Anda di halaman 1dari 45

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

TENTANG
PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN
KETENTRAMAN MASYARAKAT DI KABUPATEN
MANGGARAI TIMUR

KABUPATEN MANGGARAI TIMUR 2019


NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

TENTANG

PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN


MASYARAKAT DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

Tim Penyusun :

Siprianus Son, SH
Kristianus Forus, S.Sos
Maria Wilfrida Setia, S.Sos
Falerianus Ramli

KABUPATEN MANGGARAI TIMUR 2019


PENGANTAR

Penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi


atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah
kabupaten dan kota. (Undang-Undang Dasar 1945 ). Setiap daerah tersebut
mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan melaksanakan sendiri
urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
merupakan kewajiban pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam
Undang_undang Dasar 1945. Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat adalah bagian dari hak asasi manusia dalam
tertib kehidupan masyarakat bernegara sebagaimana dijamin dalam Pasal
28 UUD 1945. Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat
berlain - lainan karena norma-norma yang mendukung masing-masing
tatanan mempunyai sifat yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam
masyarakat yang teratur setiap manusia sebagai anggota masyarakat harus
memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada dan
hidup dalam masyarakat. Ketertiban dapat membuat seseorang disiplin,
Tertib dan Disiplin adalah Landasan Kemajuan. Tertib dan disiplin adalah
atmosfier yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses pencapaian
tujuan. Tertib dan disiplin akan mejadi jalan bagi karakter yang kuat dan
etos kerja produktif.
Ketertiban menyata dalam pola laku tindak tanduk bahkan cara berpikir
baik oleh seluruh masyarakat maupun oleh pemangku kepentingan sebagai
satu kesatuan dan bukan dua entitas dalam menghasilkan pada galibnya
sebuah kehidupan / suasana daerah yang tenteram sehingga menjadi
kondusif untuk segala kegiatan pembangunan.Giat pembangunan di daerah
adalah kegiatan seluruh masyarakat dalam segala peran serta maupun dan
terlebih pemangku kepentingan / pengelola / penyelenggara negara
(daerah) dalam program dan kegiatanya sebagai pemicu dan inpirator
utama.

Suasana tertib pasti menghasilkan ketenteraman. Ketenteraman adalah


kebutuhan dasar atau salah satu nilai inti dari pembangunan ( Todaro:
Pembangunan Eonomi di Dunia Ketiga ; Erlangga 2004) sekaligus adalah
tujuan pembangunan. Karena itu UU 32 tahun 2014 dalam pasal 11
menyebutkan ( dalam butir e ) bahwa ketenteraman, ketertiban umum, dan
pelindungan masyarakat termasuk dalam urusan wajib pemerintah daerah.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik
D. Metode Penelitian
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
B. Kajian Terhadap Asas yang Terkait Dengan Penyusunan Norma
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Terhadap Masyarakat Dan
Dampaknya Terhadap Beban Keuangan Daerah

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
A. Kondisi Hukum Yang Ada dan Statusnya
B. Keterkaitan Peraturan Daerah Baru Dengan Peraturan Perundang-
undangan Yang Lain
C. Rencana Pengaturan Dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur
Tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Validitas Peraturan Perundang-undangan :
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis.
B. Relevansi Validitas Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Tentang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN
KETENTRAMAN MASYARAKAT
A. Arah dan Jangkauan Pengaturan
B. Ruang Lingkup Materi Muatan
BAB VI PENUTUP
A. RANGKUMAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur tentang
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Mayarakat merupakan


kewajiban pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
merupakan manifestasi dari hak asasi manusia dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagaimana dijamin dalam pasal 28
Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen). Dalam ayat (2) pasal a ditegaskan
kewajiban setiap orang untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh
peraturan perundang-undangan dalam rangka menjalankan hak dan
kebebasannya. Tujuan dari pembatasan ini untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Dengan adanya desentralisasi, maka kewajiban penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat tersebut menjadi urusan wajib
pemerintah daerah dalam rangka melindungi keamanan dan kenyamanan
masyarakatnya. Kewenangan ini diselenggarakan oleh Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) sebagai bagian dari perangkat daerah dalam penegakkan perda
dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketetraman masyarakat.
Pengaturan tentang penyelenggaran ketertiban umum di Kabupaten
Manggarai Timur sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Manggarai Timur Nomor Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur Nomor
6 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Kabupaten Manggarai Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai Timur
Tahun 2016 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai
Timur Nomor 127), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Manggarai Timur Nomor7 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Manggarai Timur
(Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai Timur Tahun 2019 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai Timur Nomor 157, )
Peraturan Bupati Manggarai Timur Nomor 39 tahun 2016 tentang
Kedudukan,Susunan Organisasi,Kewenangan, Tugas dan Fungsi serta Tata
Kerja Satuan Polisi Pamong Praja namun untuk penyempurnaan, pemurnian,
perluasan bidang tugas penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat maka dirasa perlu mengatur tugas tersebut dalam aturan yang
lebih khusus sehingga mencapai derajat optimal dalam pelaksanaan karena
kejelasan pendelegasian tugas terkait.
B. IDENTIFIKASI MASALAH

Masalah yang diuraikan dalam Naskah Akademik ini meliputi 3 (tiga)


masalah pokok:
1. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat
2. Arah, jangkauan, dan ruang lingkup pegaturan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat
3. Perlunya Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan


di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dirumuskan sebagai berikut:
1. Merumuskan perimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
2. Merumuskan arah, jangkauan, dan ruang lingkup pengaturan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat
3. Menjelaskan perlunya Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
sebagai dasar untuk memastikan objek dan subjek Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta struktur dan
besarnya tarif Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat .
Kegunaan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Manggarai Timur tentang Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat adalah sebagai acuan:
a. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai
Timur tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat .
b. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai
Timur tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat .
c. Partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan tertulis dan/atau
masukan lisan baik dalam penyusunan maupun pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur tentang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat .
d. Adanya landasan hukum dalam penyelenggaraaan penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
D. METODE PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya merupakan suatu


kegiatan penelitian penyusunan Naskah Akademik menggunakan metode
yang berbasiskan metode penelitian hukum.
Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian penyusunan
Naskah Akademik ini melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Melakukan studi tekstual, yakni menganalisis teks hukum yaitu pasal-


pasal dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik
(kebijakan negara) secara kritikal dan dijelaskan makna dan
implikasinya terhadap subjek hukum (terutama dalam hal ini adalah
2. Melakukan studi kontekstual, yakni mengaitkan dengan konteks saat
peraturan perundang-undangan itu dibuat ataupun ditafsirkan dalam
rangka pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Manggarai Timur tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian penyusunan


Naskah Akademik ini berada dalam paradigma interpretasi terkait dengan
hermeneutika hukum. Hermeneutika hukum pada intinya adalah metode
interpretasi atas teks hukum, yang menampilkan segi tersurat yakni bunyi
teks hukum dan segi tersirat yang merupakan gagasan yang ada di
belakang teks hukum itu. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman
yang utuh tentang makna teks hukum itu perlu memahami gagasan yang
melatari pembentukan teks hukum dan wawasan konteks kekinian saat
teks hukum itu diterapkan atau ditafsirkan. Kebenaran dalam ilmu hukum
merupakan kebenaran intersubjektivitas, oleh karena itu penting
melakukan konfirmasi dan konfrontasi dengan teori, konsep, serta
pemikiran para sarjana yang mempunyai otoritas di bidang keilmuannya
berkenaan dengan penyusunan Naskah Akademis Rancangan Peraturan
Daerah kabupaten Manggarai Timur tentang Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat
BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

Ketertiban asal kata tertib yang berarti teratur; menurut aturan; rapi.
Sedangkan ketertiban yaitu peraturan atau keadaan serba teratur baik.
Ketertiban adakalanya diartikan sebagai “ketertiban, kesejahteraan, dan
keamanan”, atau disamakan dengan Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat, atau sinonim dari istilah “keadilan”.
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dalam
bukunya hukum Perdata Internasional Indonesia mengibaratkan lembaga
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ini sebagai
“rem darurat” yang kita ketemukan pada setiap kereta api.1
Pemakainya harus secara hati-hati dan seirit mungkin karena apabila kita
terlampau lekas menarik rem darurat ini, maka “kereta HPI” tidak dapat
berjalan dengan baik. Lebih lanjut Sudargo Gautama mengatakan bahwa
lembaga Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
ini digunakan jika pemakaian dari hukum asing berarti suatu pelanggaran
yang sangat daripada sendi-sendi azasi hukum nasional hakim. Maka
dalam hal-hal pengecualian, hakim dapat menyampingkan hukum asing .
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dan membutuhkan
bantuan dengan sesamanya. Dengan adanya hubungan sesama seperti
itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat berhubungan
secara harmoni dengan individu lain sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan
aturan yang disebut “Hukum”. Hukum diciptakan dengan tujuan yang
berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan,
ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian
hukum.
Hukum yang ada kaitannya dengan masyarakat mempunyai tujuan utama
yaitu dapat direduksi untuk ketertiban (order). Menurut Mochtar
Kusumaatmadja “Ketertiban” adalah tujuan pokok dan pertama dari segala
hukum, Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat
pokok(fundamental)bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur,
ketertiban sebagai tujuan hukum, merupakan fakta objektif yang berlaku
bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya untuk mencapai
ketertiban ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia
dalam masyarakat. Di setiap aspek kehidupan sudah barang tentu terdapat
sebuah aturan yang mengatur. Baik di lingkungan keluarga, masyarakat,
sekolah, atau pun di bidang sosial, politik maupun agama. Kenapa? Karena
dengan adanya aturan akan menciptakan ketertiban dan membuat keadaan
menjadi lebih tenang, damai, aman, dan sentosa. Bahkan, dengan adanya
ketertiban itulah terselenggaralah kehidupan di dunia dan alam semesta
ini. Aturan merupakan sebuah kata yang mempunyai makna sesuatu yang

1 Sudargo Gaotama, 1985, Hukum Perdata Internasional, Alumni Bandung, hal 120
harus dipatuhi. Aturan juga disebut dengan norma. Sebuah norma adalah
sebuah aturan, patokan atau ukuran, yaitu sesuatu yang bersifat pasti dan
tidak berubah. Dengan adanya norma kita dapat memperbandingkan
sesuatu hal lain yang hakikatnya, ukurannya, serta kualitasnya kita
ragukan. Norma berguna untuk menilai baik-buruknya tindakan
masyarakat sehari-hari. Sebuah norma bisa bersifat objektif dan bisa pula
bersifat subjektif. Norma objektif adalah norma yang dapat diterapkan
diterapkan secara langsung apa adanya, maka norma subjektif adalah
norma yang bersifat moral dan tidak dapat memberikuan ukuran atau
patokan yang memadai.
Aturan bisa diterapakan dalam kehidupan keluarga agar tercipta kehidupan
rumah tangga yang berjalan tentram, indah, bersih, dan bahagia. Aturan
juga terdapat pada Negara yang disebut dengan undangundang.
Dalam kehidupan masyarakat, sesuatu yang bersifat mengatur disebut
hukum. Dengan adanya hukum itulah terjadi ketertiban dan ketentraman
dalam kehidupan masyarakat. Bila hukum tidak ada atau tidak berfungsi,
maka akan terjadi hukum rimba. Siapa kuat dialah yang berkuasa.
Tentunya, ini akan berbahaya. Bahaya dari hukum rimba itu adalah anarki,
dan kekacauan sosial akan terjadi dimana-mana. Sedikitlebih rendah dari
norma, hukum dalam masyarakat juga berlaku sebagai norma sopan-
santun yang mencerminkan etika seseorang.

