akan memberikan rekomendasi mengenai langkah–langkah yang harus
diambil untuk mencegah terjadinya kerugian. Rekomendasi itu dapat
diberikan pada saat perencanaan atau pada saat usaha telah berjalan.
3) Pengendalian kerugian (loss control)
Para ahli asuransi sadar bahwa betapapun usaha yang diberikan untuk
mencegah terjadinya kecelakan, karena keterbatasan manusia, maka kerugian
akan tetap saja mungkin terjadi. Karena itu, mereka juga berusaha
menemukan cara–cara untuk memperkecil tingkat kerugian jika kerugian itu
tetap terjadi.
4) Manfaat sosial (social benefit)
Asuransi dapat menjaga stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat.
5) Tabungan (saving)
Manfaat lain dari asuransi adalah sebagai salah satu bentuk tabungan,
misalnya asuransi pensiun, asuransi pendidikan anak, dan lain – lain. Polis
asuransi itu umumnya berjangka panjang dan jika tertanggung
55

membatalkannya, maka uang akan dikembalikan dengan dipotong dengan


penalti.
3. Fungsi lainnya
Fungsi lain dari asuransi adalah fungsi tambahan yang muncul secara tidak
langsung akibat terjadinya proses pengalihan. Fungsi lain (tidak langsung)
asuransi, yaitu :
1) Penanaman modal (investment of fund)
Dana yang terkumpul dari premi yang diterima oleh perusahaan asuransi
kemungkinan hanya akan berumur pendek, sebab klaim dapat terjadi setiap
saat. Oleh sebab itu, dana harus diinvestasikan secermat mungkin sehingga
dapat memberikan keuntungan (return) yang cukup untuk mengantisipasi
inflasi dan laba perusahaan. Dana selain disimpan di bank, ada juga dalam
bentuk investasi lain yang tingkat keuntungannya lebih besar. Beberapa jenis
investasi yang biasa dilakukan adalah :
 Pinjaman jangka pendek dan menengah bagi pemerintah
 Berbagai pinjaman bagi dunia usaha/industry
 Pembelian saham – saham perusahaan
 Bidang property Reksadana
2) Pemasukan devisa (invisible earning)
Perusahaan asuransi juga membuka polis untuk tertanggung yang berada di
luar negeri. Premi yang diterima untuk jenis asuransi ini merupakan sumber
pemasukan devisa bagi negara.

Adapun manfaat asuransi adalah sebagai berikut :


1. Memberikan rasa aman. Bahwa setiap orang selain ingin memenuhi kebutuhan
pokoknya juga berusaha untuk berlindung dari segala ancaman bahaya terhadap
diri, harta benda, maupun kepentingannya.
2. Melengkapi persyaratan kredit. Contoh pada pembiayaan untuk membeli kendaraan,
maka perusahaan pembiayaan akan mensyaratkan untuk membeli perlindungan
asuransi atas objek tersebut.
3. Mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Dana-dana yang berhasil dikumpulkan
oleh perusahaan asuransi biasanya ditanamkan diberbagai instrumen investasi.
Dana ini disalurkan oleh institusi keuangan seperti perbankan kepada sektor riil
untuk pembangunan.
4. Mengurangi biaya modal. Dengan pengalihan risiko ke pihak perusahaan asuransi,
maka cadangan modal untuk menutupi risiko dapat dikurangi.
5. Menjamin stabilitas usaha. Dengan penjaminan dari asuransi di saat musibah
melanda, maka kerugian usaha dapat dengan segera dipulihkan.
6. Memastikan biaya untuk risiko usaha. Setiap usaha membutuhkan kepastian untuk
memperoleh laba. Pembayaran uang premi telah memastikan biaya untuk
menjalankan usaha dari risiko-risiko murni, seperti kebakaran.
56

Macam-Macam Asuransi Kerugian


Asuransi kerugian ini dapat dipilah sebagai berikut:
1. Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.
2. Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau perusahaan
asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya
kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.
3. Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan kedalam
kedua asuransi diatas, misal : asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri,
dan lain sebagainya.
57

BAB VII
ASURANSI KEBAKARAN

A. Pengertian
Asuransi Kebakaran adalah pertanggungan yang menjamin kerugian / kerusakkan atas
harta benda (harta tetap dan harta bergerak) yang disebabkan oleh kebakaran, yang
terjadi karena api sendiri atau api dari luar, karena udara jelek, kurang hati-hati,
kesalahan atau perbuatan tidak pantas dari pelayan tertanggung, tetangga, musuh,
perampok dan apa saja dan dengan cara bagaimanapun sebab timbulnya kebakaran.

B. Polis Asuransi Kebakaran


Polis asuransi kebakaran selain harus memenuhi syarat-syarat umum Pasal 256
KUHD, juga harus rnenyebutkan syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi
kebakaran seperti di dalam Pasal 287 KUHD, Untuk mengetahui semua syarat umum serta
syarat khusus yang harus dimuat dalam polis asuransi kebakaran, berikut ini disajikan si
kedua pasal KUHD tersebut:
1) Hari dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu diadakan.
2) Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk diri sendiri atau
untuk kepentingan pihak ketiga.
3) Keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan terhadap bahaya
kebakaran.
4) Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran.
5) Bahaya-bahaya (evenemen) penyebab kebakaran yang di tanggung oleh penanggung.
6) Waktu bahaya-bahaya (evenemen) mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan
penanggung.
7) Premi asuransi kebakaran yang dibayar oleh tertanggung.
8) Janji-janji khusus yang diadakan antara pihak-pihak dan keadaan yang perlu diketahui
oleh dan untuk kepentingan penanggung.
9) Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan.
10) Pemakaian untuk apa benda yang diasuransikan.
11) Sifat dan pemakaian gedung yang berbatasan, sejauh itu berpengaruh terhadap risiko
kebakaran yang menjadi beban penanggung.
12) Harga benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran.
13) Letak dan perbatasan gedung dan tempat di mana terdapat, tersimpan atau
tertimbun benda bergerak yang diasuransikan.

C. Objek asuransi kebakaran


Benda yang menjadi objek asuransi kebakaran dapat berupa benda tetap, seperti
bangunan, rumah, pabrik, dan benda bergerak seperti kendaraan bermotor. kapal, serta
benda bergerak yang terdapat di dalam atau sebagai bagian dari benda tetap yang
bersangkutan. Misal gedung perkantoran dan benda bergerak perlengkapan kantor,
58

kendaraan ben motor dan benda bergerak muatan kendaraan tersebut, rumah dan benda
bergerak isi rumah tersebut. Rincian benda objek asuransi kebakaran dicantumkan dalam
polis, apa yang diasuransikan dan berapa jumlah asuransinya.
Benda objek asuransi kebakaran dapat ditentukan harganya atau belum
ditentukan sama sekali. Penentuan harga benda objek asuransi kebakaran memang sulit
dilaksanakan karena tidak semua benda itu sudah di ketahui harganya, lagi pula dapat
berubah harganya selama jangka waktu berlakunya asuransi kebakaran. Oleh karena itu,
penentuan harga benda objek asuransi tidak begitu disyaratkan atau bukan syarat mutlak,
walau pun dalam Pasal 287 KUHD dinyatakan sebagai salah satu syarat. Hal yang penting
adalah berapa jumlah asuransinya, mengingat ketentuan Pasal 289 ayat (1) KUHD yang
membolehkan pengadaan asuransi dengan jumlah penuh dan ini harus tercantum dalam
polis.
Setiap benda objek asuransi kebakaran harus jelas terletak di mana dan
berbatasan dengan apa. Jika berbatasan dengan gedung-gedung, bagaimana sifat dan
pemakaian gedung-gedung tersebut, apakah ada dan sejauh mana pengaruhnya terhadap
risiko kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung. Jika benda objek asuransi
kebakaran itu adalah benda bergerak, maka perlu dijelaskan letak dan perbatasan gedung
dan tempat tersimpan atau tertimbun benda bergerak tersebut. Setiap benda objek
asuransi kebakaran harus jelas dipakai dan digunakan untuk apa. Syarat pemakaian atau
penggunaan ini ada hubungannya dengan syarat perubahan tujuan penggunaan yang
merupakan pemberatan risiko (Pasa 293 KUHD). Akibatnya. jika terjadi kebakaran yang
menimbulkan kerugian, penanggung tidak berkewajiban mernbayar ganti kerugian.
Keterangan yang jelas mengenai benda obyek asuransi kebakaran ada hubungan
juga dengan risiko yang menjadi tanggungan penanggung. Risiko tersebut menjadi dasar
penentuan jumlah premi yang wajib dibayar oleh tertanggung. Makin berat risiko yang
ditanggung, makin besar jumlah premi yang dibayar Jika tenjadi pemberatan nisiko
karena perubahan tujuan penggunaan. maka perlu diberitahukan kepada penanggung
apakah jumlah premi ditingkatkan atau penanggung menghentikan asuransi ke bakaran
tersebut.

D. Evenemen dan Ganti Kerugian


Bahaya-bahaya penyebab timbulnya kebakaran yang menjadi tanggungan
penanggung diatur dalam Pasal 290 KUHD. Penanggung menerima sebagai tanggung
jawabnya semua kerugian yang ditimbulkan oleh terbakarnya benda asuransi. Pengertian
“terbakar” meliputi kebakaran biasa dan bahkan yang lebih luas daripada itu. Dalam Pasal
290 KUHD disusun sebab-sebab timbulnya kebakaran yang sangat luas:
1) petir, api timbul sendiri, kurang-hati-hati, dan kecelakaan lain-lain;
2) kesalahan atau itikad jahat dari pelayan sendiri, tetangga, musuh perampok dll;
3) sebab-sebab lain, dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu
terjadi, direncanakan atau tidak, biasa atau luar biasa, dengan tiada kecualinya.
59

Rumusan Pasal 290 KUHD itu sangat luas, sebagai lex specialis dapat
menghapuskan kekuatan berlakunya Pasal 249 KUHD. Misalnya, ke bakaran sendiri
karena cacat pada benda asuransi yang menurut Pasal 249 KUHD, penanggung tidak
diwajibkan membayar ganti kerugian, tetapi menurut ketentuan Pasal 290 KUHD,
penanggu,ng berkewajiban membayar ganti kerugian. Menurut Volimar, apabila diteliti
susunan sebab-sebab yang terdapat dalam Pasal 290 KUHD khususnya kata-kata pada
bagian akhir pasal tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembentuk undang-undang
memang menghendaki sebab-sebab yang sangat luas, tidak hanya terhadap bahaya dari
luar, tetapi juga terhadap bahaya dari dalam menjadi tanggungan penanggung.
Disamakan dengan kerugian akibat kebakaran adalah kerugian yang timbul karena
kebakaran gedung-gedung yang berdekatan dengan benda asuransi seperti ditentukan
dalam Pasal 291 KUHD, yaitu:
1) Benda asuransi menjadi rusak atau berkurang karena air atau alat lain yang dipakai
untuk memadamkan kebakaran;
2) Benda asuransi hilang karena pencurian atau sebab lain salama di pemadaman
kebakaran atau pertolongan;
3) Benda asuransi dirusakkan sebagian atau seluruhnya atas perintah penguasa dalam
usahanya untuk memadamkan kebakaran itu.
Selain itu, ketentuan Pasal 292 KUHD menyatakan, disamakan dengan kerugian
karena kebakaran adalah kerugian yang ditimbulkan oleh ledakan mesiu, ledakan ketel
uap, sambaran petir, dan sebagainya, meskipun ledakan, sambaran itu tidak
mengakibatkan kebakaran. Disamakan dengan kerugian karena kebakaran Pasal 292
KUHD sering diperluas lagi dalam polis sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.
Terjadinya evenemen penyebab kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung
mengakibatkan timbul kerugian bagi tertanggung. Dalam hal timbul kerugian,
penanggung berkewajiban membayar klaim yang diajukan oleh tertanggung. Untuk
memenuhi kewäjibannya, penanggung perlu membuktikan apakah kebakaran yang terjadi
itu adalah sebab dari kerugian yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut ketentuan
Pasal 294 KUHD: “Penanggung dibebaskan dari kewajiban untuk membayar kerugian,
apabila dia membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau ke
tertanggung sendiri yang sangat melampaui batas”
Kesalahan tertanggung sendiri secara umum teratur dalam Pasal 276 KUHD,
merupakan unsur yang membebaskan penangguag dari kewajibannya. Menurut
ketentuan Pasal 276 KUHD: “Tidak ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan
tertanggung sendiri menjadi beban penanggung. Bahkan penanggung tetap memiliki
atau menuntut pembayaran premi apabila dia telah mulai menjalani hahayà”.
Akan tetapi, Pasal 294 KUHD menentukan secara khusus tentang kesalahan
tertangguhg sendiri dalam asuransi kebakaran. Kekhususan Pasal 294 KUHD itu adalah
penanggung harus dapat membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan
atau kelalaian tertanggung sendiri yang sangat melampaui batas.
60

Apabila objek asuransi itu adalah barang bergerak maka untuk menetapkan nilai
barang sesungguhnya, tertanggung harus membuktikannya, sehingga dapat ditentukan
jumlah ganti kerugian yang wajib diganti oleh tertanggung. Pembuktian tersebut diatur
dalam Pasal 295 KUHD: “Pada asuransi atas barang-barang bergerak dan barang
dagangan yang disimpan dalam sebuah rumah, gudang atau tempat penyimpanan lain,
jika alat-alat pembuktian yang disebut dalam Pasal 273, Pasal 274, dan Pasal 275 tidak
ada atau kurang mencukupi, maka hakim dapat memerintahkan agar tertanggung
mengangkat sumpah.” Kerugian dihitung menurut harga barang-barang pada waktu
kebakaran terjadi.

