Anda di halaman 1dari 10

BAB 7

HUKUM PERTANGGUNGAN
A. Pengertian
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertang gungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggurg dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha Perasuransian (UU
Asuransi), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
1. Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur, yaitu:
a. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak
penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur (Asuransi Kerugian)
b. Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada
pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang
mengandung unsur tak tertentu (Asuransi Sejumlah Uang) Namun demikian, hal ini tidak sejalan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga
diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan.
4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan
perjanjian asuransi.
5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan
kewajibannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi
adalah:
1. Subjek hukum (penanggung dan tertanggung).
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung.
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung.
4. Tujuan yang ingin dicapai.
5. Resiko dan premi.
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian.
7. Syarat-syarat yang berlaku.
8. Polis asuransi.
B. Fungsi Asuransi
1. Transfer Risiko
Sebagaimana diketahui bahwa kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan cuatu risiko akibat
adanya peristiwa yang tidak diharapkan terjadi, berupa bencana alam, kecelakaan dan akibat
lainnya. Oleh sebab itu, manusia berusaha untuk mengalihkan risiko itu dengan membuat
perjanjian pertanggungan. Tertanggung (manusia) kemudian mengadakan asuransi dengan
tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar
sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada
penanggung. Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau per
usahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (risiko) ke
perusahaan asuransi. 2. Kumpulan Dana diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi
sebagai dana untuk membayar risiko atau pembayaran ganti kerugian yang terjadi.
3. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah
menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya
seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya kerugian yang timbul itu
dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan
demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti
kerugian yang sungguh- sungguh diderita.
Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi ber- laku prinsip subrogasi (diatur
dalam Pasal 1400 KUH Per) di mana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang
pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) -yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim
asuransi) — terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-undang Ditinjau dari
beberapa sudut, maka asuransi mempunyai tujuan dan teknik pemecahan yang bermacam-
macam, antara lain: Dari segi Ekonomi, maka: Tujuannya: Mengurangi ketidakpastian dari hasil
usaha yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan dalam rangka memenuhi
kebutuhan atau mencapai tujuan. Tekniknya. Dengan cara mengalihkan risiko pada pihak lain
dan pihak lain mengombinasikan sejumlah risiko yang cukup besar, sehingga dapat diperkirakan
dengan lebih tepat besarnya kemungkinan terjadinya kerugian
b. Dari segi Hukum, maka:
Tujuannya: Memindahkan risiko yang dihadapi oleh suatu objek atau Suatu kegiatan bisnis
kepada pihak lain.
Tekniknya: Melalui pembayaran premi oleh tertanggung kepada penanggung dalam kontrak
ganti rugi (polis asuransi), maka risiko beralih kepada penanggung. C.
Dari segi Tata Niaga, maka: Tujuannya: Membagi risiko yang dihadapi kepada semua peserta
program asuransi. Tekniknya: Memindahkan risiko dari individu/perusahaan ke lembaga
keuangan yang bergerak dalam pengelolaan risiko (perusahaan asuransi), yang akan membagi
risiko kepada seluruh peserta asuransi yang ditanganinya.
d. Dari segi Kemasyarakatan, maka:
Tujuannya: Menanggung kerugian secara bersama-sama antar semua peserta program asuransi.
Tekniknya: Semua anggota kelompok (kelompok anggota) program asuransi memberikan
kontribusinya (berupa premi) untuk menyantuni kerugian yang diderita oleh seorang/beberapa
orang anggotanya. Dari segi Matematis, maka: Tujuannya: Meramalkan besarnya kemungkinan
terjadinya risiko dan hasil ramalan itu dipakai dasar untuk membagi risiko kepada semua peserta
(sekelompok peserta) program asuransi. Tekniknya: Menghitung besarnya kemungkinan
berdasarkan teori kemungkinan (Probability Theory), yang dilakukan oleh aktuaris maupun oleh
underwriter.
C. Evenement
Salah satu unsur atau syarat penting dari asuransi adalah adanya peristiwa yang akan terjadi.
Peristiwa (evenement) itu belum diketahui akan terjadi, atau kapan apa penyebabnya akan
terjadi. Satu syarat mutlak dalam suatu perjanjian pertanggungan, kerugian adalah akibat dari
suatu peristiwa tak tentu. Peristiwa (tidak tentu itu) harus berhubungan dengan kerugian itu, oleh
sebab itu peristiwa atau sebab terjadinya peristiwa itu dibagi dua yaitu:
1. Causa Proxima Sebab dari suatu kerugian ialah suatu peristiwa yang dalam
hubungan dengan peristiwa-peristiwa tersebut, suatu peristiwa yang sangat dekat dengan
peristiwa tersebut. Misalnya: A sebuah kapal yang telah dipertanggungkan, telah dirampas oleh
penguasa di Spanyol, karena Nakhoda telah melakukan penyelundupan. Dalam hal ini bukan
perbuatan penyelundupan yang dilakukan oleh Nakhoda. Jadi, kalau bahaya yang
dipertanggungkan itu melawan hukum-hukum nakhoda maka penanggung bebas mengganti
kerugian.
