Segala puji syukur kami ucapkan kepada tuhan yang Maha Esa,
atas karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. kami
juga berterima kasih kepada Dosen Muhammad Ya’rif Arifin, SH.,MH.
Yang telah memberikan tugas akhir semester ini sebagai acuan bagi kami
mengenai lingkungan hidup di sekita kita.
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan atau lingkungan hidup adalah semua benda dan
daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat
dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta
kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya .Rumusan pengertian lingkungan hidup
menurut seorang akademisi itu sama dengan rumusan normative dalam Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dengan demikian (LN Tahun 2009 No. 140, yang untuk seterusnya dalam disertasi ini
disebut dengan singkatan UUPPLH),yaitu “kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.
Rumusan dalam UUPPLH tersebut juga sama dengan rumusan undang-undang lingkungan
hidup sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 sebagaimana ditelaah oleh
seorang sarjana hukum pemerhati lingkungan Dengan demikian, terdapat keajegan atau
kesinambungan pengertian lingkungan hidup dari masa ke masa. UUPPLH menyatakan ada
dua jenis masalah lingkungan hidup yang perlu dicegah terjadinya dan diatasi jika timbulnya
kedua masalah itu tidak dapat dicegah oleh pemberlakuan ketentuan UUPPLH. Kedua
masalah lingkungan itu adalah pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan, Pengertian
pencemaran lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 14 UUPPLH adalah
“masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam
lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang
ditetapkan.” Pencemaran lingkungan dapat terjadi dalam bentuk pencemaran air permukaan,
pencemaran air bawah tanah, pencemaran laut, pencemaran tanah, pencemaran
udara,pemanasan global, penipisan lapisan ozon, kebauan, kebisingan dan getaran.
Kebakaran kawasan hutan atau perkebunan yang menimbulkan pencemaran udara atau kabut
asap dapat menimbulkan dampak infeksi saluran pernapasan akut. Pengertian kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 17 UUPPLH adalah
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik,kimia dan/atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.” Kerusakan
lingkungan dapat terjadi dalam bentuk penggundulan hutan, lahan kritis, penambangan
mineral tanpa pemulihan lingkungan, punahnya spesies tertentu.Kedua masalah lingkungan
hidup Menurunnya kualitas lingkungan hidup tersebut menimbulkan ancaman atau dampak
negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi, dan terganggunya
3
sistem alami. Kesadaran lingkungan merupakan kesadaran yang lahir dari pemahaman
tentang relasi antara manusia dengan lingkungannya. Kesadaran bahwa manusia adalah
bagian integral yang tidak terpisahkan dari lingkungannya, merupakan “kunci” keberhasilan
pengelolaan lingkungan. Salah satu instrumen untuk menanamkan kesadaran itu adalah
melalui pemahaman tentang hukum lingkungan. Melalui pemahaman tersebut, di satu sisi
diharapkan akan terwujud kualitas lingkungan yang baik dan sehat sebagai salah satu hak
konstitusional warga sebagaimana di atur dalam pasal 28H UUD 1945.