Dalam praktik asuransi kebakaran, risiko yang dijamin ditentukan dengan tegas
dalam polis. Risiko-risiko yang dijamin di dalam polis Asuransi Kebakaran terdiri dari 2 (dua)
bagian besar yaitu :
1) Jaminan Standar Asuransi Kebakaran.
2) Jaminan Tambahan atau Perluasan
Dalam polis standar asuransi kebakaran Indonesia, risiko yang ditanggung
ditentukan sebagai berikut: Polis ini. menjaminn kerugian atau kerusakan pada harta
benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan
oleh:
1) Kebakaran, yang terjadi karena kekurang hati-hatian atau kesalahan pelayan atau
karyawan tertanggurg, tetangga, perampok atau sejenisnya, ataupun karena sebab
kebakaran lain sepanjang tidak dikecualikan dalam polis, termasuk akibat dari:
a. menjalarnya api yang timbul sendirii (self combustion), hubungan arus pendek
(short circuit), atau karena sifat barang itu sendiri (inherent vice);
b. kebakaran yang terjadi karena kebakaran benda lain yang berdekatan, yaitu
kerusakan atau berkurangnya harta benda dan atau kepentingan yang
dipertanggungkan karena air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk
menahan atau memadamkan kebakaran, demikian juga kerugian yang di sebabkan
oleh dimusnahkannya seluruh atau sebagian harta benda dan atau kepentingan
yang dipertanggungkan atas perintah yang berwenang dalam upaya pencegahan
menjalarnya kebakaran itu.
2) Petir, kerusakan yang secara langsung disebabkan oleh petir. Khusus untuk mesin-
mesin, peralatan listrik atau elektronik dan instalasi listrik dijamin oleh polis ini
apabila petir tersebut menimbulkan kebakaran pada benda-benda dimaksud.
3) Ledakan, pengertian ledakan dalam polis ini adalah setiap pelepasan tenaga secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh mengembangnya gas atau uap. Meledaknya suatu
bejana (ketel uap. pipa dan sebagainya) dapat dianggap ledakan jika dinding bejana
itu robek terbuka sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan tekanan secara
tiba-tiba di dalam maupun di luar bejana. Jika ledakan itu terjadi di dalam bejana
sebagai akibat reaksi kimia setiap kerugian pada bejana tersebut dapat diberikan
ganti kerugian sekalipun dinding bejana tidak robek terbuka. Kerugian yang di
sebabkan oleh rendahnya tekanan di dalam bejana tidak dijamin oleh polis. Kerugian
61

pada mesin pembakar yang diakibatkan oleh ledakan di dalam ruang pembakaran
atau pada bagian tombol sakelar listrik akibat timbulnya tekanan gas, tidak dijamin.
Dengan syarat apabila terhadap risiko ledakan ditutup juga pertanggungan dengan
polis jenis lain yang khusus untuk itu, penanggungan hanya menanggung kerugian
akibat peledakan sepanjang hal tersebut tidak ditanggung oleh polis jenis lain itu.
4) Kejatuhan Pesawat Terbang, yaitu benturan fisik antara pesawat terbang atau segala
sesuatu yang jatuh dari pesawat terbang dengan harta benda dan atau kepentingan
yang dipertanggungkan atau dengan bangunan yang berisikan harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan.
5) Asap, yaitu asap yang timbul dari kebakaran harta benda yang di pertanggungkan
pada polis ini.
Dengan tambahan Premi, maka jaminan Standard Asuransi Kebakaran Indonesia
dapat diperluas dengan jaminan tambahan yang diinginkan.
Risiko yang dikecualikan :
1. Gempa bumi atau letusan gunung berapi
2. Pemogokkan, kerusakan, kegaduhan sipil, perbuatan jahat
3. Peperangan atau akibat dari peperangan dan pemberontakan bersenjata
4. Reaksi inti atom atau energi nuklir
5. Pembawaan sendiri harta benda yang diasuransikan.

Perluasan risiko yang ditanggung


Dengan membayar tambahan premi, dapat ditutup perluasan tanggungan untuk
risiko-risiko yang dikecualikan dan risiko-risiko lain yang tidak termasuk risiko-risiko
pokok, yaitu:
1. Pemogokkan, kerusakan, kegaduhan sipil, perbuatan jahat, tertabrak kendaraan,
disebabkan oleh asap
2. Gempa bumi atau letusan gunung berapi
3. Angin topan, badai, banjir, tanah longsor
4. Terbakar sendiri atau terbakar akibat arus pendek

E. Asuransi Rangkap Dari Perubahan Risiko


Dalam ketentuan syarat umum mengenai asuransi rangkap, penanggung
menetapkan dalam polis standar asuransi kebakaran bahwa pada waktu pertanggungan
ini dibuat, tertanggung harus memberitahukan kepada penanggung segala
pertanggungan lain atas harta benda dan atau kepentingan yang sama. Jika kemudian
tertanggung menutup pertanggungan lainnya atas harta benda dan atau kepentingan
yang sama, hal itu pun wajib diberitahukannya kepada penanggung. Apa akibatnya bila
tentanggung tidak memberitahukannya kepada penanggung? Segala kerugian yang
timbul akibat tidak dipenuhinya kewajiban pemberitahuan menjadi beban tertanggung.
Polis standar asuransi kebakaran Indonesia juga memuat ketentuan mengenai
perubahan risiko. Jika ada perubahan atau perombakan atas harta benda yang
dipertanggungkan atau atas tempat dimana harta benda yang dipertanggungkan
62

disimpan, sebagian atau seluruhnya dipergunakan untuk keperluan lain atau kalau
barang-barang lain disimpan juga di sana, sehingga risiko yang dijamin polis menjadi lebih
besar dan tertanggung tahu atau seharusnya tahu akan keadaan demikian itu,
tertanggung harus memberitahukannya kepada penanggung selambat-lambatnya dalam
waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak ada perubahan tersebut.
Sehubungan dengan perubahan risiko seperti yang telah disebutkan di atas,
penanggung berhak menetapkan pertanggungan ini diteruskan dengan premi yang sudah
ada atau dengan premi yang lebih tinggi atau menghentikan pertanggungan sama sekali.
Jika penanggung menolak meneruskan pentanggungan ini, premi yang sudah dibayar
untuk jangka waktu yang belum habis, dikembalikan kepada tertanggung secara prorata.

F. Janji-janji Khusus
Pada asuransi kebakaran mengenai hak milik berupa gedung, tertanggung dapat
minta diperjanjikan:
a. kerugian yang timbul pada gedung hak milik supaya diganti; atau
b. gedung itu supaya dibangun kembali; atau
c. gedung itu supaya diperbaiki.
Janji pembangunan kembali atau perbaikan gedung itu maksimum sampai sebesar
jumlah asuransi (Pasal 288 ayat (1) KUHD). Dalam hal penggantian kerugian, harus
dihitung perbedaan nilai gedung sebelum terjadi evenemen dengan nilai gedung sesudah
terjadi evenemen. Ganti kerugian itu harus dibayar secara tunai (Pasal 288 ayat (2)
KUHD).
Dalam hal ada janji pembangunan kembali tertanggung wajib membangunnya
kembali atau memperbaiki gedungnya dengan biaya penanggung. Penanggung berhak
mengawasi agar uang yang diberikan penanggung itu dalam waktu yang kalau perlu telah
ditentukan oleh hakim benar benar digunakan untuk membangun gedung yang terbakar
itu. Atas permintaan penanggung, hakim bahkan dapat membebani tertanggung untuk
memberi jaminan secukupnya bilamana ada alasan untuk itu (Pasal 288 ayat (3) KUHD).
Menurut ketentuan Pasal 289 KUHD, asuransi kebakaran dapat diadakan dengan
jumlah penuh atas benda yang diasuransikan. Dalam hal diadakan janji untuk
membangun kembali jika terjadi kebakaran, tertanggung dapat memperjanjikan bahwa
biaya yang diperlukan untuk pembangunan kembali itu akan diganti oleh penanggung.
Akan tetapi, biaya pembanguna kembali itu tidak boleh melebihi 3/4 (tiga perempat) dari
jumlah asuransi.
Dalam pasal 288 ayat 3 yang berbunyi: “Apabila dijanjikan, bahwa bangunan yang
terbakar akan dibangun kembali dengan biaya yang jumlahnya tidak boleh lebih dari
pada jumlah membangun kembali.”
Si asurador berwewenang untuk mengawasinya guna mengetahui apakah uang
yang ia beri kepada terjamin, betul-betul dipergunakan oleh terjamin untuk membangun
kembali dalam waktu tertentu, yang kalau perlu ditetapkan lamannya oleh Hakim. Dalam
63

hal ini. Hakim berwewenang untuk, atas permintaan asurador, meminta jaminan si
terjmin, kalau memang ada alasan untuk itu.
Pasal 289 berbunyi:
1) Asuransi kebakaran dapat diadakan untuk harga nilai penuh dari barang yang dijamin.
2) Apabila diadakan perjanjian membangun kembali, maka harus dijanjikan pula, bahwa
biaya yang diperlukan untuk membangun kembali itu, harus diganti oleh asurador.
3) Dalam hal ada perjanjian seperti ini jumlah uang yang dijamin tidak boleh melebihi
dari biaya membangun kembali itu.
Uang tunai harus betul-betul dipergunakan untuk membangun kembali. Dan
asurador berwewenang untuk mengawas-awasi itu. Dalarn hal ini dapat ditentukan
tenggang waktu tertentu pembangunan kembali itu harus se1esai. Hakim dapat turut
menetapkan tenggang waktu ini kalau ada perselisihan. Apabila perlu, yaitu apabila
dikhawatirkan, bahwa si terjamin tida akan membayar kewajibannya untuk membangun
kembali dalam waktu yang telah ditentukan. Hakim atas tuntutan asurador dapat
menuntut si terjami untuk mengadakan jaminan.
Jaminan ini dapat berupa uang tunai yang oleh terjamin harus dibayarkan kepada
suatu Bank dan tentunya ditujukan untuk kalau perlu, digunak bagi ganti kerugian kepada
asurador, apabila tidak dilakukan pembangunan kembali dan oleh karenanya asurador
menderita kerugian.

G. Macam-macam polis kebakaran


Polis dasar kebakaran
Polis dasar menjamin risiko-risiko pokok yang terdiri dari kebakaran, peledakan,
sambaran petir, dan kejatuhan pesawat udara (lihat risiko yang ditanggung).
Berdasarkan obyek pertanggungan, polis dipisah kedalam polis kebakaran industri dan
polis kebakaran non-industri. Polis lainnya antara lain polis perhitungan kembali, polis
mengambang, polis penilaian, polis tanpa penilaian dan polis pemulihan nilai.

Polis kebakaran industry


Polis ini menanggung kerugian/kerusakan yang diakibatkan oleh risiko-risiko pokok atas
bangunan-bangunan industri, perlengkapan dan peralatan, bahan-bahan baku, bahan-
bahan pembantu, dan sebagainya.
Risiko-risiko yang ditanggung dalam Machinery Breakdown Insurance (asuransi atas
kerugian/kerusakan mesin-mesin yang disebabkan oleh peristiwa yang tidak terduga
selama masa pertanggungan) adalah kerugian/kerusakan yang diakibatkan oleh :
1. Benturan, kemasukan benda ke dalam mesin atau kejatuhan.
2. Kurang hati-hati, kelalaian, tidak ada/kekurangan tenaga ahli.
3. Arus pendek atau sebab-sebab sistem listrik.
4. Peledakan fisik. Bedakan dengan peledakan dalam asuransi kebakaran.
5. Perancangan yang salah atau kesalahan waktu memasang.
6. Perbuatan jahat orang lain.
64

Polis kebakaran non-industri


Polis ini menanggung kerugian/kerusakan yang diakibatkan oleh risiko-risiko pokok atas
berbagai kepentingan, yang terdiri dari harta tetap (harta yang tidak bisa dipindah-
pindahkan) dan harta bergerak (harta yang bisa dipindah-pindahkan).

Polis perhitungan kembali


Polis ini merupakan polis deklarasi, yang digunakan untuk menanggung risiko-risiko dalam
perkebunan, pabril gula, gudang umum dan gudang swasta, toko, shopping centre, dsb,
dimana nilai obyek pertanggungan selalu berubah-ubah nilainya, yang berarti pula
berubah-ubah risiko yang ditanggung.
Menurut ketentuan polis ini, premi dibayar lebih dulu sebagai uang muka, biasanya 75 %
dari premi satu tahun yang diperkirakan. Kemudian setiap bulan tertanggung
memberitahukan secara tertulis kepada penanggung atas besarnya risiko yang ditanggung
selambat-lambatnya 30 hari setelah berakhir bulan yang bersangkutan. Berdasarkan
deklarasi, premi yang sebenarnya dihitung setiap bulan. Setelah satu tahun berlalu,
jumlah premi yang sebenarnya diperhitungkan kepada uang muka premi, yang bila lebih
akan dikembalikan.

Polis mengambang
Polis yang menutup suatu jumlah pertanggungan dari obyek pertanggungan yang berada
di dalam lebih dari satu bangunan, misalnya barang-barang yang ditanggung berada di
dalam lebih dari satu gudang yang berda di dalam satu kota.
Polis mengambang biasanya tidak digunakan untuk menanggung risiko yang tersebar atau
berada di dalam lebih dari satu kota. Namun asalkan dibayar premi tambahan, dapat
digunakan untuk menanggung risiko yang tersebar.