Sesuatu yang bersifat aturan juga terdapat dalam alam semesta. Kita
mengenal hukum alam, itulah aturan yang bekerja di alam semesta.
Ketertiban alam semesta dikenal di dalam agama Buddha sebagai Niyama
artinya Hukum Tertib Kosmis. Sesungguhnya, di dalam segenap bidang
kehidupan berlaku aturan dan ketertiban. Ketertiban itu pulalah yang
dikuak oleh ilmu pengetahuan lewat teori. Sedangkan hukum-hukum di
dalamnya sebagai bidangnya.
Tidak ada lagi jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi, tidak ada
rasa aman, tidak ada lagi perlindungan terhadap hak milik, tidak ada lagi
kebenaran. Semua serba kacau dan orang akan melakukan sesuatu dengan
sesuka hatinya. Tidak ada bedanya antara benar dan salah, tidak ada
bedanya antara kebijaksanaan dan keegoisan, antara giat dan malas,
antara sukses dan gagal. Oleh karena itu aturan sangat penting bagi
kehidupan manusia. Karena aturan itu akan menciptakan kedamaian,
ketentraman. Aturan juga harus jelas, sehingga antara yang menjalankan
maupan yang melanggarnya tahu akan akibat dari pelanggaran aturan yang
ia lakukan. Ketertiban pada prinsipnya dapat membuat seseorang disiplin,
sebab Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan tertib dan
disiplin adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses
pencapaian tujuan. Dengan ketertiban, kita berusaha mengetahui dan
mencermati aturan agar perjalanan menjadi lebih lancar. Disiplin adalah
sikap yang diperlukan untuk menjalani proses tersebut.
B.KAJIAN TERHADAP ASAS YANG TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN
NORMA

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang secara teoritik


meliputi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang
bersifat formal dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
yang bersifat materiil.2
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat formal
dituangkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (khususnya dalam pembentukan
Peraturan Daerah, asas-asas tersebut diatur dalam Pasal 237 Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah), dengan sebutan “asas
pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baik”, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diatur
dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yakni materi muatan Peraturan
Perundang-undangan mengandung asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Selain asas tersebut, peraturan perundang-undangan tertentu dapat berisi asas
lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang
bersangkutan. Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai dengan bidang hukum
peraturan perundang-undangan tertentu dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat
(2) UU Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan , yang dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum
masing-masing antara lain:
a. dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; dan

2 A. Hamid S. Attamimi; “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, Disertasi, (Fakultas Pascasarjana Universitas
Indonesia, Jakarta, 1990), hlm. 345-346. I.C. Van Der Vlies, Buku Pegangan Perancang
Peraturan Perundang-undangan, terjemahan, (Direktorat Jenderal Peraturan
Perundanganundangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2005),
hal 238-309.
b. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain
asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
Relevansi asas-asas formal pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik dengan pengaturan Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, kejelasan tujuan. Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat bertujuan: (1) memberikan kepastian bagi
masyarakat mengenai siapa yang bertanggung jawab dan apa tanggung
jawabnya terhadap pengelolaan Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat ; dan (2) memperkuat dasar hukum bagi
Pemerintah Daerah melakukan Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat dan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah
efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat .
Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh:
Pengaturan Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dengan Peraturan Daerah dilakukan. Rancangan dapat berasal
dari dari DPRD Kabupaten Manggarai Timur.
Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan harus dengan Peraturan Daerah. Adapun materi
pokok yang diatur dengan Peraturan Daerah mengacu pada Peraturan
Pemerintah.
Keempat, dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan dengan
dibentuknya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat adalah harus memperhatikan beberapa
aspek: (1) filosofis, yakni ada jaminan keadilan dalam pengenaan
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ; (2)
yuridis, adanya jaminan kepastian dalam Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat , termasuk substansinya tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan
(3) sosiologis, pengaturan Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat memang dapat memberikan manfaat, baik bagi
pemerintah daerah maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum.
Kelima, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas ini dapat diwujudkan
sepanjang pengaturan Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara. Salah satu
indikasi pengaturan Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat memang benar-benar dibutuhkan adalah adanya wajib
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,
sebagaimana telah dikemukakan dalam kondisi eksisting di atas.
Keenam, kejelasan rumusan. Asas ini dapat terwujud dengan pembentukan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat sesuai persyaratan teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta
bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Singkatnya, rumusan aturan hukum dalam Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang
menjamin kepastian.
Ketujuh, keterbukaan. Proses pembentukan Peraturan Daerah ini harus
menjamin partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya
untuk memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban
Pemerintah Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah
dipertimbangkan relevansinya. Untuk terselenggaranya partisipasi
masyarakat itu, maka terlebih dulu Pemerintah Daerah memberikan
informasi tentang proses pembentukan Peraturan Daerah bersangkutan.
Mengenai asas-asas materiil yang lain, sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, dalam pengaturan tentang Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat , yakni:

1. adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan


kelompok masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap
anggota kelompok masyarakat.
2. secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi
dan kesadaran pribadi untuk melaksanakan Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat .

c. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN

Berdasarkan Pasal 255 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah, Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk
menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan
ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja, tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Bupati
Manggarai Timur No 39 Tahun 2016 tentang Kedudukan,Susunan
Organisasi,Kewenangan, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Satuan Polisi Pamong
Praja mengatur bahwa Polisi Pamong Praja mempunyai kewenangan:
a. melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran
atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas
Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan

Dalam Pasal 5 Peraturan Bupati Manggarai Timur No 39 Tahun 2016


tentang Tugas dan Funsi :

(1) Satpol PP mempunyai tugas membantu Bupati melaksanakan urusan


pemerintahan di bidang ketentraman dan ketertiban umum serta
perlindungan masyarakat dan sub urusan kebakaran.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satpol
PP menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan kebijakan teknis di bidang ketentraman dan ketertiban
umum serta perlindungan masyarakat dan sub urusan kebakaran;
b. pelaksanaan kebijakan bidang ketentraman dan ketertiban umum
serta perlindungan masyarakat dan sub urusan kebakaran ;
c. pelaksanaan administrasi Satpol PP ketentraman dan ketertiban
umum serta perlindungan masyarakat dan sub urusan kebakaran;
d. pemantauan, evaluasi dan pelaporanbidangketentraman dan
ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dan sub urusan
kebakaran;dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.lainnya;

Dengan adanya Dalam Pasal 5 Peraturan Bupati Manggarai Timur No 39


Tahun 2016 Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Manggarai Timur
yang menjadi OPD Tipe A atau Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Daerah.
Satuan Polisi Pamong Praja Daerah mempunyai 4 bidang urusan :
1. Bidang Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
2. Bidang Penegakan Perda dan Perbub
3. Bidang Perlindungan Masyarakat
4. Bidang Pemadam Kebakaran

Pada intinya keempat bidang tersebut saling terkait dalam bingkai


keamanan dan kenyamanan di daerah dan situasi kondusif dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pembangunan di daerah. Indikator utama penyelenggaraan urusan
ketenteraman dan ketertiban umum di Kabupaten Manggarai Timur adalah
tersedianya jumlah anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Pada galibnya
penyelenggaraaan tugas operasional satuan polisi pamong praja
membutuhkan jumlah anggota yang memadai. Jumlah yang memadai
memungkinkan pemberdayaan anggota satuan polisi pamong praja untuk
menjangkau semua wilayah ; dalam ibu kota Borong maupun di 9
kecamatan. Sejak tahun 2008 belum tersdia jumlah yang dapat disebut
sebagai anggota satuan polisi pamong praja sesuai persyaratan UU 23
tahun 2018. Jumlah PNS PolPP terbatas sehingga pada hanya 0.77 /10.000
penduduk dengan jumlah penduduk 243.819 orang pada tahun 2008. UU
23 tahun 2018 Pasal 256:

(1) Polisi pamong praja adalah jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang penetapannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Polisi pamong praja diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

(3) Polisi pamong praja harus mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional.

(4) Pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan oleh Kementerian.

(5) Kementerian dalam melakukan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berkoordinasi dengan Kepolisian Republik
Indonesia dan Kejaksaan Agung.

(6) Polisi pamong praja yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai penyidik
pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan polisi pamong praja diatur dengan peraturan
pemerintah.

Di Kabupaten Manggarai Timur karena terbatasnya jumlah PNS Pol.PP


maka diangkat tenaga Bantu Polisi Pamong Praja melalui perjanjian kerja
dengan Kepala OPD sehingga sejak tahun 2009 jumlah anggota Satuan
Polisi Pamong Praja pada tahun tersebut dengan jumlah penduduk 248.655
orang adalah 3,77 per 10.000 penduduk. Dengan jumlah demikian dan
masih terus ditingkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya
anggota dirasa cukup untuk mengendalikan keamanan dan kenyamanan di
daerah, melaksanakan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban
umum. Organisasi dan Tata Kerja satuan polisi pamong praja sesuai
Peraturan Bupati Manggarai Timur No. 39 tahun 2016, belum secara jelas
mengatur satuan polisi pamong praja kecamatan sesuai PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN
ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA dalam Pasal 7

(1) Pada kecamatan dibentuk Unit Pelaksana Satpol PP kabupaten/kota.