Menurut Andi Hamzah, penegakan hukum lingkungan sangat rumit dan banyak
pelanggaran beranekaragam, mulai dari yang paling ringan seperti pembuangan sampah
dapur sampai kepada paling berbahaya seperti pembuangan limbah berbahaya dan beracun
serta radiasi atom. Penegakan hukum lingkungan menempati titik silang berbagai bidang
klasik. Hukum Lingkungan ditegakkan dengan berbagai instrumen, berupa instrumen
administratif, perdata, hukum pidana maupun hukum internasional (public dan privat)
bahkan dapat ditegakkan dengan ketiga instrumen sekaligus. Kemudian, dalam rangka
penegakan hukum para penegak hukum lingkungan harus pula menguasai berbagai bidang
hukum klasik seperti hukum pemerintahan (administratif), hukum perdata, dan hukum
pidana, bahkan sampai kepada hukum internasional. Penyelesaian sengketa lingkungan
melalui instrumen hukum administratif bertujuan agar perbuatan atau pengabaian yang
melanggar hukum atau tidak memenuhi persyaratan, berhenti atau mengembalikan kepada
keadaan semula (sebelum ada pelanggaran). Oleh karena itu, fokus perbuatan dari sanksi
administratif, sedangkan orang (dader; offender) dari sanksi hukum pidana. Selain itu, sanksi
hukum tidak hanya ditujukan kepada pembuat, tetapi juga kepada mereka yang potensial
menjadi pelanggar . Disamping memberi ganjaran atau ganti kerugian (retribution), juga
merupakan nestapa bagi pembuat dan untuk memuaskan kepada korban individual maupun
kolektif. Selain dari wewenang untuk menerapkan paksaan administratif (besturdwang),
hukum lingkungan mengenal pula sanksi administratif yang lain seperti penutupan
perusahaan, larangan memakai peralatan tertentu, uang paksa (dwangsom), dan penarikan
izin. Tujuan paksaan administratif atau pemerintahan adalah untuk memperbaiki hal-hal
sebagai akibat dilanggarnya suatu peraturan. Dalam mempergunakan instrumen administratif,
penguasa harus memperhatikan apa yang disebut oleh Hukum tata usaha negara sebagai asas-
asas pemerintahan yang baik (the general principles of good administration atau bahasa
Belandanya algemen beginselen van behorlijk bestuur). Penegakan hukum lingkungan dapat
juga melalui jalur hukum perdata. Jalur ini di Indonesia kurang disenangi karena proses yang
berlarut-larut di pengadilan. Hampir semua kasus perdata diupayakan ke pengadilan yang
tertinggi untuk kasasi karena selalu tidak puasnya para pihak yang kalah. Bahkan, ada
kecenderungan orang sengaja mengulur waktu dengan selalu mempergunakan upaya hukum,
bahkan walaupun kurang beralasan biasa dilanjutkan pula ke peninjauan kembali. Sesudah
ada putusan itu masih juga sering sulit untuk dilaksanakan.Sengketa (perdata) lingkungan
hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan
sukarela para pihak yang bersangkutan. Sesungguhnya masalah lingkungan hidup baru
4
menjadi perhatian dunia setelah terselengarakannnya Konferensi Perserikatakan Bangsa-
Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup, yang diselenggarakan pada tanggal 5 sampai 16
juni 1972 di Stockholm Swedia , terkenal dengan United Nations Conference on Human
Environment. Konferensi berhasil melahirkan kesepakatan internasional dalam menangani
masalah lingkungan hidup, dan mengembangkan hukum lingkungan hidup baik pada tingkat
nasional , regional , maupun internasional .Deklarasi ini mengakui hak asasi manusia untuk
menikmati lingkungan yang baik dan sehat atau hak perlindungan setiap orang atas
pencemaran lingkungan atau enviromental protection. Serta membebankan kewajiban untuk
memelihara lingkungan hidup dan sumber kekayaan alam hingga dapat dinikmati oleh
generasi-generasi yang akan datang.Menurut Daud Silalahi , pengaruh konferensi Stockholm
terhadap gerakan kesadaran lingkungan tercermin dari perkembangan dan peningkatan
perhatian terhadap masalah lingkungan dan terbentuknya perundang-undangan nasional.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
b). penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL-UPL.
c). kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
7
B. Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria Baku kerusakan
Paska konfensi Stockholm pada tahun 1972 masyarakat dunia berharap akan
terjadi perubahan yang sangat siknifikan terhadap perbaikan kualitas
lingkungan.Namun demikian, harapan tersebut merupakan sebuah impian karena
sejak decade tahun 1972 pembangunan merupakan sesuatu yang harus dilakukan
oleh setiap warga Negara untuk meningkatkan kesejahtraan masyaraka
Sebab tolak ukur suatu Negara dikategorikan menjadi Negara maju atau Negara
berkembang di lihat dari seberapa banyak Negara tersebut melaksanakan
pembangunan. Melaksanakan prongram pembangunan pada satu sisi akan
meningkatkan kesejahtraan penduduk dan pada sisi lain akan merusak
lingkungan.