Polis penilaian
Polis penilaian merupakan polis yang harga pertanggungannya ditentukan berdasarkan
penilaian yang disetujui oleh penanggung dan tertanggung, yang dinilai dengan
berpedoman kepada harga jual atau harga pasar obyek pertanggungan itu.

Polis tanpa penilaian


Polis tanpa penilaian adalah polis yang harga pertanggungannya ditentukan berdasarkan
harga pembelian atau biaya pembangunan dikurangi dengan penyusutan yang wajar.

Polis Pemulihan Nilai


Polis ini menanggung gedung atau bangunan bersama isinya. Yang dimaksud dengan
isinya adalah perlengkapan dan peralatan gedung atau bangunannya itu.

Kepentingan Yang Ditanggung


Bangunan utama dan mesin-mesin pada perusahaan industri perlu dilindungi dengan
menutup asuransi kebakaran. Asuransi kebakaran tidak menanggung kerusakan mesin-
mesin kecuali bila kerusakan disebabkan oleh risiko-risiko pokok asuransi kebakaran.
Namun bila diluar risiko pokok ditutup asuransi M.B.
65

H. Ketentuan Konstruksi Asuransi Kebakaran


Menurut ketentuan konstruksi dalam asuransi kebakaran ditetapkan bahwa pada setiap
pertanggungan atas bangunan tidak diperkenankan mengecualikan suatu bagian
daripadanya yang berada diatas permukaan tanah. Maksudnya adalah bangunan suatu
perusahaan industri yang meliputi pabrik, tempat penyimpanan persediaan bahan baku
dan bahan pembantu, tempat penyimpanan produksi, kantor, garasi, pos satpam, dan
bangunan-bangunan pembantu lainnya harus ditutup asuransi kebakarannnya secara
keseluruhan dengan menggunakan polis kebakaran.

Penggolongan Kelas Konstruksi


Kelasnya konstruksi bangunan dibagi ke dalam kelas S, I, II, III, dan IV.

Konstrusi Bangunan Kelas S (Super)


Kondisi yang mencerminkan adalah bangunan beratap keras dan bangunan yang dibawah
atap tahan terhadap api minimal selama 90 menit yaitu :
1. Dinding-dinding luar tahan api.
2. Dinding-dinding dalam tahan api, sepanjang dinding-dinding yang demikian
merupakan pemikul beban bangunan.
3. Lantai tahan api tanpa tembusan atau dengan tembusan yang terlindungi.
4. Bagian-bagian pemikul beban dan anak tangga tahan api.

Konstruksi Bangunan Kelas I


Bangunan beratap keras dengan dinding-dinding luar dan dalam tahan api minimal 30
menit. Juga konstruksi berkerangka baja yang diselubungi tahan api minimal 30 menit.

Konstruksi Bangunan Kelas II


Bangunan beratap keras dengan dinding luar dari bahan konstruksi yang tidak mudah
terbakar, bentukan baja atau kayu diisi dengan kayu atau kaca, konstruksi baja atau beton
bertulang dengan dilapisi panel tipis dan tidak mudah terbakar. Namun bangunan kelas S,
I, II yang beratapkan atap lunak dikenakan tambahan premi.

Konstruksi Bangunan Kelas III


Bangunan beratap keras dengan dinding luar dari kayu, rangka kayu diisi dengan tanah
liat atau lapisan kayu atau dengan lapisan pelat besi atau lembaran semen asbes.
Bangunan beratap keras tanpa dinding.

Konstruksi Bangunan Kelas IV


Kelas ini sama dengan kelas III namun beratap lunak.

I. Pokok-pokok Menentukan Tarip Premi


Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan tarip premi adalah :
1. Kelas konstruksi bangunan
2. Penggunaannya (occupation)
3. Lokasi objek pertanggungan
4. Harga pertanggungan
66

Tarip Premi Dasar


Tarip yang ditetapkan telah dikukuhkan dalam Tarip Standard Kebakaran
Indonesia. Data atau Informasi yang Diperlukan Dalam Penutupan Asuransi Kebakaran :
 Fungsi atau kegunaan bangunan (proses produksi yang ada dalam bangunan
tersebut).
 Lokasi atau letak bangunan.
 Nilai Bangunan dan isi (isi dapat berupa mesin, stock barang dan lain-lain).
 Perkiraan luas bangunan dan luas lahan di mana bangunan itu berdiri.
 Kondisi lingkungan sekitar letak bangunan (kiri, kanan, depan maupun belakang dari
bangunan itu berdiri).
 Komponen pembentukan dari bangunan (seperti atap, dinding, lantai, tiang, tangga,
rangka dan lain-lain) juga diperlukan untuk diketahui.
 Informasi lain yang berkaitan dengan kepemilikan dari penghuni bangunan tersebut
(apakah pemilik atau penyewa dan lain-lain)

Prosedur Klaim :
 Memberikan laporan melalui telepon 1x 24 jam, disusulkan dengan laporan tertulis
serta melengkapi dokumen pendukung
 Surat pengajuan klaim
 Estimasi klaim yang diajukan
 Bila diperlukan Perusahaan Asuransi akan menunjuk "Lost Adjusters" untuk
melakukan penelitian dan perhitungan kerugian.
67

BAB VIII
ASURANSI PENGANGKUTAN

Saat ini pengangkutan barang dari satu daerah ke daerah lain memegang peranan yang
sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Terlebih dengan begitu pesatnya
perkembangan bidang industri yang tersebar hampir di seluruh wilayah tanah air.
Mengingat begitu besarnya arus perpindahan barang dari satu daerah ke daerah lain,
maka perlu adanya suatu jaminan terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi.
Ada beberapa macam jenis asuransi yang termasuk dalam asuransi pengangkutan, yaitu
asuransi pengangkutan darat, asuransi pengangkutan laut, asuransi pengangkutan
terpadu, dan asuransi aviasi, yang kesemuanya bertujuan untuk memberikan jaminan
terhadap risiko atas segala kemungkinan yang terjadi dalam pengangkutan. Tapi untuk
lebih praktisnya penyampaiannya dibahas lebih dahulu asuransi pengangkutan darat.

A. Asurasi Pengangkutan Darat


Beberapa karakteristik asuransi pengangkutan darat, mulai dari obyek pertanggungan,
bahaya-bahaya dalam pengangkutan darat, jaminan keselamatan penumpang, sampai
dengan asuransi pengangkutan barang.

1. Obyek Pertanggungan
Obyek pertanggungan dalam asuransi pengangkutan darat adalah kendaraan pengangkut
darat beserta muatannya terhadap berbagai macam bahaya yang dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian pada kendaraan pengangkut maupun pada muatannya.
Asuransi pengangkutan darat meliputi 3 macam asuransi yaitu :
1. Asuransi Atas Keselamatan Penumpang
2. Asuransi Atas Barang yang Diangkut
3. Asuransi Atas Kendaraan Pengangkut

2. Risiko (bahaya) Dalam Pengangkutan Darat


Risiko yang dijamin dalam asuransi pengangkutan darat adalah :
1) Angin topan, angin ribut, gempa bumi, letusan gunung berapi, dan banjir.
2) Tabrakan atau senggolan antara sesama kendaraan pengangkut, menabrak benda
keras, tergelincir keluar dari jalan atau rel, jatuh ke sungai atau jurang.
3) Penahanan atau penyitaan oleh yang berwajib atau penduduk.
4) Peperangan, sabotase, pembajakan, perampasan.
5) Kerusuhan, kekacauan, pemogokan, demonstrasi, kebakaran, pencurian, kehilangan,
dan sebagainya.

3. Jaminan Keselamatan Penumpang


Jaminan atas keselamatan penumpang kendaraan darat ditutup asuransinya oleh
pengangkut kepada perusahaan asuransi kerugian. Di Indonesia, jaminan diberikan oleh
perusahan asuransi kerugian PT. Jasaraharja (akan dibahas pada asuransi sosial).
68

4. Asuransi Pengangkutan Barang


Barang yang diangkut lewat darat, asuransinya ditutup oleh perusahaan asuransi kerugian
dengan menggunakan polis perjalanan darat. Dalam garis besarnya, isi polis
pengangkutan lewat darat (merujuk Pasal 256 dan 686 KUHD) adalah sebagai berikut :
1. Nama, alamat tertanggung, dan pialang (apabila asuransi ditutup dengan
perantaraan pialang).
2. Bahaya atau risiko yang ditanggung atau (kondisi) standar pertanggungan.
3. Saat bahaya mulai ditanggung dan saat bahaya terakhir ditanggung, atau saat polis
mulai berlaku dan berakhirnya polis.
4. Keterangan dan data barang yang ditanggung sepanjang yang diketahui oleh
tertanggung (dan broker = pialang).
5. Perjanjian yang telah diadakan oleh tertanggung kepada pihak ketiga (bila ada)
mengenai barang yang ditanggung.
6. Tanggal diadakan perjanjian asuransi.
7. Apabila dalam surat angkutan (surat muatan) disebutkan lamanya perjalanan darat,
disebutkan pula dalam polis.
8. Apakah perjalanan darat dilakukan langsung, terputus atau singgah
9. Nama dan alamat pengangkut atau ekspeditur yang menerima pengangkutan
10. Jumlah harga pertanggungan dan prosedur menentukan harga pertanggungan (real
value, insured value, agreed value).
11. Nama tempat tujuan barang
12. Tarif premi (1%) dari jumlah pertanggungan.

Pasal 688 KUHD menetapkan bahwa jaminan dari penanggung (butir 4.3 di atas) mulai
berlaku sejak barang telah sampai ke kendaraan yang akan mengangkutnya ke tempat
tujuan atau sejak barang sampai di kantor atau ke tempat lain yang diterima oleh
pengangkut. Jaminan berakhir sejak barang telah diserahkan oleh pengangkut ke dalam
kendaraan tertanggung atau orang-orang yang dikuasakannya.
Ketentuan Pasal 688 KUHD di atas oleh para pihak dapat dikesampingkan yaitu dengan
membuat ketentuan dalam polis bahwa jaminan mulai berlaku dari suatu tempat tertentu
dan berakhir pada tempat tertentu pula.

5. Pengangkutan Berganti-ganti Melalui Darat dan Air


Pasal 691 KUHD menetapkan bahwa dalam pertanggungan barang yang diangkut
berganti-ganti melalui darat dan air, jaminan dari penanggung tetap berlaku sekalipun
selama perjalanan, barang yang ditanggung dipindahkan ke dalam kendaraan pengangkut
lain atau kapal lain. Akan tetapi perjalan yang berganti-ganti melalui darat dan air harus
dilakukan melalui jalan atau rute yang lazim digunakan untuk kendaraan pengangkut yang
demikian. Kecuali dalam keadaan terpaksa, tidak boleh dilakukan penyimpangan
perjalanan. Apabila dilakukan, maka jaminan dari penaggung berakhir sejak
penyimpangan itu, kecuali dalam polis pertanggungan barang dimasukan syarat
69

diperkenankan penyimpangan perjalanan, yang diminta oleh tertanggung ketika menutup


asuransi dengan membayar premi tambahan.

6. Asuransi Kendaraan Pengangkut Darat


Kendaraan pengangkut darat ditutup asuransinya kepada perusahaan asuransi kerugian.
Polis yang digunakan dapat berupa polis perjalanan darat atau polis waktu. Apabila
digunakan polis perjalanan, maka jaminan dari penanggung hanya berlaku untuk satu kali
perjalanan dimulai dari tempat pemberangkatan sampai di tempat tujuan. Namun
umumnya digunakan adalah polis waktu (1 tahun, 1/2 tahun, 3 bulan, 1 bulan), tidak
menjadi persoalan apakah kendaraan dijalankan atau tidak. Khusus untuk kendaraan
bermotor, Dewan Asuransi Indonesia (DAI) telah mengeluarkan Kondisi Standar Asuransi
Kendaraan Bermotor.

B. Asuransi Pengangkutan Laut (Ocean Marine Insurance)


1. Definisi Asuransi
Asuransi pengangkutan laut merupakan suatu perjanjian pertanggungan antara
penanggung dan tertanggung atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal
sebagai alat pengangkut dan barang sebagai muatan kapal dari kemungkinan resiko
kerusakan/kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut atau bahaya lain yang
berhubungan dengan bahaya laut.

2. Objek Asuransi Laut


Objek pertanggungan atau kepentingan-kepentingan yang dapat dipertanggungkan
serta yang merupakan jenis asuransi laut (Marine Insurance), meliputi :
1. Barang dan kepentingan yang melekat didalamnya (Marine Cargo Insurance),
meliputi :
a. Cargo, harga beli barang itu sendiri;
b. Freight, biaya pengiriman atau ongkos kapal;
c. Forwarding Expenses, ongkos pembongkaran dan pengurusan barang;
d. Premi Asuransi;
e. Imaginary Profit, keuntungan yang diharapkan;
f. Cash in Transit.
2. Kapal dan segala kepentingan yang melekat didalamnya (Marine Hull and
Machinary Insurance)
Kepentingan yang berhubungan dengan kapal secara garis besarnya dapat
dikategorikan atas 2 (dua) kelompok kepentingan yang melekat didalamnya
sebagai berikut :
a. Kepentingan dari pemilik kapal akibat rusaknya kapal serta kerugian-
kerugian lainnya yang langsung diderita pemiliknya.
b. Kerugian pemilik kapal akibat tanggungjawabnya kepada pihak lain yang
terjadi selama ia mengoperasikan kapalnya.
70

3. Premi Asuransi Laut


Premi asuransi (Insurance Premium) adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh
Tertanggung kepada Penanggung sebagai imbalan dari kesediaan Penanggung mengambil
alih resiko yang mungkin akan dihadapi oleh Tertanggung.