2. Causa Adequate
Adalah suatu peristiwa yang mengakibatkan suatu kerugian, disebabkan oleh suatu peristiwa
yang jauh maka kejadian itu dikesampingkan
D. Terjadinya Asuransi
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun
polis belum diterbitkan, artinya suatu perjanjian asuransi sudah terjadi sejak adanya kesepakatan
antara Penanggung dan Tertanggung, Polis hanyalah sebagai alat bukti terjadinya perjanjian
pertanggungan. Penutupan asuransi dalam praktiknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi
atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai
ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib
menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).
E. Prinsip-prinsip Pokok Asuransi Ada beberapa prinsip-prinsip pokok Asuransi yang sangat
penting yang harus dipenuhi baik oleh tertanggung maupun penanggung agar kontrak/perjanjian
Asuransi berlaku (tidak batal). Adapun prinsip-prinsip pokok asuransi tersebut sebagai berikut:
Utmost good faith bisa diberikan arti bahwa para pihak memiliki iktikad untuk saling
menguntungkan dan saling melindungi secara jujur. Utmost good faith adalah suatu tindakan
untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact)
mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah: si
penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/
kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar
atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
2. Insurable interest, yaitu para pihak memiliki kepentingan, baik kepentingannya sendiri
maupun kepentingan keluarganya atau kepentingan lain. Insurable interest Hak untuk
mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dungan yang
diasuransikan dan diakui secara hukum.
3. Indemnity adalah suatu mekanisme di mana penanggung menyediakan kompensasi finansial
dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum
terjadinya kerngia. (KUHD Pasal 252, 253 dan dipertegas dalam Pasal 278).
4. Subrogation adalah suatu pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah
klaim dibayar.
5. Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama
menanggung, terapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut
memberikan indemnity.
6. Proximate cause adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian
yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari
sumber yang baru dan independen.
F. Polis Asuransi
1. Fungsi Polis
Menurut ketentuan Pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji
khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan
tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti
tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib
memerhatikan kejelasan isi polis di mana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat
yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).
e.
2. Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat
syarat-syarat khusus berikut ini: Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi.
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga. Uraian yang jelas mengenai benda
yang diasuransikan.
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan). Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung
oleh penanggung.
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung
g. Premi asuransi.
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus
yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER'S CLAUSE, jika terjadi
peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa
pemilik alau pemegang hak. Untuk jenis asuransi tertentu, misalnya asuransi kebakaran Pasal
287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan: Letak barang tetap
serta batas-batasnya.
b. Pemakaiannya. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh
terhadap objek pertanggungan.
d. Harga barang-barang yang dipertanggungkan. Letak dan pembatasan gedung-gedung dan
tempat-tempat di mana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada. Untuk
mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis Asuransi. Bencana yang ditutup.
b. Yang ditutup. Kerugian yang ditutup.
d. Orang-orang yang ditutup. Lokasi-lokasi yang ditutup.
f. Jangka waktu yang ditutup.
g. Bahaya-bahaya yang dikecualikan.
3. Jenis Klausula Asuransi daiam Polis
a. Perjanjian asuransi memuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara tegas dalam polis, janji.
Jenis atau kesepakatan itu disebut klausula asuransi yang maksudnya untuk menentukan batas-
batas hack dan kewajiban para pihak, tanggung jawab penanggung dalam peinbayarin ganti
kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut
ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi.
Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:
Klausula Premier Risque Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi di bawah
nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai
maksimum jumiah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan
pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
b. Klausula All Risk
Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala risiko atau benda yang
diasuransikan. Ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat
peristiwa apa pun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276
KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).
1) Klausula Total Loss Only (TLO)
Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya menanggung kerugian yang merupakan
kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.
G. Jenis Asuransi
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 1 ayat (1) digariskan ada dua jenis asuransi,
yaitu:
1. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahui dan rumusan: "untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh
tertanggung".
2. Asuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat
diketahui dari rumusan: "untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan." H. Batalnya Asuransi Suatu pertanggungan
hakikatnya adalah suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan risiko batal atau dapat
dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal
1320 KUH Perdata. Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian
asuransi apabila:
1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan
hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan
berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD).
Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269
KUHD); memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan
membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD).
3. Terdapat suatu penipuan atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD).
4. Apabila objek pertanggungan menurut peraturan perundang- undangan tidak boleh
diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan
untuk mengangkut objek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh
diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
1. Sanksi
Di dalam praktik dijumpai banyak sekali perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian. Ini
menunjukkan bisnis asuransi merupakan bisnis yang menguntungkan. Akan tetapi, bisnis
asuransi dapat juga merugikan masyarakat apabila perusahaan asuransi dikelola secara tidak
profesional. Untuk itulah pemerintah telah menentukan sanksi bagi perusahaan asuransi yang
melakukan pelanggaran. SPPA (Surat Permintaan Penutupan Asuransi) SPPA adalah formulir
isian yang harus di isi oleh calon tertanggung dalam rangka penutupan Asuransi yang akan di
gunakan oleh penanggung untuk mengevaluasi tingkat risiko dari objek pertanggungan tersebut.