(2) Unit Pelaksana Satpol PP kabupaten/kota di kecamatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipimpin oleh kepala satuan.
(3) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara ex-officio dijabat oleh Kepala
Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum pada kecamatan.
(4) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara teknis administratif
bertanggung jawab kepada camat dan secara teknis operasional bertanggung jawab kepada
Kepala Satpol PP kabupaten/kota.

Meski pun demikian sejak keberadaanya satuan polisi pamong praja


Kabupaten Manggarai Timur telah menjangkau kecamatan dalam wilayahnya
dalam penyelenggaraan tugas yang menjadi urusannya. Satuan Polisi pamong
praja di 9 kecamatan malah berhadapan langsung dengan persoalan konflik
antar warga personal maupun kelompok masyarakat. Peran ini tentu saja
berarti menyelenggarakan langsung pencegahan maupun pengendalian
keamanan dan kenyamanan warga di tingkat/ lingkup terkecilnya di
kehidupan bertetangga di desa dengan dibantu oleh pranata social / lembaga
local yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Tugas pengendalian konflik social
merupakan salah satu nilai tugas yang nyata dijumpai di masyarakat. Secara
nasional tugas ini telah dituangkan dalam Undang-undang 7 tahun 2012
Dalam UU 7 thn 2012 Penanganan konflik bertujuan menciptakan kehidupan
masyarakat yang aman,tenteram, damai dan sejahtera; memelihara kondisi damai
dan harmonis dalam hubungan social kemasyarakatan; meningkatkan tenggang
rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; memelihara
keberlangsungan fungsi pemerintahan; melindungi jiwa, harta benda, serta sarana
dan prasarana umum, memberikan perlindungan dan hak korban dan
memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan prasarana
umum.

Sejak tahun 2008 konflik menjadi masalah yang selalu ditangani polpp. Mulai dari
konflik pertanahan yang melibatkan kelompok masyarakat maupun konflik social
lainnya yang harus diselesaikan dengan pendekatan persuasif kekeluargaan non-
yustisial. Karena kompleksitas perubahan maka alasan untuk munculnya
gangguan seperti ini juga semakin sering; meski pun ada harapan di mana
semakin maju tingkat pendidikan masyarakat maka semakin mudah
penyelesaiaanya tetapi muncul tantangan baru yakni pemicu gangguan
ketenteraman dan ketertiban telah menggunakan dunia maya untuk memicu dan
mengagitasi bahkan mempercepat eskalasi keresahan di tingkat masyarakat.
Dunia maya juga sebaliknya bisa digunakan secara efektif oleh satuan polisi
pamong praja untuk komunikasi yang menyejukan dan menenteramkan di daerah.

Tantangan kebebasan berpikir, berkumpul, berbicara yang menjadi asas bagi


pelaksanaan demokratisasi di satu sisi mengejawantahkan hak asasi namun di
sisi lain sering memicu konflik. Karena demokrasi bisa juga berarti
bertabrakan di level kepentingan karena berbeda pilihan politik. Karena itu
peran serta masyarakat dalam demokrasi dan tentu saja dalam seluruh aspek
peran serta perlu mendapat perhatian dalam penanganan ketenteraman dan
ketertiban umum agar arahnya positif dan bukan sebaliknya. Pada satuan
polisi pamong praja misalnya dalam urusan linmas diberi tugas mengawal
pemilu melalui linmas desa/kelurahan dan secara keseluruhan pol.pp ikut
serta dalam mengawal seluruh peran serta masyarakat terutama pada polpp
di tingkat kecamatan.

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN TERHADAP


MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP BEBAN KEUANGAN
DAERAH
Dalam lingkup pengaturan Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat , terdapat dua komponen yaitu komponen yang
sifatnya statis, dan komponen yang sifatnya dinamis. Komponen yang
sifatnya statis meliputi:
a. Asas, fungsi, tujuan, dan prinsip Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat ;
b. Struktur atau kelembagaan dalam Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat ;
c. Tugas dan wewenang kelembagaan dalam Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat ;
d. Komposisi keanggotaan di dalam setiap kelembagaan;
e. Kelengkapan organisasi/kelembagaan Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat ;
f. Ketenagaan;
g. Kekayaan; dan
h. Sanksi.
Sedangkan yang dimaksud pengaturan penyelenggaran Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang sifatnya dinamis
adalah pengaturan kelembagaan Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat .

Memperhatikan uraian tersebut di atas, dengan adanya Peraturan Daerah


tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
ini berdampak terhadap beban keuangan daerah dan justru juga dapat
menimbulkan adanya penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat melalui penegakan Peraturan Daerah. Penegakan dilakukan
terhadap pelanggaran ketentuan Perda yang dapat diketahui melalui :
1. Laporan dari masyarakat, lembaga, instansi maupun institusi.
2. Anggota Satuan Polisi Pamong Praja hasil dari patroli wilayah
3. Diketahui langsung oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
4. Tertangkap tangan baik-baik oleh petugas maupun masyarakat.
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. KONDISI HUKUM YANG ADA DAN STATUSNYA


Dalam ketentuan Pasal 236 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa untuk menyelenggarakan
Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda.
Kabupaten Manggarai Timur belum memiliki Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ,
berdasarkan Pasal 255 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
(2) Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan
Perkada, menyelenggarakan Penyelenggaraan ketertiban umum
danketentraman masyarakat dan ketenteraman, serta menyelenggarakan
pelindungan masyarakat.
(3) Satuan polisi pamong praja mempunyai kewenangan:
a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
b. melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;
c. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dan ketenteraman masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,aparatur,
atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda
dan/atau Perkada;dan
e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau
Perkada.
Dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja, mengatur tentang Wewenang, Hak dan Kewajiban,
Polisi Pamong Praja berwenang:
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran
atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dan ketenteraman masyarakat;
c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda
dan/atau peraturan kepala daerah; dan
e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau
peraturan kepala daerah

Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 40 Tahun 2011 tentang


Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja mengatur
bahwa : Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dan
ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat Dalam Pasal 5 ayat (1)
Peraturan Menteri Negeri No 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Polisi
Pamong Praja, mengatur bahwa :
(1) SOP Satpol PP meliputi:
a. Standar Operasional Prosedur penegakan peraturan daerah;
b. Standar Operasional Prosedur ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;
c. Standar Operasional Prosedur pelaksanaan penanganan unjuk rasadan
kerusuhan massa;
d. Standar Operasional Prosedur pelaksanaan pengawalan pejabat/orang-
orang penting;
e. Standar Operasional Prosedur pelaksanaan tempat-tempat penting; dan
f. Standar Operasional Prosedur pelaksanaan operasional patroli.
g. Terkait dengan pengaturan kebijakan SOP di Provinsi diatur dalam Pasal
6 ayat (1), mengatur bahwa Petunjuk teknis SOP Satpol PP Kabupaten/Kota
ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU 12 / 2011) menentukan,
Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan penjelasan atau keterangan
dan/atau Naskah Akademik (Pasal 63 jo Pasal 56 ayat (2) UU 12 / 2011).
Perkataan “dan/atau” menunjukkan pilihan antara: (1) Rancangan
peraturan Daerah disertai dengan keterangan (atau penjelasan) dan Naskah
Akademik; atau (2) Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan
keterangan (atau penjelasan) atau Naskah Akademik. Pilihan kedua juga
memuat pilihan, memilh Naskah Akademik atau keterangan (atau
penjelasan).
Mengingat pentingnya posisi Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat baik terhadap masyarakat maupun terhadap
pemerintah, maka diperlukan penyusunan Naskah Akademik.

B. KETERKAITAN PERATURAN DAERAH BARU DENGAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN YANG LAIN
Materi Pokok Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat yang hendak diatur dalam Peraturan Daerah yang sedang
disusun Naskah Akademiknya, mempunyai keterkaitan dengan sejumlah
peraturan perundang-undangan.
Tabel 4. Keterkaitan dengan Undang-Undang Lainnya.

MATERI MUATAN
Permendagri 54 UU No. 23 Tahun Peraturan Peraturan
tahun 2010 2014 tentang Pemerintah Pemerintah
Pemerintahan Nomor 6 Tahun 40 Tahun 2011
Daerah 2010 Tentang Tentang Pedoman
Republik Indonesia Satuan Organisasi Dan Tata
Polisi Pamong Praja Kerja Satuan Polisi
Pamong Praja
Ketentuan Pasal 255 Pasal 6 Pasal 3
Umum (3)Satuan polisi a.melakukan Satpol PP
Tertib Jalan pamong praja tindakan mempunyai
Dan Angkutan dibentuk untuk penertiban tugas menegakkan
Sungai menegakkan nonyustisial Perda dan
Tertib Jalur Perda dan Perkada, terhadap warga menyelenggarakan
Hijau Taman menyelenggarakan masyarakat, Penyelenggaraan
Dan Tempat Penyelenggaraan aparatur, atau ketertiban umum
Umum ketertiban umum badan hukum yang dan
Tertib Sungai dan ketentraman melakukan ketentraman
Saluran kolam masyarakat pelanggaran atas masyarakat dan
Dan Lepas dan ketenteraman, Perda dan/atau ketenteraman
Pantai Tertib serta peraturan kepala masyarakat serta
Lingkungan menyelenggarakan daerah; perlindungan
Tertib Usaha pelindungan b. menindak masyarakat
Tertentu masyarakat warga masyarakat, Pasal 4
Tertib aparatur, atau (1) Dalam
Bangunan badan hukum yang melaksanakan
Tertib Sosial mengganggu tugas sebagaimana
Tertib Penyelenggaraan dimaksud dalam
Kesehatan ketertiban umum Pasal 3, Satpol PP
Tertib Peran dan ketentraman mempunyai fungsi:
sera masyarakat dan a. penyusunan
Masyarakat ketenteraman program dan
Tertib Hiburan masyarakat; pelaksanaan
dan Keramaian c. fasilitasi dan penegakkan
Pengawasan pemberdayaan Perda dan
dan Penegakan kapasitas Peraturan
Hukum penyelenggaraan Kepala Daerah,
Sanksi perlindungan penyelenggaraa
Administratif masyarakat; n ketertiban
Ketentuan d. melakukan umum dan
Penyidikan tindakan ketenteraman
Petentuan penyelidikan masyarakat
Pidana terhadap warga serta
Ketentuan masyarakat, perlindungan
Peralihan aparatur, atau masyarakat;
Ketentuan badan hukum yang b. pelaksanaan
Penutp diduga melakukan kebijakan
pelanggaran atas penegakkan
Perda dan/atau Perda dan
peraturan kepala Peraturan
daerah; dan Kepala Daerah;
e. melakukan c. pelaksanaan
tindakan kebijakan
administratif penyelenggaraan
terhadap warga ketertiban
masyarakat, umum dan
aparatur, atau ketenteraman
badan hukum yang masyarakat di
melakukan daerah;
d. pelaksanaan
kebijakan
perlindungan
masyarakat;
e. pelaksanaan
koordinasi
25
penegakan Perda
dan Peraturan
Kepala Daerah
serta
penyelenggaraan
ketertiban
umum dan
ketenteraman
masyarakat
dengan
Kepolisian
Negara Republik
Indonesia,
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
daerah,
dan/atau
aparatur
lainnya;
f. pengawasan
terhadap
masyarakat,
aparatur, atau
badan hukum
agar mematuhi
dan mentaati
penegakkan
Perda dan
Peraturan
Kepala Daerah;
dan
g. pelaksanaan
tugas lainnya.
(2) Pelaksanaan
tugas lainnya
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf g
meliputi:
a. mengikuti proses
penyusunan
peraturan
perundangundangan
serta
kegiatan
pembinaan dan
penyebarluasan
produk hukum
daerah;
b. membantu
pengamanan dan
pengawalan tamu
VVIP termasuk
pejabat negara
dan tamu negara;