Perbedaan pokok antara golongan asuransi jumlah (misalnya asuransi jiwa) dengan
golongan asuransi kerugian (misalnya asuransi pengangkutan laut) terletak pada fungsi
premi. Pada asuransi jiwa, premi berfungsi sebagai tabungan dan sebagai harga jasa
proteksi asuransi. Sedangkan pada asuransi laut, fungsi premi asuransi hanya sebagai
harga dari jasa proteksi asuransi yang diberikan oleh pihak Penanggung selama jangka
waktu kontrak (masa berlakunya jaminan polis).

4. Kontrak Asuransi Laut


Menurut pasal 255 KUH Dagang, perjanjian asuransi akan berlaku/sah jika sudah
dinyatakan dalam suatu perjanjian tertulis yang disebut Polis (Policy) dan dibubuhi Bea
Materai secukupnya.
1. Macam-macam Polis
Macam-macam polis yang biasanya dipergunakan diantaranya :
a. Polis Berjangka (Time Policy)
Polis Berjangka (Time Policy) adalah polis yang menutup pertanggungan untuk
suatu jangka waktu tertentu (biasanya selama 6 bulan, dan seterusnya).
b. Polis Perjalanan (Voyage Policy)
Polis Perjalanan (Voyage Policy) adalah polis yang menutup pertanggungan
selama perjalanan tertentu dari satu tempat ke tempat lain tanpa menghiraukan
lama waktunya.
c. Polis Campuran (Mixed Policy)
Polis Campuran (Mixed Policy) adalah campuran antara Polis Berjangka dan Polis
Perjalanan.
d. Open Policy atau Floating Policy
Open Policy adalah polis yang menutup pertanggungan sejumlah barang yang
pengapalannya akan ditentukan kemudian.
e. Open Cover
Open cover adalah suatu polis yang menutup asuransi sejumlah barang dalam
jangka waktu tertentu sedangkan pelaksanaannya akan ditentukan sesudah
pengapalannya.

2. Isi Polis
Polis adalah suatu kontrak dan harus di isi secara lengkap mengenai pokok persetujuan
kedua belah pihak mengenai hak dan kewajibannya.
Sesuai dengan pasal 256 KUH Dagang, yang harus dicantumkan dalam polis asuransi
adalah :
a. Nama penanggung atau nama orang-orang yang menanggung;
b. Nama tertanggung;
71

c. Keterangan lengkap mengenai objek yang ditutup;


d. Jumlah uang pertanggungan (uang asuransi);
e. Bahaya atau resiko yang ditutup (resiko-resiko yang dijamin);
f. Jangka waktu pertanggungan (mulai dan berakhirnya)
g. Premi pertanggungan;
h. Semua hal dan keadaan penting bagi suatu pertanggungan serta persetujuan lain
yang telah dicapai antara pihak-pihak yang bersangkutan.

3. Masa Berlakunya Pertanggungan


Tentang kapan berlakunya pertanggungan dan saat tidak berlakunya ini ditentukan oleh
Pasal-pasal 624 sampai dengan Pasal 634 KUHD.
 Pasal 624, dalam hal pertanggungan atas sebuah kapal maka bahaya mulai berjalan
bagi si yang menanggung semenjak saat nahkoda mulai dengan pemuatan barang-
barang dagangan; atau apabila ia diwajibkan berangkat hanya dengan membawa
bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan tersebut.
 Pasal 625, dalam pertangungan yang disebutkan yang lalu bahaya bagi pihak yang
menanggung berakhir dalam jangka waktu 21 hari setelah barang-barangnya
dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau sekian hari lebih cepat setelah
barang-barang sebuah muatan tersebut dibongkar.
 Pasal 626, dalam halnya sebuah kapal dipetanggungkan untuk sebuah perjalanan
pergi-pulang, atau untuk lebih dari suatu perjalanan, maka pihak yang menanggung,
selama itu menanggung bahaya sampai dengan 21 hari semenjak diselesaikannya
perjalanan terakhir, atau beberapa hari lebih cepat setelah barang-barang muatan
terakhir setelah dibongkar.
 Pasal 627, apabila yang diasuransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barng-
barang lainnya, maka bahaya mulai berjalan atas tanggungan pihak yang
menanggung segera setelah barang-barang itu di bawanya ke tepi laut, untuk
selanjutnya tempat itu dimuat atau dinaikkan ke dalam kapal-kapal yang akan
mengangkutnya.
 Pasal 628, jika yang diauransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-
barang lainnya, maka bahaya itu berlangsung terus tanpa henti, meskipun nakhoda
telah dengan terpaksa melakukan pelabuhan darurat, membongkar muatan dan
memperbaiki kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah oleh pihak
yang ditanggung diberikan perintah untuk tidak lagi memuat barang-barangnya ke
kapal, ataupun pelayaran itu diselesaikan sama sekali.
 Pasal 629, jika nakhoda atau pihak yang ditanggung atas barang-barang, karena
alasan-alasan yang sah tidak dapat membongkar muatan dalam jangka waktu seperti
ditetapkan Pasal 627, sedangkan mereka tidak bersalah atas keterlambatan itu,
bahaya bagi pihak yang menanggung tetap berlangsung sampai saat selesainya
dibongkar barang-barang tersebut.
72

4. Berakhirnya Polis
Berakhirnya polis asuransi dapat terjadi karena hal berikut :
a. Batal/berakhir sebelum waktunya :
1) Tertanggung memberikan keterangan-keterangan yang salah (tidak ada itikad
baik/utmost good faith).
2) Tertanggung tidak mempunyai kepentingan yang di asuransikan (Insurable
Interest).
3) Terjadinya penyimpangan dari ketentuan polis, seperti penyimpangan dalam hal
dan percobaan perjalanan yang tidak sesuai dengan ketentuan polis.
4) Perjalanan dihentikan sebelum waktunya (berlaku untuk Polis Perjalanan).
5) Apabila salah satu pihak membatalkan sebelum waktunya.
b. Berakhir secara wajar :
1) Jika perjalanan telah selesai (berlaku untuk Polis Perjalanan).
2) Jika tanggal jatuh tempo telah sampai (berlaku untuk Polis Berjangka).
3) Setelah penanggung membayar total kerugian klaim.
4) Jika pembatalan dilakukan oleh kedua belah pihak.

5. Klaim Asuransi Laut


Klaim dalam asuransi ialah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Tertanggung kepada
Penanggung karena kepentingan yang di suransikan mengalami kerugian atau kerusakan
atas barang yang dipertanggungkannya akibat dari suatu peristiwa selama barang dalam
proses pengangkutan.
1. Prosedur Pengajuan Penyelesaian Klaim
a. Pemberitahuan kerugian.
b. Survey kerusakan dan kerugian.
c. Mengusahakan kelengkapan dokumen pendukung klaim.
2. Dokumen-dokumen Pendukung Klaim Asuransi
a. Polis asuransi atau sertifikat asuransi.
b. Faktur dan daftar perincian barang, meliputi jenis pengepakkannya, dan
sebagainya.
c. Laporan survey.
d. Surat-menyurat dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penyebab
kerugian.
e. Dokumen klaim asuransi lainnya.

6. Resiko-resiko dalam Asuransi Laut


1. Kebakaran
Ada banyak hal yang menimbulkan kebakaran, antara lain:
a. Akibat kecelakaan;
b. Akibat kesalahan awak kapal;
c. Akibat salah satu barang terbakar sendiri;
d. Akibat halilintar;
73

e. Akibat lain yang tidak dapat diketahui penyebabnya.


Sering pula ada pihak penanggung menolak atas klaim yang timbul, maka
penanggunglah yang harus membuktikannya, untuk mengindari pertengkaran-
pertengkaran yang mungkin akan terjadi.
2. Barraty, adalah kecurangan nahkoda dan/atau kru kapal untuk mengambil alih kapal
dari pemiliknya dan kemudian menguasainya dan menggunakan/membawa kapal
tersebut ketempat yang tidak disetujui pemiliknya.
3. Thieves, Yang ditutup, atau di berikan ganti ruginya oleh asuransi hanyalah pencurian
yang dilakukan secara diam-diam. Resiko pencurian tidak termasuk kecurian biasa.
4. Jettison, adalah membuang barang ke laut guna penyelamatan kepentingan umum
kapal dan barang-barang lainnya.

Mengenai resiko-resiko tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa :


a. Resiko yang di alami sebagai suatu bencana yang di akibatkan oleh alat
pengangkutnya, seperti kandas, kebocoran, tenggelam, tabrakan, terbalik, dll.
b. Perlakuan dalam menangani secara tidak bertanggungjawab/sembrono (Rough
Handling), seperti perlakuan disaat muat/bongkar oleh buruh di pelabuhan atau di
gudang.
c. Pencurian serta bencana di kapal, tempat penimbunan, atau disaat muat/bongkar.
d. Kesalahan pada saat muat/bongkar.
e. Kemasan yang tidak memenuhi persyaratan standar.
f. Tempat penimbunan yang tidak memenuhi syarat.
g. Bahaya perang, huru-hara, kerusuhan dan pemogokan di pelabuhan.
h. Karena watak pada barang itu sendiri.
i. Akibat perbaruan barang dari berbagai jenis sehingga dapat menimbulkan
kontaminasi.

C. Asuransi Pengangkutan Terpadu


Adapun karakteristik dari asuransi pengangkutan terpadu, yaitu :
1. Asuransi Pengangkutan Kepulauan
Asuransi pengangkutan barang yang disusun oleh Dewan Asuransi Indonesia, disesuaikan
dengan yang dibutuhkan oleh suatu kepulauan seperti Indonesia, yaitu dipadukan antara
asuransi pengangkutan barang melalui laut, melalui darat, dan udara dengan
menggunakan satu polis. Apabila sejumlah barang diangkut dengan kapal laut dari
Menado ke Surabaya dan seterusnya diangkut ke Kediri dengan Kereta api, maka
asuransinya dapat ditutup satu kali untuk pengangkutan Menado – Surabaya - Kediri
dengan kondisi pertanggungan dipilih salah satu dari Risiko I, Risiko II, dan Risiko III.

2. Risiko yang Ditanggung


Risiko dalam pengangkutan kepulauan dibedakan menjadi 3, yaitu : risiko I, risiko II, dan
risiko III. Adapun ciri-ciri dari masing-masing risiko tersebut adalah sebagai berikut:
74

1. Risiko I
Menjamin semua risiko yang menimbulkan kerugian atau kerusakan pada barang yang
ditanggung, kecuali disebabkan oleh risiko-risiko yang tidak ditanggung (yang disebutkan
di bawah)
2. Risiko II
Menjamin kerugian atau kerusakan atau biaya atas barang yang ditanggung, yang timbul
dari risiko-risiko di bawah ini, kecuali disebabkan oleh risiko-risiko yang tidak ditanggung
(yang disebutkan di bawah)
1. Akibat dari alat pengangkutan mengalami :
a. kebakaran atau peledakan
b. terdampar, terkandas, terbalik, tenggelam, tergelincir keluar rel atau jalur,
tabrakan, terjatuh, tersungkur, pendaratan darurat.
2. Pembongkaran di pelabuhan darurat
3. Gempa bumi, letusan gunung berapi, sambaran petir
4. Disebabkan oleh :
a. pengorbanan kerugian umum
b. pembuangan barang kelaut
c. terlemparnya barang ke laut
d. air laut, air sungai, air danau, air hujan atau air tawar masuk ke dalam alat
pengangkut termasuk tempat penimbun barang
e. Kerugian akibat bongkar muat
f. Tanggung jawab akibat tabrakan kapal

3. Risiko III
Menjamin kerugian atau kerusakan keseluruhan atas barang yang ditanggung, yang
timbul dari risiko-risiko tersebut di bawah ini, kecuali disebabkan oleh risiko-risiko yang
tidak disebut.
1. Akibat dari alat pengangkutan mengalami :
a. kebakaran atau peledakan
b. terdampar, terkandas, terbalik, tenggelam, tergelincir keluar rel atau jalur,
tabrakan, terjatuh, tersungkur, pendaratan darurat
2. Pembongkaran di pelabuhan darurat
3. Yang disebabkan oleh :
a. pengorbanan kerugian umum
b. pembuangan barang ke laut
4. Kerugian akibat dari :
a. bongkar muat, dan
b. terlemparnya barang ke laut karena cuaca buruk

3. Risiko yang dikecualikan


Selain risiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi, terdapat risiko yang tidak
ditanggung, yang biasanya disebut dengan risiko yang dikecualikan sebagai berikut :
75

1. Kesalahan atau kelalaian tertanggung, asuransi ini tidak menjamin :


1) Kerugian atau kerusakan barang yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan
tertanggung, pegawai-pegawai tertanggung atau orang-orang yang bekerja pada
tertanggung dan agen tertanggung.
2) Kerugian atau kerusakan barang dan biaya-biaya yang timbul akibat dari
pembungkus yang kurang baik, termasuk penimbunan atau penyusunan barang
di dalam kontainer, tetapi hanya bila penyusunan barang dilakukan oleh orang-
orang yang berada di bawah pengawasan tertanggung.
3) Kerugian atau kerusakan yang disengaja pada barang yang ditanggung atau
bagian dari barang yang ditanggung karena tindakan salah oleh seorang atau
orang-orang lain.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk risiko I.

2. Sifat Pembawaan Barang


Asuransi ini tidak menjamin kebocoran atau susut atau keausan yang wajar dari
barang-barang yang ditanggung kerugian atau kerusakan barang atau biaya-biaya
yang timbul akibat dari sifat barang yang ditanggung. Karena alamiahnya barang-
barang tertentu dapat mengalami proses pembusukan sendiri (sayur-mayur, buah-
buahan, makanan, dan lain-lain), demikian pula ada jenis barang yang dapat terbakar
sendiri, misalnya kopra dapat terbakar sendiri di dalam palka bila udara sangat panas.

