Anda di halaman 1dari 52

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI BERITIKAD BAIK

DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBELIAN OBYEK


JAMINAN HAK TANGGUNGAN

Oleh :
Nama : Parmo
NIM : 202002026115
Dosen : Dr. Maryano, SH., MH, CN
Mata Kuliah : Budaya Hukum

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM


UNIVERSITAS JAYABAYA
2021
A. Latar Belakang Masalah

Perlindungan hukum merupakan konsekuensi dari asas negara hukum

berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Salah satu bentuk kewajiban negara menyiapkan

instrumen-instrumen hukum kepada setiap warga negaranya. Konsekuensi

tersebut merupakan bagian dari fungsi kebijakan kehidupan bernegara. Menurut

Padmo Wahyono, pembentukan mekanisme perundang-undangan sebagai

kelanjutan dari hukum dasar tertulis dan tidak tertulis, menyelidiki pasal-pasalnya,

bagaimana penerapannya, suasana kebatinannya, perumusan teks perundang-

undangan, suasana terciptanya naskah Perundang-undangan tersebut, keterangan-

keterangan berkaitan proses pembentukannya. Kesemuanya berkaitan dengan


pengaturan dalam konstitusi mengenai organisasi kenegaraan. Perlu dicatat

beberapa tahap pelaksanaan ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara yang

dipengaruhi oleh keadaan dan waktu.1

Uraian di atas tersirat makna adanya kontiunitas dari upaya menciptakan

kepastian hukum melalui pembentukan sistern peraturan perundang-undangan

hingga tahap implementasi berdasarkan kebutuhan masyarakat dalam ruang dan

waktu yang mempengaruhi ranah praksis. Negara menciptakan suatu sistem

hukum nasional yang berlandaskan kepada pembentukan politik hukum nasional.

Menurut Mochtar Kusurna Atmadja, politik hukum nasional dalam anti

yang umum digunakan meliputi politik hukum dan perundang-undangan,

penerapan serta penegakkannya. Pada negara berkembang, politik hukum nasional

mencakup juga kebijakan atau politik pembangunan atau pernbinaan hukum

nasional. Politik pernbinaan hukum nasional sebagai suatu sub-sistern politik

hukum nasional, yang pada prinsipnya sudah ada, narnun, yang belum tersedia

adalah politik hukum nasional itu sendiri 2. Sebagian unsur politik hukum nasional

sudah tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (untuk selanjutnya

disebut GBHN) Tahun 1973 melalui TAP MPR/XI/73. 3 TAP MPR tersebut

merupakan pedoman garis besar bagi kebijakan pemerintah di bidang pembinaan

atau pembaharuan hukum nasional. GBHN tersebut Adalah produk politik secara

resmi dan transparan dari pihak MPR, yang dapat dibaca secara terbuka oleh

semua organ, dan dapat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia,

1
Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1986, hlm. 17-18
2
Mochtar Kusuma-Atmadja & B. Arief Sidharta, Pengantar llmu Hukum,
Bandung:Alumni, 2000, hlm. 126-127
3
Lihat Garis-Garis Besar Haluan Negara, 1998. Bab IV. Sektor 3 Bidang Hukum
sehingga organ-orang negara-negara lainpun tahu bagaimana kondisi penegakan

hukum tanah air kita.

Eksistensi suatu TAP MPR pernah dihapuskan dalam tata urutan peraturan

perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentul:an Peraturan Perundang-Undangan. Namun, Ketetapan (TAP) MPR

tersebut kembali diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pernbentukan Peraturan Pertmdang-Undangan.

Dalam kurun waktu 32 tahtun pernerintahan orde baru di bawah

kepemimpinan nasional yang sama (Presiden Soeharto), MPR telah berhasil

menetapkan sebanyak 6 GBHN (GBHN 1973, 1978, 1983, 1988, 1993 dan 1998).

Artinya setiap sidang 5 tahunan, MPR menjalankan tugas rutin menetapkan

GBHN yang akan diamanatkan kepada Presiden. Rutinitas yang dilakukan oleh

MPR ini seakan tidak mqlihat faktor nil kebutuhan dan perkembangan hukum

masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari format dan rumusan tujuan pembangunan

nasional dari keseluruhan GBHN tersebut satu sama lain memiliki kesamaan

yaitu:

"PembangunanNasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

adil dan makmur yang materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bersatu dalam

suasana peri kehidupan Bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta

dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai".

Bertitik tolak pada Tujuan Pembangunan Nasional yang dirumuskan dalam

GBHN 1998 lebih elaboratif karena mulai memasukan arah kebijaksanaan


pembangunan hukum yaitu4: "Memelihara ketertiban dan kepastian hukum yang

mampu mengayomi masyarakat sebagai salah satu syarat bagi terciptanya

stabilitas nasional yang mantap. Untuk itu perlu dilakukan langkah-fangkah

pembinaan aparatur penegak hukum, meningkatkan kemampuan dan

kewibawaannya, dan membina kesadaran hukum masyarakat".

Melihat rumusan arah dan program tersebut, tidak ada tindakan evaluatif

dari MPR atas capaian program pembangunan hukum berdasarkan GBHN

sebelumnya. Penekanan pada paradigma pembangunan untuk mewujudkan

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, menempatkan pembangunan hukum

sebagai penunjang atau pelengkap pembangunan ekonomi. Sebagaimana hal itu

ditegaskan pada arah pembangunan jangka panjang (butir 3):5

"Sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan

yang kuat bagi Bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas

kekuataannya sendiri menuju masyarakat yang adil makmur berdasarkan

Pancasila. Sedangkan titik berat dalam Pembangtnnan jangka panjang adalah

pembangunan bidang ekonomi den-an sasaran utama tmtuk rnencapai

keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri, serta terpenuhinya

kebutuhan pokok rakyat,yang berarti bahwa sebagian besar dari usaha

pembangunan dibidang-bidang lainnya bersifat menunjang dan melengkapi

bidang ekonomi. Pembangunan di luar bidang ekonomi dilaksanakan seirama dan

serasi dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang ekonomi".

Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan GBHN 1999-2004, dimana


4
Lihat Garis-Garis Besar Haluan Negara 1998 Bab III Arab Pembangunan Jangka
Panjang
5
Lihat Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 bagian Tujuan dan Maksud
dalam Maksud dan Tujuan, ditegaskan sebagai berikut:6

"Garis-garis Besar Haluan Negara ditetapkan dengan maksud memberikan

arah penyelenggaraan negara dengan tujuan mewujudkan kehidupan yang

demokratis, berkeadilan sosial, melindungi haKasasi manusia, menegakkan

supremasi hukum dalam tatanan masyarakat dan bangsa yang beradab, berakhlak

mulia, mandiri, bebas, maju dan sejahtera untuk kurun waktu lima tahun ke

depan."

Di dalam GBHN 1999-2004 telah mengungkapkan suatu pengakuan atas

terjadinya dekadensi moral hukum yang sangat krusial, sebagaimana tertuang

sebagai berikut: "Di bidang hukum terjadi perkembangan yang kontroversial,

disatu pihak produk materi hukum, pernbinaan aparatur, sarana dan prasarana

hukum menunjukkan peningkatan. Namun, dipihak lain tidak diimbangi dengan

peningkatan integritas "moral dan profesionalisme aparat hukum, kesadaran

hukum, mutu pelayanan serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum

sehingga mengakibatkan supremasi hukum belum dapat diwujudkan.

Tekad untuk memberantas segala bentuk penyelewengan sesuai tuntutan

reformasi seperti korupsi, kolusi, nepotisme, serta kejahatan ekonomi keuangan

dan penyalahgunaan kekuasaan belum diikuti langkah-langkah nyata dan

kesungguhan pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menerapkan dan

menegakkan hukum, terjadinya campur tangan dalam proses peradilan, serta

tumpang tindih dan kerancuan hukum mengakibatl:an terjadinya krisis hukum."

Sebagai akibat-dari munculnya refonnasi total yang dihembuskan tahun

1998-1999, Pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan B.J, Habibie, banyak


6
Lihat Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 bagian Tujuan dan Maksud
mengeluarkan dan mensahkan peraturan perundang-undangan, yaitu sebanyak 57

Undang-undang dan 1(satu) Perpu. Pada masa Pernerintahan Abdurrahman Wahid

(Gus Dur) sebanyak 27 Undang-undang. Legislator dalam membentuk peraturan

perundang-undangan tersebut belum mencerminkan politik hukum dan sistem

hukum yang mengidentikan sebagai peraturan yang bersumber kepada jati diri

bangsa. Mayoritas produk hukum yang disahkan merupakan jawaban atas

desakan-desakan, terhadap bidang-bidang yang selama masa orde baru (era

Presiden Soeharto) termasuk ke dalam bidang-bidang hukum yang mandul

implementasinya. Produk hukum-hukum dan sistem hukum di Indonesia.

Salah satu aturan yang mendesak untuk masuk ke dalam pemikiran guna

mencapai tujuan dari pembangunan nasional yaitu kepastian hukum dan keadilan,

adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHTNomor

4/1996), yang sampai saat ini masih diberlakukan. Apabila diperhatikan dalam

Konsideran Menimbang huruf a UU Nomor 4/1996 yang menegaskan: "bahwa

dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada

bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga

memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian

hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong

peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan

masyarakat yang sqjahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945."