B. RENCANA PENGATURAN DARI PEMERINTAH DAERAH


KABUPATEN MANGGARAI TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN
KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi


kewenangan pemerintah daerah adalah penyelenggaraan Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dan ketenteraman
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-
Undangtentang Pemerintahan Daerah berkomitmen untuk
menyelenggarakan urusan wajib dimaksud dalam rangka penegakkan
Peraturan Daerah, menjaga ketenteraman dan ketertiban guna terwujudnya
Kesejahteraan.
Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat luar daerah
untuk datang dan berkunjung serta menanamkan investasi yang pada
akhirnya memberikan kontribusi dalam pengembangan dan pembangunan.
Di Kabupaten Manggarai Timur pengaturan mengenai Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat harus diarahkan guna
pencapaian kondisi yang kondusif bagi seluruh aspek kehidupan
masyarakat Kabupaten Manggarai Timur. Dinamika perkembangan dan
kebutuhan masyarakat Manggarai Timur yang dinamis dirasakan
memerlukan Peraturan Daerah yang menjangkau secara seimbang antara
subjek dan objek hukum yang diatur. Oleh karena itu, dalam upaya
menampung persoalan dan mengatasi kompleksitas permasalahan
dinamika perkembangan masyarakat diperlukan penyempurnaan terhadap
Peraturan Daerah dimaksud.
Peraturan Daerah ini diharapkan implementasi terhadap penyelenggaraan
ketenteraman masyarakat dan Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat dapat diterapkan secara optimal guna
menciptakan Manggarai Timur Mandara ( aman, damai dan sejahtera).
Peraturan Daerah ini mempunyai posisi yang sangat strategis dan penting
untuk memberikan motivasi dalam menumbuhkembangkan budaya disiplin
masyarakat Manggarai Timur
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS,
DAN YURIDIS

A. VALIDITAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: LANDASAN


FILOSOFIS. SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Istilah validitas atau geldigheid berarti keabsahan. Selain itu ada
istilah gelding yang berarti keberlakuan. Banyak penulis yang
mensinonimkan istilah validitas atau geldigheid dan istilah gelding, ungkap
Bruggink. Menurutnya, bahwa istilah validitas digunakan untuk logika,
yakni tentang penalaran yang sah (valid) jika suatu penalaran memenuhi
syarata-syarat yang dituntut oleh kaidah dan aturan logikal.3
Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan pada pandangan Gustav
Radbruch mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlaku
hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum. Bahwasanya
hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya dan oleh Radbruch
disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan, kegunaan
(zweckmaszigkeit), dan kepastian hukum.4
Satjipto Rahardjo menguraikan timbulnya masing-masing nilai-nilai
dasar dari hukum itu. Pertama, hukum adalah karya manusia yang berupa
norma-norma berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan
pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya
masyarakat itu dibina dan ke mana harus diarahkan. Oleh karena itu,
pertama-tama hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih
oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide
mengenai keadilan. Kedua, hukum yang sengaja dibuat itu mengikatkan
diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Ini berarti, bahwa ia harus
memperhatikan kebutuhan dan kepentingan anggota-anggota masyarakat
serta memberikan pelayanan kepadanya. Meski tidak disebutkan oleh
3 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta dari judul asli:
Rechts Reflecties, (Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996), hal. 147.
4 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal.
19, yang mendasarkan pada Gustav Radbruch, Einfuhrung in die Rechtswissenschaft,
(Sttugart: K.F. Koehler, 1961), hal. 36.
29
Satjipto Rahardjo, inilah yang dimaksud dengan kemanfaatan sebagai salah
satu nilai-nilai dasar dari hukum. Ketiga, masyarakat tidak hanya ingin
keadilan diciptakan dalam masyarakat dan kepentingan-kepentingannya
dilayani oleh hukum, melainkan juga menginginkan agar dalam masyarakat
terdapat peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan-hubungan
mereka satu sama lain.5
Gustav Radbruch memahami hukum sebagai konsep budaya, yaitu
konsep yang berkenaan dengan nilai. Hukum sebagai konsep budaya
berurusan dengan nilai hukum dan ide hukum, yaitu hukum yang
diartikan sebagai gagasan untuk menjabarkan ide hukum. Gustav
Radbruch mengetengahkan 3 (tiga) ide hukum/cita hukum (the idea of the
law), yakni keadilan (justice), kelayakan/kemanfaatan (expediency), dan
kepastian hukum (legal certainty). Masing-masing ide dasar hukum itu
adalah:
1. Hakekat keadilan sebagai keadilan distributif atau kesetaraan yaitu
suatu bentuk perlakuan yang setara terhadap mereka yang memiliki
keadaan setara, dan perlakuan yang tidak setara bagi mereka yang
berada dalam keadaan yang berbeda, baik terhadap sesama manusia
maupun hubungan-hubungan diantara mereka.
2. Kemanfaatan atau kelayakan atau tujuan bersifat relatif, yaitu
tergantung pada pandangan-pandangan yang berbeda dari pihakpihak
yang terlibat di dalam perkembangan sistematis tentang
hukum dan negara. Hukum sebagai pengatur kehidupan bersama
tidak dapat diserahkan kepada keinginan-keinginan perseorangan
dalam masyarakat itu, melainkan haruslah berlaku satu hukum bagi
kehidupan mereka.
3. Kepastian hukum menghendaki (1) hukum dalam bentuk positif
dalam artian jika ada sesuatu yang tidak dapat diselesaikan, maka
apa yang seharusnya atau apa yang dianggap benar yang harus
diberlakukan; dan (2) ini harus dilakukan oleh suatu badan atau
5 Satjipto Rahardjo, Ibid., hal. 18-19.
30
petugas yang mampu menerapkan apa yang diharuskan
diberlakukan.6
Gagasan hukum dari Gustav Radbruch tersebut diuraikan pula oleh
W. Friedmann. Menurut Radbruch, gagasan hukum sebagai gagasan
kultural tidak bisa formal, tetapi harus diarahkan kepada cita-cita hukum,
yakni keadilan. Selanjutnya dikemukakan:
1. Keadilan sebagai suatu cita, seperti telah ditunjukkan oleh Aristoteles
tidak dapat mengatakan lain kecuali yang sama harus diperlakukan
sama, yang tidak sama diperlakukan tidak sama.
2. Pengertian kegunaan hanya dapat dijawab dengan menunjukkan
pada konsepsi-konsepsi yang berbeda tentang negara dan hukum.
Untuk mengisi cita keadilan ini dengan isi yang konkret, harus
menoleh pada kegunaannya sebagai unsur kedua dari cita hukum.
3. Untuk melengkapi formalitas keadilan dan relativitas kegunaan,
keamanan dimasukkan sebagai unsur ketiga dari cita hukum.
Kegunaan menuntut kepastian hukum. Hukum harus pasti.
Tuntutan akan keadilan dan kepastian merupakan bagian-bagian
yang tetap dari cita hukum, dan ada di luar pertentanganpertentangan
bagi pendapat politik. Kegunaan memberi unsur
relativitas. Tetapi tidak hanya kegunaan sendiri yang relatif,
hubungan antara tiga unsur dari cita hukum itu juga relatif.
Seberapa jauh kegunaan lebih kuat dari keadilan, atau keamanan
lebih penting dari kegunaan, merupakan masalah yang harus
diputuskan oleh sistem politik masing-masing.7
Ketiga elemen dari ide hukum itu bersifat saling melengkapi antara
satu dengan lainnya – dan pada keadaan yang lain saling bertentangan satu
dengan yang lainnya.8 Satjipto Rahardjo menanggapi hubungan yang
demikian dapat dimengerti, oleh karena ketiga-tiganya berisi tuntutan yang
berlain-lainan dan yang satu sama lain mengandung potensi untuk
6 Gustav Radbruch, “Legal Philosophy”, dalam Kurt Wilk, ed., The Legal Philosophies
Of Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge: Havard University Press, 1950), hlm. 107-109.
7 W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problema Keadilan
(susunan II), terjemahan Muhamad Arifin dari judul asli: Legal Theory, (Jakarta: Penerbit
CV Rajawali, 1990), hal. 43.
8 Ibid., hlm. 109 -110.

