Anda di halaman 1dari 2

Pengaruh di Sahkan nya Perppu Cipta Kerja Terhadap Demokrasi di

Indonesia dan Sudut Pandang Hukum Tata Negara


Dalam beberapa bulan terakhir ini, Indonesia telah menjadi sorotan publik terkait dengan
peraturan Presiden atau Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan pada Oktober 2020 lalu. Perppu
tersebut ditujukan untuk mempercepat proses perizinan usaha dan memudahkan investasi di
Indonesia. Namun, keputusan pemerintah untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja ini telah
menimbulkan kontroversi dan beberapa perdebatan, terutama terkait dengan dampaknya terhadap
demokrasi di Indonesia.
Salah satu dampak dari disahkannya Perppu Cipta Kerja terhadap demokrasi di Indonesia adalah
penurunan hak-hak buruh. Pasal-pasal dalam Perppu Cipta Kerja yang terkait dengan tenaga
kerja telah diprotes oleh banyak organisasi buruh dan serikat pekerja. Beberapa pasal tersebut
mengatur tentang kontrak kerja yang lebih fleksibel, memungkinkan pengusaha untuk
mempekerjakan karyawan dengan status magang tanpa upah, dan penghapusan upah minimum
regional. Hal ini dapat berdampak negatif pada hak-hak buruh dan kesejahteraan pekerja.
Selain itu, Perppu Cipta Kerja juga dapat mempengaruhi kebebasan berpendapat dan hak-hak
masyarakat sipil. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut memberikan kewenangan pemerintah
untuk mengatur dan memantau konten internet dan media sosial. Ada kekhawatiran bahwa
kebijakan ini dapat digunakan untuk menekan kebebasan berpendapat dan menyensor informasi
yang dianggap tidak sesuai dengan pandangan pemerintah.
Dalam konteks demokrasi, kebijakan yang tidak transparan juga dapat membahayakan proses
demokratisasi di Indonesia. Perppu Cipta Kerja disahkan melalui proses yang cepat dan tidak
melibatkan partisipasi publik yang cukup. Hal ini dapat merusak tata kelola pemerintahan yang
baik dan transparan, serta mempengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintah.

SUDUT PANDANG HUKUM TATA NEGARA


Perppu Cipta Kerja memang menimbulkan banyak kontroversi dan perdebatan terutama terkait
dengan aspek legalitasnya. Pasal 22 UUD 1945 menyatakan bahwa peraturan perundang-
undangan harus dibuat melalui proses legislasi yang melibatkan DPR dan harus disahkan oleh
Presiden. Namun, Perppu Cipta Kerja diterbitkan oleh Presiden tanpa melibatkan DPR, sehingga
banyak kalangan mempertanyakan legalitasnya.
Secara hukum, Presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu dalam situasi darurat
atau dalam keadaan yang memerlukan penyelesaian segera. Dalam hal ini, pemerintah
berargumen bahwa Perppu Cipta Kerja diterbitkan untuk mempercepat proses perizinan usaha
dan memudahkan investasi di Indonesia, dan situasi pandemi COVID-19 yang sedang terjadi
merupakan alasan yang memerlukan penyelesaian segera.
Namun, meskipun Perppu Cipta Kerja memiliki dasar hukum, keputusan Presiden untuk
menerbitkan peraturan tersebut tanpa melibatkan DPR menimbulkan keraguan dan kontroversi
terkait dengan prinsip demokrasi. Sebagai negara demokratis, Indonesia harus memastikan
bahwa setiap kebijakan yang diambil melalui proses yang transparan dan melibatkan partisipasi
publik yang cukup.
Dalam konteks hukum tata negara, Perppu Cipta Kerja juga menimbulkan masalah terkait
dengan pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Dalam sistem pemerintahan
Indonesia, kekuasaan legislatif berada di tangan DPR, sedangkan kekuasaan eksekutif berada di
tangan Presiden. Dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja, Presiden dianggap telah mengambil
keputusan yang seharusnya menjadi kewenangan DPR.

SARAN
Perppu Cipta Kerja memiliki dasar hukum namun menimbulkan kontroversi dan keraguan terkait
dengan prinsip demokrasi dan pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Sebagai
negara demokratis, Indonesia harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil melalui
proses yang transparan dan melibatkan partisipasi publik yang cukup serta memperhatikan
prinsip-prinsip hukum tata negara.

Anda mungkin juga menyukai