Terhadap landasan filosofis tersebut, menurut Stmaryati Hartono,


perencanaan pembangunan hukum nasional harus searah den-an pembangunan di

sektor lainnya, khususnya penyesuaian dan pembaharuan hukum yang merupakan

sarana dan prasarana bagi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi sebagai

bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945.7

Pandangan tersebut di atas, berlandaskan suatu pemikiran bahwa dinamika

bidang bisnis yang sangat pesat tanpa diimbangi pembaharuan dan pembentukan

hukum yang sesuai akan menimbulkan ketimpangan, bahkan dapat

membahayakan perkembangan bidang ekonomi itu sendiri.8 Kepastian dan

keadilan menjadi suatu asas yang sangat penting bagi setiap orang yang terlibat

dalam dunia bisnis, terlebih dinamika dunia bisnis sangat bervariasi sehingga

memunculkan varian-varian baru berdasarkan asas kesepakatan dan asas pacta

sunt servanda.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu

untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945, kiranya perlu dilaksanakan pembangunan di segala

bidang, termasuk dalam hal ini adalah pembangunan dalam bidang ekonomi.

Dalain melaksanakan pembangunan di biding, ekonomi ini, faktor petnbiayaan

merupakan syarat yang tnempunyai peranan yang sangat penting. 9 Masyarakat

berusaha menunjang pembangunan dengan cara mengembangkan berbagai usaha


7
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Saw Sistem Hukum Nasional,
Bandung:Alumni, 1991, hlm. 35.
8
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang
Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1996, hlm. 8.
9
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 2
untuk untuk mengembangkan kehidupan perekonomiannya.

Masyarakat Indonesia dalam mengembangkan kehidupan

perekonomiannya masih membutuhkan modal terutama dari segi keuangan.

Dalam kondisi perekomian dewasa ini, banyak cara yang dilakukan agar

mendapatkan apa yang diinginkan, terutama bagi para pengusaha maupun orang-

orang yang bekerja di lingkungan industri, dirnana mereka masih berada dalam

tahap untuk, meningkatkan usaha, sehingga segi permodalan (uang) menjadi

masalah utamanya.

Lembaga yang dapat melayani masyarakat dalam memperoleh pinjaman

atau kredit sangat diperlukan oleh masyarakat, karena salah satu cara untuk

mendapatkan modal tersebut yaitu melalui perkreditan. Salah satu lembaga

keuangan yang dapat membantu memberikan solusi mengenai permasalahan

permodalan adalah perbankan. Pengertian bank seperti yang tercantum dalam

Pasal langka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa:

"Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak".

Dalam berbagai literatur hukum perdata, asas itikad baik kurang mendapat

perhatian dibanding asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas

pacta sunt servanda. Padahal disadari atau tidak, kedudukan asas itikad baik

sangat penting. Sebelum para pihak melangkah menuju petjanjian, menyepakati

perjanjian, dan akhirnya harus rnelaksanakan perjanjian, semua harus didasari


dengan itikad baik. Tanpa didasari itikad baik, dapat dipastikan perjanjian jual beli

tanah, akan terseret dalam sengketa dan merugikan salah satu atau para pihak itu

sendiri. Berangkat dari pemikiran tersebut, paling tidak ada tiga alasan yang

menjadikan penelitian ini perlu untuk dilaksanakan.

Pertama, keberadaan asas itikad baik dalam hubungannya dengan jual beli,

pada ranah normatif, terutama dinyatakan dalam kaitannya dengan upaya untuk

memberikan perlindungan bagi pembeli yang beritikad baik. Putusan sengketa-

sengketa perdata yang terkait dengan permasalahan pembeli beritikad baik ini

mengandung suatu dilema hukum, karena menempatkan dua belah pihak yang

tidak bersalah (pemegang hak asal dan pembeli yang beritikad baik) meminta

siapa yang harus dianggap benar. Lalu, pihak mana yang harus mendapat

"perlindungan hukum", apakah (1) pemegang hak atas tanah asal yang harus

mendapat perlindungan hukum; atau (2) pembeli yang beritikad baik yang layak

memperoleh perlindungan hukum.

Dengan demikian, pertanyaan hukum yang harus dijawab oleh hakim

dalam hal ini adalah apakah gugatan penggugat harus dikabulkan, sehingga

pembeli yang beritikad baik harus mengembalikan tanah yang dikuasainya kepada

pemegang hak asal atas tanah, ataukah sebaliknya, gugatan harus ditolak, karena,

sebagai pembeli yang beritikad baik, maka pihak ketiga yang beritikad baik harus

dilindungi untuk menguasai (dan memiliki) tanah tersebut.

Dalam praktek peradilan, selama ini sepertinya telah diyakini bahwa

pembeli yang beritikad baik wajib dilindungi. Namun, peraturan perundang

undangan yang berlaku tidak memberikan suatu petunjuk yang jelas tentang siapa
yang dapat dianggap sebagai "Pembeli Yang Beritikad Baik" tersebut. Meskipun

demikian, Pasal 531 KUH Perdata menyebutkan bahwa bezit itu beritikad baik,

apabila si pemegang kedudukan berkuasa "memperoleh kebendaan dengan cara

memperoleh hak milik di mana ia tidak mengetahui adanya cacat atau kekurangan

di dalamnya".

Selanjutnya, Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata hanya menyatakan bahwa

perjanjian harus dilaksanakan berdasackan itikad baik, namun juga tidak memuat

lebih lanjut siapa pembeli beritikad baik itu. Hat ini mungkin bisa dipahami,

karena asas itikad baik berada di wilayah "nilai" yang tidak mudah untuk

diturunkan dalam bentuk norma yang konkrit dan terang-benderang

penjelasannya.

Kedua, apabila kita cermati isi situs "Direktori Putusan Mahkamah

Agung", terlihat bahwa salah satu klasifikasi dalam perkara perdata yang paling

banyak muncul adalah sengketa tanah. Hal ini mengisyaratkan bahwa secara

kuantitas sengketa tanah lebih banyakjika dibandingkan dengan sengketa perdata

dengan objek lainnya. Sehubungan dengan itu, tak mengherankan jika sejumlah

akadernisi, praktisi, dan aktivis pernah melontarkan gagasan bahwa sengketa

tanah perlu ditangani oleh lembaga peradilan tersendiri. Pertanyaan yang mungkin

kemudian juga muncul, mengapa sengketa yang berbasis pada hak atas tanah bisa

banyak terjadi Perjanjian jual beli tanah di Indonesia membuka celah atau potensi

munculnya itikad buruk pada salah satu pihak atau masing-masing pihak. Jika kita

memeriksa berbagai variabel yang mengitari permasalahan perjanjian jual beli

tanah, maka tingginya sengketa tanah sebagaimana tergambar sebelumnya adalah


hal yang lumrah, mengingat baik teori, maupun praktek, perjanjian jual beli tanah

memang menunjukkan potensi timbulnya sengketa sangat besar.

Belajar dari pengalaman mempelajari sejumlah putusan pengadilan,

sebagian masyarakat masih cenderung meremehkan soal kepastian hukum dalam

perjanjian jual beli tanah, misalnya jual beli dilakukan hanya atas dasar

kepercayaan, tanpa ditindakianjuti perjanjian yang mengatur secara rigid

mengenai seluruh hal yang diperjanjikan. Lebih dari itu, praktek jual beli tanah di

Indonesia tidak saja masih memperlihatkan adanya perjanjian yang dibuat dalam

bentuk akte di bawah tangan, akan tetapi ju~~a masih ada yang dibuat secara lisan

atau tidak tertulis. Secara yuridis formal, perjanjian jual beli tanah seperti ini tentu

sangat 'rapuh'. Apabila para pihak beritikad baik, mungkin perjanjian yang 'rapuh'

itu tidak akan menjadi masalah di kernudian hari. Akan tetapi, apabila salah satu

pihak beritikad buruk, maka tentu mudah berubah menjadi sengketa dan

merugikan pihak lainnya.

Potensi timbulnya sengketajuga disebabkan adanya fakta bahwa sumber

hukum perjanjian jual beli tanah yang masih beragam. Dalam hubungannya

dengan soal keberagaman norma hukum yang digunakan sebagai acuan dalam

praktek perjanjian jual beli tanah di Indonesia, setidaknya kita akan menernukan

adanya tiga jenis peraturan yang berbeda satu sarna lainnya, yakni UU No 5

Tahun 1960 (UUPA) serta aturan pelaksananya, Hukum Perdata, dan KUH

Perdata. Meskipun dalam konteks perjanjian jual beli tanah KUH Perdata

dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, akan tetapi sebagai salah satu bentuk

perjanjian, dalam perjanjian jual beli tanah juga tidak bisa begitu saja diabaikan
keberadaan KUH Perdata yang memang mengatur masalah perjanjian secara lebih

lengkap.

Para pihak yang melakukan perjanjian jual beli menggunakan hukum yang

beragam menimbulkan konsekuensi hukum yang beragam pula, karena adanya

sejumlah perbedaan baik persepsi dasar, bentuk, maupun syarat-syarat lainnya

dalam perjanjian jual beli tanah, di antara masing-masing norma hukum yang

menjadi pegangan.

