Anda di halaman 1dari 13

NASKAH AKADEMIS │III.

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait merupakan bagian yang akan
menentukan argumentasi yuridis pembentukan suatu peraturan perundang-udangan terkait
memberikan kontribusi terhadap aspek pengharmonisasian, pemantapan, dan pembulatan
konsepsi UU yang baru dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI Tahun 1945) dan Undang-Undang lainnya.

Evaluasi dan analisis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Evaluasi dan analisis
peraturan perundang-undangan terkait juga bertujuan untuk menghindari agar peraturan
perundang-undangan tidak saling bertentangan dan tumpang tindih sehingga peraturan
perundang-undangan dapat memberikan kepastian hukum.

Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan dilakukan dengan menguraikan peraturan


perundang-undangan yang ada saat ini terkait dengan substansi Naskah Akademis. Uraian dimulai
dengan ketentuan dalam batang tubuh UUD NRI Tahun 1945 dan UU lainnya yang diurutkan
berdasarkan tahun pengundangan terbaru. Evaluasi dan analisis dilakukan dengan mencari isu
penting dan menjelaskan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan

3.1 UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA TAHUN 1945

Tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ruang wilayah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wilayah yang meliputi ruang darat, ruang laut
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan
karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan
dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rayat. Hal ini sesuai dengan Pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.” Pasal tersebut kemudian diturunkan dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa penataan ruang
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas
keterpaduan; keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; keberlanjutan; keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan; keterbukaan; kebersamaan dan kemitraan; perlindungan kepentingan umum;
kepastian hukum dan keadilan; dan akuntabilitas. Sementara dalam Pasal 3 disebutkan bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
dengan:
1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
NASKAH AKADEMIS │III. 2

2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
3. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang.

3.2 POKOK-POKOK PIKIRAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT


3.2.1 UNDANG-UNDANG Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional

Prinsip Pembangunan Nasional sesuai dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 yaitu
kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan serta kemandirian dengan
menjaga keseimbangan kemajuan, dan kesatuan Nasional. Sistem perencanaan Pembangunan
Nasional diselenggarakan berdasarkan Asas Umum Penyelenggaraan. Undang-undang ini
membahas tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM), dan tahunan.

Sistem perencanaan pembangunan nasional dalam Undang-Undang ini mencakup lima pendekatan
dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu:
1. politik;
2. teknokratik;
3. partisipatif;
4. atas-bawah (top-down); dan
5. bawah-atas (bottom-up)

Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan yakni:


1. penyusunan rencana;
2. penetapan rencana;
3. pengendalian pelaksanaan rencana; dan
4. evaluasi pelaksanaan rencana.

Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik,
menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan
rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah
disiapkan. Langkah ketiga adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan
rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir
rencana pembangunan.

Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua
pihak untuk melaksanakannya. Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka
panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah, rencana
pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala
NASKAH AKADEMIS │III. 3

Daerah dan rencana pembangunan tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan


Presiden/Kepala Daerah.

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya


tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi
dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/
Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan
menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara
sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan inforrnasi untuk menilai pencapaian sasaran,
tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran
kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indicator dan sasaran kinerja
mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak
(impact).

Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun


Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan
atau terkait dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek
pembangunan, Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan
petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran
yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.

3.2.2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah


dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran
bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi
kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan
hidup bangsa dan negara secara keseluruhan yang terdapat pada pasal 10 terdiri dari politik luar
negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan agama.

Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren artinya urusan
pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat
konkuren senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan
yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada
kabupaten/kota. Pasal 11 menyebutkan bahwa, urusan pemerintahan konkuren, meliputi urusan
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas
urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak
berkaitan dengan pelayanan dasar. Pasal 12 juga mnyebutkan bahwa, urusan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar terdiri atas 6 (enam) urusan yaitu:
NASKAH AKADEMIS │III. 4

1. Pendidikan,
2. Kesehatan,
3. Pekerjaan umum dan penataan ruang,
4. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman,
5. Ketenteraman,
6. Ketertiban umum dan pelindungan masyarakat, dan social.

Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yaitu
meliputi:
1. Urusan tenaga kerja,
2. Pemberdayaan perempuan,
3. Perlindungan anak,
4. Pangan,
5. Pertanahan,
6. Lingkungan hidup,
7. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil,
8. Pemberdayaan masyarakat dan desa,
9. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana,
10. Perhubungan,
11. Komunikasi dan informatika,
12. Koperasi dan ukm,
13. Penanaman modal,
14. Kepemudaan dan olah raga,
15. Statistik,
16. Persandian,
17. Kebudayaan,
18. Perpustakaan dan kearsipan.

Selain urusan wajib, terdapat urusan pemerintah pilihan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral,
perdagangan, perindustrian dan transmigrasi. Pasal 13 menyebutkan bahwa pembagian urusan
pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah
Kabupaten/Kota, didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional.

Urusan pemerintah yang berkaitan dengan penataan ruang termasuk dalam urusan pemerintahan
bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, dan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah Kabupaten adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan sumber daya alam dan bangunan pengaman pantai pada wilayah sungai dalam 1
(satu) daerah Kabupaten/Kota.
2. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang
luasnya 1000 ha, dalam 1(satu) daerah Kabupaten/Kota.
3. Pengelolaan dan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di Daerah Kabupaten/Kota.
NASKAH AKADEMIS │III. 5

4. Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan dalam daerah kabupaten/kota.


5. Pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik dalam daerah kabupaten/kota.
6. Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase yang terhubung langsung dalam daerah
Kabupaten/Kota.
7. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di daerah kabupaten/kota.
8. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di daerah kabupaten/kota.
9. Penyelenggaraan jalan kabupaten/kota.
10. Penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi.
11. Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah kabupaten/kota.
12. Penerbitan izin usaha jasa konstruksi nasional (nonkecil dan kecil);
13. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi.
14. Penyelenggaraan penataan ruang daerah kabupaten/kota

Pasal 17 menyebutkan bahwa Pemerintah kabupaten/kota berhak menetapkan kebijakan Daerah


untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti yang
disebutkan di atas. Dalam menetapkan kebijakan daerah tersebut, Pemerintah Daerah harus
berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan pemerintah pusat.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terkait dengan kewenangan
pemerintah daerah Kabupaten dalam penataan ruang;
1. Peraturan perundang-undangan yang mengatur teknis dan bentuk produk hukum penataan
ruang:
a. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan;
b. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah;
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
2. Peraturan perundang-undangan yang mengatur materi teknis Rencana Tata Ruang dan
Rencana Rinci Tata Ruang:
a. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang;
c. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan
Kembali, Revisi, Dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Kabupaten, Kota, Dan Rencana Detail Tata Ruang.
NASKAH AKADEMIS │III. 6

3.3 PERATURAAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR MATERI TEKNIS


RENCANA TATA RUANG WILAYAH
3.3.1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditetapkan sebagai
penyempurnaan dari Undang – Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, terutama
didasarkan atas pertimbangan beberapa perkembangan yang perlu diakomodasikan untuk
mewujudkan tata ruang yang lebih baik, antara lain :
1. Situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip keterpaduan,
keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang
baik;
2. Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang semakin besar
kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga pelaksanaan
kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah,
serta tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah; dan
3. Kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap penataan ruang yang
memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang agar
sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Ruang wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana,
berdaya guna dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga
kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan
umum dan keadilan sosial. Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang
berkembang terhadap pentingnya penataan ruang mendorong diperlukan penyelenggaraan
penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan. Posisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada
pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.

Dalam pasal 31 secara spesifik disebutkan bahwa kewenangan pemerintah daerah


kabupaten/kota bahwa penyelenggaraan penataan ruang, meliputi:
1. Pengaturan,
2. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota
dan kawasan strategis kabupaten/kota,
3. Pelaksanaan penataan ruang kabupaten/kota, pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota dan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci
tata ruang, dimana secara berhirarki rencana tata ruang terdiri atas:
1. Rencana tata ruang wilayah nasional,
NASKAH AKADEMIS │III. 7

2. Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan


3. Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
4. Rencana rinci tata ruang terdiri atas:
a. Rencana tata ruang pulau/kepulauan;
b. Rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
c. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi;
d. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota; dan
e. Rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun, untuk
mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
nyata, luas, dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses
perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan
antardaerah, antara pusat dan daerah, antar sektor, dan antar pemangku kepentingan. Penataan
ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan
kawasan, dan nilai strategis kawasan.

Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan,
melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis
kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdayaguna, dan
berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan
pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

3.3.2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Penataan


Ruang

Pengaturan penataan ruang wilayah dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi


dan/atau mengkordinasikan keterpaduan pembangunan dalam mendukung penataan ruang
wilayah.

Pelaksanaan perencanaan tata ruang diselenggarakan untuk menyusun rencana tata ruang sesuai
prosedur; menentukan rencana struktur ruang dan pola ruang yang berkualitas; dan menyediakan
landasan bagi pelaksanaan pembangunan sektoral dan kewilayahan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Perumusan konsepsi dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
harus memperhatikan beberapa hal berikut.
1. rencana pembangunan jangka panjang daerah provinsi;
2. rencana pembangunan jangka menengah daerah provinsi;
3. rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
4. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten;
5. perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian implikasi penataan
ruang kabupaten;
6. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi;
NASKAH AKADEMIS │III. 8

7. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;


8. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
9. kondisi dan potensi sosial masyarakat;
10. neraca penatagunaan tanah dan neraca penatagunaan sumber daya air;
11. pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
12. kebijakan pembangunan nasional yang bersifat strategis.

Dalam Pasal 69 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 menyebutkan bahwa Prosedur
penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten meliputi:
1. Pengajuan rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten dari Bupati dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten;
2. Pembahasan rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten untuk menyepakati substansi
yang akan disampaikan kepada Menteri;
3. Penyampaian rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten dari bupati kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi;
4. pembahasan lintas sektor dalam rangka penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri
bersama kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten, dan seluruh Pemangku Kepentingan terkait;

3.3.3 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia No 11 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan
Kembali, Revisi, Dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, Dan Rencana Detail Tata Ruang.

3.4 KETERKAITAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keterkaitan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima dengan Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang
tata cara penyusunan, peninjauan kembali, revisis, dan penerbitan persetujuan substansi rencana
tata ruang wilayah provinsi, kabupaten, kota dan rencana detail tata ruang, pada pokoknya
dikemukakan sebagai berikut:
1. Pasal 8 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
dan Kota menyebutkan bahwa muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota
meliputi:
a. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang;
b. Rencana struktur ruang;
c. Rencana pola ruang;
d. Penetapan Kawasan strategis;
e. Arahan pemanfaatan ruang; dan
NASKAH AKADEMIS │III. 9

f. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang.


2. Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyebutkan bahwa masa berlaku Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota yaitu 20 (dua puluh) tahun sejak peraturah daerah tentang Rencana Tata
Ruang kabupaten/kota diundangkan. Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota dapat
ditinjau Kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dilakukan melalui tahapan:
a. persiapan;
b. pengumpulan data dan informasi;
c. pengolahan data dan analisis data;
d. perumusan konsep; dan
e. penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
4. Pasal 7 ayat (5) menyebutkan bahwa penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan
daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat(1) huruf e meliputi:
a. Penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
b. Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota;
c. Pembahasan rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota.
5. Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a merupakan terjemahan dari visi dan misi
pengembangan wilayah kabupaten/kota yang dapat dicapai dalam jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun.
6. Pasal 9 ayat (2) struktur ruang sebagaimana dimaksud pasal 8 huruf b meliputi:
a. Sistem perkotaan untuk wilayah kabupaten dan sistem pusat pelayanan untuk wilayah
kota; dan
b. Sistem jaringan prasarana wilayah daerah kabupaten, atau kota.
7. Pasal 9 ayat (3) rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pasal 8 huruf c meliputi:
a. Kawasan lindung; dan
b. Kawasan budidaya.
8. Pasal 9 ayat (4) penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf e
merupakan arahan pembangunan atau pengembangan wilayah daerah kabupaten atau kota
yang penataan ruangnya diprioritaskan.
9. Pasal 9 ayat (6) pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
huruf f meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk wilayah daerah kabupaten atau kota;
b. ketentuan perizinan untuk wilayah daerah kabupaten atau kota;
c. ketentuan insentif dan disinsentif untuk wilayah daerah kabupaten atau kota; dan
d. Arahan sanksi untuk daerah kabupaten atau kota.
NASKAH AKADEMIS │III. 10

3.5 HARMONISASI SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa
perubahan terhadap paradigma penyelenggaraan pemerintahan, salah satu perubahan mendasar
adalah dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah, dimana daerah diberi kewenangan untuk
menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten merupakan urusan yang
berskala kabupaten, meliputi:
1. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
2. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Penataan ruang pada hakekatnya didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung
lingkungan serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan
dan keseimbangan subsistem. Hal ini berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada
karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya
dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan
ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama.