8
Sebelum dimasukkannya baku mutu lingkungan hidup ke
dalam peraturan perundang-undangan, maka jika ditelusuri pengaturan
kebijaksanaan baku mutu lingkungan pertama kali terdapat pada TAP
MPR No. IV/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
dalam Bab IV, huruf D butur 13 c.
4
M. Hadi Muhjad, Op.cit.h. 52-53
9
(2) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 35 Tahun 1993
Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
(3) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996
Tentang Baku Tingkat Kebisingan
(4) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997
Tentang Indeks Standar Pencemar Udara
b) Baku mutu tanah:
(1) pemerintah No. 150 Tahun Tentang Pengendalian Kerusakan
Tanah untuk Produksi Biomassa
c) Baku mutu air:
(1) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas air dan pengendalian pencemaran air
(2) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 2003
tentang Metode Analisa Kualitas air permukaan dan
pengambilan contoh air permukaan
(3) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 113 Tahun 2003
tentang Baku Mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan
pertambangan batu bara
2) Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Dalam undang-undang No. 32 Tahun 2009 disebutkan yang
dimaksud dengan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah
ukuran batas perubahan fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup
yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan fungsinya.2
Untuk kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup diatur dalam pasal
21 UUPPLH yaitu:
a) Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
b) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku
kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan
iklim
c) Kriteria baku kerusakan ekositem meliputi:
(1) Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa
(2) Kriteria baku kerusakan terumbu karang
5
Lihat pasa 1 angka 15 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
10
(3) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan
kebakaran hutan dan/atau lahan
(4) Kriteria baku kerusakan mangrove
(5) Kriteria baku kerusakan padang lamun
(6) Kriteria baku kerusakan gambut
(7) Kriteria baku kerusakan karst
(8) Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
d) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada
parameter antara lain:
(1) Kenaikan temperatur
(2) Kenaikan muka air laut
(3) Badai
(4) Kekeringan
11
direncanakan dan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL dibuat saat
perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh
terhadap lingkungan hidup disekitarnya. 3Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
6
Lihat Pasal 1 angka 11 UU.No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH)
12
b) Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya:
(1) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan
alam, lingkungan buatan serta lingkungan sosial dan buaya
(2) Proses kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya
(3) Intoduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik
(4) Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati
(5) Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan Negara
(6) Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar
untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Fungsi dokumen AMDAL menurut pasal 24 UUPPLH adalah
merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
13
(c) Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dan proses
AMDAL
4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat mengajukan
keberatan terhadap dikumen AMDAL
Berdasarkan pasal 30 ayat 1 UU. No. 32 Tahun 2009 keanggotaan
Komisi Penilai AMDAL terdiri atas wakil dari unsur:
1) Instansi lingkungan hidup
2) Instansi teknis terkait
3) Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha
dan/atau kegiatan yang sedang dikaji
4) Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang
timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji
5) Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak
6) Organisasi lingkungan hidup
14
di Kementrian Negara Lingkungan Hidup atau Instansi Lingkungan Hidup
Daerah dan Penyidik Kepolisian RI .
15
menduga berdasarkan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dia
miliki untuk dapat menduga bahwa perbuatannya dapat mengakibatkan
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
16
Pasal 100 Ayat 1 Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah,
baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah)
Rumusan Pasal 100 Ayat 1 pada dasarnya juga mengatur tentang delik
pencemaran lingkungan hidup karena baku mutu air limbah, baku mutu emisi
atau baku mutu gangguan adalah bagian dari komponen baku mutu
lingkungan yang dijadikan standar ada tidaknya pencemaran lingkungan
hidup berdasarkan Pasal 20 UUPPLH. Pasal ini dirumuskan secara formil.
Artinya, cukup dibuktikan bahwa perbuatan pelaku telah melanggar baku
mutu air limbah, baku mutu emisi atau baku mutu gangguan yang ditetapkan
tanpa mempermasalahkan ada atau tidaknya akibat yang timbul. Cukup
dengan pembuktian bahwa limbah yang dikeluarkan melebihi baku mutu yang
dipersyaratkan.
Lingkunga hidup saat ini telah menjadi sebuah asset bagi sutu Negara
dalam melkasanakn pembagungan. Oleh karena itu, sangat wajar kalau
pemerintah melakukan perlindungan terhadapnya. Oleh karena ini pemerintah
menyediakan 3 wadah atau saran yang dijadikan dalam menuntut pelanggaran
17
terhadap lingkungan hidup, yaitu sarana hukum administrasi, saran hukum
perdata, dan sarana hukum pidana.
a. Penyebab tidak selalu dari sumber tunggal, akan tetapi berasal dari
berbagai sumber (multisources);
b. Melibatkan disiplin-disiplin ilmu lainnya serta menuntut keterlibatan
pakar-pakar diluar hukum sebagai saksi;
c. Sering kali akibat yang diderita tidak timbul seketika, akan tetapi selang
beberapa lama kemdian (long period of latency);
18
contributor substansi (substansial share) zat-zat pencemaran. Beban
pembuktian (burden of proof) menurut teori ini berpindah pada tergugat
untuk membuktikan bahawa tergugat tidak melepaskan zat-zat
pencemaran seperti yang dituduhkan kedalam lingkungan penerima
(misalnya sungai atau danau).
2. Risk Contribution
3. Concert Action
4. Alternative Liability
Teori ini muncul dilandasi suatu prinsip bahwa sangatlah tidak adil
apabila tergugat mesti dibebaskan hanya karena penggugat tidak dapat
membuktikan secara pasti satu dari sekian banyak pihak yang bertanggung
jawab atas perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain
(misalnya pencemaran). Teori ini muncul pertama kali lewat kasus
19
Summers vs tice (1984). Dalam kasus ini 2 orang pemburu binatang
menembakkan senjatannya secara bersamaan ke arah penggugat di mana
saat itu berbeda.
5. Enterprise Liability
20
Dengan demikian, penyelesaian sengketa lingkungan hidup secara
perdata, terjadi karena pada satu sisi masyarakat dirugikan atas
pengelolaan lingkungan hidup yang menyimpang dari aturan yang
sebenarnya. Dalam pasal 20 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun1997
dinyatakan bahwa:
21
membentuk hukum masa datang (the future law). Setelah berumur sepuluh
tahun, ternyata banyak negara tidak melaksankan Deklarasi Stockholm
dan 109 Rekomendasinya. Deklarasi Nairobi 1982 dibuat sebagai
himbauan kepada masyarakat internasional untuk secara konsekuen dan
serius menerapkan prinsip-prinsip dalam Deklarasi Stockholm. Hal ini
dilakukan mengingat selama masa sepuluh tahun sebelumnya, hanya
sebagai kecil negara yang mengimpletmentasikan prinsip-prinsip itu ke
dalam hukum nasional mereka.
22
4. Konvensi Wima 1985
5. Konvensi tentang Perubahan Iklim 1992
6. Protokol Kyoto 1997
7. Bali Roadmap 2007
Konservasi Alam
Hukum Internasional untuk perlindungan kenekaragaman hayati terdapat
di dalam dua konvensi internasional, yaitu CITES 1973 dan Konvensi
Keanekaragaman Hayati. Kedua konvensi ini merupakan produk hukum
internasional yang memberikan perlindungan terhadap semua spesies
semua habitat di dunia ini.
1. CITES 1973
2. Konvensi keanekaragaman Hayati
23
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
24
Hukum Lingkungan
Nama Kelompok
25