Adapun data yang diisi dalam SPPA adalah seputar objek pertanggungan, kondisi sekitar objek
pertanggungan, data tertanggung, perincian obyek tertanggung, tingkat bahaya, dan lain-lain.
J. Reasuransi
1. Pengertian Reasuransi dan Prinsip-prinsip dalam Hubungan
Antara Penanggung dan Penanggung Ulang dalam Perjanjian Reasuransi Bila dniam asuransi
telah didapatkan suatu definisi sebagaimana yang termaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang dan Kepailitan Pasal 246 dan kemudian telah diperbarui dalam Undang- Undang
Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Pereasuransian pada Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat 1 dalam hal reasuransi hingga saat ini belum terdapat definisi yang telah
dibakukan. Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD Pasal 271 tersebut
tampak sejiwa dan seirama dengan dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I. Mehr dan E.
Cammack dalam buku yang berjudul Principles of Insurance yang menyatakan: “Reinsurance is
the insurance of the insurance” (Ref. page 723), artinya reasuransi adalah asuransi dari asuransi
atau “asuransinya asuransi” (A.J. Marianto 1997). Selanjutnya Robert I. Mehr and Emerson
Cammack memberikan suatu contoh atau suatu penjelasan sebagai berikut: "When a company
has received from an agent a volume of insurance on a given property or in a given area, in
excess of the amount it wishes to retain an its book, it can reinsure the contract” (jika suatu
perusahaan asuransi merutup risiko atau dia menutup risiko-risiko di suatu daerah tertentu
melalui seorang agen, dia dapat mempertanggungkan ulang/kembali kelebihan risiko yang
melampaui daya tampungnya) (A. J. Marianto 1997).Berdasarkan pengertian di atas, perusahaan
asuransi berdasarkan prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungkan, telah menutup suatu K.
Sekilas tentang Asuransi Jiwa (Asuransi Jumlah)
1. Pengertian
Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 digambarkan “Asuransi jiwa
adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak Penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.”
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam
Ordonantie op het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut
ketentuan Pasal 1 ayat (1)
huruf Ordonansi tersebut: "Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het
doon van geldelijke uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den dood
van den menschs. Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen, met dien verstande,
dat overeenkomsten van ongevallenverzokering niet als overeenkomsten van levensverzekering
worden berschouwd.” Terjemahannya.
“Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya premi
yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang, reasuransi termasuk di dalamnya,
sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa." Dalam Pasal 27 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, maka
Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun yang
dimaksud dengan 'uudalız-undang ini' adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh
karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkan Ordonansi ini karena sudah
tidak berlaku lagi, dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup dalam Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X Pasal
302 sampai Pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh) pasal. Akan tetapi, tidak 1 (satu) pasal pun
yang memuat rumusan definisi asuransi jiwa.
b. timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya
penutup (pengambil) asuransi dan penanggung Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
dinyatakan bahwa "penanggung dengan menerima premi memberikan pembayaran", tanpa
menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmat- nya. Purwosutjipto menyebutkan
membayar l orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya.
Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka waktu
2. Polis Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 255 KUHD ditetapkan bahwa asruransi jiwa harusdiadakan secara tertulis dengan
bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa
memuat:
a. Hari diadakan asuransi.
b. Nama tertanggung.
c.Nama orang yang jiwanya diasuransikan.
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen.
e. Jumlah asuransi.
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat- syarat asuransi sama sekali
bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk
mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak hari dan tanggal itu
risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar premi
dan berhak menerima polis. Apabila
terjadi evenemen atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak
menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung,
dalam sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam polis. Penikmat yang dimaksud adalah
orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau orang yang menjadi ahli warisnya sebagai yang
berhak menerima dan menikmati santunan sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.
Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya tertanggung
dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa. Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka
waktu asuransi jiwa tidak terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka ter-tanggung
sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan
penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat
perbedaan dengan asuransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi berakhir tanpa
terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa, premi
yang telah diteriina peranggung diar.ggap sebagai tabungan yang dikembalikan kepada
penabungnya, yaitti tertanggur.
5. Berakhirnya Asuransi Jiwa
a. Karena Terjadi Evenemen Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban
penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi
jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi
peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan
kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung
melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir. Apa
sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak meninggalnya
tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh
pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa
adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan
sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak
terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim. b. Karena Jangka Waktu Berakhir Dalam
asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa
terjadi evenemen, maka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi ,dalam perjanjian
ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila
sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa
berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalian sejumlah uang
kepada tertanggung.
C.
Karena Asuransi Gugur Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD: "Apabila orang yang
diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya
gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan
lain.” Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjikan lain” memberi peluang kepada
pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya asuransi yang
diadakan untuk tetap dinyatakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah
meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar
karena sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada
pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk
kepentingan pihak ketiga. Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan: "Apabila orang yang
mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur.”
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini? Menurut Purwosutjipto, penyimpangan
dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa ditutup dengan scbuah
klausul yang membolehkan penanggung melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh
diri dan badan tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun
sejak diadakan asuransi. Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih supel lagi.

Anda mungkin juga menyukai