Gambar 3.1
Siklus Penataan Ruang

Selanjutnya kewenangan Pemerintah Kabupaten Bima dalam menyelenggarakan Rencana Tata


Ruang Wilayah (RTRW), baik perencanaan, pengaturan, penetapan dan pemanfaatan tata ruang
Kabupaten memperhatikan:
1. karakteristik penduduk dan adat budaya setempat;
NASKAH AKADEMIS │III. 11

2. penyediaan tanah untuk fasilitas sosial dan umum, jaringan prasarana jalan, pengairan, dan
utilitas;
3. keberpihakan kepada masyarakat miskin;
4. daerah-daerah rawan bencana;
5. penyediaan ruang terbuka hijau serta penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(KP2B);
6. pengendalian pemanfaatan ruang melalui ketentuan umum zonasi;
7. pemberian insentif dan disinsentif; dan
8. pemberian sanksi.

Dengan demikian, perlu adanya suatu kebijakan nasional, kebijakan provinsi dan kebijakan
kabupaten tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan
ruang. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dan masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus
dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan
ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang sebagai dasar Pemerintah daerah
Kabupaten Bima dalam mengelola serta memanfaatkan ruang wilayah yang ada. Pemanfaatan
ruang ditujukan untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah dan untuk
mewujudkan keserasian pembangunan wilayah Kabupaten Bima dengan wilayah sekitarnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang, menyatakan bahwa:
1. Wewenang pemerintah daerah Kabupaten penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
wilayah Kabupaten dan kawasan strategis kabupaten;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten; dan
d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.
2. Wewenang pemerintah daerah kabupaten dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah
kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten;
b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
3. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten.
NASKAH AKADEMIS │III. 12

4. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
pemerintah daerah kabupaten mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan
petunjuk pelaksanaannya.
5. Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4), pemerintah daerah kabupaten:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci
tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten; dan
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
6. Dalam hal pemerintah daerah kabupaten tidak dapat memenuhi standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah kabupaten dapat mengambil langkah
penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan diatas kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima
adalah:
1. sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun rencana program jangka panjang nasional,
provinsi dan kabupaten, penyelaras bagi kebijakan rencana tata ruang nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dan pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Bima sampai pada Rencana Tata Ruang
(RTR) Kawasan Strategis Kabupaten;
2. sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antarwilayah lain yang
berbatasan dengan kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten, lintas kabupaten/kota dan
lintas ekosistem serta kawasan strategis Kabupaten Bima.

Berdasarkan evaluasi dan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dikemukakan di atas,


maka sudah seharusnya Pemerintah Kabupaten Bima membentuk Peraturan Daerah Kabupaten
Bima tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2020 - 2040 dalam rangka
meningkatkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem, keterpaduan pembangunan
dalam wilayah Kabupaten Bima dengan wilayah sekitarnya serta sebagai pedoman dan dasar bagi
penyusunan rencana dan program pembangunan di Kabupaten Bima baik jangka menengah
maupun jangka panjang.

3.6 PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Penyusunan RTRW Kabupaten Bima dilakukan pada tahun 2011 dan ditetapkan pada tahun
tersebut, yakni tahun 2011 dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang diterbitkan
pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu setelah ditetapkannya Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten hingga dilaksanakan PK saat ini, ada beberapa
peraturan perundang-undangan yang sudah tidak berlaku (dicabut), diubah, maupun munculnya
peraturan perundang-undangan baru. Peraturan perundang-undangan tentunya perlu diacu
sebagai landasan legal yang mendasari terbitnya RTRW Kabupaten Bima.
NASKAH AKADEMIS │III. 13

Anda mungkin juga menyukai