Dari segi persepsi dasar, misalnya, mentutut KUH Perdata perjanjian jual

beli sudah terjadi manakala ada kesepakatan dari masing-masing pihak, tanpa

memperhatikan apakah harus dilakukan di depan PPAT ataukah tidak, namun

menurut UUPA perjanjian jual beli tanah seharusnya dilakukan di depan PPAT.10

10 Kemudian, dilihat dari segi penuntasan atau penyelesaian, KUH Perdata

membedakan antara tahap kesepakatan jual beli dengan tahap penyerahan, di

mana setelah kesepakatan dibuat kemudian baru ditindak lanjuti dengan perbuatan

hukum penyerahan; sedangkan hukum agraria dan hukum adat memiliki asas

nyata, tunai, dan kontan, sehingga penyerahan dianggap telah terjadi berbarengan

dengan terjadinya kesepakatan jual beli.

Selain masalah pluralisme hukum, tantangan ketiga dalam perjanjian jual

beli tanah juga akan muncul dari corak alas hak atau dokumen kepemilikan yang

dalam hal ini berkaitan erat dengan kewenangan pengalihan hak atas tanah atau

kewenangan bertindak untuk menjual. Dalam hal ini, dokumen kepemilikan tanah

di Indonesia juga masih sangat beragam, seperti ada dokumen kepemilikan yang

berdasarkan Sertifikat tanah dan ada yang hanya berupa dokumen pajak. Lebih
10
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Jakarta: BPHN, 1977, hlm. 10
dari itu, persepsi masyarakat dengan persepsi hukum mengenai kedudukan masinb

masing dokumen tersebutjuga masih berbeda, terutama terhadap dokumen pajak,

sehingga dalam hal ini tidak sedikit masyarakat mernandang bahwa dokumen

pajak di samping merupakan dokumen bukti pembayaran pajak juga merupakan

dokumen kepemilikan.

Padahal, secara yuridis formal, baik dalam administrasi pajak maupun

administrasi pertanahan, dinyatakan bahwa doktunen pajak bukanlah dokumen

kepemilkan (recht kcrdaster) melainkan hanya alat bukti pembayaran pajak

(fiscncrl kadaster). Bahkan dalam hal dokumen kepernilikan berupa Sertifikat

pun, dalam banyak hal kewenangan seseorang untuk melal:ukan peralihan hak

atas tanah tidak jarang masih tersandung dengan masalah asal-usul timbulnya hak

seseorang atas tanah, terutama jika berasal dari kewarisan.

Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), telah diatur suatu lembaga jaminan hak atas

tanah atau tanah dan bangunan yang disebut dengan Hak Tanggungan, yang

pengaturannya akan diatur lebih lanjut dengan suatu undang-tmdang. Berkaitan

dengan hal tersebut, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berl:aitan Dengan

Tanah (UUHT).

Dengan diundangkannya UUHT pada tang-a] 9 April 1996, maka segala

ketentuan mengenai Creditverband dalam Buku ll Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang diberlakukan berdasarkan Pasal 57 UUPA dinyatakan tidak berlaku

lagi. Hal ini dimaksudkan untuk mengantarkan bangsa Indonesia ke era Hak
Tanggungan yang bersifat nasional. Pengertian Hak Tanggungan berdasarkan

Pasal layat (1) UUHT, yaitu11 "Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda

yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah

hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagairnana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur

lain."

Pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan merupakan suatu

perjanjian penjaminan yang bersifat accessoirterhadap perjanjian pokok, yaitu

perjanjian kredit, yang bermanfaat selain untuk menjamin pelunasan atau

pelaksanaan kewajiban debitur terhadap kreditur, jugamemberikan suatu

kemudahan dalam penyelesaian sengketa apabila debitur wanprestasi. Hal ini

disebabkan karena hukum memberikan hak kepada pihak yang merasa dirinya

dirugikan untuk bertindak langsung pada tahap realisasi paksa hak

(eksekusi)apabila pihak lawan mengingkari kewajibannya. 12 Pelaksanaan ekskusi

atas jam inan hutang oleh kreditur pada prinsipnya b.ukan merupakan satu-

satunya i cara untuk menyelesaikan kredit macet, karena dalam praktek perbankan

terdapat 2 (dua) cara untuk menyelesaikan kredit macet, yaitu intern dan secara

ekstern. Pada eksekusi secara intern, penyelesaian kredit macet secara intern yang

11
Lihat Pasal I Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
12
Mochammad Dja'is, Pikiran Dasar Hukum Eksekusi; (Semaranp: Pakultas Hukum
Universitas Diponegoro, 2004), hlm. 6
dilakukan oleh bank dapat melalui beberapa tahapan, ekstern, penyelesaian secara

ekstern merupakan upaya terakhir yang dapat ditempuh oleh kreditur apabila

upaya penyelesaian sengketa intern tidak dapat memberikan hasiL Penyelesaian

secara ekstern berupa eksekusi, dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, melalui

Pengadilan Negeri dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

(KPKNL).13

Eksekusi melalui Pengadilan Negeri dan melalui, dengan mengajukan

gugatan terhadap hutang dan jaminan debitur yang tidak diikat dengan Hak

Tanggungan, atau terhadap Sertifikat Hak Tanggungan dengan Desiana

Mulyawardani, Perlindungan Hukum Terhadap Pernenang Lelang Eksekusi Hak

Tanggungna Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undano No. 4 Tahun 1996, Studi

Kasus Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Semarang, Tesis

Program Studi Magister Konotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang, 2012.

mengajukanpermohonan fiat eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah

jaminan tersebut berada. Sedangkan eksekusi melalui Kantor Pelayanan Kekayaan

Negara dan Lelang (KPKNL), terhadap jaminan yang telah dibebani dengan Hak

Tanggungan, tanpa fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri (parate executie).

Eksekusi jaminan Hak Tanggungan merupakan langkah terakhir yang

dilakukan kreditur selaku penerima Hak Tanggungan apabila debitur selaku

pemberi Hak Tanggungan cidera janji (wanprestasi). Pelaksanaan eksekusi

tersebut diatur dalam UUHT adalah dengan mengatur model eksekusi secara

13
Desiana M., Perlindungan Hukum Terhadap Pemenang Lelang, Eksekusi Hak
"Tanggungna Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, Studi Kasus Pada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Semarang Tesis Program Studi Magister Konotariatan,
Universitas Diponegoro, Semarang, 2012, hlm. 17-19.
variasi sehingga para pihak dapat memilih eksekusi sesuai dengan keinginan

rnereka.Eksekusi Hak Tanggungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Berdasarkan Pasal 20 UUHT, apabila debitur cidera janji maka

eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara:14

1. Penjualan lelang objek Hak Tanggungan atas kekuasaan pernegang Hak

tanggungan pertama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT.

2. Penjualan melalui pelelangan umum objek Hak Tanggungan berdasarkan titel

eksekutorial yang terdapat dalam Sertitikat Hak Tanggungan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) menurut tata cara yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak

Tanggungan den-an hak mendahulu daripada kreditur kreditur lainnya.

3. Penjualan objek Hak Tanggungan di bawah tangan. Dalam rangka

memberikan kemudahan pelaksanaan eksekusi objek Hak Tanggungan kepada

kreditur pemegang Hak Tanggungan diberikan hak atas kekuasaannya sendiri

untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan bila debitur cidera janji

sebagaimana ditentukan dalam Pasa16 UUHT. Ketentuan dalam Pasal 6

UUHT memberikan hak kepada kreditur (pernegang Hak Tanggungan)

pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut bila debitur cidera janji.15

Melalui Pasal 6 UUHT, pembuat undang-undang bennaksud untuk

memberikan suatu kedudukkan yang kuat kepada pemegang Hak Tanggungan,


14
Desiana M., Ibid., 2012, hlm. 20
15
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Gratika, 2008), hlm.
491
yaitu dengan memberikan suatu hak yang sanga tampuh, yang disebut parate

eksekusi. Berdasarkan Pasal 6 UUHT, Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak

perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan dan

tidak perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempatuntuk

melakukan eksekusi objek Hak Tanggungan. Pemegang Hak Tanggungan pertama

hanya perlu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara

setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka eksekusi objek Hak

Tanggungan tersebut.

Landasan filosofis dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang;

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan

Tanah (UUHT Nomor 4/1996), hak tanggungan memiliki korelasi yang sangat

erat dengan bidang permodalan dan perlindungan hukum berupa jaminan

kepastian bagi setiap kreditur terhadap debiturnya. Dalam negara modern dan

dalam perkembangan globalisasi, masvarakat menuntut adanya suatu instrumen

hukum yang dapat menjamin eksistensi hal: milik pribadinya dalam kaitannya

dengan hubungan hukum yang tercipta pada masyarakat tertentu.16 Bentuk

kepastian hukum tersebut, bukan hanya berlaku bagi kreditur semata. 17 Rangkaian

teks otoritatif dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahtin 1996 menunjukkan adanya

keadaan yang memberikan perlindungan hukum kepada kreditur, namun, secara

dialektis pula dituntut oleh Debitur. Pembebanan Hak Tanggungan terhadap suatu

benda milik debitur, baik yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan

16
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1993, hlm. 1-4
17
Lihat Pasal 1 Angka (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
ataupun hak guna usaha, harus diwujudkan ke dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan (untuk selanjutnya disebut APHT).

