FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan
Negara, baik yang sudah lama merdeka maupun yang baru saja memperoleh
kemerdekaannya. Melalui konstitusi kita dapat melihat sistem ketatanegaraan
suatu Negara. Konstitusi merupakan hukum yang dianggap paling tinggi
tingkatannya di setiap Negara.
PEMBAHASAN
Jadi, sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengubah konstitusi dapat
digolongkan ke dalam dua sistem perubahan yaitu :
Apabila suatu konstitusi diubah maka yang akan berlaku adalah konstitusi
yang baru secara keseluruhan, sehingga tidak ada kaitannya lagi dengan konstitusi
lama. Sistem ini masuk kategori Pembaruan Konstitusi(constitutional reform).
Sistem ini dianut oleh hampir semua Negara di dunia, diantaranya adalah Belanda,
Jerman, dan Perancis. Sistem perubahan konstitusi dimana konstitusi asli tetap
berlaku sementara bagian perubahan konstitusi tersebut merupakan adendum atau
sisipan dari konstitusi asli. Bagian yang diamandemen menjadi bagian
konstitusinya. Jadi antara bagian perubahan dan bagian konstitusi aslinya masih
terkait. Keberlakuan konstitusi dengan sistem perubahan inipun masih didasarkan
kepada saat berlakunya konstitusi yang lama, sehingga nilai-nilai lama dalam
konstitusi asli yang belum diubah masih tetap eksis. Sistem perubahan dengan
istilah amandemen ini dianut oleh Amerika Serikat.
Pada sidang tahunan MPR tahun 1999, seluruh Fraksi di MPR sepakat
membuat arah perubahan UUD 1945 yaitu :
Kemungkinan ketiga ini terjadi dan berlaku dalam sistem dua kamar
bahwa untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan.
Rakyat harus mengadakan sidang gabungan dengan syarat-syarat
seperti dalam cara kesatu yang berwenang mengubah konstitusi.
1. Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga
tertinggi Negara;
2. Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang harus dipenuhi sekurang-
kurangnya adalah 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR;
3. Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
jika di lihat dari sisi persyaratan kuorum sidang yang harus dihadiri oleh
2/3 (66,66%) dari jumlah anggota majelis, maka sebenarnya cara perubahan
demikian dapat dilakukan tergolong sulit, karena kurang dari satu orang anggota
saja yang tidak hadir dalam kuorom dapat dinyatakan tidak sah. Selanjutnya
pelaksanaan perubahan konstitusi diatur dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat No.II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Tap ini sebagai pedoman majelis
alam melaksanakan tugas dan wewenangnya termasuk melaksanakan perubahan
UUD 1945.
Sistem referendum ini terdiri dari dua macam yaitu referendum obligatur
berupa pemungutan suara secara langsung oleh rakyat yang berhak mengeluarkan
suara guna dimintai persetujuannya terhadap peraturan perundang-undangan yang
baru. Yang kedua adalah referendum fakultatif yaitu referendum yang
dilaksanakan untuk meminta pendapat rakyat apakah suatu peraturan perundang-
undangan yang sedang berlaku masih tetap dapat dipertahankan, atau perlu
dirubah, atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru dan
bersifat representatif.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang asli bahwa : “Negara Indonesia ialah
Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.[45] Berdasarkan UUD 1945
original dapat disimpulkan bahwa pada masa diberlakukannya UUD yang
pertama, bahwa bentuk Negara Indonesia adalah berbentuk Negara kesatuan.
Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 Indonesia menganut bentuk Negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi. Namun pada pelaksanaannya
berdasarkan Undang-undang organik dari pasal 18 UUD 1945 yaitu Undang-
undang Nomor 22 tahun 1948 Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan
Daerah pada Konsideran bagian Menimbang beserta pasal-pasalnya hanya
mengatur pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonom saja.
1. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak
mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang
dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam
sistem pemerintahan Negara;
2. Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus
rumah tangganya sendiri;
3. Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas
kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah
tangganya.
Pada Pasal 131 ayat 1 UUDS RI 1950 menghendaki dibentuknya suatu
undang-undang organik untuk mengatur pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah-daerah tersebut, namun kenyataannya undang-undang
organik tersebut tidak segera dibentuk sehingga berdasarkan peraturan peralihan
pasal 142 UUDS 1950 maka peraturan perundang-undangan yang sudah ada tetap
berlaku selama belum ada ketentuan yang mencabut, menambah atau
merubahnya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Undang-Undang Nomor 22
tahun 1948 masih tetap berlaku dengan diadakan penyesuaian. Undang undang
organik mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dikehendaki pasal 131
UUDS RI 1950 baru dapat dibentuk pada tahun 1957 yaitu Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Sesuai
ketentuan ayat 2 pasl 131 UUDS RI 1950 maka Undang-Undang Nomor 1 tahun
1957 menganut prinsip otonomi seluas-luasnya. Undang-Undang Nomor 1 tahun
1957 iniseperti halnya dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yang hanya
mengatur tentang pemerintahan daerah yang bersifat otonom dan tetap dikandung
maksud menghapus daerah-daerah administrasi. Melalui Undang-Undang Nomor
1 tahun 1957 diperkenalkan pula konsepsi tentang sistem otonomi yang riil yaitu
suatu sistem penyelenggaraan desentralisasi yang berdasarkan faktor-faktor yang
nyata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah-daerah
maupun pusat serta disesuaikan dengan pertumbuhan kehidupan masyarakat yang
tengah berlangsung.
4. Pada masa kembali lagi ke UUD 1945 hingga perubahannya sampai sekarang
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa secara formal perubahan UUD 1945 dari yang pertama hingga
perubahan keempat UUD 1945 secara formal mengikuti sistem amandemen
dimana konstitusi yang lama berupa pembukaan UUD 1945 masih tetap berlaku
dan beberapa ketentuan seperti penjelasan dalam UUD 1945 Asli sudah tidak ada
dan tidak berlaku lagi, yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang baru dalam
pasal-pasal perubahan UUD 1945 yang telah diamandemen walaupun materi
jumlah muatan perubahan lebih besar dari pada naskah aslinya namun sedikit
banyaknya perubahan ketentuan konstitusi bukan merupakan penentu sistem
amandemen. Mengenai cara perubahan konstitusi UUD 1945 dilakukan dengan
cara Yuridis Formal sebagaimana telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam
konstitusi yaitu pasal 37 UUD 1945 sebelum Perubahan dan Pasal 37 UUD 1945
setelah amandemen keempat. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara sebelum
dan sesudah Amandemen UUD 1945 dimana MPR tetap sebagai lembaga yang
berwenang untuk merubah UUD 1945 meskipun dengan struktur yang sudah
diubah. Perbedaannya hanya pada prosedur dan jumlah kuorum saja. Dari segi
prosedur perubahan konstitusi maka berdasarkan pasal 37 Undang-Undang Dasar
1945 amandemen keempat mekanisme prosedur perubahan konstitusi di Indonesia
sedikit diperberat dengan dicantumkan ketentuan yang menegaskan untuk
perubahan pasal undang-undang dasar hanya dapat dilakukan apabila disetujui
oleh lebih dari separuh jumlah anggota MPR. Berbeda dengan prosedur perubahan
konstitusi federal Negara Swiss yang bersifat rigid. Prosedur perubahan konstitusi
di Swiss diatur dalam pasal 138 sampai dengan pasal 139 Konstitusi Swiss.
Amandemen konstitusi memerlukan persetujuan dari mayoritas rakyat dan kanton.
Keputusan perubahan konstitusi federal diserahkan kepada rakyat melalui
referendum.
2. Dari bentuk pemerintahan
B. Saran