BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkaitan dengan ketertiban umum dalam kehidupan bermasyarakat, hal tersebut
sesungguhnya merupakan perwujudan dari hak asasi manusia yang dijamin dalam
UUD NRI Tahun 1945 yang secara khusus dimuat dalam Pasal 28G ayat (1), Pasal
28I ayat (4) dan Pasal 28J ayat (1) UUD NRI 1945. Dalam Pasal 28J ayat (1) dan ayat
(2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, dan dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Ketertiban Umum adalah suatu ukuran dalam suatu lingkungan kehidupan yang
terwujud oleh adanya perilaku manusia baik pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat yang mematuhi kaidah hukum, norma agama, sosial, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan Otonomi daerah, maka kewajiban
penyelenggaraan ketertiban umum menjadi kewajiban Pemerintah Daerah dalam
rangka melindungi keamanan dan kenyamanan masyarakatnya. Kewenangan ini
selanjutnya akan berkaitan erat dengan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja
sebagai perangkat daerah dalam rangka penegakan peraturan daerah dan
penyelenggaraan ketertiban umum di daerah.
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan ketentraman dan ketertiban umum harus diimbangi dengan kebijakan
dan peraturan yang sesuai dengan keadaan saat ini. Permasalahan akan timbul jika
tidak ada keteraturan antar bagian yang mengatur. Bagian-bagian yang dimaksud
meliputi substansi, struktur, dan kultur. Dalam hal ini, substansi adalah peraturan,
struktur adalah aparat penegak peraturan, sedangkan kultur adalah budaya masyarakat
untuk mematuhi suatu peraturan. Jelas bahwa masing-masing bagian harus ada
keteraturan untuk mencapai satu tujuan. Substansi hukum yang dimaksud disini
adalah peraturan daerah, perangkat hukum adalah Satuan Polisi Pamong Praja, dan
kultur hukum adalah budaya hukum masyarakat.
Dari gambaran diatas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
a. Dasar Hukum penegakan peraturan di bidang ketentraman dan ketertiban
umum di Kota Madiun selama ini adalah Peraturan Daerah Kota Madiun
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Madiun
Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban
Umum, dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan peraturan
yang ada saat ini, sehingga akan menjadi kendala bagi aparatur hukum dalam
penegakannya.
b. Masih tingginya perilaku tidak tertib di tengah masyarakat. Satuan Polisi
Pamong Praja berwenang melakukan penegakan hukum atas pelaksanaan
peraturan daerah sebagai salah satu upaya untuk menciptakan ketertiban
umum. Hal ini sesuai dengan yang tertuang di dalam Permendagri Nomor 26
Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat Serta Perlindungan Masyarakat.
c. Pengawasan dan penegakan hukum dalam peraturan daerah dapat
menimbulkan konflik, sehingga diperlukan suatu landasan hukum yang jelas
dan tegas agar potensi terjadinya konflik dapat diperkecil.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah
yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apa permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum dalam masyarakat di Kota Madiun?
2. Mengapa perlu dibentuk rancangan Peraturan Daerah tentang Ketentraman
dan Ketertiban Umum dalam masyarakat?
3. Apa yang menjadi pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis
pembentukan rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Ketentraman dan Ketertiban dalam Masyarakat?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, jangkauan, arah pengaturan dan ruang
lingkup rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Ketentraman
dan Ketertiban Umum dalam masyarakat?
D. Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik menggunakan metode
normatif, pengumpulan data, dan analisis data. Metode normatif memiliki
karakteristik sebagai metode kepustakaan atau literature research. Metode normatif
adalah metode dengan menelaah ilmu hukum yang ada yaitu peraturan
perundang-undangan dalam hal ini disusun yang dapat menunjang pengambilan
definisi-definisi operasional.
1) Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam menyusun naskah akademik ini
adalah berupa:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang utama, sebagai bahan
hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang mempunyai
otoritas. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan
dan segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum. Bahan
hukum primer dalam penyusunan naskah akademik ini adalah:
1) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2) Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
3) Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
4) Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
5) Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
6) Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah
7) Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial
8) Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
9) Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang - undangan
10) Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang -
Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
11) Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 2015
Tentang Perubahan Kedua Atas 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
12) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja
13) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1982 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Madiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3244)
14) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang
Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3177)
15) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 tahun
2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
16) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);
17) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5094);
18) Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintahan Kota Madiun;
19) Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 06 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja;
20) Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2009 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota
Madiun;
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel,
jurnal, hasil penelitian, makalah dan lain sebagainya yang relevan
dengan permasalahan yang akan dibahas.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
kamus, maupun ensiklopedia.
2) Teknik Pengumpulan Data
Penyusunan naskah akademik ini menggunakan teknik pengumpulan data
studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari data pustaka berupa
peraturan perundang-undangan, buku - buku literatur, jurnal, majalah dan
dokumen resmi pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota, serta informasi
elektronik (internet) perihal penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman
dan perlindungan masyarakat dan melakukan inventarisasi. Selain itu, naskah
akademik ini melakukan wawancara dengan tujuan agar penelitian ini
sistematis dan objektif dapat mengetahui pentingnya menyelenggarakan
ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat.