Berbasis kepada APHT sebagai suatu perjanjian yang tunduk kepada asas,

accesoir, asas pacta sunt servanda dan asas konsensualisme, maka pemegang

APHT dapat mengalihkan Hak Tanggungan tersebut melalui instrumen hukum

lainnya sepanjang terjadi kondisi wanprestasi dari Debitur, guna melindunRi

kepentingan kreditur.

Berkaitan dengan kreditur sebagai suatu badan usaha perbankan, maka

APHT dikonstruksikan berdasarkan adanya pemberian kredit. Berbasis kepada

risk asset bagi bank, karena asset bank itu dikuasai pihak luar bank, yaitu para

debitur. Setiap bank menginginkan dan berusaha keras agar kualitas risk asset ini

sehat dalam arti produktif dan collectable, tetapi kredit yang diberikan kepada

para debitur selalu memiliki resiko berupa kredit tidak dapat kembali tepat pada

waktunya yang dinamakan kredit bermasalah atau non perfoming loan

(NPL).18Pada posisi inilah, dinamika dunia bisnis dapat memunculkan Pihak

Ketiga sebagai Penerima APHT tersebut dengan disebabkan kondisi-kondisi

hukum tertentu, sepanjang telah dikeluarkannya Sertifikat Hak Tanggungan

(SHT) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui instrumen hul:um disebut

parate eksekusi.

Pasa16 UUHTNomor 4/1996 menegaskan bahwa "Apabila debitur cidera

janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak Umtuk menjual objek

Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri rnelalui pelelangan umurn serta


18
Deasy Soeikromo, Kepastian Hukum Pemenuhan Hak Kreditur Dalam Eksekusi Objek
Jaminan Hak Tanggungan Melalui Parate Eksekusi, Jurnal De Lega Lata, Vol. 1, Nomor 1,
Januari-Juni 2016, hlm. 31
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut."

Beranjak dari pemikiran bahwa sifat dari norma yang positif menjadi

memiliki kekuatan mengikat ketika disandingkan den-an kekuatan otoritas yang

menetapkannya sebagai hukum, dalam hal ini adalah negara. Eksistensi negara

tersebut, dalam kaitannya dengan pemikiran positjvjsme hukum, beranjak dari

Teori Kontrak Sosial yang digagas oleh John Locke dalam bukunya Two Treaties

in Government. John Locke mengambil posisi yang berbeda dengan Thomas

Hobbes terhadap Teori Kontrak Sosial. Menurut John Locke bahwa manusia pada

dasarnya tidak baik. Negara dalam hal ini adalah pemerintah, diperlukan justru ;

untuk menjamin keamanan seluruh masyarakat Fungsi pokok pemerintah adalah

menjaga hak milik pribadi.19 Kepentingan pihak ketiga yang memperoleh hak

milik dari instrumen parate eksekusi atau pelelangan umum, berdasarkan itikad i

baik, patutlah menjadi suatu pertimbangan hukum guna memunculkan

perlindungan hukum bagi pihak ketiga tersebut.

Pemikiran dari John Locke tersebut pulalah yang mendasari pemikiran-

pemikiran untuk mempertallankan benda-benda yang menjadi hak miliknya.

Secara fisik objek dari Hak Tanggungan tidaklah dikuasai oleh kreditur dan pihak

pemenang pelelangan umum, namun dikuasai oleh debitur. Negara wajib hadir

dalam menyelesaikan sengketa keperdataan yang seringkali terjadi tanpa adanya

akhir dari sengketa.

Suatu persengketaan perdata, selalu berlandaskan kepada suatu konsep

yang disebut sebagai hubungan hukum. Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen)

19
F. Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran Yang Membentuk Dunia Modern (Dari
Machiavelli sampai ; Nietzsche), Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 70
adalah hubungan antara dua subyek lurkum atau lebih mengenai hak dan

kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewaj iban dipihak yang

lain.20 Hubungan hukum dapat terjadi diantara sesama subyek hukum dan antara

subyek hukum dengan barang.

Hubungan antara sesama subyek hukum dapat terjadi antara seseorang

dengan seorang lainnya, antara seseorang dengan suatu badan hukum, dan antara

suatu badan hukum dengan badan hukum lainnya. Hubungan antara ? subyek

hukum dengan barang berupa hak, baik hak kepemilikan maupun hak penguasaan

subyek hukum atas barang tersebut baik barang berwujud dan barang bergerak

atau tidak bergerak.

Dalam setiap hubungan hukum, selalu terdapat kecenderungan adanya

perbedaan kepentingan antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum

yang lainnya. Perbedaan kepentingan ini bisa mengarah kepada terbentuknya

pertentangan, perselisihan, sengketa, bahkan permusuhan. Untuk men;hindari

terjadinya hal tersebut, diperlukan norma atau rambu-rambu kehidupan, yang

kemudian dikenal dengan norma hukum yang sangat penting peranannya dalam

mengatur perilaku manusia dalam hidup bermasyarakat.21

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar

kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum

dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena

pelanggaran hukum. Hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui

penegakan hukum inilah hukum menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum

20
R. Soeroso, Pengantar limit Hukum, .lakarta: Sinar Gratika, 2011, hlm. 269
21
Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Djambatan, 2005, hlm. 1.
ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum

(rechtssicherheit), kemanfaatan (ztiveckrnassigkeir) dan keadilan (gerechtigkeit).22

Hukum memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuan, sehingga dapat

dikatakan bahwa hukum memerlukan kekuatan bagi penegakannya. Tanpa

kekuasaan, hukum akan berupa kaidah sosial yang berisil:an anjuran belaka.

Hukum memerlukan kekuasaan ba-i pelaksaannya dan sebaliknya kekuasaan itu

sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum.23 Keseimbangan tatanan

masyarakat akan terganggu dengan terjadinya sengketa-sengl:eta diantara mereka,

sehingga diperlukan upaya-upaya dan metode-metode dalam penyelesaian

sengketa untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat. Metode-metode

penyelesaian sengketa akan mengalami perkembangan dan terus berkembang di

setiap kelompok masyarakat, baik dengan pola-pola yang disetujui sebagai

kesepakatan dalam kelompok masyarakat ataupun dengan mempergunakan pola

yang telah diatur dalam perundang-undangan suatu Negara.

Kita ketahui, bahwa sebagian besar kepustakaan dan article hukum

perdata, asas itikad baik kurang mendapat perhatian dibanding asas

konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda. Padahal

disadari atau tidak, kedudukan asas itikad baik sangat penting. Sebelum para

pihak melangkah menuju perjanjian, menyepakati perjanjian, dan akhirnya harus

melaksanakan perjanjian, semua harus didasari dengan itikad baik. Tanpa didasari

itikad baik, dapat dipastikan perjanjian jual beli tanah, akan terseret dalam

22
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Bandung:
Citra Adiyta Bakti, 1993, hlm. 1
23
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Apa dan
BagairnanaFilsafat Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002, hlm. 206-207
sengketa dan merugikan salah satu atau para pihak itu sendiri.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, Peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian objek kajiannya bagi pembeli beritikad baik dalam

kaitannya dengan pembelian objek jaminan hak tanggungan perlu mendapat

perlindungan dan kepastian hukum dan menuangkan ke dalam karya ihniah

Disertasi dengan judul: "Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Beritikad Baik

Dalam Kaitannya Dengan Pembelian Objek Jaminan Hak Tanggungan".

B. Rumusan Masalatr.,

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya, selanjutnya dalam penelitian ini diajukan ke dalam 2 (dua) rumusan

masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana keberadaan pembeli beritikad balk atas pembelian objek jaminan

hak tanggungan?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi Pembeli beritikad baik sebagai

pemenang lelang eksekusi objek jaminan yang timbul dalam sengketa?

C. Tujuan Penelitian.

Berangkat dari pokok permasalahan yang dirumuskan tersebut, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis dan menemukan keberadaan pembeli beritikad baik atas

pembelian objek jaminan hak tanugungan;

2. Menganalisis dan menemukan Perlindungan hukum bagi pembeli beritikad


baik sebagai pemenang lelang eksekusi objek jaminan yang timbul dalam

sengketa.

D. Kegunaan Penelitian.

Adapun kegunaan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis.

Dengan dibuatnya disertasi ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan dan kontribusi sumbangan pemikiran serta memperluas wawasan,

khususnya yang terkait dengan pemberian perlindungan bagi pembeli yang

beritikad baik atas pembelian objek jaminan hak tanggungan. Hasil penelitian

ini dapat dijadikan sebagai masukan (input) bagi pihak-pihak yang ingin

mempelajari lebih lanjut dan mendalam tentang pembeli yang beritikad baik

atas pembelian objek jaminan hak tanggungan melalui pendekatan secara

yuridis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dan masukan

bagi pelaksanaan penelitian di bidang yang sama untuk masa mendatang pada

umumnya dan masukan serta sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya

pada hukum perdata.