31
bertentangan. Sebagai contoh, kepastian hukum, sebagai nilai ia segera
menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan ke samping. Yang utama bagi
kepastian hukum adalah adanya peraturan itu sendiri. Tentang apakah
peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakatnya,
adalah di luar pengutamaan nilai kepastian hukum.9
Teori tentang validitas berpengaruh pada hukum positif di Indonesia.
Ini tampak pada keharusan adanya pertimbangan filosofis, sosiologis, dan
yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. UU P3 2011
memberikan penjelasan mengenai unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan
yuridis sebagai muatan konsiderans menimbang. Angka 18 dan 19 TP3
(vide Pasal 64 ayat (2) UU P3 2011) menentukan konsiderans memuat
uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan
alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan. Pokok pikiran pada
konsiderans Undang–Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis
yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang
penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan
yuridis. Kemudian masing-masing unsur-unsur ini dijelaskan sebagai
berikut:
1. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
3. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan
hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang
akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
9 Satjipto Rahardjo, Ibid., hal. 19-20.
32
Pemahaman mengenai unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis,
dapat pula diperoleh dari teknik penyusunan naskah akademik rancangan
peraturan perundang-undangan. Dasar hukum teknik penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan perundang-undangan terdapat dalam Pasal
57 UU No 12/2011, yang menentukan:
(1) Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik.
(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Berikutnya dalam Pasal 63 UU No 12/2011 ditentukan bahwa
ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Artinya, ketentuan tentang teknik penyusunan Naskah Akademik yang
berlaku bagi Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi, berlaku pula bagi Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Adapun penjelasan masing-masing
unsur-unsur tersebut, yang disebut landasan filosofis, landasan sosiologis,
dan landasan yuridis, adalah sebagai berikut:
1. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis
sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan
masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
3. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
33
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau
yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur
sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.
Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah
ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih,
jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga
daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak
memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
Aspek sosiologis dalam perancangan peraturan perundang-undangan
dimanfaatkan dalam konteks pembentukan dan bukan dalam konteks
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, seperti tampak dalam bagan
berikut:
Bagan: Unsur sosiologis dalam konteks pembentukan dan pelaksanaan
UU atau Perda.
B. RELEVANSI VALIDITAS DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH
TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN
KETENTRAMAN MASYARAKAT
Berdasarkan pemahaman tentang validitas tersebut, maka unsur
filosofis, sosiologis dan yuridis, yang menjadi latar belakang pembuatan
undang-undang atau peraturan daerah, dapat dimaknai sebagai berikut:
1. Unsur filosofis adalah nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu
Negara (bagi Indonesia yang termaktub dalam Pancasila dan
34
Pembukaan UUD 1945) yang menjadi latar belakang dan alasan
pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.
2. Unsur yuridis adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi
latar belakang dan alasan pembuatan undang-undang atau
peraturan daerah, yang meliputi:
a. Dasar hukum formal, yakni peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar kewenangan pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan. Termasuk keharusan mengikuti prosedur
tertentu.
b. Dasar hukum substansial, yakni peraturan Perundang-undangan
yang memerintahkan materi muatan tertentu diatur dalam suatu
Peraturan Perundang-undangan. Termasuk kesesuaian jenis dan
materi muatan.
3. Unsur sosiologis adalah gejala dan masalah sosial-ekonomi-politik
yang berkembang di masyarakat yang menjadi latar belakang dan
alasan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.
Relevansi landasan keabsahan tersebut dengan pengaturan
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah
pengaturan Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat mendasarkan pada tiga landasan keabsahan, yakni filofofis,
yuridis, dan sosiologis, sebagaimana diamanatkan UU P3 2011.
Pertama, Landasan Filosofis. Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk
memberikan pengayoman dan memajukan kesejahteraan masyarakat dalam
rangka mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera,
dan berkeadilan. Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri
atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Masing-masing
pemerintahan daerah itu mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan
35
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi dimaksud adalah
otonomi seluas-luasnya.
Ketentuan konstitusional tersebut dilaksanakan dengan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Dengan
berlakunya Undang-Undang ini, maka penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,
disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Kedua, Landasan sosiologis adalah dengan disusunya Perda ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat daerah bukan merupakan
sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan
pemerintahan daerah. Dalam Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan,
landasan filosofis bahwa Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat harus mampu menjamin pemerataan kesempata
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan
lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan. Jadi, Pemerintahan Daerah
membuat Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat , berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan
keadilan, peranserta masyarakat, dan akuntabilitas. Adapun tujuan
pembentukan Perda ini adalah sebagai landasan hukum Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di Provinsi Bali.
Ketiga, Landasan Yuridis yaitu memberikan arahan, landasan dan
kepastian hukum bagi aparatur pemerintah daerah dan para pemangku
kepentingan dalam Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat.
36
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN
KETENTRAMAN MASYARAKAT