3. Kelambatan pengiriman barang


Asuransi ini tidak menjamin kerugian atau kerusakan barang atau biaya-biaya yang
timbul yang diakibatkan langsung oleh kelambatan walaupun kelambatan yang
disebabkan oleh risiko-risiko yang dijamin. Kelambatan yang dialami oleh alat
pengangkut, misalnya karena kesalahan navigasi, dapat menimbulkan pada barang
yang diangkutnya. Kerugian yang demikian tidak termasuk risiko asuransi
pengangkutan, tapi merupakan tanggung jawab pengangkut. Berarti kerugian yang
demikian tidak dijamin oleh asuransi kelambatan penyerahan barang kepada
penerima barang di tempat tujuan, juga dapat menimbulkan kerugian pada barang,
yang dikenal dengan istilah liquidity damage. Kerugian yang demikian merupakan
tanggung jawab yang demikian tidak dijamin oleh asuransi pengangkutan.
Kelambatan barang tiba di tempat tujuan disebabkan oleh kapal melakukan deviasi
ydiperbolehkan menurut hukum atau kapal menghadapi bahaya laut sehingga
terpaksa menyingkir atau mengungsi, tidak terpaksa dalam pengertian kelambatan
ini.

4. Keadaan keuangan yang buruk


Asuransi tidak menjamin kerugian atau kerusakan barang atau biaya-biaya yang
timbul dari keadaan keuangan yang buruk dari pemilik kapal atau pengusaha atau
pencharter kapal atau operator kapal. Keadaan yang buruk untuk membiayai operasi
kapal dapat menimbulkan gangguan terhadap jadwal pelayaran sehingga dapat
76

menimbulkan kerugian pada barang yang diangkut. Hal yang demikian dapat juga
terjadi terhadap alat pengangkut udara dan darat. Kerugian yang demikian
merupakan tanggung jawab pengangkut terhadap pemilik barang. Berarti tidak
dijamin oleh asuransi yang menjamin barang yang bersangkutan.

5. Risiko senjata perang


Asuransi tidak menjamin kerugian atau kerusakan barang atau biaya-biaya yang
timbul akibat penggunaan senjata perang, senjata atom atau nuklir atau reaksi
radioaktif. Yang dimaksud di sini adalah penggunaan senjata-senjata perang atau
senjata atom atau nuklir atau radio aktif yang bukan untuk tujuan perang, diatur
dalam bahaya perang.
6. Risiko perang
Asuransi tidak menjamin kerugian atau kerusakan barang-barang yang disebabkan
oleh :
1) peperangan, perang saudara, revolusi, pemberontakan atau kerusakan di
kalangan
2) masyarakat yang timbul dari kejadian-kejadian tersebut atau tindakan-tindakan
yang bersifat permusuhan oleh atau terhadap pihak yang terlibat perang
3) penyitaan, penangkapan, pembatasan kebebasan atau penahanan pembajakan
4) (dikecualikan) serta akibatnya atau percobaan untuk melakukan hal-hal tersebut.
5) ranjau, torpedo, dan lain-lain yang tidak diurus lagi.

7. Risiko pemogokan
Asuransi ini tidak menjamin kerugian atau kerusakan barang atau biaya-biaya yang
timbul atau disebabkan oleh pemogokan, pemecatan buruh, atau orang-orang yang
ikut serta dalam kerusuhan, huru-hara dalam masyarakat; akibat dari pemogokan,
pemecatan buruh dan huru-hara dalam masyarakat oleh teroris atau tindakan
seseorang dengan latar belakang poitik.

8. Ketidaklayakan alat pengangkut


Asuransi ini tidak menjamin kerugian atau kerusakan barang atau biaya-biaya yang
timbul dari tidak layaknya kapal atau tongkang atau ketidaklayakan alat pengangkut
darat maupun udara, kecuali bila tertanggung atau orang-orang yang bekerja
padanya tidak mengetahui ketidaklayakan alat pengangkut tersebut. Persyaratan
kelayakan kapal harus dilihat dari 3 komponen yang saling berkaitan satu sama lain.
Ketiga komponen tersebut sebagai berikut :
1) Rangka kapal dan mesin kapal berada dalam keadaan baik dan mampu berlayar di
laut. Kondisi kapal dalam keadaan baik dan mampu berlayar di laut diproyeksikan
dari kebenaran material dari seluruh sertifikat kapal yang direkomendasikan oleh
Biro Klasifikasi yang mengawasi operasi kapal.
77

2) Kemampuyan anak buah kapal bernavigasi yang diproyeksikan dari ijazah dan
pengalaman anak buah kapal sesuai dengan besarnya ukuran kapal dan luasnya
jaringan operasi kapal.
3) Kapal selalu dibekali dengan perbekalan dan peralatan yang cukup (bahan bakar,
peta laut, baringan, kompas, radio atau teleks, dan lain-lain).

Ketiga macam persyaratan kelayakan tersebut juga harus dipenuhi oleh alat
pengangkut udara agar dapat dikategorikan layak udara. Sedangkan alat
pengangkutan darat yang lazim digunakan untuk mengangkut barang seperti truk dan
trailer, dapat dikategorikan layak darat bila telah dites dan dikir oleh instansi yang
berwenang (DLLJR) dan sertifikat kir masih berlaku.

4. Mulai dan Berakhirnya Risiko


Dalam polis asuransi biasanya disebutkan kapan mulai dan berakhirnya risiko. Kapan
mulai dan berakhirnya risiko pertanggungan dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Risiko yang dijamin oleh asuransi dimulai sejak barang bergerak meninggalkan
gudang pengiriman untuk diangkut ke tempat tujuan, dan berakhir pada saat barang
diserahterimakan :
 di gudang tujuan disebutkan dalam polis, atau
 di gudang lain yang ditunjuk oleh tertanggung, atau
 lewat waktu 15 hari untuk pengangkutan melalui air; lewat 4 hari untuk
pengangkutan melalui darat; lewat 7 hari untuk pengangkutan melalui udara,
yang mana saja yang lebih dahulu terjadi.
Ketentuan ini merupakan syarat dari gudang ke gudang, tetapi lamanya jaminan di
tempat tujuan dibatasi 15 hari terhitung sejak barang-barang selesai dibongkar dari
alat pengangkut air. Apabila waktu 15 hari ini dilewati, jaminan berakhir walaupun
barang-barang belum selesai diserahkan ke dalam gudang. Tapi bila penyerahan lebih
cepat dari 15 hari, maka jaminan berakhir ketika barang-barang selesai diserahkan ke
dalam gudang.
2. Apabila di luar kekuasaan atau kemampuan tertanggung, kontrak pengangkutan
berakhir sebelum barang tiba di tempat tujuan yang disebutkan dalam polis, maka
jaminan diatur sebagaimana diatur dalam ayat (4.1) di atas, kecuali ditentukan atau
disetujui lain oleh penanggung dengan atau tanpa penambahan premi, maka :
 jaminan berakhir sebagaimana diatur dalam ayat (4.1.1) di atas bila barang
diteruskan ke tempat tujuan yang disebutkan dalam polis.
 jaminan berakhir bila barang terjual di tempat pengakhiran kontrak pengangkutan
atau lewat 7 hari terhitung sejak barang dibongkar dari alat pengangkut, yang
mana saja yang lebih dahulu terjadi.
78

D. Asuransi Aviasi
Asuransi Aviasi merupakan salah satu jenis asuransi pengangkutan. Asuransi ini terdiri
dari asuransi muatan udara, asuransi cargo udara, dan asuransi pesawat udara.

1. Asuransi Muatan Udara


Karakteristik dari asuransi muatan udara adalah :
1) Obyek pertanggungan
Obyek pertanggungan dalam asuransi pengangkutan udara dan muatannya (barang
dan penumpang) terhadap kemungkinan bahaya yang menimpanya, yang terjadi di
Bandar udara (ground risk) atau dalam penerbangan (flight risk).
2) Jaminan keselamatan penumpang
Dalam pengangkutan udara, pengangkut diwajibkan oleh undang-undnag untuk
menutup asuransi atau tanggung jawabnya terhadap penumpang, yaitu : Tanggung
jawab atas keselamatan penumpang
 ketika menaiki pesawat udara
 selama dalam pesawat udara, dan
 ketika turun dari pesawat udara dengan ketentuan bahwa jaminan keselamatan
hanya diberikan kepada penumpang yang memiliki karcis penumpang yang sah.
Di Indonesia, keselamatan penumpang dijamin oleh PT. Jasa Raharja.
3) Tanggung jawab atas kerugian bagasi penumpang (hilang, rusak, terbakar), kecuali
bagasi yang dibawa sendiri oleh penumpang. Jaminan atas kemungkinan kerugian
atas bagasi penumpang diasuransikan kepada perusahaan asuransi kerugian oleh
pengangkut.

2. Asuransi Cargo Udara


Adalah asuransi atas barang-barang (bukan bagasi penumpang) yang diangkut oleh
pesawat udara untuk melindungi pemilik barang terhadap kemungkinan bahaya yang
menimbulkan kerugian atau kerusakan yang dialami oleh barang yang disebabkan oleh
pesawat udara yang mengangkutnya ditimpa bahaya.

3. Asuransi Pesawat Udara


Karakteristik dari asuransi pesawat udara adalah :
1. Obyek pertanggungan
Obyek pertanggungan dalam asuransi pesawat udara itu sendiri, yang meliputi kerangka
dan mesin pesawat, baling-baling, motor, dan semua peralatan yang merupakan bagian
dari pesawat udara, termasuk perlengkapan yang dapat dilepaskan dari pesawat udara itu
seperti kompas, radio, perlengkapan kabin, dan lain-lain.
2. Risiko yang dijamin
Jaminan dari polis gabungan pesawat udara meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Tanggung jawab terhadap pihak ketiga, tidak termasuk tanggung jawab
terhadap penumpang, misalnya pesawat jatuh di pemukiman penduduk. Peristiwa
ini menyebabkan tertanggung dibebani tanggung jawab untuk membayar kerugian
79

atas kecelakaan tersebut, dalam hal ini perusahaan asuransi akan mengganti
kerugian tersebut.
2) Tanggung jawab terhadap penumpang atau keselamatan penumpang ketika :
 menaiki pesawat udara
 selama berada di dalam pesawat udara, dan
 ketika turun dari pesawat udara dengan ketentuan bahwa penumpang yang
bersangkutan memiliki karcis yang sah.
3) Tanggung jawab atas kerugian atau kerusakan bagasi penumpang, kecuali bagasi
sendiri yang dibawa oleh penumpang.
4) Kehilangan atau kerusakan pesawat udara ketika berada di udara, bergerak di
landasan, di darat, dan di permukaan air. Kehilangan atau kerusakan pesawat udara
disebabkan oleh berbagai bahaya seperti topan badai, pesawat udara jatuh atau
tersungkur, melakukan pendaratan darurat, tabrakan di udara, menabrak benda
permanen di bandar udara, kebakaran dan sebagainya.

3. Risiko dan lama pertanggungan


Semakin luas risiko yang dijamin semakin luas pula bahaya yang ditanggung, maka
preminya pun semakin besar. Lamanya pertanggungan juga berpengaruh terhadap besar
kecilnya premi asuransi. Dalam perbandingannya, premi untuk jangka panjang lebih kecil
daripada premi untuk jangka pendek.
80

BAB IX
ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Asuransi Bermotor

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 74/PMK.010/2007 khususnya Pasal 1 ayat
(2) menentukan bahwa: “Asuransi Kendaraan Bermotor adalah produk asuransi kerugian
yang melindungi tertanggung dari resiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan
dengan kepemilikan dan pemakaian kendaraan bermotor.”

Asuransi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari asuransi umum yang menjamin
kerugian atau kerusakan pada kendaraan bermotor yang dipertanggungkan terhadap
resiko tabrakan, perbuatan jahat orang lain, pencurian, kebakaran dan sambaran petir,
sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam Polis Kendaraan Bermotor Indonesia. Secara
garis besar, jenis pertanggungan Asuransi Kendaraan Bermotor terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu dibagi menjadi 2 (dua) jenis:1
1. Comprehensive/All Risk (Kerugian Gabungan) memberikan jaminan terhadap:
a. Kerugian/kerusakan atas kendaraan bermotor yang diasuransikan karena
tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir dari jalan.
b. Kerugian keuangan/kerusakan kendaraan bermotor karena perbuatan jahat
orang-orang terkecuali oleh keluarga sendiri/orang yang bekerja dengan
tertanggung atau membawa kendaraan tersebut seizin tertanggung.
c. Kebakaran yang diakibatkan oleh api yang muncul dari dalam maupun dari luar
Kendaraan.
d. Pencurian, termasuk pencurian yang dilakukan dengan kekerasan.
e. Sambaran petir.
2. Total Loss Only (TLO) menjamin kerugian kendaraan yang diasuransikan baik karena
kecelakaan, kebakaran, maupun pencurian, dimana kerugian tersebut memenuhi
salah satu syarat berikut :
a. Akibat kecelakaan/kebakaran, dimana biaya kerugian/kerusakan mencapai 75%
atau lebih dari harga kendaraan.
b. Akibat pencurian, bila dalam batas waktu 60 hari kendaraan tersebut belum
diketemukan.
c. Resiko sendiri untuk resiko kecelakaan (butir 1) dan pencurian (butir 2) berlaku
jumlah yang tercantum dalam polis.