2. Kegunaan Praktis.

Melalui Karya Ilmiah Disertasi ini, diharapkan dapat menjadi

sumbangan pe+nikiran dan wawasan, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan

acuan tambahan bagi para peneliti lain maupun pihak yang ingin menemul:an,

menganalisis, dan mencari solusi terhadap kepastian hukum pembeli yang


beritikad baik atas pembelian objek jaminan hak tanggungan. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah bagi masyarakat

Unnum dan para pelaku usaha perbankan dan Badan Lelang sehingga

diharapkan dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang lelang non-eksekusi

dan perlindungan hukum terhadap pemenang lelang yang beritikad baik.

E. Kerangka Pemikiran

1. Grand Theory: Teori Perlindungan Hukum

Peneliti menggunakan Teori Perlindungan Hukum sebagai Grand

Theory. Manusia umumnya, dilahirkan seorang diri, dan tidak dapat hidup

tanpa manusia lain (makhluk sosial). Menurut kodrat alam manusia

sebagai makhluk sosial di manapun mereka berada, selalu hidup bersama

dan berkelompok-kelompok. Kelompok-kelompok manusia yang

mendiami suatu wilayah tertentu disebut masyarakat. Aristoteles (384-322

SM) mengatakan bahwa: manusia itu adalah "Zoon Politicon" artinya

bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya ingin selalu berkumpul

dengan sesamanya.24 Dalam menghadapi alam sekeliling, ia harus hidup

berkawan dengan manusia-manusia lainnya dan pergaulan ini akan

mendatangkan kepuasan bagi jiwanya.25

Menurut Thomas Von Aquinas mengatakan bahwa hukum alam

adalah cerminan dari undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum

lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukm alam tidak hanya
24
J.B. Daliyo, Pengantar [lmu Hukum, Jakarta: Gramedia, 1989, hlm. 12
25
Albert Y. Dien, "Hubungan Hukum dan Moral Menurut Teori Immanuel Kant",
JurnaISupremasi Hukum, Vol. 7, Nomor 2, Juli 2011, hlm. 133
disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga diterima sebagai prinsip-

prinsip dasar dalam perundangundangan. Keseriusan umat manusia akan

kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap

adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positik Hukum alam

telah menunjukan, bahwa sesungguhnya hakikat kebenaran dan keadilan

merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori. Berbagai anggapan

dan pendapat para filsuf hukum bermunculan dari masa ke masa. Pada

abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang

berisfat universal yang bisa disebut Hak Asasi Manusia.26

Pada dasarnya setiap manusia terlahir sebagai makhluk ciptaan

Tuhan Yang Mafia Esa yang secara kodrati mendapatkan hak dasar yaitu

kebebasan, hak hidup, hak untuk dilindungi, dan hak yang Iainnya. Hal ini

senada dengan prinsip, hukum alam pada abad ke-18 yaitu kebebasan

individu dan keutamaan rasio, salah ; satu penganutnya adalah John

Locke, menurut John Locke teori hukum beranjak; dari dua hal di atas

yaitu kebebasan individu dan keutamaan rasio. Ia juga mengajarkan pada

kontrak sosial. Menurutnya manusia yang melakukan kontrak sosial

adalah manusia yang tertib dan menghargai kebebasan, hak hidup dan

pemilikan harta sebagai hak bawaan manusia. Menurut Locke masyarakat

yang ideal adalah masyarakat yang tidak melanggar hak-hak dasar

manusia.

Menurut John Locke, hak-hak tersebut tidak ikut diserahkan

kepada penguasa ketika kontrak sosial dilakukan. Oleh karena itu,


26
Ibid
kekuasaan penguasa yang diberikan lewat kontrak sosial, dengan

sendirinya tidak mungkin bersifat mutlak. Kalau begitu, adanya kekuasaan

tersebut justru untuk melindungi hak-hak kodrat dimaksud dari bahaya-

bahaya yang mungkin mengancam, baik datang dari dalam maupun dari

luar. Begitulah, hukum yang dibuat dalam Negara pun bertugas

melindungi hak-hak dasar tersebut.27 27 Hak-hak dasar yang biasa disebut

sebagai hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya. Dengan

hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan,

dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia.

Pemikiran yang lebih eksplisit tentang hukum sebagai pelindung

hak-hak asasi dan kebebasan warganya, dikemukakan oleh Immanuel

Kant. Bagi Kant, manusia merupakan makhluk berakal dan berkehendak

bebas. Negara bertugas menegakkan hak-hak dan kebebasan warganya.

Kemakmuran dan kebahagian rakyat merupakan tujuan Negara dan

hukum, oleh karena ini, hak-hak dasar itu, tidak boleh dihalangi oleh

Negara.28 Hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati,

universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi

hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan,

hak kemerdekaan, hak berkornunikasi, hak keamanan, dan hak

kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas

oleh siapapun.

27
Bernard L.Tanya, Yoan N. Simanjuntak, & Markus Y. Hage, Teori Hukum. Strategi
Tertib Manusia Lintas Ruang Generasi, Jakarta: Genta Publishing, 2010, hlm. 72-73
28
Ibid., hlm. 75.
2. Middle Range Theory, Teori Lelang

Berdasarkan kedua teori tersebut di atas, maka Peneliti dalam

rnengkaji permasalahan dalam penelitian ini menggunakan Teori Lelang

sebagai Middle Range Theory. Pengertian lelang (penjualan dirnuka

wnum) dapat ditemukan dalam Pasal I Vendu Reglement S. 1908 No. 189,

bahwa lelang adalah penjualan barang- barang yang dilakukan di depan

umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau

dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang

yang diundang atau sebelumnya diberitahukan mengenai lelang atau

penjualan itu, atau diijinkan untuk ikut serta, dan diberikan kesempatan

untuk menawar harga dalam sampul tertutup.

Richard L. Hirshberg menyatakan, bahwa Lelang merupakan

penjualan umum dari properti bagi penawar yana tertinggi, dirnana pejabat

lelang bertindak terutama sebagai perantara dari penjual. Sedangkan

Polderman mengemukakan Lelang (penjualan umum) adalah alat untuk

mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling„ menguntungkan

untuk sipenjual dengan cara menghimpun para peminat. Yang penting

adalah menghimpun para peminat dengan maksud untuk mengadakan

persetujuan yang paling menguntungkan bagi si penjual. Sebetuhnya ada

tiga (3) syarat yaitu: a) Penjualan hams selengkap mungkin; b) Ada

kehendak untul: mengikatkan diri; dan c) Bahwa pihak lainnya (pembeli)

yang akan mengadakan atau melakukan petjanjian tidak dapat ditunjuk

sebelumnya. Tawar-menawar di Indonesia merupakan suatu yang khas


dalam suatu jual beli.29

Petunjuk Pelaksanaan Lelang diatur dafam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor : 27/PMI/06/2016, tanggal 22 Februari 2016, berkaitan

dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nornor:

106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan

Nomor : 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal

26 Juli 2013. Dalam Pasal 1 angka l PMK nomor 27/PMK.06/2016

menyatakan bahwa, Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk

umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang

semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang

didahului dengan Pengumuman Lelang.

Pasal 1 angka 4, 5, 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor:

27/PMK.06/2016 mengklasifikasikan lelang menjadi:

a. Lelang Eksekusi yaitu lelang untuk melaksanakan putusan atau

penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersarnakan

dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan.

b. Lelang Noneksekusi Wajib yaitu Lelang untuk melaksanakan

penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan

dijual secara lelang.

c. Lelang Noneksekusi Sukarela yaitu Lelang atas Barang milik swasta,

perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara

sukarela.
29
Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Jakarta : Sinar Grafika: 2016, hlm. 21-22
3. Applied Theory, Teori Jaminan

Peneliti menggunakan Teori Jaminan sebagai Applied Theory.

Istilah hukum jaminan berasal dari kata terjemahan zakerheidesstelling

atau security of law. Dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional

tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan lainnya, yang diselenggarakan di

Yogyakarta, pada tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977, disebutkan

bahwa hukum jaminan meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan

maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada

jenis jaminan bukan pada pengertian hukum jaminan. Definisi in i menjadi

tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan.30

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum

jaminan adalah: "Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan

pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang

dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan

dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari

dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga

demikian kiranva harus dibarengi den-an adanya lembaga kredit dengan

jumlah, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunJa yang relatif

rendah31.

Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjhoen

30
Munir Fuadi, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung PT. Citra Aditya
Bakti,199G), hal. 5
31
Sri Soedewi Masjhoen Solivan, Hukuin laminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum dan
Jaminan Perorangan, (Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI. 1980). hal 5
Sofwan ini merupakan sebuah konsep yuridis yang berkaitan dengan

penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

jaminan pada masa yang akan datang. Sedangkan saat ini telah dibuat

berbagai peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan jaminan. 32

J. Satrio mengartikan hukum jaminan adalah peraturan hukum yang

mengatur jaminan jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.33

Definisi yang terakhir ini difokuskan pada pengaturan pada hak-hak

kreditor semata-mata, tetapi tidak memperhatikan hak- hak debitur.

Padahal subyek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditor

sematamata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitor. Sedangkan yang

menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan. Dari kelemahan definisi

tersebut, maka ketiga definisi di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan.