A. ARAH DAN JANGKAUAN PENGATURAN


Istilah “materi muatan “ pertama digunakan oleh A.Hamid
S.Attamimi sebagai terjemahan atau padanan dari “het onderwerp”.10 Pada
tahun 1979 A.Hamid S.Attamimi membuat suatu kajian mengenai materi
muatan peraturan perundang-undangan. Kata materi muatan
diperkenalkan oleh A.Hamid S.Attamimi sebagai pengganti istilah Belanda
Het ondrwerp dalam ungkapan Thorbecke “het eigenaardig onderwerp der
wet” yang diterjemahkan dengan materi muatan yang khas dari
undangundang,
Attamimi mengatakan :
“…dalam tulisan tersebut penulis memperkenalkan untuk pertama
kali istilah materi muatan.Kata materi muatan diperkenalkan oleh
penulis sebagai pengganti kata Belanda het onderwerp dalam
ungkapan ThorbPecke het eigenaardig onderwerp der wet. Penulis
menterjemahkannya dengan materi muatan yang khas dari undangundang,
yakni materi pengaturan yang khas yang hanya dan sematamata
dimuat dalam undang-undang sehingga menjadi materi muatan
undang-undang”.11
Dalam konteks pengertian ( begripen ) tentang materi muatan peraturan
perundang-undangan yang hendak dibentuk, semestinya harus
diperhatikan apa sesungguhnya yang menjadi materi muatan yang akan
dibentuk. Karena masing-masing tingkatan ( jenjang ) peraturan
perundang-undangan mempunyai materi muatan tersendiri secara
berjenjang dan berbeda-beda.12 Sri Sumantari juga berpendapat yang sama
bahwa masing-masing peraturan perundang-undangan mengatur materi
10 A.Hamid.S.Attamimi , A.Hamid.S.Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden RI
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi Doktor UI, Jakarta, hal. 193-194.
11 Ibid.
12 Gede Pantje Astawa & Suprin Na´a, 2008, Dinamika Hukum Dan Ilmu
Perundangundangan
di Indonesia, Penerbit Alumni Bandung, hal. 90.
37
muatan yang sama, apa yang diatur oleh undang-undang jelas akan
berbeda dengan apa yang diatur oleh Peraturan Daerah. Demikian pula
yang diatur dalam UUD 1945 juga berbeda dengan yang diatur dalam
Peraturan Presiden.13
Rosjidi Ranggawidjaja menyatakan yang dimaksud dengan isi
kandungan atau substansi yang dimuat dalam undang-undang khususnya
dan peraturan perundang-undangan pada umumnya.14 Dengan demikian
istilah materi muatan tidak hanya digunakan dalam membicarakan
undang-undang melainkan semua peraturan perundang-undangan.
Pedoman 98 TP3U menentukan, ketentuan umum berisi: a.batasan
pengertian atau definisi ; b. singkatan atau akronim yang dituangkan
dalam batasan pengertian atau definisi ; dan/atau c. hal-hal lain yang
bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya
antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa
dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab. Pedoman 109 TP3U
menentukan, urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum
mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. pengertian yang mengatur tentang
lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus;
b.pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur
ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan c.pengertian yang
mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya yang diletakkan
berdekatan secara berurutan.
Beberapa hal yang relevan dicantumkan sebagai ketentuan umum
dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat adalah:
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
13 Sri Sumantri Martosoewignjo & Bintan R.Saragih,1993, Ketatanegaaan Indonesia
Dalam Kehidupan Politik Indonesia ; 30al Tahun Kembali ke UUD 1945, Pustaka Sinar
Harapan Jakarta, h 62.
14 Rosjidi Rangga Widjaja, 1999, Ilmu Perundang-Undangan,Mandar Maju Bandung
hal. 53.
38
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundangundangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
B.RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
Ruang lingkup materi muatan raperda Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat adalah jangkauan materi pengaturan
yang khas yang dimuat dalam raperda Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat , yang meliputi materi yang boleh dan materi
yang tidak boleh dimuat dalam raperda Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat 15 Jadi, yang dimaksud dengan materi
muatan baik mengenai batas materi muatan maupun lingkup materi
muatan.
Lingkup materi yang boleh dimuat ditentukan oleh asas otonomi
daerah dan tugas pembantuan maupun yang ditentukan secara
objektifnormatif
dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai
materi muatan Perda tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat antara lain :
15Pengertian ruang lingkup materi muatan diadaptasi dari Gede Marhaendra Wija
Atmaja, ”Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten
Daerah Tingkat II Badung dan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar), Tesis Magister,
(Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1995),hlm. 14.
39
a. Bab I Ketentuan Umum
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Bali.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
3. Gubernur adalah Gubernur Bali.
4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota.
5. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja adalah Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja Provinsi Bali.
6. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan
dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan
teratur.
7. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai negeri yang ditunjuk dan diberi
tugas tertentu di bidang perijinan sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.
8. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pejabat yang memiliki kewenangan khusus untuk melakukan
penyidikan dan penyelidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.
9. Badan adalah sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, Perseroan Komanditer,
Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana
Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa,
Organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk
usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
10. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
11. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi tidak
sebagai tempat melakukan kegiatan.
12. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air,
serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan
jalan kabel.
13. Tempat umum adalah fasilitas umum yang menjadi milik, dikuasai dan
/ atau dikelola oleh pemerintah daerah.
14. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
15. Jalur Hijau adalah salah satu jenis Ruang Terbuka Hijau fungsi
tertentu.
40
16. Taman adalah ruang terbuka segala kelengkapannya yang
dipergunakkan dan dikelola untuk keindahan dan antara lain
berfungsi sebagai paru-paru kota.
17. Ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah
tertentu di luar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat
jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di massa datang
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh
lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
18. Civic centre adalah pusat kegiatan atau pusat perkantoran.
b. Bab II Tugas Dan Wewenang
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal …..
Tugas Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi meliputi :
a. menegakkan Perda;
b. menyelenggarakan ketertiban umum;
c. ketenteraman masyarakat; dan
d. perlindungan masyarakat.
Pasal…..
Satuan Polisi Pamong Praja berwenang:
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap pelanggaran
atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;
b. melakukan tindakan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau
badan hokum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;
c. memfasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan
perlindungan masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran
atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan
e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
c. Bab III Pelaksanaan Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat
BAB III
PELAKSANAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT
Bagian kesatu
41
KERJASAMA DAN KOORDINASI
Pasal……
(1) Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal……dapat bekerja sama dengan Kepolisian
NegaraRepublik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan
fungsional, saling membantu, dan saling menghormati dengan
mengutamakan kepentingan umum.
Pasal…..
(1) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi mengkoordinasikan penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat lintas kabupaten/kota.
(2) Rapat koordinasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan atau sewaktuwaktu
sesuai dengan kebutuhan.
Bagian kedua
PENEGAKAN PERDA DAN PERKADA
Pasal….
(1) Penegakan Perda dan Perkada meliputi :
a. Memberikan pengarahan kepada masyarakat dan badan hukum yang
melanggar Peraturan daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah;
b. Melakukan pembinaan dan atau sosialisasi kepada masyarakat dan
badan Hukum;
c. Melakukan tindakan Preventif non yustisial; dan
d. Penindakan yustisial.
(2) Penegakan Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan,
apabila lintas Kabupaten/Kota;
(3) Penegakan Perda dan Perkada Provinsi dapat dilakukan di Kabupaten/Kota,
apabila belum ada pengaturannya.
(4) Tata cara penindakan Preventif non yustisial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dan penindakan yustisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian ketiga
KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT
Pasal…….
Pemerintah Daerah menjamin penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat.
42
Pasal…..
(1) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
meliputi :
a. Tertib tata ruang;
b. Tertib jalan;
c. Tertib angkutan jalan dan angkutan sungai;
d. Tertib jalur hijau, taman dan tempat umum;
e. Tertib sungai, saluran, kolam, dan pinggir pantai;
f. Tertib lingkungan;
g. Tertib tempat usaha dan usaha tertentu;
h. Tertib bangunan;
i. Tertib sosial;
j. Tertib kesehatan;
k. Tertib tempat hiburan dan keramaian;
l. Tertib peran serta masyarakat;
m. Ketentuan lain sepanjang telah di tetapkan dalam peraturan daerah.
(2) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kerjasama dan koordinasi dengan
Kabupaten/Kota.
Pasal ….
(1) Setiap orang dan/atau badan dilarang :
a. Berjualan di dalam lapangan Niti Mandala Renon Denpasar tanpa
seijin instansi berwenang;
b. Berjualan di sempadan jalan pada kawasan civic centre Renon
Denpasar.
c. Memasang sepanduk, atribut, reklame dikawasan civic centre Niti
Mandala Renon Denpasar tanpa seijin instansi berwenang;
d. Membeli barang dagangan yang dibawa oleh para pedagang di
Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar.
(2) Kawasan Civic Centre Niti Mandala Renon Denpasar berlokasi di
Denpasar dengan batas-batas :
a. sebelah utara : Jalan Cok Agung Tresna;
b. sebelah timur : Jalan Prof. Moh. Yamin;
c. sebelah selatan : Jalan Raya Puputan dan
d. sebelah barat : Jalan Letda Tantular.
(3) Tanah-tanah dalam kawasan Civic Centre Niti Mandala Renon Denpasar
dipergunakan untuk sarana pemerintahan yang perencanaan dan
pembangunannya ditentukan oleh Gubernur.
Pasal …….
Tertib jalur hijau, taman dan tempat umum sebgaimana dimaksud dalam
Pasal… ayat (1) huruf d dilakukan dengan larangan :
43
a. mengalihkan fungsi jalur hijau, taman dan tempat umum tanpa izin
dari Pemerintah Daerah.
b. berjualan atau berdagang, menyimpan atau menimbun barang di
jalur hijau, taman dan tempat umum yang tidak sesuai dengan
peruntukannya;
c. mencoret-coret, menulis, melukis, menempel iklan di dinding atau di
tembok, jembatan lintas, halte, tiang listrik, pohon dan sarana
umum lainnya;
d. membuang dan menumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman,
sungai dan tempat-tempat lain yang dapat merusak keindahan dan
kebersihan lingkungan;
e. memasang dan / atau menempelkan kain bendera, kain bergambar,
spanduk dan/atau sejenisnya disepanjang jalan, rambu-rambu lalu
lintas, tiang penerangan jalan, pohon, bangunan fasilitas umum
dan/atau fasilitas sosial tanpa ada izin dari Pemerintah Daerah;
f. menebang dan / atau merusak pohon pelindung dan / atau
tanaman lainnya yang berada di fasilitas umum tanpa ada izin dari
Pemerintah Daerah;
g. mengotori, mencoret dan merusak jalan dan /atau jembatan beserta
bangunan pelengkapnya, rambu lalu lintas, pohon, fasilitas umum
dan fasilitas sosial.
Pasal………
Tertib sosial sebgaimana dimaksud dalam Pasal… ayat (1) huruf i dilakukan
dengan larangan :
a. meminta bantuan dan / atau sumbangan yang dilakukan sendirisendiri
dan / atau bersama-sama di jalan, pasar, kendaraan umum,
lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah, kantor dan tempat
ibadah.
b. menyediakan tempat dan menyelenggarakan segala bentuk undian
dengan memberikan hadiah dalam bentuk apapun kecuali mendapat
izin dari Pemerintah Daerah.
c. Permintaan bantuan atau sumbangan untuk kepentingan sosial dan
kemanusiaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan setelah mendapat izin dari Pemerintah Daerah.
Pasal ……
Setiap orang / keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita
sakit jiwa wajib merawat dan tidak menelantarkannya
Pasal ………...
Setiap orang dan/atau badan dilarang :
a. beraktifitas sebagai pengemis, pengamen, pedagang asongan atau
pembersih kaca mobil di traffic ligt;
b. mengkoordinir untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan
dan pembersih kaca mobil di jalan atau tempat-tempat umum lainnya;
44
c. mengeksploitasi anak atau bayi untuk mengemis;
d. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang
atau barang kepada pengemis, pengamen dan pembersih kaca mobil di
jalan atau tempat-tempat umum; dan
e. berbuat asusila di jalan umum, di taman atau tempat-tempat umum
lainnya.
Pasal……
(1) Tertib tempat usaha dan usaha tertentu sebgaimana dimaksud dalam
Pasal… ayat (1) huruf g dilakukan dengan larangan :
a. menempatkan benda-benda dengan maksud untuk melakukan
sesuatu usaha di trotoar, di dalan taman dan tempat-tempat umum.
b. melakukan usaha dan mendirikan tempat kegiatan usaha yang dapat
mengganggu ketertiban umum.
(2) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi
tempat-tempat yang telah mendapat izin oleh pemerintah daerah.
Pasal …………..
Setiap orang dan / atau badan yang bergerak di bidang usaha loundry atau
yang sejenisnya dilarang menjemur di pinggir jalan umum dan atau fasilitas
umum.
Pasal ……………
Setiap orang dan /atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan dan
menjual minuman beralkohol tanpa izin dari pemerintah daerah
Pasal…………..
Tertib peran serta masyarakat sebgaimana dimaksud dalam Pasal… ayat (1)
huruf l dilakukan dengan :
a. Setiap orang dan / atau badan dapat menyampaikan laporan kepada
petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan / atau aparat pemerintah
daerah apabila terjadi pelanggaran terhadap ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat.
b. Setiap orang yang memasuki Daerah Bali wajib memiliki identitas diri,
yang tinggal dan menetap wajib memenuhi persyaratan administrasi
kependudukan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Setiap pengelola villa, hotel, apartemen, dan sejenisnya yang menerima
orang asing wajib melaporkan penghuninya kepada Instansi berwenang.
45
d. Bab IV Pembinaan, Pengendalian Dan Pengawasan
BAB IV
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal …….
(1) Kepala Daerah berwenang untuk melakukan pembinaan,pengendalian dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Satuan Polisi Pamong Praja bersama Pegawai Penyidik Negeri Sipil dengan
Satuan kerja perangkat daerah terkait lainnya.
(3) Dalam melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan instansi lain dan
pemerintah Kabupaten/Kota.
e. Bab V Sanksi Administrasi
BAB V
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal …………….
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini dikenakan hukuman sanksi administrasiberupa :
a. Teguran lisan;
b. Peringatan tertulis;
c. Penertiban;
d. Penghentian sementara dari kegiatan;
e. Denda administrasi; dan/atau
f. Pencabutan izin, pembekuan izin, dan/atau penyegelan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenani Tata cara penerapan sanksi
administrasi diatur dengan Peraturan Gubernur.
f. Bab VI Pendanaan
BAB VI
PENDANAAN
Pasal………………….
Pendanaan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
46
g. Bab VII Ketentuan Penyidikan
BAB VII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal ………….
(1) Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas
dan tanggungjawabnya di bidang Ketertiban dan Ketenraman Masyarakat,
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
Penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan selanjutnya melalui
Penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum,
tersangka atau keluarganya; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Polri.
h. Bab VIII Ketentuan Pidana
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal
(1) Setiap orang dan/atau badan yang tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ….. diancam pidana kurungan
47
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pelanggaran.
(3) Selain ancaman pidana yang di maksud pada ayat (1) dapat juga
dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku.
e. Bab IX Ketentuan Penutup
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain
di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
48
BAB VI
PENUTUP
A. Rangkuman
Berdasarkan kajian yang telah di lakukan di BAB terdahulu, dapat
ditarik konklusi bahwa Provinsi Bali belum mempunyai Peraturan
Daerah tentang Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat . Berdasarkan keseluruhan pengkajian secara normatif dan
praktek empiris, maka perlu disusun Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat . Dasar
kewenangan pendelegasian kewenangan mengatur diatur dalam Pasal
255 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(1) Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan
a. Perda dan Perkada, menyelenggarakan Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
b. dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan
c. masyarakat.
(2) Satuan polisi pamong praja mempunyai kewenangan:
a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
b. melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;
c. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum
yang mengganggu Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat dan ketenteraman masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;dan
e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yangmelakukan pelanggaran atas
Perda dan/atau Perkada.
Pasal 6 Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja, mengatur tentang Wewenang, Hak dan Kewajiban,
Polisi Pamong Praja berwenang:
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum
yang mengganggu Penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat dan ketenteraman masyarakat;
49
c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan
perlindungan masyarakat;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan
e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran
atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah
Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 40 Tahun 2011
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja
mengatur bahwa : Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan
menyelenggarakan Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.
Adanya kewenangan Pemerintah daerah dapat mengatur lebih lanjut
pelaksanaan tentang ketentraman dan ketertiban, sesuai dengan kondisi
daerah masingmasing melalui Peraturan Daerah.
B. Saran
1. Menyiapkan segera Peraturan Gubernur sebagai bentuk
pendelegasian kewenangan mengatur
2. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga masyarakat
dapat memberikan masukan dalam penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat , sesuai dengan asas
keterbukaan dan ketentuan tentang partisipasi masyarakat dalam
Pasal 96 UU P3 2011 dan Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah
2004. Dalam Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah 2004. Pasal
partisipasi masyarakat dalam bentuk :
a. konsultasi publik;
b. musyawarah;
c. kemitraan;
d. penyampaian aspirasi;
e. pengawasan; dan/atau
f. keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan erundangundangan
50
DAFTAR PUSTAKA
Astawa Gede Pantje & Suprin Na´a, 2008, Dinamika Hukum Dan Ilmu
Perundang-undangan di Indonesia, Penerbit Alumni Bandung.
Attamimi; A. Hamid S. “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, Disertasi, (Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990)
I.C. Van Der Vlies, Buku Pegangan Perancang Peraturan
Perundangundangan,
terjemahan, (Direktorat Jenderal Peraturan Perundanganundangan
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta,
2005).
Bruggink, J.J.H. Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta dari
judul asli: Rechts Reflecties, (Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996).
Gaotama, Sudargo 1985, Hukum Perdata Internasional, Alumni Bandung.
Rahardjo, Satjipto Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
2000), hal. 19, yang mendasarkan pada Gustav Radbruch, Einfuhrung
in die Rechtswissenschaft, (Sttugart: K.F. Koehler, 1961).
Radbruch, Gustav “Legal Philosophy”, dalam Kurt Wilk, ed., The Legal
Philosophies Of Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge: Havard
University Press, 1950)
Martosoewignjo, Sri Sumantri & Bintan R.Saragih,1993, Ketatanegaaan
Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia ; 30al Tahun Kembali ke
UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
Widjaja, Rosjidi Rangga 1998, Ilmu Perundang-Undangan,Mandar Maju
Bandung.
Wija Atmaja, Gede Marhaendra”Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan
Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan
Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar), Tesis Magister, (Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1995).
51
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
Nasional( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
244 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indoesia Nomor 4301 ).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagimana diubah beberapa kali terkhir dengan Undang-Undang No 2
tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang ( Lembaran Negara Republik Indoensia
Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran negara
republik Indonesia Nomor 5657);
Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong
Praja ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indoesia Nomor 5094 )
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2010 Tentang
Penggunaan Senjata Api Bagi Satpol PP
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 40 Tahun 2011 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja . ( Berita
Negara Republik Indoensia Tahun 2011 No 590)
Peraturan Menteri Negeri No 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional
Polisi Pamong Praja ( Berita Negara Republik Indoensia Tahun 2011
No 705)
52
Peraturan Daerah Provinsi Bali No 2 Tahun 2008 Tentang Urusan
Pemerintahan Daerah Provinsi Bali Lembaran Daerah Tahun 2008
Nomor 2
Peraturan Gubernur Provinsi Bali No 12 Tahun 2006 tentang Penataan
Kembali Kawasan civic centre Niti Mandala Denpasar, Berita Daerah
Provinsi Bali Tahun 2006 Nomor 12.
Keputusan gubernur Bali Nomor 2383/05-A/HK/2013 tentang
Pembentukan Dan Susunan Keanggotaan Tim Penegakan Peraturan
Daerah dan Pemberdayaan Penyidik Pegawai negeri Sipil ( PPNS)
BAB V
a. Wewenang Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan Ketretiban Umum dan
Ketentraman Masyarakat
Secara filosofis, negara sebagai pemegang mandat dari rakyat bertanggung jawab untuk
menyelenggarakan pelayanan publik, sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar rakyat.
Dalam hal ini, posisi negara adalah sebagai pelayan masyarakat (publik service)dari
pengguna layanan. Sementara rakyat memiliki hak atas pelayanan publik dari negara karena
sudah memenuhi kewajiban sebagai warga negara,seperti membayar pajak atau pungutan
lainnya (langsung maupun tidak langsung) dan terlibat dalam partisipasi penyelenggaraan
pelayanan publik. Salah satu bentuk pelayanan publik yang sangat mendasar dan menjadi
tugas negara sekaligus sebagai upaya untuk mencapai tujuan negara adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Seiring dengan tugas negara sebagaimana tersebut di atas, pemerintah
menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dan diharapkan dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Manggarai Timur yaitu “Manggarai Timur Kota
Perdagangan dan Jasa Internasional, berkarakter Lokal yang Cerdas, Bersihdan Manusiawi
dan Berbasis Ekologi” visi ini ditransformasikan menjadi empat misi besar Kabupaten
Manggarai Timur, yaitu :
1. Misi membangun kehidupan kota yang lebih CERDAS melalui peningkatan sumber daya
manusia yang didukung oleh peningkatan kualitas intelektual, mental-spiritual,
ketrampilan, serta kesehatan warga secara terpadu dan brkelanjutan.
2. Misi menghadirkan suasana kota yang MANUSIAWI melalui peningkatan aksesibilitas,
kapasitas dan kualitas pelayanan publik, reformasi birokrasi serta pemanfaatan
sumberdaya kota untuk sebesar-besarnya kesejahteraan warga.
3. Misi mewujudka peri kehidupan warga yang BERMARTABAT melalui pembangunan
ekonomi berbasis komunitas yang mengutamakan perluasan akses ekonomi demi
mendukung peningkatan daya cipta serta kreatifitas segenap warga Kabupaten
Manggarai Timur dalam upaya penguatan struktur ekonomi lokal yang mampu bersaing
di kawasan regional dan internasional.
4. Misi menjadikan Kabupatn Manggarai Timur semakin layak huni melalui pembangunan
infrastuktur fisik dan sosial secara merata yang BERWAWASAN LINGKUNGAN.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pmerintah Daerah, merupakan salah satu
wujud reformasi otonomi daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sebagai upaya menciptakan
kondisi yang kondusif, agar pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Negara dan pemerintah
daerah dapat mencapai kesejahteraan masyarakat.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakn daerah untuk memberi
pelayananan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dalam mencapai kesejahteraan masyarakat, penyelenggaraan roda pemerintahan daerah


