Anda di halaman 1dari 10

Dinas Kajian Strategis

BEM Fisipol UMY 2021/2022

BAJIGUR #5
“ RUU KUHP TERGESA DI RATIFIKASI DITENGAH
KONTROVERSI “
Pemerintah berencana mengesahkannya RKUHP bulan depan, pada Juli 2022. Rancangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang ditolak mentah-mentah pada 2019,
baru saja kembali dibahas. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang
sempat terhenti pembahasan pemerintah dan DPR, kini akan dilanjutkan kembali. RKUHP
sudah mendapat persetujuan tingkat pertama pada saat itu dan ditetapkan untuk disahkan
pada sidang paripurna, namun tertunda karena penolakan masyarakat yang meluas.

Karena pemerintah belum mengungkapkan perubahan terbaru pada RUU RKUHP,


pengesahannya terkesan terburu-buru dan buram. Pemerintah telah mensosialisasikan kepada
masyarakat sejak tahun 2019, namun belum mempertimbangkan adanya masukan yang
signifikan dari keterlibatan masyarakat yang bermakna dan aktif tentang amandemen
rancangan RKUHP.

Meski mendapat tekanan publik yang signifikan, draf RKUHP terbaru belum tersedia untuk
publik. Padahal, hal tersebut dapat mempengaruhi hak asasi kita, maka reformasi KUHP
harus transparan. Selain itu, sejumlah ketentuan dalam RKUHP mengancam ruang kebebasan
sipil yang akhir-akhir ini mulai menunjukkan tanda-tanda menyusut akibat maraknya
kriminalisasi terhadap para pembela, pembela HAM, bahkan masyarakat umum yang
menyampaikan gagasannya.

Bagaimana RUU KUHP dirancang?

KUHP pertama kali disahkan oleh pemerintah Belanda di Indonesia dan mulai
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Upaya pembaruan KUHP dimulai sejak 1958, ditandai
dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Keseriusan pembaharuan
KUHP ini juga berlanjut dengan diadakannya Seminar Hukum Nasional pada tahun 1963.

Yusril Ihza Mahendra menyebutkan bahwa proses perancangan RUU KUHP sudah
dimulai sejak tahun 2002, ketika ia masih menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Namun,
RUU KUHP baru diajukan oleh Presiden SBY kepada DPR di tahun 2012. Pada 2015,
Presiden Joko Widodo menyampaikan kembali RUU KUHP ke DPR serta menerbitkan Surat
Presiden Nomor R-35/Pres/06/2015. RUU KUHP kemudian dibahas secara intensif selama
lebih dari empat tahun.

Pada tanggal 18 September 2019, DPR RI dan Pemerintah menyepakati RUU KUHP
dalam Pembahasan Tingkat I untuk kemudian dibahas di Pembahasan Tingkat II yang
berfungsi sebagai proses pengambilan keputusan di Rapat Paripurna. Namun seminggu
kemudian, tanggal 26 September 2019, pembahasan RUU KUHP ditunda di Pembahasan
Tingkat II. Akhirnya pada 2021, RUU KUHP mulai disempurnakan lewat reformulasi serta
memasifkan sosialisasi kepada publik. RUU KUHP juga masuk Prolegnas Jangka Menengah
Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022 serta direncanakan selesai pada Masa Sidang
ke-V DPR RI tahun 2022 Mengapa harus transparan?

URGENSI RUU KUHP DIPERCEPAT PROSES PENGESAHANNYA


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah akan mempercepat proses
pengesahan RUU KUHP yang direncanakan pada Juli mendatang, kendati demikian RUU
KUHP ini masih menuai kontroversi karena pemerintah masih belum ada keterbukaan sejak
2019 mengenai pasal-pasal yang dipermasalahkan, pemerintah hanya memberikan argumen
bahwa draft aturan itu tidak akan dibahas ulang.

Mengapa RUU KUHP ini menjadi sangat urgen untuk segera disahkan? Jika merujuk
kembali pada kasus-kasus sebelumnya, Kekerasan seksual menjadi kasus yang terus saja
mencuat di permukaan atau bisa dikatakan sudah sangat marak terjadi di Indonesia tanpa
melihat dimana dan siapa objeknya. Jazuli Juwaini Ketua Fraksi PKS DPR RI ia menyatakan
persetujuannya dengan DPR bahwa Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual (RUU TPKS) harus disahkan menjadi Undang-Undang dengan catatan harus diikuti
dengan pengesahan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga Fraksi
PKS mendesak bahwa RUU KUHP harus segera dibahas dan disahkan sebagai salah satu
langkah preventif dan penindakan untuk semua bentuk tindak pidana kesusilaan seperti
kekerasan seksual dan seks menyimpang yang sampai sekarang sangat mengkhawatirkan dan
mengancam masyarakat luas. 

Mengingat RUU TPKS memiliki korelasi dengan pasal-pasal tindak pidana kesusilaan
dalam RUU KUHP. Oleh sebab itu, selain pemerintah banyak para tokoh politik menilai
RUU TPKS ini akan lebih baik dibahas secara paralel dengan RUU KUHP agar lebih utuh,
lengkap dan tidak berbenturan alias tidak tumpang tindih. Belum lagi karena pemerintah
dinilai belum memiliki rumusan Tindak Pidana Kesusilaan yang komprehensif. Sehingga
RUU KUHP ini menjadi jawaban untuk merumuskan hal tersebut. Hakim Mahkamah
Konstitusi pun turut menegaskan bahwa perlu adanya langkah perbaikan untuk melengkapi
pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana kesusilaan oleh pembentuk undang-undang
dalam hal ini DPR.
Sehingga mungkin saja penyegeraan dalam menindaklanjuti kejahatan kekerasan
seksual menjadi salah satu alasan pemerintah ingin segera mempercepat proses pengesahan
RUU KUHP, walaupun dalam prosesnya masih banyak masyarakat yang menilai bahwa
pemerintah masih kurang dalam memberikan transparansi draft mengenai pasal-pasal yang
masih kontroversi. Bagaimana menurut teman-teman? 

Mengapa Harus Transparan?

Perancangan Undang-undang serta kebijakan publik lainnya harus dilaksanakan


dengan mengusung asas transparansi karena undang-undang dan kebijakan publik sesuai
dengan namanya melibatkan masyarakat sebagai subjeknya, maka sudah pasti transparansi
dan keterbukaan kepada subjek pembahasan wajib dilakukan.

Selain itu, dalam pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa tujuan undang-undang tersebut
salah satunya untuk “mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,
efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.” Ini membuktikan bahwa
apa yang dilakukan pemerintah serta DPR saat ini adalah jauh dari Undang-Undang yang
berlaku, wajar saja ada gelombang tuntutan dari masyarakat agar pemerintah memenuhi hak
mereka dalam asas transparansi kebijakan publik, atau dalam kasus ini, transparansi RUU
KUHP.

Kontroversi RUU KUHP

Rancangan undang-undang kitab umum hukum pidana merupakan suatu rancangan


undang-undang tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. RUU KUHP
merupakan pengembangan dari Wetboek van Srafrecht voor Nederlandsch yang mengatur
keseimbangan antara kepentingan umum atau negara atau individu, seperti perlindungan
pelaku dan korban, dengan pertimbangan hukum dan keadilan seta hukum tertulis dan hukum
hidup bermasyarakat, antara hak dan kewajiban manusia.

RUU KUHP mulai disusun tahun 1968 dan mempunyai 628 pasal dikarenakan
lamanya penyusunan dan disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat
menimbulkan kontroversi dikarenakan kurang sesuai dengan kehidupan masyarakat saat ini.

Dampak RUU KUHP yang masih kontroversi terhadap kehidupan masyarakat


Pembentukan Perundang-undangan merupakan bagian dari sosial kultural serta proses
politik yang sangat penting dalam pembentukan masyarakat. Pembentukan dan pengesahan
undang-undang atau peraturan suatu negara perlu adanya proses politik yang dinamis.
Sedangkan dalam pelaksanaannya peraturan tersebut dapat mempengaruhi cara hidup
masyarakat.
Penyusunan undang-undang membutuhkan rechtspolitiek, beleid atau policy. Suatu
prinsip-prinsip umum yang menjadi pedoman bagi pemerintah untuk mengatur kepentingan
umum. Suatu garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan
pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama dalam rangka mencapai
tujuan negara.
KUHP yang merupakan hukum peninggalan dari Belanda ini merupakan bentuk
hukum peralihan yang  tidak kekal dan hanya sebatas transisi, penggunaannya terbatas waktu,
didesain untuk suatu waktu tertentu dan digunakan sementara atau tidak permanen.  Oleh
karena itu, perlu adanya peralihan atau perubahan dalam KUHP.
Pengesahan RUU KUHP yang tergesa-gesa oleh DPR menuai banyak aksi kritikan
serta penolakan dari banyak kalangan masyarakat. Bentuk penolakan ini dikarenakan masih
adanya beberapa pasal kontroversial menurut kalangan masyarakat, salah satunya dari
Institute for criminal justice reform (ICJR) yang seharusnya dipertimbangnkan lagi oleh
DPR. DPR perlu menunda, meninjau, dan membahas kembali beberapa pasal yang dianggap
kontroversial secara transparan. Pasal-pasal itu mendapat penolakan dari masyarakat dan
berujung pada gelombang aksi massa di berbagai daerah.

Penolakan tersebut bukanlah sesuatu yang tidak memiliki alasan, pasalnya melihat dari tujuan
dibuatnya hukum salah satunya yaitu untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan
masyarakat, namun nyatanya hukum yang dibuat dan akan disahkan di dalam RUU KUHP
masih memiliki banyak kontroversi. Tentunya hal tersebut memiliki dampak terhadap
kehidupan dalam masyarakat. 
Pasal-pasal yang menjadi kontroversi di dalam masyarakat antara lain:
1. Pasal Mengenai Perzinaan
Selanjutnya pasal mengenai perzinaan yang mengatur hubungan seks diluar nikah atau
kumpul kebo dapat dipidanakan, dimana pasal ini diatur di pasal 417 & 419 RUU KUHP.
Salah satu bunyi dari pasal ini adalah “perempuan menginap dengan lawan jenis untuk hemat
biaya terancam pidana”, pasal tersebut tidak relevan dengan situasi hari ini dan dinilai kurang
berpihak pada perempuan. Sebab, pasal tersebut menunjukkan bahwa negara terlalu jauh
mencampuri ranah privat warga negaranya, nantinya pasal ini justru akan meningkatkan
angka kriminalisasi ruang privasi warga negara.  Di dalam pasal ini menjelaskan tentang
aduan adanya kumpul kebo yang hanya bisa dilaporkan oleh suami, istri, orang tua, dan anak.
Hal ini nantinya akan berpotensi menambah adanya persekusi dan main hakim sendiri di
tengah masyarakat, karena nantinya setiap orang akan merasa memiliki kepentingan dan bisa
melakukan penggerebekan bahkan menuntut beberapa pasangan yang diduga melakukan
persetubuhan di suatu tempat. Untuk kelompok rentan, tentunya akan sangat berdampak
dengan adanya pasal ini, karena nantinya mereka tidak mempunyai kuasa untuk
membuktikan fakta yang sebenarnya.
2. Pasal Mengenai Aborsi
Pasal yang mengatur mengenai Aborsi diatur dalam Pasal 470 dan 471. Salah satu bunyinya
yaitu “setiap perempuan yang menggugurkan kandungan atau meminta orang lain untuk
menggugurkanya dipidana penjara paling lama 4 tahun”. Hal ini memicu kontroversi karena
perbuatan pemaksaan aborsi yang menjadi kekerasan seksual bukan aborsinya itu sendiri.
Dalam UU Kesehatan perempuan memiliki hak untuk aborsi dalam keadaan tertentu.

3. Pasal Mengenai Pencabulan

Suatu perbuatan pencabulan diatur dalam Pasal 421 yaitu tentang pencabulan sesama jenis.
Bunyi pasal tersebut yaitu “setiap orang dengan kekerasan atau ancaman memaksa orang lain
untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya dengan pidana penjara paling lama 9
tahun”. Pasal ini menjadi kontroversi dikarenakan pemaknaan pencabulan yang diluaskan
kepada sesame jenis. Dalam penyebutan sesame jenis menjadi suatu diskriminasi terhadap
kelompok minoritas seksual (LGBT). Dikhawatirkan hal ini membuat kelompok LGBT akan
mudah untuk dikriminalisasi dan membuat pandangan negatif di dalam masyarakat.

4. Pasal Mengenai Gelandangan


Di dalam pasal 432 RKUHP yang berbunyi “ setiap orang yang bergelandangan di jalan atau
di tempat umum yang menganggu ketertiban umum akan mendapatkan sanksi paling banyak
1 juta rupiah”. Pada pasal ini tentunya masih menimbulkan kontroversi karena masih
menimbulkan pertanyaan dan multitafsir di masyarakat. Jika melihat pasal 34 ayat (1) UUD
1945 dimana fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, maka sudah seharusnya
negara bertanggung jawab akan hal tersebut. Justru dengan adanya pasal 432 didalam
RUKHUP ini bertentangan dengan apa yang sudah menjadi amanat UUD 1945. Sebab, pasal
ini nantinya berpotensi mengkriminalisasi masyarakat tidak mampu, padahal hak konstitusi
mereka sudah jelas dipelihara oleh negara. Selain itu, pasal 432 secara bias akan menghakimi
masyarakat yang berada dijalanan. Hal yang menimbulkan pertanyaan jika orang orang yang
bergelandangan dijalan dikenakan denda yaitu bagaimana mereka membayar denda?,
sedangkan untuk makan dan kebutuhan sehari-hari belum tentu ada. 
5. Pasal Makar
Dalam pengertian secara harfiahnya makar berasal dari Bahasa Belanda yaitu aanslag yang
berarti serangan atau penyerangan. Makna makar sendiri dalam KUHP tidak disebutkan,
kecuali disebutkan KUHP bahwa perbuatan tertentu dapat dikatakan tindak pidana Makar
harus dilakukannya suatu permulaan pelaksanaan oleh pelaku untuk menyelesaikan tindak
pidana yang ditimbulkannya. Padahal tindakan makar atau aanslag ini tidak serta merta harus
diartikan sebagai perbuatan negatif yang bersifat kekerasan, karena dalam praktiknya
tindakan makar dapat dilakukan seseorang tanpa melakukan suatu tindakan kekerasan, seperti
contoh aanslag untuk mengubah bentuk pemerintahan yang sah, dimana makar tersebut hanya
merupakan suatu cara atau suatu middel untuk mencapai tujuan tertentu. Persoalan tentang
pasal makar ini memiliki dampak yang ditafsirkan masyarakat sebagai bentuk
pembungkaman dari kritisisasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pemerintah.
Mungkin hal ini didasari karena tidak jelasnya pengertian makar dalam KUHP, sehinngga
dinilai sangat gampang melanggar hak-hak dalam demokrasi.
6. Pasal Pelanggaran HAM Berat
Pasal 400-4006 KUHP belum sejalan dengan konsepsi dan asas kriminalitas yang diperlukan
untuk penuntutan kejahatan berat hak asasi manusia. Penjelasan Pengadilan HAM UU No. 26
Tahun 2000 menegaskan bahwa pelanggaran HAM berat adalah kejahatan luar biasa.
Pelanggaran berat hak asasi manusia diakui oleh pembuat undang-undang pada saat itu
sebagai kejahatan dengan konsekuensi yang luas baik di tingkat nasional maupun
internasional. Akibatnya, prosedur peradilan untuk pelanggaran HAM berat memerlukan
mekanisme yang khusus di samping mekanisme pidana biasa. KUHP mengatur jangka waktu
berakhirnya tindak pidana dan menggunakan konsep nebis in idem. Pada kenyataannya,
peraturan tentang kadaluwarsa tidak berlaku dalam keadaan pelanggaran hak asasi manusia
yang serius. Karena sifat pelanggaran yang tidak biasa, pelanggaran pidana hak asasi manusia
yang berat juga memenuhi prinsip non-rektoaktif. 

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah pelanggaran yang sangat mengerikan yang membuat
orang saling melawan (hostis humanis generis). Didalam RU KUHP yang menjelaskan
mengenai pelanggaran HAM berat dinilai kurang tepat, karena pelaku genosida hanya di
hukum 5-20 penjara. Hukuman tersebut lebih rendah dari UU nomor 26 Tahun 2000, dimana
hukuman bagi pelanggar HAM berat dijatuhi hukuman 10-25 tahun penjara. Pemerintah perlu
mempertimbangkan lagi terkait pasal yang mengatur pelanggaran HAM berat yang
seharusnya lebih berat dari tindakan kejahatan biasa.
7. Pasal tentang penghinaan Presiden 
Pasal ini masih menuai banyak sekali pro dan kontranya, banyak sekali masyarakat yang
masih mempertanyakan terkait dengan RUU KUHP Pasal 218 ayat 1 tentang penghinaan
presiden, yang berisi “menyerang kehormatan dan martabat diri presiden atau wakil presiden
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda kategori IV”. Hal ini
jelas sekali memberikan dampak yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Hal ini juga
berkaitan dengan kebebasan pers yang seharusnya perundang-undangan pers telah diatur
dalam undang-undang pers sendiri, namun karena adanya pasal tersebut hal ini dianggap
mengganggu terkait dengan kebebasan pers yang seharusnya meiliki hak untuk membuat
tulisan yang memberitakan serta berisi kritikan terhadap presiden. Padahal apabila seorang
jurnalis mampu mempertanggung jawabkan hasil beritanya hal tersebut tidak dapat dijadikan
suatu permasalahan, selagi tidak melanggar kode etik jurnalistik. Kemudian pasal tersebut
juga memberikan dampak terhadap masyarakat, sehingga masyarakat memiliki keraguan
dalam menyampaikan bentuk kritikan ketika itu bersinggungan dengan presiden. 
Pasal-pasal tersebut merupakan pasal yang dianggap kontroversi bahkan saat itu jadi
pemicu mahasiswa diberbagai wilayah di Indonesia melakukan demonstrasi dikarenakan
adanya wacana pengesahan RUU KUHP dan para mahasiswa menuntut DPR untuk mengkaji
ulang draft RUU KUHP sebelum disahkan.

Kesimpulan

Rancangan undang-undang kitab umum hukum pidana (RUU KUHP) merupakan suatu
rancangan undang-undang yang menjadi suatu perluasan dari Wetboek van Srafrecht voor
Nederlandsch yang didalamnya mengatur mengenai keseimbangan di masyarakat.

RUU KUHP hingga saat ini masih menjadi kontroversi, padahal seperti yang kita tahu di
bulan Juli mendatang RUU KUHP ini akan segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). RUU KUHP menjadi kontroversi karena tidak adanya transparansi dari pemerintah
mengenai pasal-pasal yang sudah dipermasalahkan oleh masyarakat sejak tahun 201, padahal
dalam perancangan undang-undang harus mengusung asas transparansi karena ia melibatkan
masyarakat. Namun di sisi lain, pemerintah beralasan sebab dipercepatnya pengesahan RUU
adalah untuk menindaklanjuti kejahatan kekerasan seksual.
Diantara pasal-pasal yang dipermasalahkan oleh masyarakat adalah pasal 218 ayat 1 tentang
penghinaan presiden, pasal 470 dan 471 tentang aborsi, pasal 417 ayat 1 tentang
persetubuhan diluar nikah, pasal 421 tentang pencabulan sesama jenis, pasal 340 RKUHP
tentang kecerobohan memelihara hewan, pasal 419 RKUHP tentang perilaku kumpul kebo,
pasal 2 ayat 1 dan 2 tentang hukum adat, dan pasal 432 RKUHP tentang pengenaan denda
untuk gelandangan

Maka, keresahan masyarakat dalam proses pengesahan pengusungan RUU KUHP ini sangat
wajar, karena pemerintah yang sejatinya diisi oleh orang dewasa berpemikiran maju malah
bersikap layaknya anak kecil yang bermain petak umpet: sembunyi-sembunyi, ketika
tertangkap malah mengelak.

REFERENSI

Pidana, T. A. P. R. U.-U. tentang K. U.-U. H. (n.d.). Perkembangan dan Isu Krusial RUU
KUHP.
TRIBUNNEWS.COM. (2014). RUU KUHP Sudah Diajukan ke SBY Sejak Lama.
https://www.tribunnews.com/nasional/2014/02/28/ruu-kuhp-sudah-diajukan-ke-sby-
sejak-lama
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK, Pub. L. No. 14 (2008).
Widhoroso. (2022). Pemerintah Harus Transparan Dalam Revisi UU Nomor 12/2011.
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/461721/pemerintah-harus-transparan-
dalam-revisi-uu-nomor-122011

Budilaksono, I. (2022). F-PKS: RUU TPKS harus diikuti pengesahan RUU KUHP.
Antaranews. https://www.antaranews.com/berita/2820505/f-pks-ruu-tpks-harus-diikuti-
pengesahan-ruu-kuhp

Tempo. (2022). Proses Pengesahan RUU KUHP Dipercepat. Tempo.


https://majalah.tempo.co/read/nasional/166109/percepatan-pengesahan-rkuhp-yang-
masih-sarat-masalah

Anda mungkin juga menyukai