B. Macam-macam Resiko Dalam Asuransi Bermotor


Sejalan perkembangan zaman yang semakin maju, pola berpikir manusia dari masa ke
masa pun selalu meningkat. Usaha seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhannya
sangat beragam, namun pada umumnya mereka akan berusaha keras supaya dapat

1
Ronny Hanitijo Sumitra, 1998, Asuransi Kendaraan bermotor, Ghalia Indonesia, Jakarta.
81

memenuhi kebutuhan itu. Setiap orang juga memiliki tujuan yang berbeda dengan
dipenuhinya kebutuhan tersebut, ada yang demi kelangsungan hidupnya, kebahagiaan,
kepuasan bahkan untuk prestise. Keinginan tersebut ternyata diimbangi oleh kebutuhan
seseorang untuk dapat menjalani hidup dengan tenang, terjamin keselamatannya dan
harta bendanya tanpa harus mencemaskan diri dengan berbagai hal.

Risiko- risiko yang tidak dijamin dicantumkan dengan jelas pada persyaratan polis, antara
lain:
 Kehilangan keuntungan selama kendaraan tidak dapat digunakan akibat kecelakaan;
 Kerugian akibat penggelapan;
 Hilangnya atau rusaknya peralatan tambahan atau non standar yang tidak disebutkan
dalam ikhtisar polis;
 Akibat perbuatan jahat yang dilakukan oleh tertanggung atau keluarga tertanggung;
 Kendaraan digunakan untuk belajar mengemudi atau perlombaan atau karnaval, atau
tindak kejahatan;
 Kelebihan muatan;
 Pengemudi tidak memiliki sim atau melanggar peraturan lalu lintas;
 Barang muatan di dalam kendaraan;
 Akibat bencana alam atau perang dan sejenisnya.2

C. Pengaturan Pengenaan Premi Asuransi Kendaraan Bermotor di Industri

Pengaturan mengenai premi asuransi secara umum diatur pada pasal 20, 21 dan pasal 22
Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992. Pasal 20 mengatur mengenai sifat premi
yang dikenakan kepada pemengang polis. Sifat utama premi menurut pasal tersebut
adalah mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diskriminatif. Pasal 21 mengatur mengenai
cara penetapan premi. Pasal ini mewajibkan perusahaan untuk melakukan analisis resiko
yang sehat dalam penetapan nilai premi yang dibebankan. Pasal 22 mengatur mengenai
tata cara pembayaran premi, tenggat waktu dan tanggung jawab pembayar premi.

Pengaturan lebih lanjut mengenai premi tertuang dalam pasal 19 Keputusan Menteri
Keuangan nomor 422/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Pasal tersebut
kembali menegaskan penggunaan asumsi yang wajar dan praktek asuransi yang berlaku
umum dalam perhitungan tingkat premi.

Khusus untuk perusahaan asuransi umum, pasal ini mengamanatkan 2 hal yang harus
dipertimbangkan dalam penetapan tarif premi yaitu:
1. Kewajiban Penggunaan data profil resiko selama lima tahun dalam penentuan premi
murni
2. Mempertimbangkan faktor loadin yaitu biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya
umum lainnya.

2
Tarsisi Tamudji, Wawasan Perasuransian, (Semarang: IKIP Press, 1990)
82

Selanjutnya pengaturan premi khusus asuransi kendaraan bermotor diatur dalam


Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 74/PMK.010/2007 tentang Penyelenggaraan
Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor. Ketentuan ini
memberikan petunjuk mengenai unsur-unsur yang diperlukan dalam penetapan premi
murni, biaya administrasi dan umum, biaya akuisisi dan keuntungan yang wajar.
Pengaturan selengkapnya terdapat pada pasal 2 ayat 2 sebagai berikut: Penetapan tarif
premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup unsur-unsur premi murni, biaya
administrasi dan umum lain, biaya akuisisi, serta keuntungan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Penetapan unsur premi murni dilakukan berdasarkan perhitungan yang didukung
dengan data profil risiko dan kerugian (risk and loss profile) untuk periode paling
singkat 5 (lima) tahun;
b. Penetapan unsur biaya administrasi dan biaya umum lainnya dilakukan berdasarkan
perhitungan yang didukung dengan data biaya administrasi dan biaya umum lainnya
yang menjadi bagian lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor untuk periode paling
singkat 5 (lima) tahun;
c. Penetapan unsur biaya akuisisi dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai biaya
akuisisi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini; dan
Penetapan unsur keuntungan yang wajar.

Selain mengatur mengenai penetapan tarif premi, ketentuan ini juga memberikan tarif
referensi yang dapat dipergunakan oleh perusahaan yang belum memiliki basis data yang
mencukupi sesuai dengan ketentuan pasal 2. Penetapan tarif dibagi atas 6 kategori uang
pertanggungan, 2 (dua) jenis kendaraan untuk jenis pertanggungan total loss only (TLO)
dan pertanggungan comprehensive.

D. Berakhirnya Asuransi Kendaraan

Perjanjian asuransi berakhir apabila:


a. Jangka waktu berlaku sudah berakhir
Perjanjian asuransi biasanya dilakukan untuk jangka waktu tertentu. Jangka waktu
asuransi tersebut ditetapkan di dalam polis. KUHD tidak mengatur secara tegas
jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu yang ditentukan itu habis, maka
asuransi berakhir.
b. Perjalanan berakhir
Asuransi berdasarkan perjalanan ini umumnya diadakan untuk asuransi
pengangkutan.
c. Terjadinya evenemen diikuti klaim
Di dalam polis dinyatakan bahwa terhadap evenemen apa saja asuransi itu diadakan.
Apabila pada saat asuransi berjalan terjadi evenemen yang ditanggung dan
menimbulkan kerugian, penanggung akan menyelidiki apakah benar tertanggung
mempunyai kepentingan atas benda yang diasuransikan itu. Jika benar, maka
83

dilakukan pemberesan berdasarkan klaim tertanggung. Pembayaran ganti rugi ini


dipenuhi oleh penanggung berdasarkan asas keseimbangan. Dengan pemenuhan
ganti kerugian berdasarkan klaim tertanggung, maka asuransi berakhir.
d. Asuransi berhenti atau dibatalkan
Asuransi dapat berakhir apabila asuransi itu berhenti. Berhentinya asuransi dapat
berjalan karena kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Berhentinya
asuransi dapat juga terjadi karena faktor di luar kemauan tertanggung dan
penanggung, misalnya terjadi pemberatan risiko setelah asuransi berjalan (Pasal 293
dan 638 KUHD).
e. Asuransi gugur
Asuransi gugur biasanya terdapat di dalam asuransi pengangkutan. Jika barang yang
akan diangkut diasuransikan, kemudian barang tidak jadi diangkut, maka asuransi
gugur. Tidak jadi diangkut dapat terjadi karena kapal tidak jadi berangkat atau baru
akan melakukan perjalanan tetapi dihentikan. Dengan demikian, asuransi bukan
dibatalkan atau batal dengan asuransi adalah pada bahaya evenemen. Pada asuransi
dibatalkan atau batal, bahaya sedang atau sudah dijalani, sedangkan pada asuransi
gugur, bahaya belum dijalani sama sekali.
84

BAB X
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)

A. Latar Belakang

Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan


tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan.
Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang
diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal
34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam Konvensi ILO
Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan
perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. sejalan dengan ketentuan
tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam
TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan
Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan
terpadu
Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah
sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan
perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk
Indonesia. Jaminan social diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang
dapat mengakibatka hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena
memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat,
kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya
Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan
jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara maju
dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang
tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang
hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu.

B. Pengertian Sistem Jaminan Sosial Nasional


Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sistem
Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial
oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program
Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan dapat
85

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit,
mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang
diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk
memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Menurut UU No. 40 Tahun 2004, SJSN
menggantikan program-program jaminan sosial yang ada sebelumnya yang dinilai kurang
memberikan manfaat maksimal bagi penggunanya.
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa
program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial
bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana
Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang
diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang
bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota
keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik
Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya
telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat.
Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu,
pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan
perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat
program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, perlu menyusun Sistem Jaminan Nasional
yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang
dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang
lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.

C. Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional

1. Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong-


royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam
bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah
membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia
86

2. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba


(nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama
penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran
akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-
prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan
dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya
4. Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh
rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat
wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu
sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya
Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat
6. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan
kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini
adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk
kepentingan peserta jaminan sosial

Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional


yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan
hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja.
Program- program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-
Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang
telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan
dinamika perkembagan jaminan sosial.
Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat
manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan
pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat
ideal. Ketiga asas tersebut dimaksudkan utnuk menjamin kelangsungan program dan
hak peserta.
87

D. Dasar Hukum Jamsosnas


Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan konvensi
ILO No.102 tahun 1952. TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden
RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional. UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN.

E. Asas Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas
manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

F. Tujuan Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

G. Manfaat Jamsosnas
Manfaat program Jamsosnas yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional,
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh
warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal,
sektor informal, atau wiraswastawan
1. Jaminan Kesehatan : menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
2. Jaminan Kecelakaan Kerja : menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan
kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan
kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
3. Jaminan Hari Tua : menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki
masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
4. Jaminan Pensiun : untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat
peserta kehilangan atau berkurang penghasilan nya karena memasuki uang pensiun
atau mengalami cacat total tetap.
5. Jaminan Kematian : memberikan santunan kematian yang di bayarkan kepada ahli
waris peserta yang meninggal dunia.

H. Paradigma Jamsosnas
Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai dengan “paradigma tiga pilar” yang
direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Pilar-pilar itu adalah :
 Pilar Pertama menggunakan meknisme bantuan sosial (social assistance) kepada
penduduk yang kurang mampu, baik dalam bentuk bantuan uang tunai maupun
pelayanan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pembiayaan
bantuan sosial dapat bersumber dari Anggaran Negara dan atau dari Masyarakat.
Mekanisme 4 bantuan sosial biasanya diberikan kepada Penypesertang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu masyarakat yang benar-benar membutuhkan,
umpamanya penduduk miskin, sakit, lanjut usia, atau ketika terpaksa menganggur.
88

Di Indonesia, bantuan sosial oleh Pemerintah kini lebih ditekankan pada


pemberdayaan dalam bentuk bimbingan, rehabilitasi dan pemberdayaan yang
bermuara pada kemandirian PMKS. Diharapkan setelah mandiri mereka mampu
membayar iuran untuk masuk mekanisme asuransi. Kearifan lokal dalam masyarakat
juga telah lama dikenal yaitu upaya-upaya kelompok masyarakat, baik secara
mandiri, swadaya, maupun gotong royong, untuk memenuhi kesejahteraan
anggotanya melalui berbagai upaya bantuan sosial, usaha bersama, arisan, dan
sebagainya. Kearifan lokal akan tetap tumbuh sebagai upaya tambahan sistem
jaminan sosial karena kearifan lokal tidak mampu menjadi sistem yang kuat,
mencakup rakyat banyak, dan tidak terjamin kesinambungannya.
Pemerintah mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat guna memenuhi
kesejahteraannya dengan menumbuhkan iklim yang baik dan berkembang, antara
lain dengan memberi insentif untuk dapat diintegrasikan dalam sistem jaminan sosial
nasional.
 Pilar Kedua menggunakan mekanisme asuransi sosial atau tabungan sosial yang
bersifat wajib atau compulsory insurance, yang dibiayai dari kontribusi atau iuran
yang dibayarkan oleh peserta. Dengan kewajiban menjadi peserta, sistem ini dapat
terselenggara secara luas bagi seluruh rakyat dan terjamin kesinambungannya dan
profesionalisme penyelenggaraannya.
Dalam hal peserta adalah tenaga kerja di sektor formal, iuran dibayarkan oleh setiap
tenaga kerja atau pemberi kerja atau secara bersama-sama sebesar
prosentase tertentu dari upah. Mekanisme asuransi sosial merupakan tulang
punggung pendanaan jaminan sosial di hampir semua negara. Mekanisme ini
merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal penduduk
dengan mengikut-sertakan mereka secara aktif melalui pembayaran iuran. Besar
iuran dikaitkan dengan tingkat pendapatan atau upah masyarakat (biasanya
prosentase tertentu yang tidak memberatkan peserta) untuk menjamin bahwa
semua peserta mampu mengiur.
Kepesertaan wajib merupakan solusi dari ketidak-mampuan penduduk melihat risiko
masa depan dan ketidak-disiplinan penduduk menabung untuk masa depan. Dengan
demikian sistem jaminan sosial juga mendidik masyarakat untuk merencanakan masa
depan. Karena sifat kepesertaan yang wajib, pengelolaan dana jaminan sosial
dilakukan sebesar-besarnya untuk meningkatkan perlindungan sosial ekonomi bagi
peserta. Karena sifatnya yang wajib, maka jaminan sosial ini harus diatur oleh UU
tersendiri.
Di berbagai negara yang telah menerapkan sistem jaminan sosial dengan baik,
perluasan cakupan peserta dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan
ekonomi masyarakat dan pemerintah serta kesiapan penyelenggaraannya. Tahapan
biasanya dimulai dari tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja yang mengikatkan
diri dalam hubungan kerja), selanjutnya diperluas kepada tenaga kerja di sektor
informal, untuk kemudian mencapai tahapan cakupan seluruh penduduk.
89

Upaya penyelenggaraan jaminan sosial sekaligus kepada seluruh penduduk akan


berakhir pada kegagalan karena kemampuan pendanaan dan manajemen
memerlukan akumulasi kemampuan dan pengalaman. Kelompok penduduk yang
selama ini hanya menerima bantuan sosial, umumnya penduduk miskin, dapat
menjadi peserta program jaminan sosial, dimana sebagian atau seluruh iuran bagi
dirinya dibayarkan oleh pemerintah. Secara bertahap bantuan ini dikurangi untuk
menurunkan ketergantungan kepada bantuan pemerintah.