Menurut J. Satrio, bahwa hukum jaminan adalah: "Keseluruhan dari

kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan

penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk

mendapatkan fasilitas kredit".34

Menurut H. Salim HS, Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi

ini adalah:

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi

2 (dua) macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah

32
Ibid, hal. 6
33
Ibid, hal. 6
34
Salim HS, SH,MS. Perkembangan liulcum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja
Gratindo Persada, 2007, hal. 6
hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah

kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum

jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang

tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat

pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan;

b. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang

menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang

bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum

yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan

debitur. Penerirna jam man adalah orang atau badan hukum yang

menerima barang jarninan dari pemberi jaminan. Yang bertindak

sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hulcum. Badan

hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa

lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.

c. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah

jaminan materiil dan immateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan

yang berupa hakhak kebendaan seperti jaminan atas benda bergerak

dan benda tidak bergerak. Jaminan immateriil merupakan jaminan non

kebendaan.

d. Adanya fasilitas kredit


Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan

bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau (embaga

keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang

berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan

nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok

pinjamau dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau

lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

Pada dasarnya sumber hukum jaminan dapat dibedakan

menjadi macam, yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum

formal.35 Suanber hukun materiil ialah tempat materi hukum itu

diambil. Sumber hukum materiil in merupakan faktor yang membantu

pembentukan hukum. Misalnya hubungar sosial, kekuatan politik,

situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dar kesusilaan),

hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaar

geografis. Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh

kekuatar hukum. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal

ialah undang-undang traktat, perjanjian antar Negara, yurisprudensi

dan kebiasaan. Sumber hukum formal ini digolongkan menjadi dua

macam, yaitu sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Apabila

dikaitkan dengan hukum jaminan, sumber hukum jaminan dibedakan

menjadi tertulis dan tidak tertulis. Adapun yang menjadi sumber

hukum jaminan tertulis, yaitu36: a) Buku 11 KUHPerdata; b)

35
Ibid, hal.14
36
Ibid, hal.15
KUHDagang; c) Undang-Undang Nonlor 5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria; d) Undang-Undang Nornor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-

Benda yang Ada di Atas Tanah; e) Undang-Undang Nomor 42 tahun

1999 tentaqb Jaminan Fidusia; dan 1) Pasal 49 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 1992 tentang-Pelayaran.

Traktat ialah suatu perjanjian yang dibuat antara dua negara

atau lebih dalam pembebanan jaminan. Yurispnidensi atau putusan

pengadilan merupakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau

peraturan hukum yang mengikat pihakpihak yang berperkara, terutama

dalam perkara pembebanan jaminan.

Objek dan Asas-Asas Hukum Jaminan

Apabila kita mengacu pada definisi yang dipaparkan di atas,

maka kita dapat menelaah objek kaIjian hukum jaminan merupakan

sasaran di dalam penyelidikan atau pengkajian hukum jaminan. Objek

itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu objek materiil dan objek forma.

Objek materiil, yaitu bahan (meteriil) yang dijadikan sasaran dalam

penelitiannya. Objek materiil hukum jaminan adalah manusia. Objek

formal hukum jaminan, yaitu sudut pandang tertentu terhadap objek

materiilnya. Jadi objek forma hukum jaminan adalah bagaimana

subyek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga

perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Pembebanan jaminan

merupakan proses, yaitu menyangkut prosedur dan syarat-syarat di


dalam pembebanan jaminan.

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan

perundangundangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian

terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas

penting dalam hukum jaminan.37

a. Asas Publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan,

hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini

dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda

jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.

Pendaftaran hak tanggungan di kantor

Badan Pertanahan Nasional kabupaten/kota, pendaftaran

fidusia dilakukan di kantor Pendaftaran Fidusia pada kantor

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan

pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat

pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar.

b. Asas Specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan

hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang

yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hak

tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupwn telah

dilakukan pembayaran sebagian.

d. Asas inbezittstelling yaitu barang jaminan (gadai) harus ada pada

penerima gadai.
37
Ibid, hal.9
e. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu

kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik

tanah Negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari

yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik

orang lain, berdasarkan hak pakai.

F. Metode Penelitian.

Penelitian hukum merupakan suatu penelitian yang mempelajari tentang

disiplin ilmu hukum, baik secara teori rnaupun praktik. Peter Mahmud Marzuki

menjelaskan bahwa penelitian adalah suatu prows untuk menemukan aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-dolarin hukum guna menjawab

isu hukum yang dihadapi. 38 Definisi yang lain diungkapkan oleh Moris Cohen dan

Kent Olson menurutnya: "Legal research is, an assential component of legal

practice. It is process of finding the late that the taverns an activih, and material

that explain or accurate and insightful advise, to draff effective document, or

decent their clients right in court.39

Maknanya adalah bahwa penelitian hukum adalah salah situ komponen

dari praktek hukum, meliputi prows penemuan hukum dari menemukan kegiatan

serta menjelaskan substansi atau analisis hukum. Penelitian hukum memberikan

somber pengetahuan kepada praktisi hukum tuna memberikan ketepatan informasi

yang cuku,p Lintuk membuat sebuah dokumen atau pembelaan terhadap hak-hak

kliennya di pengadilan. Untuk mencapai tttjuan dari penelitian ini metode yang

38
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian..., Op cit, hlm. 3
39
Morris L. Cohen & Kent C. Olson, Legal Research, West Group, St. Paul, USA. 2000
digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif (normative law research)

yaitu pendekatan yang menggunakan legis positive, yang menyatak4n bahwa

hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh

lembaga atau pejabat yang berwenang, selain itu konsepsi ini memandang I

hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas

dari kehidupan masyarakat.40

1. Pendekatan Penelitian.

Berdasarkan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum

normatif, maka diperlukan suatu pendekatan terhadap permasalahan hukum

yang akan diteliti lebih lanjut. Pendekatan normatif menurut pandangan

Johnny Ibrahim adalah sebagai: "Pendekatan yang digunakan dalam suatu

penelitian hukum normatif tidak menutup kemungkinan bagi seorang peneliti

hukum yang menggunakan tipe penelitian hukum normatif untuk

memanfaatkan hasil-hasil temuan ilmu hukum secara empiris, dan untuk

kebutuhan analisis hukum yang sesuai dengan karakter ilmu hukum normatif,

yang selanjutnya melibatkan berbagai bahan hukum yang bersifat empiris,

yang terdapat dalam suatu norma seperti sejarah hukum dan kasus-kasus

hukum yang telah diputus".41

Karena tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum

normatif, maka melibatkan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-

undangan dan pendekatan konpseptual.

40
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hokum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005, hlm.37
41
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukun: Normatrf, [3ayumedia
Publishing, Malang, 2010, hlm. 300
a. Pendekatan Perundang-undangan.

Berkaitan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan

(Statute Approarch) yang utama berangkat dari ketentuan Burgerlijk

Wetboek yang berlaku di Indonesia yaitu dilakukan dengan cara

mengkompilasi, mengklasifikasi, serta menganalisis seluruh peraturan

perundang-undangan yang ada, mulai dari peraturan yang kedudukannya

dalam peraturan perundang-undangan hingga peraturan yang

kedudukannya paling rendah dalam hirarki peraturan perundang-

undangan, khususnya peraturan-peraturan yang substansinya baik secara

langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan perlindungan hukum

bagi Pembeli beritil:ad baik alas pembelian objek jaminan hak tanggungan

dengan mengacu kepada peraturan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang I-lak Tanggungan. Beserta Benda-Benda

Yang Berkaitan Den-an Tanah.

b. Pendekatan Konseptual.

Pendekatan ini beranjak dari pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang didalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting sebab

pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu

hukutn dapat menjadi pijkan untuk membangun argumentasi hukum ketika

menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandan-an/doktrin akan

memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum,

konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.

c. Pendekatan Kasus.
pendekatan kasus (case approarch) digunakan untuk menganalisis

kasus-kasus yang diputus oleh pengadilan. Pendekatan perbandingan

(comparative approarch) dimaksudkan sebagai bahan pendamping dengan

memperhatikan sistem hukum yang lain untuk diambil prinsip atau asas

huktun yang bersifat universal atau urnum. Langkah-langkah yang

ditempuh untuk mempertahankan pendapat ataLl teori adalah

menggunakan teori-teori hukutn, asas-asas hukum peraturan perundang-

Umdangan serta pendapat pakar hukum yang digunakan sebagai pisau

analisis untuk menjawab rutnusan permasalahan secara sistematik dan

ilmiah.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian hukum dilakukan dengan tujuan menghasilkan argumentasi,

teori atau konsep baru sebagai rekomendasi dalam menyelesaikan masalah

yang dihadapi,42 penelitian hukum normatif digunakan dalam penelitian ini,

sebab dilandasi oleh sifat khas ilmu hukum yang terletak pada metode

penelitiannya yaitu metode penelitian yang bersifat normatif, 43 penelitian

hukum normatif dilakukan melalui pendekatan secara studi kepustakaan, yaitu

dengan menganalisis sumber hukum sekunder,44 Penelitian ini bertujuan untuk

memberikan gambaran yang jelas mengenai asas-asas serta norma hukum

yang berlaku terhadap perjanjian, perjanjian baku serta klausula eksonerasi

42
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm 29-33
43
Arief Sidharta, Op Cit, hlm. 32
44
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajavali
Press, Jakarta, 1985, hlm. 15
dalam hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha dan bagaimana upaya

perlindungan hukum bagi konsumen terhadap kemungkinan resiko yang

timbul terkait dengan keberadaan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku

serta bagaimana kedudukan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku

menurut putusan-putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum

tetap.