perlu didukung kondisi daerah yang tentram,tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan roda
pemerintahan dapat berjalan dengan aman dan lancar.

Dasar hukum pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Timur melakukan


kewenangan atas tindakkan pemerintah yang bertujuan mewujudkan
ketertiban umum adalah Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur Nomor
6 Tahun 1955 yang ketentuannya mengacu pada “Algemene Soerabajasche
Politie-verordening yang ditetapkan tanggal 8 maret 1911 dan diubah terakhir
dengan Peraturan daerah tanggal 22 juni 1949. Ketentuan dalam peraturan
daerah ini secara substansi dan kelembagaan sudah tidak sesuai dengan
sistem penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagaimana yang tertuang dalam
Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(amandemen) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dengan adanya perubahan tersebut, maka Peraturan
Daerah tersebut merupakan dasar hukum wewenang Satuan Polisi Pamong
Praja sebagai lembaga pelaksana atas terwujudnyaketertiban umum dan
ketentraman masyarakat di Kabupaten Manggarai Timur.
a. Satuan Polisi Pamong Praja berwenang melakukan penegakkan hukum
atas pelaksanaan Peraturan Daerah sebagai salah satu upaya untuk
menciptakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dengan
adanya perubahan sistem penyelenggaraan pemerintah daerah yang
menyerahkan sebagian urusan pemerintahan menjadi urusan wajib dan
urusan pilihan kepala Pemerintah Kabupaten sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten banyak ditetapkan sejumlah Peraturan Daerah yang
mengatur urusan tersebut. Hal ini membawa dampak bagi Satuan Polisi
Pamong Praja untuk memiliki kemampuan dan kekuatan dalam
melakukan pengawasan dan penegakkn hukum terhadap peraturan
daerah.
b. Keabsahan tindak pemerintah dalam melakukan tugas adalah
wewenangan, substansi dan prosedur. Berdasarkan sejumlah Peraturan
daerah di Kabupaten Manggarai Timur dan hampir diseluruh
Kabupaten/Kota di Indonesia pengaturan prosedur pengawasan dan
penegakkan hukum dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sebagai
SKPD yang diberi tugas dan wewenang menegakkan peraturan daerah
dan/atau bekerjasama (koordinasi) dengan instansi (SKPD) teknis.
Koordinasi dan kerjasama ini seringkali sulit dilakukan sehingga
menimbulkan kelemahan dalam melakukan pengawasan, sehingga
keadaan ini menimbulkan pelanggaran peraturan daerah merupakan
suatu hal yang wajar bagi masyarakat.
c. Pengawasan dan penegakkan hukum terhadap peraturan daerah
merupakan suatu peraturan yang mengurangi hak rakyat dan dapat
menimbulkkan keadaan saling bermusuhan, oleh karena itu perlu
adanya dasar hukum yang jelas dan prosedur yang tetap agar
pengawasan dan penegakkan hukum tersebut merupakan hukum
tersebut merupakan upaya terakhir dalam mewujudkan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat di Kabupaten Manggarai Timur.

UU 7 thn 2012 Penanganan konflik bertujuan menciptakan kehidupan masyarakat yang


aman,tenteram, damai dan sejahtera; memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan
social kemasyarakatan; meningkatakan tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat
dan berenegara; memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan; melindungi jiwa, harta benda,
serta sarana dan prasarana umum, memberikan perlindungan dan hak korban dan memulihkan
kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan prasarana umum.