 Pilar Ketiga menggunakan mekanisme asuransi sukarela (voluntary insurance) atau


mekanisme tabungan sukarela yang iurannya atau preminya dibayar oleh peserta
(atau bersama pemberi kerja) sesuai dengan tingkat risikonya dan
keinginannya. Pilar ketiga ini adalah jenis asuransi yang sifatnya komersial, dan
sebagai tambahan setelah yang bersangkutan menjadi peserta asuransi
sosial. Penyelenggaraan asuransi sukarela dikelola secara komersial dan diatur
dengan UU Asuransi,
Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat yang tidak mempunyai sumber
keuangan atau akses terhadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok
mereka. Bantuan ini diberikan kepada anggota masyarakat yang terbukti mempunyai
kebutuhan mendesak, pada saat terjadi bencana alam, konflik sosial, menderita
penyakit, atau kehilangan pekerjaan. Dana bantuan ini diambil dari APBN dan dari
dana masyarakat setempat.
Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik dari
perusahaan dan pekerja. Iuran yang harus dibayar oleh peserta ditetapkan
berdasarkan tingkat pendapatan/gaji, dan berdasarkan suatu stpesertar hidup
minimum yang berlaku di masyarakat.
Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta secara sukarela, yang dapat dibeli oleh
peserta apabila mereka ingin mendapat perlindungan sosial lebih tinggi daripada
jaminan sosial yang mereka peroleh dari iuran program asuransi sosial wajib. Iuran
untuk program asuransi swasta ini berbeda menurut analisis risiko dari setiap
peserta.
90

BAB XI
JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan adalah instrumen baru


pengganti Jamsostek. BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang memiliki
tanggung jawab dari Presiden untuk memberikan perlindungan kepada seluruh pekerja
Indonesia, baik sektor formal maupun informal, dan orang asing yang bekerja di Indonesia
sekurang-kurangnya 6 bulan. Perlindungan yang diberikan antara lain adalah JKK (Jaminan
Kecelakaan Kerja), JK (Jaminan Kematian), JHT (Jaminan Hari Tua), dan JP (Jaminan
Pensiun).
Bagi yang telah berstatus peserta Jamsostek, untuk JKK, JK dan JHT, keanggotaannya tidak
mengalami perubahan dan tidak perlu melakukan registrasi ulang. Sementara itu, untuk
perusahaan dan pekerja mandiri yang menjadi peserta program JP, perlu melakukan
pendaftaran ulang ke BPJS Kesehatan. BPJS kesehatan sendiri menggantikan PT Askes.
Bagaimana dengan kartu anggotanya? Sejauh ini belum perlu ada penggantian kartu
secara massal. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, secara otomatis nantinya akan
diadakan penggantian.
Menurut UU No. 24 tahun 2011, BPJS Ketenagakerjaan akan tetap melaksanakan program
JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JK (Jaminan Kematian), JHT (Jaminan Hari Tua), dan JP
(Jaminan Pensiun). Peraturan tersebut berlaku, sebelum ada peraturan baru yang
mengatur tentang prosedur dan persyaratan menjadi peserta program BPJS
Ketenagakerjaan. Sementara itu, sebelum BPJS beroperasi secara penuh pada 1 Juli 2015,
prosedur dan manfaat tersebut masih sama dengan yang berlaku di PT Jamsostek.
Dari berbagai program yang ada, diperlukan berbagai persyaratan dan dokumen untuk
dapat mendaftar. Berikut ini rangkuman dari tata cara dan alur pendaftaran disertai
dengan deskripsi dari masing-masing program yang ada.
A. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba
kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program
JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan.
Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada
iuran sebagai berikut,
a. Biaya Transportasi (Maksimum)
- Darat/sungai/danau Rp. 750.000
- Laut Rp. 1.000.000
- Udara Rp. 2.000.000
b. Sementara Tidak Mampu Bekerja
- Empat (4) bulan pertama, 100% x gaji sebulan
- Empat (4) bulan kedua, 75% x gaji sebulan
- Seterusnya 50% x gaji sebulan
91

c. Biaya Pengobatan
- Perawatan Rp. 20.000.000 (maksimum)
- pergantian gigi tiruan Rp. 2.000.000 (maksimum)
d. Santunan Cacat
- Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan gaji
- Total-tetap: Sekaligus: 70% x 80 bulan gaji
- Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan
e. Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan gaji
f. Santunan Kematian
- Sekaligus 60% x 80 bulan gaji
- Berkala (24 bulan) Rp. 200.000 per bulan
- Biaya pemakaman Rp. 2.000.000
g. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga
yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40%
dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp.
2.000.000. Prothese/alat penganti anggota badan, Alat bantu/orthose (kursi roda)
h. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan
sama dengan poin ke-2 dan ke-3.
Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya
iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.
Kelompok I = Premi sebesar 0,24% x gaji kerja sebulan
Kelompok II = Premi sebesar 0,54% x gaji kerja sebulan
Kelompok III = Premi sebesar 0,89% x gaji kerja sebulan
Kelompok IV = Premi sebesar 1,27% x gaji kerja sebulan
Kelompok V = Premi sebesar 1,74% x gaji kerja sebulan.
Untuk pengajuannya, apabila terjadi kecelakaan kerja adalah sebagai berikt :
 Pengusaha wajib mengisi form BPJS Ketenagakerjaan 3 (laporan kecelakaan tahap I)
dan mengirimkan kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 Jam terhitung
sejak terjadinya kecelakaan.
 Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh atau meninggal dunia oleh dokter yang
merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim
kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja
dinyatakan sembuh/meninggal. Selanjutnya BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung
dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga
kerja atau ahli waris. Form BPJS Ketenagakerjaan 3a berfungsi sebagai pengajuan
permintaan pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:
 Fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan
 Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form BPJS Ketenagakerjaan
3b atau 3c
 Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan
92

B. Jaminan Kematian (JK)


Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS
Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Program ini
memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:
 Santunan Kematian : Rp. 14.200.000
 Biaya Pemakaman : Rp. 2.000.000
 Santunan Berkala : Rp. 200.000/ bulan (selama 24 bulan)

Iuran JK sendiri ditanggung oleh pengusaha sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang
diberikan adalah Rp. 12.000.000 terdiri dari Rp. 10.000.000 santunan kematian dan Rp.
2.000.000 biaya pemakaman dan santunan berkala.

Adapun tata cara untuk mengusahakan JK dapat diusahakan pengusaha atau pihak
keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada
BPJS Ketenagakerjaan disertai bukti-bukti, antara lain:
1. Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan
2. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan
3. Salinan atau fotokopi KTP atau SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan
yang masih berlaku
4. Identitas ahli waris (fotokopi KTP atau SIM dan Kartu Keluarga)
5. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah atau Kepala Desa setempat
6. Surat Kuasa bermeterai dan fotokopi KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan
JKM ini dikuasakan)

C. Jaminan Hari Tua (JHT)


Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga
kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan
hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang
dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi
persyaratan tertentu.
Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah
dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja,
 Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
 Berhenti bekerja yang telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun dan masa
tunggu 1 bulan
 Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI

Adapun besaran iuran Program Jaminan Hari Tua ditanggung perusahaan sebesar 3,7%,
sementara oleh tenaga kerja sebesar 2%.

Untuk alurnya sendiri, premi JHT yang dibayar pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai
penghasilan karyawan atau tidak menambah penghasilan bruto karyawan. Kemudian,
pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan yang bersangkutan menerima
93

Jaminan Hari Tua dari PT Jamsostek. Sementara itu, premi JHT yang dibayar sendiri oleh
karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto bagi karyawan dalam perhitungan
PPh karyawan tersebut.

Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 BPJS
Ketenagakerjaan kepada kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan:
1. Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan asli
2. Kartu Identitas diri KTP atau SIM (fotokopi)
3. Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan
Pengadilan Hubungan Industrial
4. KK (Kartu Keluarga)
5. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia
6. Fotokopi Paspor
7. Fotokopi VISA
8. Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan
9. Fotokopi Kartu keluarga
10. Fotokopi surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan
11. Surat pernyataan belum bekerja lagi
12. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri
Sipil/POLRI/ABRI

D. Jaminan Pensiun (JP)


Selain ketiga program yang ada, BPJS Ketenagakerjaan juga akan memberikan
perlindungan di hari tua dengan adanya JP (Jaminan Pensiun). Dana tersebut akan keluar
ketika tenaga kerja telah memasuki usia pensiun, meninggal dunia, mengalami cacat
tetap, atau pindah secara permanen ke luar negeri.
Berdasarkan rancangan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) Jaminan Pensiun, masa
iuran untuk mendapatkan manfaat atas program ini minimal 15 tahun. Dana pensiun akan
diberikan saat usia pekerja 56 tahun. Selain itu, aturan ini hanya berlaku bagi peserta
jaminan pensiun yang bekerja di perusahaan swasta, bukan di lembaga negara.

E. Pencairan Jamsostek - BPJS Ketenagakerjaan 100%


Keberadaaan BPJS Ketenagakerjaan (Jamsostek) memang sedikit banyak sudah bisa
membantu para pekerja untuk bisa merasa aman dan nyaman untuk menatap masa
depannya. Lembaga negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial dan juga
pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja, BPJS Ketenagakerjaan memang
akan memberikan proteksi bagi para pegawai atau para pekerja di Indonesia untuk
mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu. Dengan penyelenggaraan yang menggunakan
mekanisme asuransi sosial yang profesional, maka seharusnya semua tenaga kerja harus
ikut bergabung.
94

Saat ini peserta BPJS TK/Ketenagakerjaan/Jamsostek sudah diperbolehkan mengambil


100% Uang JHT (Jaminan Hari Tua)-nya. Sejak 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan
mengeluarkan aturan baru dengan beberapa kali revisi bagi para peserta yang ingin
mencairkan saldo JHT-nya. Dengan adanya aturan baru tersebut maka peserta BPJS TK
yang masih aktif bekerja juga boleh mengambil uang JHT-nya dengan batasan 10% atau
30% dari total saldo JHT, dengan syarat mereka telah menjadi peserta minimal 10 tahun.
Sementara bagi peserta BPJS TK yang berusia 56 tahun atau mengalami cacat total tetap
dan atau peserta yang telah meninggal dunia maka semua saldo JHT-nya bisa cair secara
keseluruhan.
Tapi peraturan di atas kembali berubah per tanggal 1 September 2015 kemarin. Peraturan
yang mengganti PP Nomor 46 tahun 2015 soal Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi PP No. 60
tahun 2015 kini membuat semua peserta BPJS Ketenagakerjaan yang sudah berhenti
bekerja plus masa tunggu satu bulan, juga sudah bisa mengambil uang JHT 100% sesuai
jumlah yang ada di saldo. Proses pencairan untuk mencairkan JHT ini adalah sebagai
berikut :

1. Pencairan Bagi Peserta BPJS TK yang Sudah Berhenti Kerja


Dari hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015 soal Jaminan Hari Tua
(JHT) menjadi PP No. 60 tahun 2015 menetapkan mulai awal September 2015, peserta
BPJS TK tidak perlu lagi menunggu usia 56 tahun untuk bisa mengambil semua saldo JHT-
nya. Karena bila Peserta memutuskan berhenti berkerja (resign) atau karena
diberhentikan (PHK) maka Peserta sudah bisa mengklaim uang JHT secara penuh.
Syaratnya, Peserta harus menunggu setidaknya 1 bulan setelah berhenti kerja.
Untuk melakukan pencairan terhadap hal ini, peserta harus mempersiapkan berkas-
berkas atau dokumen yang harus dibawa. Dokumen atau berkas-berkas tersebut antara
lain:
1. Kartu Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan
2. Paklaring/Surat Pengunduran Diri
3. KTP/SIM
4. Kartu Keluarga
5. Buku Tabungan

2. Pencairan Peserta BPJS TK yang Sudah Berusia 56 Tahun


Tanpa harus menunngu berhenti bekerja, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang telah
berumur sedikitnya 56 tahun, juga sudah diperbolehkan mencairkan 100% seluruh saldo
JHT Peserta. Maka untuk peserta yang berusia 56 tahun dan ingin mengklaim dan
mencairkan saldo JHT Peserta juga harus melengkapinya dengan dokumen atau berkas-
berkas untuk dibawa ke kantor BPJS Ketenagakerjaan. Beberapa dokumen atau berkas
yang harus dilengkapi tersebut adalah:
1. Kartu Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan
2. Surat Keterangan dari perusahaan
95

3. KTP atau SIM


4. Kartu Keluarga
5. Buku Tabungan

3. Pencairan Peserta BPJS TK yang Mengalami Cacat Total Tetap


Bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami cacat total tetap, mereka juga
diperbolehkan secara langsung mengambil semua uang JHT-nya. Untuk itu siapkan saja
dokumen atau berkas-berkas yang dibutuhkan seperti :
1. Kartu Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan
2. Paklaring atau Surat Keterangan dari perusahaan
3. KTP
4. Kartu Keluarga
5. Surat keterangan sakit mengalami cacat total tetap dari Rumah Sakit
6. Buku Tabungan
Berkas-berkas tersebut juga jangan lupa untuk difotocopy masing-masing dan juga
menyertakan nerkas aslinya. Karena kondisi yang catat maka bisa saja peserta BPJS ini
tidak bisa datang langsung ke kantor. Namun Peserta jangan khawatir, mereka peserta
BPJS TK yang mengalami cacat total tetap dan tidak bisa datang sendiri ke kantor BPJS TK,
mereka bisa memberikan kuasa pada orang lain. Namun orang yang Peserta diberi kuasa
ini haruslah juga membawa dokumen-dokumen pendukung berupa surat Kuasa dari
peserta BPJS TK serta KTP/SIM. Dokumen itu juga harus difotocopy dan wajib
melampirkan dokumen yang asli.