3. Jenis dan Bahan Hukum.

Dalam penelitian hukum data disebut bahan hukum, bahan hukum

yang digunakan dalam penelitian normatif ini menggunakan bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan htil:um yang

mengikat terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Kitab

Undang-undang Hukum Dagang, Undang-undang No.48 Tahun 2009

Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan, dan peraturan lainnya yang terkait.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder terdiri dari doktrin, karya ihniah yang

ditulis para pakarberkaitan dengan masalah yang diteliti, seperti buku-

buku ilmiah,jurnal, majalah, keputusan pengadilan, hasil penelitian serta

sumber-sumber lain yang berhubungan dengan hukum kontrak.


c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier terdiri dari kamus-kamus baik kamus besar

bahasa indonesia, kamus bahasa inggris, ensiklopedia yang berkaitan

dengan masalah yang akan diteliti.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Data dalam penelitian disebut dengan bahan hukum atau diperoleh

melalui penelusuran bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Adapun

teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan adalah sebagai

berikut: Studi dokumen atau perpusatakaan yang dilakukan dengan

mempelajari bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti seperti buku-buku karangan ahli hukum, peraturan perundang-

undangan serta diidentifikasi untuk digunakan dalam, menganalisis

permasalhan yang berhubungan dengan penelitian ini.

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Pada penelitian ini, setelah bahan hukum diperoleh, dikelompokkan

dan disusun secara sistematis berdasarkan pada metode analisa kualitatif.

Yaitu, analisis yang berupa kalimat dan uraian. Metode yang digunakan

adalah analisis yuridis yaitu analisis yang berdasarkan pada teori-teori, konsep

dan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini menggunakan analisa

interpretatif dengan menggunakan teori hukum, asas hukum, konsep-konsep,


doktrin, serta bahan rujukan lainnya. Melalui rangkaian tahapan tersebut

diharapkan mampu memberi rekomendasi yang mendukung perlunya

reinterpretasi dan reorientasi pemahaman terhadap asas-asas hukum kontrak

yang mencerminkan perlindungan hukum terhadap konsumen.

G. Daftar Pustaka

BUKU

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan,cetakan ketiga, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 1992.

Abintoro Prakoso, Hukum, Filsafat Logika dan Argumentasi Hukum,


Surabaya:LaksBang Justitia, 2015.

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2012.

Andre Ata Ujan, Keadilan Dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John
Rawls,Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2016.

Bernard Arief Sidharta, Filsafat Hukum Pancasila, Makalah Bahan Ajar Program
Pascasarjana Universitas Islam Indonesia (Ull), tidak dipublish, Tahun 2012.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-


UndangPokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta : Djambatan, 2000.

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, Pandangan Deontologis Raw(s dan Habermas,


Jakarta: Gramedia, 2004.

CFG. Sunaryati Hartono, Politik Hukwn Menuiju Satu Sistem HukumNasional,


Bandung: Alumni, 1991.

Daeng Naja. 2009. Pengantar Hukum Bisnis Indonesia. Yogyakarta: Pustaka


Yustisia, 2009.

Djaja S. Meliala, "Masalah Itikad Baik Dalam ({UH Perdata", Bandung:


Binacipta, 1987.
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia
PustakaUtama, 2002.

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda


LainYang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas
Pemisahan Horizontal, Bandung: Citra Aditya Baktoi, 1996.

Edi Setiadi dan Rena yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009.

Erna Widjajanti, Itikad Baik Dalam Jual Beli Tanah, dalam Jurnal llmiah Hukum
AI- Qist, Volume l l No 1 Januari - Juni 2010.

Fabrizio Trifiro, John Rawls's Justice as Fairness: Anti-Foundationalism,


Deliberative Democracy, and Cosmopolitanism, IIS Discussion Paper No.
93, 1999.

Fainberg, Joel (Ed), Reason and Responsibility, California: Harcourt, 1978.,

Friedrich, Carl Joachim, Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa


dan Nusamedia, 2004.

Gatot Supramono. Perbankan'dan Masalah Kredit. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Harahap, Yahya, M. "Ruang Lingkup Pennasalahan Eksekusi Bidang Perdata,


edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Harahap, Krisna,Konstitusi Republik Indonesia. Sejak


Proklamasi hingga Reformasi, Bandung: Grafitri Budi Utami, 2004.
Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa. Jakarta: Sekretaris Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 2008.
_______________,Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cetakan. Ke-6, Jakarta:
Sinar Grafika, 2007.

Hermansyah. 2008. Hukum Perbankan Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group, 2008.

H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta:


RajaGrafindo, 2004.

Herowati Poesoko, Hukum Parate Executie Objek Hak Tanggungan, Yogyakarta:


Aswaja Pressindo, 2013.
Inosentius Samsul. 2004. Perlindungan Konsumen. Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004.

J. Andy Hartanto, Hukum Jaminan dan Kepailitan, Surabaya: LaksBang Justisia,


2015.

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT Citra Aditya


Bakti, 2002.

J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Gramedia, 1989.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Nonnatif, Malang :


Bayumedia Publising, 2012.

Jonaedi Effendy dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian HukUnn Normatif dan
Empiris, Jakarta: Kencana, 2016.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Jakarta:Prenada Media,
2005.

____________,Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan. Jakarta: Prenada


Media, 2004.

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.

Khoidin, M., Dimensi Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, Yogyakarta:


LaksBang, 2005.

Lili Rasjidi dan LB Wysa Putra, Hul:um Seba,ai Suatu Sistem. Bandung, Remaja
Rusdakarya, 2012.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsatat Hul:um, Penerbit CV.
Mandar Maju, Bandung, 2002.

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan ,laminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja


Grafindo Persada, Jakarata, 2007.

Magill, Frank N. (Ed), Masterpieces of World Philosophy, New York, Harper


Collins, 1990.

Mandle, Joe, Rawls's `A Theory of Justice' an Introduction, New York:


Cambridge University Press, 2009.

Maria Alfons, Implementasi Perlindungan IndikasiGeografis Atas Produk -


produk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan
Intelektual,Ringkasan
Disertasi Doktor, Malang: Universitas Brawijaya, 2010.

Maria S.W. Soemardjono, Kebijakan Perntanahan; Antara Regululasi dan


Implementasi, Jakarta, Kompas, 2001.

Marmi Emmy Mustafa, Prinsif-Prinsif Beracara Dalam Penegakan Hukum


Patendi
Indonesia Dikaitkan Dengan TRiPs-WTO, Bandung: Alumni, 2007.

Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.

M. Hatta Ali, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan Menuju Keadilan
Restoratif, Bandung: Alumni, 2012.

Mochtar Kusuma-Atmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum,


Bandung:Alumni, 2000.

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Ruang


Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Raja Grafindo Pefsada, Jakarta, 2011.

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta,


LP3ES, 2006.

Mochammad Dja'is, Pikiran Dasar Hukum Eksekusi, Semarang: Fakultas


HukumUniversitas Diponegoro, 2004.

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan


Peradilan tata Usaha Negara Di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 2007.

Muhammad Faisal, Upaya Perlindungan Hukum Pemenang Lelang Sebagai


Pembeli Beritikad Baik Terhadap Putusan Re-Eksekusi, "Jurnal Hukum
dan Pembangunan",Tahun Ke-44 Nomor I, 2014.

Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Djarnbatan, 2005.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya_Bakti, 2012.


Naskah Akademik Rancan(yan Undang-Undang Lelang, Departemen
Keuangan

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer. Bandung: Citra Aditya Bakti,


2002.

Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum -
Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005.

O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Salatiga: Griya Media, 2011.


Padmo Wahyono. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1986.

Parlindungan; A.P. 1996. Komentar Undang-undang tentang Hak Tanggungan


dan Sejarah Terbentuknya. Bandung: Mandar Maju, 1996.

Peter Malunud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005.


___________, Pengantar IlmuHukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2009.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum,


Jakarta: CV. Rajawali, 1982.

Purnama Tiora Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan


Tidak Bergerak Melalui Lelang, Bandung: Mandar Maju, 2008.

Purwahid Patrik, Asas-asas ltikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian,


Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1986.

Rachmadi Usman, Pasal-pasal tentang Hak Tanggungan Atas Tanah. Jakarta:


Djambatan, 1998.

Rawls, John, A Theory of Justice, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard


University Press, 1999.

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hul:umAcara Perdata


Dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung. 1989

Rochmat Soemitro, "Peraturan dan Instruksi Lelang", ed. ke-2, Bandung: Eresco,
1987.

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Ridwan, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, Yogyakarta: FH UII Press,


2014.

Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar lhnu Perundang-undangan Indonesia, Bandung:


Mandar Maju, 1998.

Satijipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.

------------------, Hukum, Masyarakat Dan Pembangunan, Bandung: Alumni, 1980.

Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak Jarninan Kebendaan. Bandung: Citra Aditya


Bakti. 2007.
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum. Suatu Tawaran Kerangka Berpikir,
Bandung:Refika Aditama, 2009.

Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Andi, 2006.


