Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

PERUNDANG-UNDANGAN SOSIAL

DI SUSUN OLEH:
FIRDAYANTI
C1B3 19 079

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
1. Sebutkan dan jelaskan bentuk dan tata urutan perundang-undangan RI dan
kemukakan beberapa contoh perundang-undangan soal?
Jawaban:

UUD 1945
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) merupakan
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya UUD 1945 menjadi
peraturan tertinggi dan sebagai dasar tertulis yang membuat dasar dan garis besar hukum
dalam penyelenggaraan negara.
Selain itu, UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang terdiri dari pembukaan (empat
alinea) dan pasal-pasal yang berjumlah 37 pasal.
Ketetapan MPR
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah Ketetapan MPR Sementara dan
Ketetapan MPR yang masih berlaku.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003
tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan
Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
Berdasarkan sifatnya, putusan MPR terdiri dari dua macam, yakni ketetapan dan keputusan.
Ketetapan MPR adalah putusan MPR yang mengikat baik ke dalam atau keluar majelis.
Sedangkan keputusan adalah putusan MPR yang mengikat ke dalam majelis saja.
UU/Perppu
UU adalah Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dengan persetujuan Presiden. Sedangkan Perppu adalah Peraturan Perundang-
undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Sementara itu, mekanisme UU atau Perppu adalah sebagai berikut:
a. Perppu diajukan ke DPR dalam persidangan berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak Perppu tanpa melakukan perubahan.
c. Bila disetujui oleh DPR, Perppu ditetapkan menjadi UU.
d. Bila ditolak oleh DPR, Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Presiden
Peraturan Presiden merupakan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
Perda Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Perda Kabupaten atau Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
Termasuk dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota adalah Qanun yang berlaku di
Kabupaten atau Kota di Provinsi Aceh.

2. Undang-undang RI no. 14 tahun 2019 adalah perundang-undangan sosial


tentang pekerja sosial.
A. Kemukakan tujuan perundang-undangan sosial no. 14 tahun 2019?
Jawaban:
Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam rangka
mencapai kemandirian individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat; dan. meningkatkan
kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara
melembaga dan berkelanjutan.
Praktik Pekerjaan Sosial dalam UU 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial adalah
penyelenggaraan pertolongan profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan dan
tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan
keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

B. Kemukakan pula fungsi perundang-undangan sosial no. 14 tahun 2019?


Undang-Undang tentang Pekerja Sosial mengatur mengenai pertama, Praktik Pekerjaan
Sosial yang merupakan cakupan kegiatan Praktik Pekerjaan Sosial dan bentuk kegiatan yang
dapat dilakukan; kedua, standar Praktik Pekerjaan Sosial yang berisi standar yang harus
dipenuhi dalam melakukan pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial dan standar tersebut
ditentukan oleh Menteri; ketiga, Pendidikan Profesi Pekerja Sosial yang mengatur
kompetensi seseorang untuk menjadi Pekerja Sosial sehingga memiliki kompetensi untuk
melakukan Praktik Pekerjaan Sosial; keempat, Registrasi dan izin praktik yang mengatur
mengenai kewajiban memiliki STR dan SIPPS, Pekerja Sosial lulusan luar negeri, dan
Pekerja Sosial warga negara asing; kelima, hak dan kewajiban Pekerja Sosial dan Klien;
keenam, Organisasi Pekerja Sosial sebagai wadah aspirasi Pekerja Sosial; ketujuh, Dewan
Kerhormatan Kode Etik yang dibentuk oleh Organisasi Pekerja Sosial; kedelapan tugas dan
wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk menjamin mutu
dan pelindungan masyarakat penerima layanan Praktik Pekerjaan Sosial; kesembilan, peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
C. Bagaimanakah efektifitas penerapan UU tersebut?
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial merupakan bagian integral dari pembangunan nasional
sebagai perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perwujudan nilai Pancasila.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial salah satunya ditujukan untuk mengatasi berbagai
masalah kesejahteraan sosial yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
agar mampu meningkatkan kualitas dan standar kehidupannya secara adil dan merata.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dilakukan selama ini oleh Pemerintah belum
sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan sosial di masyarakat. Selain itu, adanya
perubahan sosial di masyarakat berdampak pada meningkatnya masalah sosial dan disertai
dengan munculnya masalah sosial baru. Masalah sosial yang dialami atau dihadapi selama ini
oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat belum diberikan pelayanan yang sesuai
dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial serta ketersediaan Pekerja Sosial yang tidak
sebanding dengan jumlah Klien.
Pada saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pekerja
Sosial. Pengaturan Pekerja Sosial sangat diperlukan sebagai pedoman formal (legalitas) bagi
Pekerja Sosial dalam melaksanakan praktiknya di lndonesia. Selain itu, Pekerja Sosial
sebagai salah satu komponen utama penyelenggara kesejahteraan sosial kepada masyarakat
mempunyai peranan penting sehingga perlu mendapatkan pelindungan dan kepastian hukum.
Pekerja Sosial dalam melaksanakan pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial yang ditujukan bagi
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dilakukan melalui pelayanan yang terencana,
terpadu, berkualitas, dan berkesinambungan sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial. 