3) Metode Pendekatan
Dalam penyusunan naskah akademik ini menggunakan metode pendekatan
sebagai berikut:
a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)
Pendekatan perundangan-undangan adalah pendekatan yang dilakukan
dengan cara menganalisa aturan dan regulasi yang berkaitan dengan
isu hukum yang akan dibahas pada naskah akademik ini. Pendekatan
perundang-undangan (statute approach) merupakan penelitian yang
mengutamakan bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar dalam melakukan
penelitian. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
biasanya digunakan untuk meneliti peraturan perundang-undangan
yang dalam penormaannya masih terdapat kekurangan atau malah
menyuburkan praktek penyimpangan baik dalam tataran teknis atau
dalam pelaksanaannya di lapangan.
b. Pendekatan konseptual (conceptual approach)
Pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan jenis
pendekatan yang memberikan sudut pandang analisis penyelesaian
permasalahan dalam penelitian hukum dilihat dari aspek
konsep-konsep hukum yang melatarbelakanginya, atau bahkan dapat
dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam penormaan sebuah
peraturan kaitannya dengan konsep-konsep yang digunakan. Sebagian
besar jenis pendekatan ini dipakai untuk memahami konsep-konsep
yang berkaitan dengan penormaan dalam suatu perundang-undangan
apakah telah sesuai dengan ruh yang terkandung dalam konsep-konsep
hukum yang mendasarinya.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
Dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1
ayat (3) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan ini
merupakan pernyataan dalam pelaksanaan kenegaraan serta segala ketentuan di negeri
ini harus diatur dengan hukum. Hukum ini sebagai landasan hidup dalam bernegara
dan bermasyarakat. Hukum dalam peraturan perundang-undangan berfungsi untuk
mengatasi terjadinya kepentingan secara bersamaan dengan memilih dan mengakui
kepentingan yang lebih utama. Akibatnya, hak dan kepentingan perorangan dapat
dikorbankan demi ketentraman dan kesejahteraan umum.
Peraturan daerah sebagai hukum juga dapat dilihat dari fungsinya dalam
masyarakat dengan mengamati berbagai sudut pandang di dalam masyarakat tersebut.
Hukum pada peraturan daerah sebagai pengontrol dan pengawas di dalam masyarakat,
serta sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan dan ketertiban umum.
Kehadiran peraturan daerah ini juga sebagai alat untuk melakukan perubahan
menjadikan Kota Madiun sebagai kota yang menjamin ketentraman dan ketertiban
masyarakatnya.
BAB III
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
18. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun;
Di dalam pemerintah daerah, yang menjadi unsur penyelenggara adalah bupati
beserta perangkat daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan otonomi daerah, Pemerintah Daerah melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Adapun urusan pemerintahan yang
harus diurus yaitu:
a. pendidikan
b. kesehatan
c. Pekerjaan Umum
d. Perumahan
e. Penataan ruang
f. Perencanaan pembangunan
g. Perhubungan
h. Lingkungan hidup
i. Pertanahan
j. Kependudukan dan catatan sipil
k. dan beberapa lainnya
Urusan pemerintahan ini adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan
kewajiban setiap tingkatan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang
menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan
mensejahterakan masyarakat.
19. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 06 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja;
Unit Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Madiun merupakan salah
satu unit yang dimiliki pemerintah Kota Madiun yang bertugas membantu Kepala
Daerah atau Walikota dalam bidang penegakan Peraturan Daerah maupun Peraturan
Walikota khususnya dalam keamanan dan ketertiban umum. Dalam menjalankan misi
Kota Madiun yaitu mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang baik, bersih,
berwibawa dan transparan, Satpol PP Kota Madiun memiliki visi dan misi yang jelas,
berikut dijabarkan mengenai visi dan misi Unit Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) Kota Madiun.
Visi Misi Unit Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Madiun Untuk
mendukung visi dari Pemerintah Kota Madiun, maka dirumuskan visi dari Satuan
Polisi Pamong Praja yaitu : Makna visi tersebut adalah : Mewujudkan Kota Madiun
yang aman dan terkendali melalui peningkatan kesadaran masyarakat.
Untuk mewujudkannya terdapat tiga misi yaitu :
1) Mewujudkan ketentraman masyarakat Arah misi atau orientasi pembangunannya
adalah dititikberatkan pada rasa dan nyaman masyarakat.
2) Mewujudkan masyarakat yang tertib hukum Arah misi atau orientasi
pembangunannya adalah dititikberatkan pada penegakan Peraturan Daerah dan
Peraturan Walikota.
3) Meningkatkan SDM Pelayanan dan pengayoman masyarakat Arah misi atau
orientasi pembangunannya adalah dititikberatkan pada peningkatan SDM aparatur.
20. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2009 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Madiun;
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang (PPNS) adalah pegawai negeri sipil yang
diberi tugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh
pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tugas
untuk melakukan penyidikan, meliputi bentuk kegiatan, rencana penyidikan,
pengorganisasian, pelaksanaan penyidikan dan pengendalian yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas, PPNS berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b.
melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan; dan
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, PPNS bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah melalui Kepala Satpol PP