UU penanganan konflik mengatur juga ruang lingkup penanganan konflik yaitu pencegahan konflik,
penghentian konflik dan pemulihan paska konflik. Pencegahan konflik dilakukan dengan memelihara
kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan system penyelesaian perselisihan secara damai,
meredam potensi konflik dan membangun system peringatan dini.

Penghentian konflik dilakukan melalui penghentian kekerasan fisik, penetapan status keadaan
konflik, tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban, dan/ atau bantuan pengguanaan
dan pengerahan kekuatan TNI. Sedangkan pemulihan paska konflik dilaksanakan melalui rekonsiliasi,
rehabilitasi dan rekonstruksi.

Pada era reformasi terjadi secara mendasar perubahan format penyelenggaraan yang sebelumnya
sentralistik ke pemerintahan yang desentralistik. Pengelolaan pemerintah daerah dengan
mekasnisme desentraslisai memberikan kewenangan luas kepada pemerintah daerah untuk
merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijakan pembangunan termasuk pelayanan public, yang
sesuai dengan karakteristik daerah dan kebutuhan masyarakat local.

Dengan kebijakan desentralisasi pemerintahan, masyarakat diharapkan bias menikmati hasil


pembangunan secara merata sehingga kesejahteraan mereka meningkat. Namun perubahan format
penyelenggaraan urusan pemerintahan ternyata juga berdampak pada meningkatnya eskalasi
konflik local dan komunal di beberapa daerah seperti Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Aceh,
NTT Kalbar, Kaltim, Kalteng, Papua dan sebagian Sumatera ( Helmy Faisal yahya .Perdamaian dan
Pembangunan . Tabloid Bedah Desa edisi X tahun II 2012.p.28)Menurut Helmy berdasarkan hasil
identifikasi Kementerian PDT dari 183 kabupaten tertinggal 143 merupakan daerah rawan konflik.
Banyak factor yang menyebabkan dari factor potensi konflik komunal, persoalan ketimpangan
ekonomi, perebtutan sumber daya alam, sampai persoalan tanah dll ditambah lagi dengan kondisi
Indonesia yang heterogen.

Di satu sisi suatu anugerah bahwa Indonesia menjadi bangsa majemuk,multi etnis multi kultural di
sisi lain kondisi masyaraka majemuk tersebut menyimpan potensi konflik yang setiap saat bias
meledak. Di tambah lagi dengan warisan disparitas pembangunan dan relasi kehidupan social
kemasyarakatan secara horizontal baik mikro maupu makro.

RPJMN 2010-2014 menetapkan salah satu prioritas pembangunan nasional yaitu Daerah Tertinggal,
Terluar, Terdepan dan Paskakonflik. Karena itu UU 7 2012 merupakan upaya pemerintah untuk
melakukan penangan konflik secara komprehensif dan simultan secara terkoordinasi yang meliputi
aspek pencegahan, penghentian, dan pemulihan paskakonflik oleh seluruh pemangku kepentiangan
terkait.

Dalam konteks penanganan dan pencegahan konflik, upaya yang dilakukan pemerintah adalah
percepatan pembangauan daerah tertinggal, melakukan kebijakan integral melalui pembanguan
social ekonomi. Pemerintah mendorong penanganan konflik dan pencegahan dengan jalan
menciptakan perdamaian melalui pembangunan. Seperti kata Maurice Duverger dalam buku Political
Sociology dengan terciptanya kemakmuran akan mengurangi konflik. Pembanguan merupakan jalan
bagi terwujudnya kemakmuran. Mari kita wujudkan pembanguan melalaui pembangunan.

Otonomi daearah membawa harapan yang besar ketika digulirkan, (AB Susanto dkk dalam Reinvensi
Pembangunan Ekonomi Daerah; Penerbit : Esensi / erlangga Grup, Mei 2011) sebab inti dari
otonomi daerah adalah pendelegasian tugas melindungi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat
kepada pemerintah daerah. Melindungi berarti berupaya secara optimal untuk mencegah dan
menyelamatkan rakyat dari bencana yakni segala sesuatu yang menimbulkan kesusahan, kerugian
dan penderitaan. Pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk
mengupayakan agar rakyat merasa aman, tenteram dan makmur.

Pembangunan ekonomi daerah menghadapi tantangan yang semakin berat ditandai dengan laju
globalisasi, semakin eratnya hubungan antar wilayah, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi berkembangnya demokrasi dan partisipasi masyarakat serta makin tingginya tuntutan
masyarakat yang semakin kompleks struktur dan persoalan, semakin cerdas, semakin kritis.

Karena itu para penyelenggara harus menggunakan pola pikir yang diperbaharui terus menerus untk
dapat melakukan terobosan, reinvensi pemerintahan yang dicirikan oleh struktur dan budaya
birokrasi. Struktur dan hierarki serta aturan tidak boleh kaku melainkan responsive, birokrat harus
berani ambil keputusan berani mengambil resiko meningkatkan kerjsa sama yang efektif dalam
tubuh birokrasi meningkatkan kompetensi dan motivasi. Lembaga pemerintahan harus semakin
cepat dalam merespons berbagai peluang dan tantangan akibat perubahan yang sangat cepat.
Semangat entrepreneurship harus dipompakan kepada aparat pemerintahan, sebuah semangat
enterprising the government. Enterprise adalah lembaga yang keberhasilannya ditentukan oleh
kemampuanya dalam merespons lingkunganya. Enterprising the government adalah mengolah
sumber daya seperti layaknya sebuah enterprise agar dapat mengembangkan nilai sumber daya
secara optimal untuk kesejahteraan rakyatnya. Data stastistik dan geospasial dapat diolah menjadi
informasi yang bermanfaat dan dikemas dalam visualisasi dan pemetaan yang memudahkan para
pemangku kebijakan menganalisis dan mengambil kebijakan yang tepat sesuai kebutuhan dan
kondisi daerah. ( PP Nomor 85 tahun 2007 Jaringan Data Spasial Nasional).

Para pengelola pemerintahan di daerah harus menjadi orang-orang yang selalu mencari perubahan,
merespons perubahan tersebut serta memanfaatkanya secara maksimal sebagai peluang ( Peter
Drucker. Competitive Management) Kemampuan individual dari para pegawai haruslah terekplorasi
dalam banyak hal sehingga bias mengambil keputusn dan bertindak professional sesuai fungsi dan
tugas maupuan dalam kemampuan koordinasi dan kerjsama antar aparat yang produktif dan sigap.
Pola yang organisasi yang seperti ini menurut Gifford Pinchot disebut intelligence organization ( End
of bureaucracy and the rise of the intelligence organization ) pub. Berret – Koehler Publicers, 1 Jan
1993 . Di mana karyawan dapat mengerahkan segala pikiran dan kemampuan mereka untuk
menemukan dan memanfaatkan peluang secara optimal, menciptakan produk dan memecahakan
masalah.

Metode yang digunakan dalampenyusunan naskah akademik ini adalahmetode


sosiolegal. Dengan ini, maka kidah-kaidah hukum baik yang berbentuk peraturan perundang-
undangan, maupun kebiasaan dalam kegiatan Satpol PP dalam menyelenggarakan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat untuk dicari dan digali, untuk keudian
dirumuskan menjadi rumusan pasal-pasal yang dituangkan ke dalam rancangan peraturan
perundang-undangan (Ranperda). Metode ini dilandasi oleh sebuah teori bahwa hukum
yang baik hukum yang berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam masyarakat, bukan
semata-mata merupakan kehendak penguasa saja.
Secara sistematis penyusunan naskah akademik dilakukan melalui tahapan –tahapan
yang runtut dan teratur.Tahapan yang dilakukan :
a. Inventarisasi bahan hukum;
b. Identifikasi bahan hukum;
c. Sistematisasi bahan hukum;
d. Analisis bahan hukum; dan
e. Perancangan dan penulisan

Rangkaian tahapan dimulai dengan inventarisasi dan identifikasi terhadap sumber


bahan hukum yang relevan (primer dan skunder), yaitu peraturan perundang-undangan
yang brkaitan dengan keabsahan pengaturan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya
merupakan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja. Langkah berikutnya melakukan
sistematisasi keseluruhan bahan hukum yang ada. Proses sitematisasi ini juga diberlakukan
terhadap asas-asas hukum, teori-teori, konsep-konsep, doktrin serta bahan rujukan lainnya.
Rangkaian tahapan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pengkajian dari
permasalahan penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman masyarakat. Melalui rangkaian
tahapan ini diharapkan mampu memberi rekomendasi yang mendukung perlunya
reinterprestsi dan reorientasi pemahaman terhadap tugas dan wewenang Satuan Polisi
Pamong Praj dalam mewujudkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Secara garis besar proses penyusunan peraturan daerah ini meliputi tiga tahap yaitu:
1). Tahap konseptualisasi, 2). Tahap sosialisasi dan konsultasi publik, dan 3). Tahap proses
politik dan penetapan.
1. Tahap Konseptualisasi
Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan technical assistance yang dilakukan
oleh tim penyusun. Pada tahap ini tim penyusun melakukan konseptualisasi naskah
akademik dan perumusan Rancangan Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan
Ketentraman Mayarakat di Kabupaten Manggarai Timur yang dilakukan dengan
konsultasi dengan tim ahli, forumgroup dikusi dengan SKPD terkait. Dari forum group
diskusitersebut diharapkan akan mendapatkan masukan mengenai hal-hal yang diatur
dalam naskah akademik dan rancangan peraturan daerah tersebut.

2. Tahap Sosialisasi dan Konsultasi Publik


Pada tahap ini, tim penyusun melakukan sosialisasi dan konsultasi publik mengenai
Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat dan dilakukan
dengan diskusi yang dihadiri oleh stake holder. Target output kegiatan sosialisasi ini
adalah tersosialisasikannya rencana pembentukkan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat dan memperoleh masukan dari peserta
guna perbaikkan dan pnyempurnaan rancangan peraturan daerah.
3. Tahap Proses Politik dan Penetapan
Proses politik dan penetapan merupakan pembahasan Ranperda tentang Ketertiban
Umum dan Ketentraman Masyarakat. Tahap penetapan adalah tahap ketika Raperda
sudah disetujui antara DPRD Kabupaten Manggarai Timur dengan Kepala Daerah/Bupati
Kabupaten Manggarai Timur.

Anda mungkin juga menyukai