Dokumen pendukung ini sendri diperlukan untuk memastikan uang JHT diterima oleh
orang yang tepat sesuai surat kuasa dari peserta BPJS. Jika tidak ada dokumen
dikhawatirkan uang JHT bisa jatuh ke tangan orang yang tidak berhak.

4. Pencairan Peserta BPJS TK yang Meninggal Dunia


Uang JHT juga bisa diambil secara penuh oleh ahli waris karena peserta BPJS TK yang
sudah Meninggal Dunia. Untuk mengambil uang JHT itu, ahli waris harus mempersiapkan
beberapa berkas atau dokumen berupa :
1. Kartu Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan milik almarhum
2. Paklaring/Surat Keterangan dari perusahaan tempat almarhum bekerja
3. KTP/SIM almarhum
4. Kartu Keluarga
5. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan
6. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat
7. KTP/SIM ahli waris
8. Buku Tabungan ahli waris

5. Pencairan Peserta BPJS TK yang Akan Meninggalkan Indonesia


96

Terkahir, klaim pengambilan JHT 100% juga bisa dilakukan oleh peserta BPJS TK yang akan
meninggalkan wilayah Indonesia dan tak akan kembali lagi. Berkas-berkas yang harus
dibawa oleh mereka seperti :
1. Kartu Peserta Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan
2. Surat keterangan habis kontrak/Surat keterangan mutasi ke luar negeri/Surat
keterangan berakhirnya masa tugas di Indonesia
3. Paspor
4. Visa bagi pekerja WNI
Keempat dokumen atau berkas diatas juga harus difotocopy masing-masing satu lembar.
Selain itu Peserta juga diwajibkan melampirkan berkas aslinya.

BAB XII
97

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN adalah suatu program
pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan tujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia
dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. (Naskah Akademik SJSN, 2004).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan
bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional ini
diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam
sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.

A. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional


1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip asuransi sosial yang
diatur dalam UU No. 40 tahun 2004. Berikut prinsip-prinsip yang terdapat dalam
program Jaminan Kesehatan Nasional:
a. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita.
Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang
berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud
karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk. Dengan
demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
a. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan
utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana
yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
b. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau
tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
98

pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama


dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
d. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan
badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
e. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial
Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
f. Prinsip ekuitas
Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang
tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan
dengan pembayaran iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang
memiliki penghasilan (Pasal 17 ayat (1) UU No. 40/2004) dan pemerintah
membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (Pasal 17 ayat (4) UU No.
40/2004).
2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (Pasal 19 ayat (2) UU
No. 40/2004).
3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang
komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) t ermasuk
obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya
(managed care). (Pasal 22 ayat (1) dan (2), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 UU No.
40/2004).

B. Kelembagaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran
Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi kegiatan terkait pelayanan jaminan kesehata
nasional. Untuk pelaksanaan di lapangan BPJS Kesehatan akan menjadi badan
pelaksana untuk program JKN ini. Sedangkan rumah sakit dan puskesmas sebagai
provider (penyedia jasa) pelayanan.

C. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran (bukan penerima
bantuan iuran) atau iurannya dibayar oleh pemerintah (penerima bantuan
iuran) (Pasal 20 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004).
2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang
99

tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan.
3. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
(1) Pekerja Penerima Upah
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
(2) Pekerja Bukan Penerima Upah
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;
b. pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan
(3) Bukan Pekerja
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :
1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun;
3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang
mendapat hak pensiun;
5) Penerima pensiun lain;
6) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain
yang mendapat hak pensiun.
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan;
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a s.d. e yang mampu
membayar iuran.
4. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan
memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin
keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan
pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak
memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap
total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan
100

iurannya dibayar oleh Pemerintah (Pasal 21 ayat ( 1), ( 2), ( 3) UU No.


40/2004). Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya
akan dapat dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan
dari manfaat jaminan pensiun.
5. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mengizinkan warga
negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut
serta (Pasal 1 angka 8 UU No. 40/2004).
6. Kepesertaan Penerim Bantuan Iuran (PBI) bagi masyarakat miskin dan tidak
mampu untuk selanjutnya akan ditetapkan berdasarkan Keputusan
Kementerian Sosial tentang penetapan Penerima Bantuan Iuran Kesehatan
yang dilandasi atas dasar nama dan alamat tempat tinggal (by name by
address), untuk saat ini jumlah peserta PBI didapatkan dari kepesertaan
Jamkesmas tahun 2013 yang berjumlah 86,4 juta jiwa.

b. Pembiayaan
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program
Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan
Kesehatan).
2. Pembayar Iuran
Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar
oleh Pemerintah.
a. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota
Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri
sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua
persen) dibayar oleh peserta.
b. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar
oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh
Peserta.
c. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran
sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per
bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
d. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan
penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
101

1) Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas III.
2) Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas II.
3) Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas I.
e. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan
janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%
(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar
oleh Pemerintah.
f. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

c. Pelayanan
1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu
berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan
ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien
rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan
oleh BPJS Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama- tama harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,
maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan
wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai,
pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.
Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan
dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan
yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan
milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi
102

persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.

d. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional


1. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu
manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis
meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien
rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan
oleh BPJS Kesehatan.
2. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.
3. Manfaat Akomodasi Rawat Inap jika dijabarkan sebagai berikut:
1. Ruang perawatan kelas III bagi:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
2. Ruang Perawatan kelas II bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta
anggota keluarganya;
d. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu setengah) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu)
anak, beserta anggota keluarganya;
e. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II;
3. Ruang Perawatan kelas I bagi:
a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;
b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil
golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
d. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara
103

Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV


beserta anggota keluarganya;
e. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan;
g. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan dan Pegawai Pemerintah
Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah diatas 1,5 (satu setengah)
sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan
status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan
h. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.

BAB XIII
104

USAHA PERASURANSIAN

B. Jenis Usaha Perasuransian dan Lingkup Kerjanya


Istilah perasuransian melingkupi kegiatan usaha yang bergerak dibidang usaha asuransi
dan usaha penunjang usaha asuransi.
Pasal 2 huruf a Undang Undang No. 2 Tahun 1992 menentukan bahwa, : “usaha asuransi
adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui
pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada masyarakat pemakai jasa
asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak
pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang”.
Dalam peraturan Pasal 2 huruf b Undang Undang No. 2 Tahun 1992 menentukan bahwa, :
“Usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa
keperantaraan, penilai kerugian asuransi dan jasa aktuaria”.
Dalam Pasal 3 huruf a Undang Undang No. 2 Tahun 1992 usaha asuransi dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
4. Usaha Asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga, yang
timbul dari peristiwa tidak pasti. Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat
menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasukr easuransi.
5. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang
dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang
asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri dan usaha anuitas serta
menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundang -
undangan dana pension yang berlaku.
7. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap risiko yang
dihadapi perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.
Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi ulang
Dalam Pasal 3 huruf b Undang Undang No. 2 Tahun 1992, usaha penunjang asuransi
dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:
8. Usaha pialang asuransi yang memberi jasa keperantaraan dalam penutupan
asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian asuransi dengan bertindak
untuk kepentingan tertanggung, dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan
kontrak asuransi.
9. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian reasuransi
dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
10. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap
kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan. Perusahaan penilai kerugian
105

asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa penilai kerugian atas


kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada objek asuransikerugian.
11. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria. Perusahaan
konsultan aktuaria hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa di bidang aktuaria.
Yang mencakup konsultasi tentang hal hal yang berkaitan dengan analisis dan
penghitungan cadangan, penyusunan laporan aktuaria, penilaian kemungkinan
terjadi risiko dan perancangan produk asuransi jiwa.
12. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
Pengelompokan jenis usaha perasuransian dalam Pasal 3 tersebut didasarkan pada
pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang
menanggung risiko asuransi.
Usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya
menjadi 2 (dua)kelompok, yaitu:
1. Usaha asuransi sosial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi sosial yang
bersifat wajib, berdasarkan undang undang dan memberikan perlindungan dasar
untuk kepentingan masyarakat.
2. Usaha asuransi komersial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi kerugian
dan asuransi jiwa yang bersifat kesepakatan berdasarkan kontrak asuransi dengan
tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).

C. Izin Usaha Perasuransian


Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari
Menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuran
sisosial (Pasal 9 ayat (1) Undang Undang No. 2 Tahun 1992), pemerintah memang
menugaskan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu
program asuransi sosial.
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dipenuhi
persyaratan mengenai:
1. Anggarandasar
2. Susunan Organisasi
3. Permodalan
4. Kepemilikan
5. Keahlian dibidang perasuransian
6. Kelayakan rencana kerja
7. Hal hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian
secara sehat (Pasal 9 ayat (2) Undang Undang No .2 Tahun1992).

Keahlian di bidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup antara
lain keahlian dibidang aktuaria, underwriting, manajemen risiko, penilai kerugian asuransi
106

dan sebagainya sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijalankan.

D. Persyaratan Umum Perusahaan Perasuransian


Dalam rangka melaksanakan kegiatan usahanya, perusahaan perasuransian harus
memenuhi ketentuans ebagai berikut:
1. Dalam anggaran dasar dinyatakan bahwa maksud dan tujuan pendirian perusahaan
hanya untuk mejalankan salah satu jenis usaha perasuransian, dan perusahaan tidak
memberikan pinjaman kepada pemegang saham.
2. Susunan organisasi perusahaan sekurang kurangnya meliputi fungsi fungsi sebagai
berikut:
a. Bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi , yaitu fungsi pengelolaan
risiko, pengelolaan keuangan, pelayanan.
b. Bagi perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi, yaitu fungsi
pengeloalaan keuangan dan pelayanan.
c. Bagi perusahaan agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan
konsultan aktuaria, yaitu fungsi teknis sesuai bidang jasa yang diselenggarakannya.
3. Memenuhi ketentuan permodalan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Mempekerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang
memadai untuk mengelola kegiatan usahanya. Pelaksanaan pengelolaan perusahaan
sekurang kurangnyadidukungoleh:
a. Sistempengembangansumberdayamanusia
b. Sistemadministrasi
c. Sistempengelolaandata.

E. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian


Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang Undang No. 2 Tahun 1992, perusahaan
perasuransian hanya dapatd idirikan oleh:
1. Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki
warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.
2. Perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
Berdasarkan ketentuan ini, Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia
dapat menjadi pendiri perusahaan asuransi, baik dengan pemilikan sepenuhnya maupun
dengan usaha patungan dengan pihak asing.
Perusahaan perasuransian yang didirikan atau dimiliki oleh perusahaan perasuransian
dalam negeri bersama perusahaan perasuransian asing yang mempunyai kegiatan usaha
sejenis dimaksudkan untuk menumbuhkan penyelenggaraan kegiatan usaha
perasuransian yang lebih profesional. Selain itu, kerja sama perusahaan perasuransian
yang sejenis juga dimaksudkan untuk lebih memungkinkan terjadinya proses alih
107

teknologi.

F. Modal Perusahaan Perasuransian


Biasanya jumlah modal perusahaan perasuransian ditentukan dalam Pasal 6 Peraturan
Pemerintah No. 73 Tahun 1992. Modal disetor bagi perusahaan yang seluruh pemiliknya
warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang seluruhnya atau
mayoritas pemiliknya warga Negara Indonesia, untuk masing masing perusahaan asuransi
sekurang kurangnya sebagai berikut:
1. Perusahaan Asuransi Kerugian Rp. 3.000.000.000.00 (tiga miliarrupiah)
2. Perusahaan Asuransi Jiwa Rp. 2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah)
3. PerusahaanReasuransiRp.10.000.000.000.00(sepuluhmiliar rupiah)
4. Perusahaan Pialang Asuransi Rp. 500.000.000.00 (lima ratus jutarupiah)
5. PerusahaanPialangReasuransiRp.500.000.000.00(limaratus jutarupiah)
Modal disetor dimaksud adalah m odal disetor perseroan terbatas atau simpanan pokok
dan simpanan wajib koperasi atau dana awal usaha bersama. Ketentuan permodalan
tidak dikenakan pada perusahaan agen asuransi, perusahaan penilaian kerugian asuransi
dan perusahaan konsultan aktuaria karena dalam kegiatan perusahaan perusahaan
dimaksud yang lebih dominan adalah unsur profesionalisme.
Dalam hal terdapat penyertaan langsung pihak asing, modal disetor masing masing
perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya sebagai berikut:
1. Perusahaan asuransi Kerugian Rp. 15.000.000.000.00 (lima belasmiliar)
2. Perusahaan asuransi Jiwa Rp. 4.500.000.000.00(empatmiliar limaratusjutarupiah)
3. Perusahaan reasuransi Rp. 30.000.000.000.00 (tiga puluh miliarrupiah)
4. Perusahaan Pialang Asuransi Rp. 3.000.000.000.00 (tigamiliar rupiah)
5. Perusahaan Pialang Reasuransi Rp. 3.000.000.000.00 (tiga miliarrupiah)
Pada saat pendirian perusahaan, penyertaan langsung pihak asing dalam perusahaan
perasuransian paling banyak 80% (delapan puluh persen). Perusahaan perasuransian
dimaksud harus memiliki perjanjian antar pemegang saham yang memuat kesepakatan
mengenai rencana peningkatan kepemilikan saham pihak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai