Anda di halaman 1dari 18

15

MEMBANGUN KAPASITAS ANGGOTA


BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)
DALAM MEMBENTUK PERATURAN DESA
Oleh:
SIRAJUDDIN, FATKHUROHMAN & ANWAR C.*

ABSTRAK
Dalam pelaksanaan tugas legislasi, yakni membentuk Peraturan
Desa (PERDES), Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
mengalami kesulitan karena masih rendahnya pengetahuan dan
kapasitas yang dimiliki para anggota BPD, sehingga sangat
diperlukan kegiatan Pendidikan dan Latihan sekaligus
Pendampingan bagi anggota dalam hal : (1) Eksistensi
Peraturan Desa dalam sistem hukum dan peraturan perundangundangan di Indonesia; (2) Metode dan teknik pembentukan
naskah akademik dan rancangan peraturan desa; (3) Metode
dan sistem penyusunan materi muatan peraturan desa; (4)
metode dan sistem evaluasi dan perubahan peraturan desa.
Pasca kegiatan pendidikan, latihan dan pendampingan, para
anggota BPD sudah terampil dan mampu membuat Naskah
akadermik perdes dan merumuskan Judul, Pembukaan, Batang
Tubuh, Penutup dan Penjelasan Perdes dengan metode
ROCCIPI.
Kata Kunci: Badan Permusyawaratan Desa, Peraturan Desa,
Otonomi Daerah
PENDAHULUAN
Dalam rangka mengembangkan iklim demokratisasi dalam kalangan
masyarakat secara luas hingga ke pelosok desa, maka masyarakat desa
harus diatur dalam sistem pemerintahan desa yang lebih mencerminkan dan
mendorong iklim demokratisasi di kalangan masyarakat desa tersebut. Salah
satu upaya mengembangkan iklim demokratisasi dalam masyarakat desa,
maka dipersyaratkan adanya sebuah lembaga perwakilan yang disebut
dengan Badan Perwakilan Desa (BPD).
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan pada Tahun 20031
tentang pelaksanaan wewenang, peran dan fungsi BPD dan Penelitian Pada
*

Sirajuddin, SH.,MH., Fatkhurohman,SH.MH., Anwar C.,SH.MH. adalah


dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang.

16
tahun 20052 kami menyimpulkan sebagai berikut : (1) Badan Perwakilan
Desa yang diharapakan sebagai mediator dan katalisator terbangunnya iklim
demokrasi dan keterbukaan dalam masyarakat desa belum dapat dapat
berjalan dengan optimal; (2) Ada 6 (enam) hambatan yang dihadapi oleh
BPD, yakni: Pertama, belum mengkarnya budaya demokrasi dalam
masyarakat desa; Kedua, Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
pemahaman para anggota BPD tentang tugas, peran dan fungsi dari BPD;
Ketiga, minimya biaya operasional Kegiatan BPD dan rendahnya gaji para
anggota BPD Keempat, Sedikitnya waktu para anggota BPD yang diluangkan
untuk menjalankan tugas-tugas BPD; Kelima, Adanya konflik intern para
anggota BPD dan Kepemimpinan BPD yang tidak kondusif; Keenam, adanya
dominasi kepala desa.
Berdasarkan Analisis situasi tersebut, kami dalam penelitian tersebut
di atas merekomendasikan agar BPD dapat berperan sebagai yang lembaga
mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat desa dengan lebih baik maka :
(1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama-sama dengan Kepala Daerah
perlu segera membentuk Peraturan Daerah yang mengatur pelaksanaan
Otonomi dan Kelembagaan Desa; (2) Pihak Pemerintah Daerah, Perguruan
Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat perlu melakukan sinergi dalam
rangka pemberdayaan dan peningkatan kapasitas anggota Badan Perwakilan
Desa melalui Pendidikan dan Latihan misalnya pendidikan dan latihan
Pembentukan Peraturan desa, Penyusunan APBDesa dan lain sebagainya;
(3) Masyarakat desa perlu dilibatkan dalam rangka pengambilan keputusan
mengenai pelaksanaan Otonomi Daerah dan Otonomi Desa yang akan
sekaligus menjadi media bagi mereka untuk mengartikulasikan
kepentingannya dan memahami makna demokrasi secara hakiki.
Diantara beberapa perubahan kelembagaan yang substansial
sebagai akibat diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian
direvisi dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah
diperkenalkan nilai dan praktek demokrasi melalui pembentukan lembaga
baru yang disebut Badan Permusyawaratan desa (BPD). Lembaga ini
merupakan jelmaan lembaga legislatif di tingkat desa yang memiliki tugas dan
1

Sirajuddin dan Fatkhurohman, 2003. Pelaksanaan Wewenang, Peran dan Fungsi


BPD dalam Mewujudkan Demokratisasi di Masyarakat Desa (Studi Kasus di Kab. Malang
dan Kab. Pasuruan) Penelitian Dosen Muda (PDM) yang Didanai Dikti Depdiknas dan
Laporan Penelitiannya dimuat dalam Jurnal Hukum Widya Yuridika Volume 11 No. 3
Desember 2003 diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang.
2

Sirajuddin dan Dedy Bashory, 2005. Peranan Badan Permusyawaratan


Desa Dalam Pembentukan Peraturan Desa (Studi di Desa Tegalgondo Kec.
Karangploso Kab. Malang). Penelitian Mandiri

17
kewenangan dalam bidang legislasi dan pengawasan. Namun dalam
pelaksanaan tugas legislasi, yakni membentuk Peraturan Desa (PERDES)
BPD mengalami kesulitan karena masih rendahnya pengetahuan dan
kapasitas yang dimiliki para anggota BPD, sehingga sangat diperlukan
kegiatan Pendidikan dan Latihan sekaligus Pendampingan bagi anggota
dalam hal : (1) Eksistensi Peraturan Desa dalam sistem hukum dan peraturan
perundang-undangan di Indonesia; (2) Metode dan teknik pembentukan
naskah akademik dan rancangan peraturan desa; (3) Metode dan sistem
penyusunan materi muatan peraturan desa; (4) metode dan sistem evaluasi
dan perubahan peraturan desa.
METODE PENERAPAN IPTEKS
Khalayak sasaran dari kegiatan ini adalah 9 orang anggota BPD di
desa Tegal Gondo Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang dengan
pertimbangan bahwa berdasarkan penelitian yang kami lakukan bahwa para
anggota BPD di desa tersebut masih memiliki kapasitas yang rendah dalam
membentuk peraturan desa, bahkan sejak terbentuk hingga sekarang belum
memiliki tata tertib BPD yang mengatur mekanisme kerja internal BPD.
Metode yang akan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
dicanangkan dalam kegiatan ini adalah melalui ceramah, diskusi, simulasi
dilengkapi dengan perangkat guna mempermudah pemahaman dan
sekaligus pendampingan terhadap BPD oleh tim pelaksana pasca kegiatan
pendidikan dan latihan.
Adapun Materi pelatihan dan instruktur meliputi :
1. Eksistensi Peraturan Desa dalam sistem hukum dan peraturan
perundang-undangan di Indonesia oleh tim pelaksana.
2. Metode dan teknik pembentukan naskah akademik dan rancangan
peraturan desa oleh tim pelaksana.
3. Metode dan sistem penyusunan materi muatan peraturan desa oleh tim
pelaksana.
4. metode dan sistem evaluasi dan perubahan peraturan desa.
5. Sistem Pengundangan peraturan desa dalam lembaran desa oleh bagian
Hukum Pemerintah Kabupaten Malang
Kegiatan pendampingan dalam pembentukan peraturan desa pasca
ceramah dan diskusi dilaksanakan oleh tim pelaksana.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perijinan Pelaksanaan

18
Persiapan pelaksanaan kegiatan program penerapan ipteks ini
diawali dengan pengarahan dari LPPM Univ. Widyagama Malang dan
Pimpinan Fakultas Hukum Univ. Widyagama dan pengurusan surat izin
pelaksanaan. Pengarahan dari LPPM meliputi koordinasi pelaksanaan dan
penyusunan dokumentasi logbook. Surat izin pelaksanaan diawali dengan
surat pengantar dari Fakultas Hukum Univ. Widyagama Malang kepada
Kepala Desa Tegalgondo dan Ketua BPD Tegalgondo.
Kondisi Wilayah
Desa Tegal Gondo dengan Luas Wilayah : 220.235 ha merupakan
salah satui desa di Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang secara
administratif berbatasan dengan wilayah desa yang lain, yaitu :
- Utara
: Desa Ampeldento
- Selatan : Kelurahan Tlogomas
- Timur : Desa Tunggul Wulung
- Barat
: Desa Pendem
Desa Tegal Gondo membawahi atau terdiri dari 5 dusun dengan luas
masing-masing:
- Dusun Gondang : 52.000 Ha RW. 1,2 RT. 1 8
- Dusun Babatan
: 36.400 Ha RW. 3 RT. 9 11
- Dusun Wunutsari : 40.600 Ha RW. 4,9 RT. 12 15 dan 40
43
- Dusun Dawuhan : 41.135 Ha RW. 5,6 RT. 16 24
- Dusun Ketangi
: 50.100 Ha RW. 7,8 RT. 25 39
Secara umum desa Tegal Gondo memiliki permukaan tanah yang
datar. Kesuburan tanah cukup baik, terbukti dengan luasnya sawah yang ada
di desa ini yakni 163.400 ha. Suhu udara terbilang dingin, antara 23 33oC.
Hal ini disebabkan tingginya permukaan tanah dari permukaan air laut yaitu
421 m.
Luas tanah yang dipakai/dimanfaatkan sebagai pemukiman
penduduk hingga Juli 2005 adalah 46.950 ha. Sedangkan seluas 8.044 ha
dipakai sebagai tanah makam umum/kuburan dan jalan untuk kepentingankepentingan lain 1.832 ha.
Jumlah Penduduk
- Laki-laki
: 2.159 orang
- Perempuan
: 2.179 orang
Tabel 1
Jumlah dan Jenis Kelamin Penduduk

19
Desa Tegal Gondo keadaan Juli 2005
Jenis
Gondang Babatan
Wunutsari
Kelamin
L
570
161
445
P
543
174
429
Jumlah
1.113
335
874
Sumber : Data Dasar Profil Desa Tegal Gondo

Dawuhan

Ketangi

477
508
985

505
526
1.031

Tabel 2
Tingkat Pendidikan Warga Desa Tegal Gondo
Keadaan Juli 2005

98
423

484
99

Jumlah
satu
Desa
872
808

191

102

675

58

32

525

215

314

1.458

Wunut- DawuhNo Pendidikan Gondang Babatan


sari
an
1. Tamat SD
174
60
56
2. Tamat
196
41
49
SLTP
3. Tamat
208
32
142
SLTA
4. Akademi/
98
4
333
Sarjana
5. Tidak
437
198
294
Tamat SD
Sumber : Data Dasar Profil Desa Tegal Gondo

Ketangi

Tabel 3
Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa Tegal Gondo Keadaan Juli 2005
No
Tingkat Kesejahteraan KK
Jumlah
1. Prasejahtera
450
2. Sejahtera I
370
3. Sejahtera II
475
4. Mandiri
100
5. Paripurna III+
70
Sumber : Data Dasar Profil Desa Tegal Gondo
Tabel 4
Mata Pencaharian Penduduk Desa Tegal Gondo Keadaan Juli 2005

20
No
Mata Pencaharian
Jumlah
1. Karyawan Pemerintahan dan ABRI
574
2. Pedagang
1.407
3. Petani
978
4. Buruh Tani
435
5. Pensiunan/Purnawirawan
44
6. Lain-lain
225
Sumber : Data Dasar Profil Desa Tegal Gondo
Tabel 5
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Tegal Gondo
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nama
Drs. Muhammad Arifin
Joyo Warsito
Muhammad Naim
Drs. Suwarno
Triyoko
Abdul Kholil
Muhammad Hasan

Jabatan
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
anggota
Anggota
Anggota
Anggota

Kegiatan Membangun Kapasitas Badan Perwakilan Desa Dalam


Membentuk Peraturan Desa
Dalam UU No. 10 tahun 2004, Peraturan Desa (PERDES) sudah
diakui menjadi bagian dalam tata urutan peraturan perundang-undangan.
Pasal 1 angka 8 UU 10/2004 dijelaskan bahwa peraturan desa/peraturan
yang setingkat adalah peraturan perundang undangan yang dibuat oleh
Badan Perwakilan (permusyawaratan) Desa atau nama lainnya bersama
dengan dengan kepala desa atau nama lain.
Peraturan desa diperlukan untuk menerjemahkan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan desa secara jelas sesuai dengan ciri khas
daerah/desa setempat. Mengatur hubungan antar lembaga desa dan antara
lembaga desa dengan anggota masyarakat agar terciptanya ketertiban,
keamanan dan ketentraman yang berkeadilan.
Peraturan desa menterjemahkan kebijakan-kebijakan yang diatur
melalui peraturan yang lebih tinggi serta untuk memberikan panduan praktis
guna memperlancar pelaksanaannya di lapangan sesuai dengan kekhasan
masyarakat desa setempat. Peraturan desa tidak boleh bertentangan

