Anda di halaman 1dari 2

Nama: Azra Atsyari

Kelas: Akuntansi Syariah 2021


NIM:42101038

Judul Artikel: “Perppu Tipu-tipu”

Selasa, 21 Maret 2023. Ketua DPR RI Puan Maharani mengesahkan Peraturan Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-
Undang yang diselenggarakan pada Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang
2022-2023 di kompleks parlemen.

Pada 20 Oktober 2019. Presiden mengatakan omnibus law diperlukan untuk mengatasi
tumpang tindih regulasi di Tanah Air, terutama yang berkaitan dengan investasi dan lapangan
kerja. Putusan MK tersebut menyatakan bahwa keberadaan UU Cipta Kerja ini cacat secara
formil. Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan dalam sidang "Apabila dalam
tenggang waktu dua tahun pembentuk Undang-Undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka Undang-Undang atau
pasal-pasal atau materi muatan Undang-Undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali".

Alih-alih memperbaiki UU Cipta Kerja, DPR justru mengebut rencana revisi UU No. 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) untuk
memasukkan metode Omnibus dalam UU tersebut. Dalam usulan revisi tersebut, badan
legislasi DPR mengusulkan sejumlah pasal untuk mengakomodasi metode omnibus.
Misalnya revisi Pasal 1, Pasal 42, Pasal 64, Pasal 96, dan penambahan judul sub bab pada
Bab IV.

Seperti contoh pada kasus mengatur sejumlah alasan yang bisa membuat perusahaan
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja hal itu terdapat pada pasal
154A yang menyebutkan ada 15 alasan (PHK) 3 diantaranya: Pertama, Perusahaan
melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan. Kedua,
Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan. Ketiga, Perusahaan
tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2
(dua) tahun.

Sedikitnya ada tujuh dampak RUU Cipta Kerja terhadap publik. Pertama, meluruhkan
kewibawaan konstitusi karena ada 31 pasal inkonstitusional yang dihidupkan lagi. Kedua,
resentralisasi dan otoriter, bahkan antidemokrasi karena menjauhkan pelayanan publik dari
partisipasi. Ketiga, preseden buruk atas proses pembentukan omnibus law RUU Cipta Kerja
akan menjadi modal budaya pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang tertutup dan tidak
transparan.

Keempat, instrumen perizinan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja, menurut lebih dominan
kepada investor daripada memperhatikan dampak sosial dan lingkungan hidup. Kelima, bias
pengusaha, misalnya sanksi untuk pengusaha bentuknya administratif dan kriminalisasi
terhadap masyarakat semakin kuat. Keenam, jauh dari semangat antikorupsi; ada imunitas
pejabat pengelola investasi; dan membuka peluang institutional state corruption. Ketujuh,
berpotensi melahirkan celah legalisasi perampasan tanah.
Pengesahan Perppu Cipta kerja ini menurutnya juga akan merusak sistem legislasi
sebagaimana telah diatur dalam UU.
Oleh karena itu MK dalam menguji harus hati-hati, kritik publik harus didengarkan, mampu
memainkan peran sebagai the guardians of constitution serta apabila pemerintah
membangkang konstitusi, sudah menjadi tugas MK untuk menegakkan dan menertibkannya!
Kecongkakan pemerintah dalam memaksakan produk hukum yang di tentang oleh MK ini
justru didukung dimeja parlemen, disebut-sebut DPR bukan lagi “Dewan Perwakilan Rakyat”
tapi “Dewan Perwakilan Rezim”

Anda mungkin juga menyukai