Kegiatan operasional jaminan sosial berbasis hukum bilangan besar dan hal itu akan efektif
apabila penyelenggaraannya dilakukan tidak secara parsial. Penyelenggaraan jaminan sosial
yang terintegrasi diharapkan dapat menjamin terciptanya suatu mekanisme yang efektif dan
efisien sehingga mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Secara universal,
penyelenggaraan sistem jaminan sosial pada prinsipnya merupakan tanggung jawab
Pemerintah Pusat dengan dalil suatu penyelenggaraan untuk satu negara karena jaminan
sosial sebagai supra sistem untuk pengikat berdirinya sebuah negara.

3. Berbagai kajian ditemukan dalam penerapan perundang-undangan sosial


dijumpai beberapa kendala:
A. Kemukakan kendala apa saja yang ditemukan?
Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi pemantauan pelaksanaan UU Kesejahteraan Sosial,
dapat disimpulkan bahwa masih terdapat permasalahan materi muatan UU Kesejahteraan
Sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Materi muatan dalam UU Kesejahteraan Sosial belum cukup memadai dan efektif digunakan
sebagai dasar hukum penyelenggaraan kesejahteraan sosial saat ini dan yang akan datang.
Ditinjau dari aspek substansi, terdapat beberapa ketentuan yang harus disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku pada saat ini dan juga perlu melakukan
penyempurnaan dengan penambahan beberapa hal dalam materi muatan yang diatur dalam
UU Kesejahteraan Sosial. Hal ini ditujukan agar ketentuan dalam UU Kesejahteraan Sosial
dapat mewujudkan asas dan tujuan pembentukan UU Kesejahteraan Sosial dan memenuhi
asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Selain itu, ditinjau dari sisi implementasi juga masih ditemukan
beberapa permasalahan, di antaranya masih ditemukannya beberapa hambatan dalam
pelaksanaan tanggung jawab dan wewenang pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial sehingga menyebabkan tidak optimalnya pelaksanaan
tanggung jawab dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan sosial oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah; minimnya SDM penyelenggaraan kesejahteraansosial; minimnya
sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; permasalahan DTKS;
minimnya pendanaan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; masih adanya pemahaman
masyarakat yang menjadikan kemiskinan sebagai komoditi agar memperoleh bantuan sosial;
dan minimnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

B. Bagaimana solusi mengatasi kendala tersebut?

Dalam aspek Substansi Hukum, Puspanlak UU, Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI
memberikan rekomendasi sebagai berikut:1)Perlunya penyempurnaan materi muatan dalam
UU Kesejahteraan Sosial, diantaranya: a) penambahan asas non-diskriminasi dan asas
kesetaraan dalam Pasal 2 UU Kesejahteraan Sosial. b) perubahan Pasal 5 ayat (2) UU
Kesejahteraan Sosial dan Penjelasannya dengan menambahkan klaster baru terkait masalah
sosial lainnya dan penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria masalah sosial atau
menambahkan norma dalam UU Kesejahteraan Sosial yang secara eksplisit mendelegasikan
peraturan pelaksanaan yang mengatur penjelasan mengenai parameter kriteria masalah sosial.
c) perubahan frasa “Kecacatan/Cacat” yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c, Pasal 9 ayat
(1) huruf a, dan Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU Kesejahteraan Sosial dengan menyesuaikan
istilah yang diatur dalam UU Penyandang Disabilitas. Selain itu, perlu dilakukan penyesuaian
terkait bentuk pemberian jaminan sosial terhadap Penyandang Disabilitas yang diatur dalam
Pasal 9 ayat (2) UU Kesejahteraan Sosial dengan mengacu terhadap ketentuan Pasal 93 ayat
(2) dan ayat (3) UU Penyandang Disabilitas.

Perlunya harmonisasi antara UU Kesejahteraan Sosial dengan undang-undang lainnya,


diantaranya: a) harmonisasi antara Pasal 1 angka 9, Pasal 1 angka 11, dan Pasal 6 UU
Kesejahteraan Sosial sepanjang frasa “jaminan sosial” dan frasa “perlindungan sosial”
dengan Pasal 1 angka 1 UU SJSN serta Pasal 9 ayat (2), Pasal 10, dan Penjelasan Pasal 9 ayat
(2) UU Kesejahteraan Sosial sepanjang frasa “asuransi kesejahteraan sosial” dengan Pasal 1
angka 3 UU SJSN. b) harmonisasi pengaturan di dalam perubahan UU Kesejahteraan Sosial
terkait ruang lingkup penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang diatur dalam Pasal 6 UU
Kesejahteraan Sosial dengan ruang lingkup penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang diatur
dalam Pasal 4 UU Pekerja Sosial. Selain itu, terkait bentukbentuk rehabilitasi sosial yang
diatur dalam Pasal 7 ayat (3) UU Kesejahteraan Sosial juga perlu dilakukan harmonisasi
dengan menyesuaikan bentuk-bentuk rehabilitasi sosial yang diatur dalam Pasal 10 ayat (2)
dan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) UU Pekerja Sosial.

c) harmonisasi Pasal 6 UU Kesejahteraan Sosial berkaitan dengan ruang lingkup


penyelenggaraan kesejahteraan sosial dengan Lampiran F UU Pemda sebagai penjabaran dari
Pasal 12 UU Pemda agar penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat berjalan optimal dan
tidak multi interpretasi dalam implementasinya. d) harmonisasi Pasal 21 UU Kesejahteraan
Sosial dengan Pasal 7 ayat (1) UU Penanganan Fakir Miskin agar bentuk-bentuk penanganan
atau penanggulangan kemiskinan menjadi selaras dan tidak multi interpretasi dalam
implementasinya. e) harmonisasi Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 huruf c, Pasal 27 huruf b dan
Pasal 29 huruf b UU Kesejahteraan Sosial terkait tanggung jawab dan wewenang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam UU Kesejahteraan Sosial dengan pembagian
urusan pemerintahan bidang sosial dalam UU Pemda agar tidak terdapat multi interpretasi
dalam implementasinya.

c. Dalam aspek Pendanaan, Puspanlak UU, Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI
memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1) perlu peningkatan komitmen dalam penyusunan
kegiatan pada masing-masing instansi pusat dan daerah dengan mengalokasikan anggaran
memadai untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 2) perlu dilakukan penguatan sumber
pendanaan lain seperti sumbangan masyarakat; dana yang disisihkan dari badan usaha
sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan; serta bantuan asing guna
membantu memenuhi kebutuhan pendanaan masalah kesejahteraan sosial. 3) perlu
melengkapi instrumen regulasi yang terkait dengan pengelolaan dan pengumpulan Undian
Gratis Berhadiah (UGB) dan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang tertib aturan,
partisipatif, transparan, akuntabel dan tepat manfaat. d. Dalam aspek Sarana dan Prasarana,
Puspanlak UU, Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI memberikan rekomendasi
sebagai berikut: 1) perlu peningkatan kualitas dan kuantitas SDM khususnya Pekerja Sosial
melalui program pelatihan dan proses rekrutmen yang sesuai dengan standar. 2) peningkatan
komitmen dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pemenuhan sarana dan
prasarana penyelenggaraan kesejahteraan sosial tersebut. 3) perlu adanya simplifikasi dan
integrasi pendataan kesejahteraan sosial, sosialisasi penyusunan program kerja pemerintah. e.
Dalam aspek Budaya Hukum, Puspanlak UU, Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI
memberikan rekomendasi sebagai berikut:

perlu optimalisasi pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial


antara lain dengan peningkatan kemampuan dan kemauan, penggalian potensi sumber daya,
penggalian nilai-nilai dasar, pemberian akses, dan pemberian bantuan usaha. Hal tersebut
dilakukan pemerintah untuk mendorong kemandirian sehingga masyarakat mampu memenuhi
kebutuhannya secara mandiri. 2) perlu upaya sosialisasi yang lebih masif dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah kepada masyarakat terkait perannya dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial, serta perlunya komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
melibatkan LKKS sebagai mitranya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
4. Kemukakan peranan pemerintah daerah dalam penerapan perundang-
undangan sosial dan kemukakan pula kendala yang dihadapi serta solusi yang
dilakukan?

Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,


pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memerhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan ciri khas suatu daerah dalam
Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan dengan lebih memerhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah, dan antardaerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pemerintah dan masyarakat haruslah saling membantu dan menjaga koordinasi agar
terlaksananya program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah desa demi
meningkatkan kesejahteraan masyrakatnya agar dapat benar-benar terealisasikan, karena
suatu desa dikatakan makmur dan juga sejahtera ketika masyarakat yang ada di dalamnya
juga sejahtera. Pemerintah masih perlu terus meningkatkan kepeduliannya akan kesejahteraan
masyarakat desanya karena hingga saat ini masyarakat masih belum merasakan peningkatan
kesejahteraan yang signifikan. Pembuatan skala prioritas bertujuan mendapatkan prioritas-
prioritas permasalahan yang harus dipecahkan. Teknik yang digunakan dalam membuat skala
prioritas adalah ranking dan pembobotan. Menyusun alternatif tindakan pemecahan masalah
yang layak dilakukan dengan tujuan menemukan alternatif tindakan pemecahan masalah yang
ada dengan memperhatikan potensi akar yang layak. Menetapkan tindakan yang layak, pada
tahapan ini pengkajian dititik beratkan pada menentukan / memilih alternatif tindakan maslah
yang paling layak digunakan untuk memecahkan masalah yang ada. Pada tahapan ini juga
dikaji dan dipilih kegiatan pembangunan skala desa dan kegiatan pembangunan skala
kabupaten.

Perlu dilakukan harmonisasi antara peraturan perundang-undangan tentang kesejahteraan dan


perlindungan anak Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota diharapkan
dapat menindaklanjuti kebijakan nasional dalam bentuk Peraturan daerah, sehingga program
dan kegiatan terkait dengan kesejahteraan dan perlindungan anak dapat diadopsi dan
diimplementasikan Perlu dilakukan integrasi program antara Kementerian/Lembaga dan
internal masing-masing kementerian, sehingga tidak terjadi tumpang tindih program dan
kegiatan Perlu ditingkatkan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang kesejahteraan
dan perlindungan anak secara intensif bagi pelaksana kegiatan perlindungan anak, sehingga
tidak terjadi kesalahan persepsi dalam menangani anak Perlu adanya program pencegahan
secara massif dan terstruktur dari masing-masing Kementerian/ Lembaga terkait.

Anda mungkin juga menyukai