21
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sesuai dengan
azas lex superior derogat lex inferior.
Pasal 206 UU 32/2004 menyatakan bahwa urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan desa mencakup :
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan asal-usul desa .
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa.
Jenis-jenis peraturan desa berupa pengayoman adat istiadat,
pengelolaan aset-aset desa dan pertangung jawabannya, APBDes, batas
wilayah administratif desa, tata ruang desa, sebutan Desa, Kepala Desa,
Perangkat Desa, dan BPD, Susunan Organisasi Pemerintah Desa, Lembaga
Kemasyarakatan yang ada di desa (LPMD, PKK dll), BUMDes, Prosedur
pinjaman, pengelolaan dan pertangungjawaban dana pinjaman desa,
pungutan-pungutan desa, dan lain-lain.
Badan Permusyawaratan desa (BPD) bersama-sama dengan kepala
desa merupakan pembentuk peraturan desa. BPD merupakan jelmaan
lembaga legislatif di tingkat desa yang memiliki tugas dan kewenangan dalam
bidang legislasi dan pengawasan. Namun dalam pelaksanaan tugas legislasi,
yakni membentuk Peraturan Desa (PERDES) BPD mengalami kesulitan
karena masih rendahnya pengetahuan dan kapasitas yang dimiliki para
anggota BPD.
Kegiatan pendidikan dan latihan pembentukan peraturan desa bagi
para anggota BPD yang telah dilaksanakan di Desa Tegalgondo meliputi :
1. Sosialisasi dan diskusi tentang materi peraturan desa, meliputi: (1).
Eksistensi Peraturan Desa dalam sistem hukum dan peraturan
perundang-undangan di Indonesia oleh tim pelaksana; (2) Metode
dan teknik pembentukan naskah akademik dan rancangan peraturan
desa; (3) Metode dan sistem penyusunan materi muatan peraturan
desa; (4) metode dan sistem evaluasi dan perubahan peraturan desa
dan; (5). Sistem Pengundangan peraturan desa dalam lembaran
desa.
2. Pelatihan merumuskan bagian-bagian atau kerangka dari suatu
peraturan desa, diantaranya:
Identitas peraturan
Konteks sosial lahirnya peraturan

22

Para pihak yang bertanggungjawab melahirkan peraturan


tersebut
Peraturan induk yang berkaitan langsung dengannya
Isi peraturan
Relasinya dengan peraturan yang lain
Waktu peraturan tersebut berlaku di dalam masyarakat
Dalam istilah yang lebih teknis sebagaimana diatur dalam UU
10/2004 tiap unsur tersebut adalah :
Judul
Pembukaan
Batang Tubuh
Penutup
Penjelasan
Lampiran (jika diperlukan)
3. Aplikasi dan praktek pembentukan peraturan desa yang berkaitan
dengan perangkat desa, yang disertai dengan pendampingan dari
Tim Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang.
SOSIALISASI DAN DISKUSI
Kegiatan sosialisasi dan diskusi berlangsung 2 (dua) kali pertemuan,
yakni pertemuan pertama berlangsung 15 Juli 2007, bertempat di Balai RW
Desa Tegalgondo Karangploso Malang dan pertemuan kedua pada tanggal
05 Agusutus 2007 di Ruang PPK Fak. Hukum Universitas Widyagama
Malang.
Sosialisasi dan Diskusi seputar persoalan pembentukan peraturan
desa, adapun materi yang disampaikan antara lain : (1) Eksistensi Peraturan
Desa dalam sistem hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia
oleh tim pelaksana; (2) Metode dan teknik pembentukan naskah akademik
dan rancangan peraturan desa; (3) Metode dan sistem penyusunan materi
muatan peraturan desa; (4) metode dan sistem evaluasi dan perubahan
peraturan desa dan; (5) Sistem pengundangan peraturan desa dalam
lembaran desa.
Metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan dan latihan
adalah metode partisipatif dimana peserta dalam hal ini diletakkan sebagai
subyek utama. Pendekatan ini perlu dikedepankan karena produk hukum
atau peraturan desa yang akan dibuat dan disusun oleh BPD bersama-sama
dengan kepala desa diharapkan berkualitas baik, dalam arti memiliki nilai
keberlakuan filosofis, keberlakuan yuridis dan keberlakukan empirik/
sosiologis.

23
Dalam perspektif keberlakuan filosofis, Setiap masyarakat selalu
mempunyai cita hukum yakni apa yang masyarakat harapkan dari hukum,
misalnya hukum diharapkan untuk menjamin adanya keadilan, kemanfaatan
dan kepastian maupun kesejahteraan. Cita hukum atau rechtsidee tumbuh
dalam sistem nilai masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mereka
mengenai hubungan individual dan kemasyarakat dan lain sebagainya.
Semua ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan mengenai inti
atau hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai baik
sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana
mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat.3 Pancasila merupakan salah
satu contoh Rechtsidee bagi masyarakat Indonesia.
Dalam perspektif yuridis peraturan atau kaidah harus memenuhi
syarat-syarat: Pertama, keharusan adanya kewenangan dari pembuat
peraturan perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan
harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Jika tidak maka
peraturan perundang-undangan tersebut batal demi hukum. Dianggap tidak
pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalnya peraturan
desa harus dibuat secara bersama-sama antara Kepala Desa dengan BPD,
jika tidak maka Perdes tersebut batal demi hukum.
Kedua, keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis atau
peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau
diperintah oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau
sederajat. Ketidak sesuaian bentuk ini dapat menjadi alasan untuk
membatalkan peraturan perundang-undangan tersebut. Misalnya kalau UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa
sesuatu harus diatur oleh Perdes, maka dalam bentuk Perdeslah hal itu
diatur. Kalau kemudian diatur dalam bentuk lain misalnya keputusan Kepala
desa maka keputusan tersebut dapat dibatalkan.
Ketiga, keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara
tersebut tidak diikuti, maka peraturan perundang-undangan tersebut batal
demi hukum atau tidak/belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Misalnya Peraturan desa dibuat bersama-sama antara BPD dan Kepala
Desa, kalau ada Peraturan daerah tanpa mencantumkan persetujuan BPD
maka batal demi hukum.

Bagir Manan, Dasar-dasa Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Ind


hill Co. Hlm. 17

24
Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu Perdes tidak
boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan UU.4
Selanjutnya dasar berlaku secara sosiologis maksudnya adalah
mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Misalnya dalam
suatu masyarakat agraris hukumnya harus sesuai dengan kenyataankenyataan hidup masyarakat agraris begitu pula dalam masyarakat industri
dan lain sebagainya.5
PRAKTEK PEMBENTUKAN PERATURAN DESA
Praktek pembentukan Perdes bagi anggota BPD desa Tegal Gondo
merupakan Pelatihan merumuskan bagian-bagian atau kerangka dari suatu
peraturan desa, diantaranya:
Identitas peraturan
Konteks sosial lahirnya peraturan
Para pihak yag bertanggungjawab melahirkan peraturan
tersebut
Peraturan induk yang berkaitan langsung dengannya
Isi peraturan
Relasinya dengan peraturan yang lain
Waktu peraturan tersebut berlaku di dalam masyarakat
Dalam istilah yang lebih teknis sebagaimana diatur dalam UU
10/2004 tiap unsur tersebut adalah :
Judul
Pembukaan
Batang Tubuh
Penutup
Penjelasan
Lampiran (jika diperlukan)
Dalam kegiatan praktek pembentukan peraturan desa, maka kepada
para anggota BPD diharapkan dapat mengenal berbagai problem urgensi
suatu persoalan diatur peraturan desa dengan pendekatan agenda ROCCIPI.
Agenda ROCCIPI disusun melalui proses yang panjang oleh tiga orang pakar

4
5

Ibid, hlm. 14 -15


Ibid

25
perancangan peraturan, yakni Robert B. Seidman, Aan Seidman dan Nalin
Abeyesekere.6
ROCCIPI merupakan singkatan dari tujuh kategori pokok yang
menyusunnya, yaitu:
Rule (peraturan)
Opportunity (Peluang/kesempatan)
Capacity (kemampuan)
Communication (komunikasi)
Interest (kepentingan)
Process (proses)
Ideology (nilai dan sikap)
ROCCIPI merupakan identifikasi 7 (tujuh) faktor yang seringkali
menimbulkan masalah berkaitan dengan berlakunya suatu peraturan
perundang-undangan. Ketujuh faktor tersebut dibagi dalam dua kategori,
yakni faktor subyektif yang terdiri dari Interest dan ideology, sedangkan faktor
obyektif terdiri dari Rule, Opportunity, Capacity, Communication, dan
Process.
ROCCIPI bermanfaat untuk mempersempit dan mensistematiskan
ruang lingkup hipotesis yang muncul dalam benak perancang peraturan
tentang penyebab suatu perilaku bermasalah.
Masing-masing kategori agenda ROCCIPI yang dikemukakan Robert
B. Seidman dkk dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Rule (Peraturan)
Ketika seseorang memutuskan untuk patuh atau tidak patuh terhadap
suatu peraturan, ia tidak hanya berhadapan dengan suatu peraturan.
Apalagi hanya satu pasal atau dua pasal. Seseorang harus
berhadapan dengan banyak peraturan yang mungkin tumpang tindih
antara satu dengan yang lainnya. Berbagai peraturan yang ada
mungkin juga tidak jelas, bisa ditafsirkan sesukahati masing-masing
orang.
Setidaknya ada 5 (lima) kelemahan yang membuat peraturan
menyebabkan perilaku bermasalah, antara lain : (1) bahasa yang
digunakan peraturan rancu atau membiungkan. Peraturan tidak
menjelaskan apa yang harus dan apa yang dilarang dilakukan.; (2)
6

Robert B. Seidman, Aan Seidman dan Nalin Abeyeskere, 2002.


Penyusunan RUU dalam Perubahan Masyarakat yang Demokratis : Sebuah
Panduan untuk Pembuat RUU, Jakarta: Business Advisory Indonesia University of
San Francisco School of Law Indonesia Program (diterjemahkan oleh Johanes
Usfunan dkk), hal. 116-121

26

2.

3.

4.

5.

6.

7.

beberapa peraturan malah memberi peluang terjadinya perilaku


bermasalah bisa karena bertentangan atau saling tidak mendukung;
(3) peraturan tidak menghilangkan penyebab-penyebab perilaku
bermasalah. Penyebab dihilangkan sebagian atau tidak sama sekali;
(4) peraturan membuka peluang bagi perilaklu yang tidak tranparan,
tidak akuntabel dan tidak partisipatif; dan (5) peraturan mungkin
memberikan wewenang yang berlebihan kepada pelaksana peraturan
dalam mengatasi perilaku bermasalah.
Opportunity (kesempatan/Peluang)
Mungkin sebuah peraturan secara tegas melarang perilaku tertentu,
namun jika terbuka kesempatan untuk tidak mematuhinya. Orang
dengan mudah melakukan perilaku bermasalah.
Capacity (kemampuan)
Peraturan tidak dapat memerintahkan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang dia tidak mampu. Dengan demikian kita mesti
mengetahui kondisi-kondisi yang berada dalam diri orang yang
menjadi subyek peraturan. Kemampaun dalam diri orang dapat dirinci
kedalam kemampuan politik, kemampuan ekonomi dan kemampuan
sosial budaya.
Commucation (kemampuan)
Walaupun dalam ilmu hukum dikenal adanya fiksi hukum yang
menyatakan bahwa semua orang dianggap tahu hukum, namun
kenyataan fiksi ini tidak bisa diberlakukan begitu saja karena masalah
komunikasi seringkali muncul karena selama ini negara tidak tertib
dalam mengumumkan peraturannya. Media komunikasi yang
digunakanpun tidak menentu, bahkan kacaunya pengumuman
peraturan karena disengaja, supaya masyarakat tidak tahu cacat
yang ada dalam suatu peraturan.
Interest (kepentingan)
Interest terkait dengan manfaat bagi pelaku peran (pembuat
peraturan maupun yang akan terkena). Kepentingan ini bisa terdiri
dari kepentingan ekonomi, kepentingan politik dan kepentingan sosial
budaya.
Process (Proses)
Adalah proses bagi pelaku peran untuk memutuskan apakah akan
memenuhi atau tidak akan mematuhi peraturan perundangundangan.
Ideology (nilai dan sikap)
Kategori ideologi secara umum diartikan sebagai kumpulan nilai yang
dianut oleh suatu masyarakat untuk merasa, berpikir, dan bertindak.

27
Termasuk didalamnya antara lain sikap mental, pandangan tentang
dunia, pemahaman keagamaan. Kadang-kadang iedologi juga
disamakan dengan budaya yang sangat luas cakupannya. Dalam
masyarakat yang sangat plural seperti masyarakat Indonesia, nilainilai yang ada sangat beragam, sebagian malah saling bersaing,
misalnya konflik norma hukum yang dibentuk negara dengan norma
hukum adat.
PENDAMPINGAN APLIKASI PEMBENTUKAN PERATURAN DESA
Pembentukan peraturan desa merupakan tugas yang harus dilakukan
oleh BPD sebagai lembaga legislatif desa. Berdasarkan evaluasi dan
inventarisasi yang dilakukan oleh para anggota BPD Desa Tegalgondo maka
ada banyak masalah kemasyarakatan yang membutuhkan pengaturan
melalui Perdes. Dari begitu banyak persoalan yang perlu diatur maka disusun
skala prioritas.
Dari penyusunan skala prioritas yang dilakukan, maka salah satu
masalah yang perlu diatur mendesak adalah masalah perangkat desa.
Dalam kegiatan pendampingan pembentukan peraturan desa, maka
tim selalu menekankan dasar keberlakuan peraturan perundang-undangan
(perdes), baik keberlakuan filosofis, keberlakukan yuridis, maupun
keberlakukan empirik/sosiologis.
Secara filosofis kelembagaan pemerintahan desa perlu diperkuat
dalam rangka membangun otonomi asli desa yang memungkinkan desa
berkembang sesuai dengan kearifan lokal yang dimilikinya.
Sementara secara yuridis tentunya pengaturan tentang perangkat
desa tidak boleh bertentangan dengan amanat UUD 1945 bahwa negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisional sepanjang masih hidup sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI. Pengaturan kelembagaaan
desa harus memperkuat posisi masyarakat desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa.
Dalam kegiatan pendampingan telah dilakukan inventarisasi oleh
anggota BPD dan tim pendampingan berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang perangkat desa, adapun peraturan
perundang-undangan tersebut antara lain:
1. Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Didalam Pasal 202 Undang Undang ini diatur bahwasannya:
(1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa

28
(2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa
lainnya
(3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
Dalam peraturan pemerintah ini dinyatakan bahwa jumlah perangkat
desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Perangkat desa bertugas membantu kepala
desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut perangkat desa bertanggungjawab
kepada kepala desa.
3. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 12 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan
Desa.
Dalam perda ini diatur secara rinci tentang tugas, fungsi dan
persyaratan perangkat desa. Perda ini juga memerintahkan
pengaturan perangkat desa lebih lanjut diatur dalam peraturan desa.
Dalam kegiatan pendampingan pembentukan Perdes juga ditekankan
berbagai landasan sosiologis. Bahwa dalam pembentukan Perdes harus
memperhatikan kebutuhan masyarakat (social need), kondisi masyarakat
(social condition) dan modal/kekayaan masyarakat (social capital).
EVALUASI KEGIATAN
Perhatian para anggota BPD terhadap kegiatan pendidikan dan
latihan membangun kapasitas dalam pembentukan peraturan desa sangat
baik, hal terlihat dari partisipasi aktif dan antusiasme yang tinggi para anggota
BPD. Evaluasi keberhasilan dari kegiatan ini secara rinci dapat dilihat dalam
tabel dibawah ini:
Kegiatan

Tujuan

1. Sosialisasi dan
Diskusi

Para anggota BPD


mengetahui dan
memahami tentang :
(1). Eksistensi Peraturan Desa dalam
sistem hukum dan
peraturan perundang-undangan di
Indonesia oleh tim

Indikator
Pencapaian
Keberhasilan

Tolok Ukur
Keberhasilan
yang Tercapai

Ada pemahaman
mengenai eksistensi
perdes dalam hkm
nasional, cara pembentukan dan cara
perubahan perdes

80% peserta telah


tertarik untuk menginventarisir kebutuhan akan perdes
dan telah melakukan
langkah-langkah
dalam pembentukan
perdes

29

2. Praktek
Pembentukan
Peraturan Desa

3. Pendampingan
Aplikasi
Pembentukan
Peraturan Desa

pelaksana; (2) Metode dan teknik pem


bentukan naskah
akademik dan rancangan peraturan
desa; (3) Metode
dan sistem penyusunan materi muatan peraturan desa;
(4) metode dan sistem evaluasi dan
perubahan peraturan desa dan; (5).
Sistem Pengundang
an peraturan desa
dalam lembaran
desa.
Peserta terampil
dalam merumuskan
Judul, Pembukaan,
Batang Tubuh, Penu
tup dan Penjelasan
Perdes

Memantau dan
mendampingi dalam
pembentukan
perdes

Peserta terampil dan


mampu dalam merumuskan Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, Penutup dan
Penjelasan Perdes
dengan metode
ROCCIPI

Terwujudnya keteraturan, kepastian


hukum dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat

Para anggota BPD


sudah mampu
membuat perdes
sesuai skala
prioritas yang telah
disusun secara
mandiri

Perdes memiliki
dasar keberlakuan
filosofis, keberlakuan
yuridis dan
keberlakukan
empirik

Untuk mendukung keberhasilan BPD dalam membentuk peraturan


desa, maka Badan Perwakilan Desa harus mampu menjadi mediator dan
katalisator terbangunnya iklim demokrasi dan keterbukaan dalam masyarakat
desa belum dapat dapat berjalan dengan optimal.
Di samping itu berbagai hambatan yang dihadapi oleh BPD, antara
lain: Pertama, belum mengkarnya budaya demokrasi dalam masyarakat desa;
Kedua, kurangnya pemahaman para anggota BPD tentang tugas, peran dan
fungsi dari BPD; Ketiga, minimya biaya operasional Kegiatan BPD dan
rendahnya gaji para anggota BPD Keempat, Sedikitnya waktu para anggota
BPD yang diluangkan untuk menjalankan tugas-tugas BPD; Kelima, Adanya
konflik intern para anggota BPD dan Kepemimpinan BPD yang tidak kondusif