Soejono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan
Singkat, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

Sibuea, Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-Asas
UmumPemerintahan yang Baik, Jakarta: Erlangga, 20 Sjahdeini, Sutan
Remy., Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Mengenai
Undang-Undang Hak Tanggungan, Bandung:Alwnni,

SoerjonoSoekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam ICerangka


Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Penerbit UL 1975.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia,


1986.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen., Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok


Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty,1980.

Sri Soedewi Masjehoen, Hak Jaminan Atas Tanah, Yogyakarta: Liberty, 1975.
Subekti, Hukum Acara Perdata; Jakarta: BPHN, 1977.

Sudikno Mertokusumo & A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum,


Bandung:Citra Adiyta Bakti, 1993.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, ed. ke-VI, Yogyakarta,


Liberty, 1998.

Sujatmo, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Ctakan Ke-4, Jakarta: Sinar


Grafika, 1996.

Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Fasco, 1985.

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Prenada Media,
2004.

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,


Jakarta:Rineka Cipta, 2002.

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,


Bandung: Alumni, 1991.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukiun Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta, 2003.


Thomas Pogge, John Rawls: His Life and Theory of Justice, Ne\v% York: Oxford
University Press, 200.7.

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006.

Try Widiyono. Agunan Kredit dalam Financial En«ineerinui.. Jakarta: Ghalia


Indonesia, 2009.

Wahono Prawiro, Keadilan Sebagai Fairness Menurut John Rawls, Majalah


Orientasi, Kanisisu, 1979.

Wery, P.L., Perkembangan Hukum tentang Itikad Baik di Netherland. Jakarta:


Percetakan Negara, 1990

Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Jakarta:


Tatanusa, 2004.

Widodo D. Putro, Zuhairi Elizabeth, Syukron, Perlindungan Hukum Bagi Pembeli


Beritikad Baik: Dalam Sengketa Perdata Berobjek Tanah, Jurnal Judicial
Sector Support Program (JSSP), 2016.

Yovita A. Mangesti & Bernard L. Tanya, Moralitas Hukum,Yogyakarta: Genta


Publishing, 2014.

JURNAL/ARTIKEL
Albert Y. Dien, " Hubungan Hukum dan Moral MenUu-ut Teori Immanuel Kant",
Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 7, Nomor 2, Juli 2011.

Asdian Taluke, Eksekusi Terhadap Perkara Perdata yang Telah Mempunyai


Kekuatan Hukum Tetap (Ingkraah) Atas Perintah Hakim Dibawah
Pimpinan Ketua Pengadilan NegeriLex Privaturn, Jurnal Ilmiah Hukum
Perdata,Vol. 1, No. 4, Oktober 2013.

Bambang Kesowo, Negara Hukum, Program Legislasi Nasional Dan


KebutuhanDesain Besar Bagi Perencanaannya, Orasi Ilmiah disampaikan
padaRapat Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-66 Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 17 Februari 2012.

Bambang Poernomo, Peran Pancasila Sebagai Pengembangan Sistem Hukum


Nasional, Materi/bahan kuliah Teori Ilmu Hul:uu» Program Doktor Ilmu
Hukum, Pasca Sarjana Universitas Jayabaya, 2009

Deasy Soeikrorno, Kepastian Hukum Pemenuhan Hak Kreditor Dalam


EksekusiObjek Jaminan Hak Tanggungan Melalui Parate Eksekusi, Jurnal
DeLega Lata, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2016.
Desiana Mulyawardani, Perlindungan Hukum Terhadap Pemenang Lelang
Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang No. 4
Tahun 1996, Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan
Lelang Semarang, Tesis Program Studi Magister Konotariatan, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2012.

Elizabeth Karina Leonita, "Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Barang Jaminan


Melalui Lelang Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukwn Perdata dan
Undang- ndang Lelang (Studi Kasus Lelang Gedung Aspac oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional)", Tesis Magister Kenotariatan
Universitas Indonesia, Jakarta 2010.

Fifidiana, Kompetensi Badan Peradilan Umum Dan Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam Gugatan Pembatalan Risalah Lelang Study Kasus Willem Irianto
Vs Bank Internasional Indonesia Dan Willem Irianto Vs Kepala Kantor
Lelang Kelas I Kediri, (Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia,
Jakarta 2009.

Hutagalung, Aris S., Execution of Fiduciary Guarantee Under Law No.42 of


1999" Indonesia Law Review Year 3 Vol.3 2013

Lilawati Ginting, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Pemegang Hak


Tanggungan Pertama atas Objek Jaminan Sengketa, Jurnal Ilmiah De Lega
Lata, Volume I, Nomor 2, Juli - Desember 2016 O

Moh. Mahfud MD, Penegakan Hukum DanTata Kelaln Pemerintahan Yang Baik,
Bahanpada Acara Seminar Nasional "Saatnya Hati Nurani Bicara" yang
diselenggarakan oleh DPP PartaiHANURA. Mahl:amah Konstitusi
Jakarta, 8 Januari 2009.

Muhammad Faisal, Upaya Perlindungan Hukum Pemenang Lelang Sebagai


Pembeli Beritikad Baik Terhadap Putusan Eksekusi. Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun Ke-44 Nomor I Januari-Maret 2014.

Muhammad Taufik, Filsafat John Rawls Tentang Teori Keadilan, Jurnal


Mukaddimah, Vol. 19, No. 1, Tahun 2013.

Muntoha, Demokrasi dan Negara Hukum, Jurnal Hukum No. 3, Vol. 16, Juli
2009. Rocky Marbun, Keterlemparan (gowerfen-sein) Hukum Pidana
Dalam RasioTindakan Instrumental Terhadap Direksi Sebagai Rechts
Persoon Dalam Praktik Peradilan Pidana. Jurnal Hukum Pidana & dan
Pembangunan, Vol. 1, No. 1, 2018. -

Wantu, Fence. M., Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan


Dalam Putusan Hakim di Peradilan Perdata, Jurnal Dinamika Hukum,
Volume 12, Nomor 3, 2012.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan


Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak


Tanggungan. Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Lelang.

Peraturan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor03/KN/2010 tentang


Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tanggal 23 Apri12010


tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PenggantiPennenkeu Nomor
40/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006, yang diubah denuan Perrnenkeu
Nomor 150/PMK.06/2007 tanggal 23 November 2007 dan diubah lagi
dengan Permenkeu Nomor 61/PMK.06/2008 tanggal 25 April 2008).

Peraturan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor:PER-


03/KN/2008 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan LelangPeraturan
Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor:PER-03/KN/2010
tentang Petunjuk Teknis Pembuatan Risalah Lelang.

Vendu Reglement (peraturan lelang) Ordonantie 28 Februari 1908,Stb. 1908 No.


189 yang mulai berlaku I April 1908, yang diubahden-an Stb. 1940 No. 56.

Vendu Instructie (instruksi lelan(T) Stb. 1908 No. 190 yang diubahterakhir den-an
Stb. 1930 No. 85.

INTERNET, WEBSITE
BPHN, "Setiap Orang Berhak Atas Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, dan
Kepastian Hukum Yang Adil"
https://www.bphn.QO.id/news/2015021110005019/ setiap-orang-berhak-
atas-pengakuan jaminan-perlindungan-dan-kepastian-hukum-yang-adil
Deposite : 11 Februari 2015

Aristoteles, (384 SM - 322 SM): filsuf Yunani, rnenulis tentangberbagai subyek


yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika,
politik,pemerintahan, etnis, biologi, zoologi, ilmu alam dan karya seni.
Bersama dengan Socrates danPlato, menjadi seorang di antara tiga orang
filsuf yang paling berpengaruh dipemikiran Barat. Dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles/keadiIan. diakses 13Desember
2016, jam 21.00 WIB.

Syafruddin Kalo, "Penegakan Hukwn yang Menjamin Kepastian Hukum danRasa


keadilan Masyarakat" dikutip dari http://www.academia.edu.com diakses 8
Desember 2016.
Badai Husain Hasibuan dan Rahmi Pw•nama Melati, Asas Kepastian Hukum
Dalam Peradilan Indonesia. Dikutip dari
http://www.amiyorazakaria.blogspotcom diakses 9 Desember 2016,

Brian H. Bix, Radbruch's Formula and Conceptual Analysis, Sumber:


http://tnl.mcmaster.ca/conference/papers/Bix%ZO%20Radbruch's
%20Form ula%20and%20Conceptual%20Analysis.pdf, diunduh pada
tang-al 17 Desember 2016.
Memahami Kepastian (Dalam) Hukum". https://naobrolinhukum.wordpress.com /
2013102/OS/memahamikepastian-dalain - hukum. Diakses 17 Juli, 2017,
Jam 18.29 WIB.
"Pembeli Beritil<ad Baik", http:/iwww.businessdictionary .com/definition/
purchaser-in-good-faith.html. [diakses 17 Juni, 2017,Jam 6.29 WIB.
Supanto, "Perlindungan Hukum Wanita", Swnber
http://supanto.staff.hukum.uns.ac.id/, diakses tanggal 28'3uni 2017.
Tiara Syahra Syabani, "Seluk Beluk Hak TanggUungan (Uu No. 4 Tahun
1996)"httpsa/www.99.co/blog/indonesia/hak-tanggungan/ 6 Februari 2019

Anda mungkin juga menyukai