30
harus diatasi sedini mungkin dan secara konsisten para anggota
mengutamakan kepentingan masyarakat yang diwakili.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Para anggota BPD telah mengetahui dan memahami tentang : (1).
Eksistensi Peraturan Desa dalam sistem hukum dan peraturan
perundang-undangan di Indonesia oleh tim pelaksana; (2) Metode dan
teknik pembentukan naskah akademik dan rancangan peraturan desa;
(3) Metode dan sistem penyusunan materi muatan peraturan desa; (4)
metode dan sistem evaluasi dan perubahan peraturan desa dan; (5).
Sistem Pengundangan peraturan desa dalam lembaran desa.
2. Peserta (anggota BPD) terampil dan mampu membuat naskah akademik
perdes dan mampu merumuskan Judul, Pembukaan, Batang Tubuh,
Penutup dan Penjelasan Perdes dengan metode ROCCIPI.
3. Para anggota BPD sudah mampu membuat perdes sesuai skala prioritas
yang telah disusun secara mandiri
------DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Galanter, Marc, 1988. Hukum Hindu dan Perkembangan Sistem Hukum
India Modern dalam A.A.G. Peters dan Koesriani S. (Ed.), Hukum
dan Perkembangan Sosial, Buku Teks Sosiologi Hukum (Buku
II), Jakarta: Sinar Harapan
Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan
Pembentukannya, Yogyakarta: Kanisius
Jimly Asshiddiqie, 2005. HTN dan Pilar-pilar Demokrasi, Jakarta: Konpress
Kusumaatmadja, Mochtar, 1986. Pembinaan Hukum Dalam Rangka
Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta
Manan, Bagir, 1992. Dasar-dasar Perundang-Undangan Indonesia,
Jakarta: IN-HILL-CO
Manan, Bagir, 2001.Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta:
Penerbit Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII
Pratikno, Tragedi Politik Desa 1998-1999 Kelangkaan Kelembagaan Lokal
dalam Manajemen Krisis, dalam Angger Jati Wijaya dkk (Ed.)
Reformasi Tata Pemerintahan Desa Menuju Demokrasi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

31
Rozaki, Abdur dkk, 2005. Prakarsa Desentralisasi & Otonomi Desa,
Yogyakarta: IRE Press
Seidman, Robert B., Aan Seidman dan Nalin Abeyeskere, 2002.
Penyusunan RUU dalam Perubahan Masyarakat yang Demokratis :
Sebuah Panduan untuk Pembuat RUU, Jakarta: Business Advisory
Indonesia University of San Francisco School of Law Indonesia
Program (diterjemahkan oleh Johanes Usfunan dkk)
Sirajuddin dan Dedy Bashory, 2005. Peranan Badan Permusyawaratan Desa
Dalam Pembentukan Peraturan Desa (Studi di Desa Tegalgondo
Kec. Karangploso Kab. Malang). Penelitian Mandiri
Sirajuddin dan Fatkhurohman, 2003. Pelaksanaan Wewenang, Peran dan
Fungsi BPD dalam Mewujudkan Demokratisasi di Masyarakat Desa
(Studi Kasus di Kab. Malang dan Kab. Pasuruan) Penelitian Dosen
Muda (PDM) yang Didanai Dikti Depdiknas dan Laporan
Penelitiannya dimuat dalam Jurnal Hukum Widya Yuridika Volume
11 No. 3 Desember 2003 diterbitkan Fakultas Hukum Universitas
Widyagama Malang.
Sirajuddin dkk,2006. Legislative Drafting: Pelembagaan Metode
Partisispatif dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
Malang: MCW Malang Bekerjasama dengan Yappika Jakarta
Wasistiono, Sadu & Irwan Tahir, 2006. Prospek Pengembangan Desa,
Bandung: Fokus Media
Widjaja, HAW., Pemerintahan Desa/Marga Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah, Suatu Telaah
Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers
Wignyosoebroto, Soetandyo, 1995. Dari Hukum Kolonial Ke Hukum
Nasional, Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum
Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers
Wijaya, Angger Jati dkk (Ed.), 2000. Reformasi Tata Pemerintahan Desa
Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jurnal :
Hakim, Abdul dan Endah Setyowati, 2005. Perubahan Kelembagaan
Pemerintah Desa dan Tantangannya Terhadap Pengembangan
Sumber Daya Aparatur Desa Artikel dalam Jurnal Ilmiah Administrasi
Publik Vol. VI No. 1 September 2005 Februari 2006 diterbitkan FIA
Univ. Brawijaya Malang, hal. 208-229
Sumartono, 2005. Kemitraan Pemerintahan Desa dengan BPD dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Artikel dalam Jurnal Ilmiah

32
Administrasi Publik Vol. VI No. 1 September 2005 Februari 2006
diterbitkan FIA Univ. Brawijaya Malang, hal. 197-207
Zanibar M.Z., Zen, 2007. Desa: Pergulatan Mencari Jati Diri dalam Jurnal
Konstitusi Volume 4 Nomor 1, Maret 2007
Jurnal Hukum Jentera edisi 10 tahun III, Oktober 2005 dengan tema
Legislasi
Peraturan Perundang-undangan :
Republik Indonesia, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Republik indonesia, UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Republik Indonesia, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Anda mungkin juga menyukai