Produk Undang-Undang
Politik Hukum
Oleh:
A. Latar Belakang
Perebutan kursi ketua Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR) telah
menjadi isu politik ini cukup mendapatkan sorotan publik akhir-akhir ini. Wacana
ini mengemuka pasca dilakukannya rekonsiliasi antara Jokowi Widodo dengan
Prabowo Subianto yang mana salah satu pembahasan dalam rekonsiliasi adalah
mengenai jabatan pimpinan MPR. Tentu saja terjadinya perebutan kursi pimpinan
MPR buka tanpa alasan (agenda setting), mengingat secara konstitusional posisi
ketua MPR saat ini tidak sestrategis dan sekuat dulu dibandingakn dengan posisi
ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) oleh karena itu terdapat agenda setting
dibalik perebutan kursi ketua MPR saat ini, hal itu pun diungkapankan secara
terang-terang oleh beberapa pengurus dan pimpinan partai politik (parpol)
pemenang pemilu.1 Agenda setting tersebut adalah wacana dilakukannya
amendemen terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI Tahun 1945), dimana salah satu poin penting amendemen adalah
menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).2
B. Rumusan Masalah
Melalui tulisan inilah penulis ingin membahas isu hukum tersebut, ada dua
isu hukum yang ingin penulis jawab melalui karya tulis ini. Pertama, bagaimana
politik hukum pembangunan Kedua,bagaimana penguatan politik hukum RPJM
melalui produk undang-undang?
3
https://news.detik.com/berita/d-3054750/mpr-terus-serukan-semangat-hidupkan-kembali-gbhn,
diakses pada 1 agustus 2019
4
Berdasarkan ketentuan pasal 1 UU SPPN, secara eksplisit menyatakan bahwa SPPN adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
“legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan
diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan
penggatian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara”
5
Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan Ke-6, Jakarta: Rajawali Pers, 2014,
hlm. 1.
6
Ibid, hlm. 7
Indonesia (NKRI) melalui pembuatan hukum baru maupun dengan penggatian
hukum lama yang mengatur mengenai pembangunan nasional. Arah tujuan
bangsa Indonesia secara expressive verbis terdapat di dalam pembukaan UUD
Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa arah tujuan nasional bangsa
Indonesia, yaitu: “untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
7
Vide Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
8
Budhi Setianingsih, dkk, Efektivitas Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah
(Simrenda) (Studi Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang), Jurnal, Jurusan
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang, hlm 1932-1933.
Menelisik sejarah perencanaan pembangunan nasional di Indonesia
sebelum reformasi dimuat dalam GBHN yang dituangkan dalam instrumen
ketetapan MPR sebagai instrumen hukum perencanaan pembangunan nasional.
Dengan demikian, TAP MPRS yang memuat tentang rencana pembangunan
nasional tersebut menjadi dasar hukum pelaksanaan rencana pembangunan di
masa orde lama dan orde baru. Poin penting dari GBHN adalah instrumen
hukumnya diatur melalui ketetapan MPR yang saat itu kedudukan MPR masih
menjadi lembaga tertinggi negara.9 Tentu dalam perspektif ketatanegaraan
kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara mempunyai implikasi yang
besar terhadap setiap produk hukum yang dikeluarkannya. Dalam hal GBHN
implikasinya, GBHN sebagai haluan perencanaan pembangunan nasional akan
secara konsisten di jalankan oleh presiden serta alat-alat kelengkapannya,
karena jika presiden melakuan pembangunan nasional tanpa berpedoman pada
GBHN maka konsekuensi logisnya presiden bisa di impeachment oleh MPR.
Dengan demikian asumsinya pembangunan nasional akan berjalan dengan
baik, serta akan ada kesinambungan pembangunan antara pusat dan daerah.
9
Ni’matul Huda, Sengketa Kewenangan Lembaga Neggara Dalam Teori Dan Praktik Di
Mahkamah Konstitusi, Yogyakarta: FH UII Press, 2016, hln. 56-57.
10
Firdaus, Constitutional Engineering Desain Stabilitas Pemerintahan Demokrasi &
Sistem Kepartaian, Bandung: PENERBIT YRAMA WIDYA, 2015, hlm. 2.
supremasi rakyat.11 Akibatnya salah satu kewenangan MPR dalam hal
menyusun dan menetapkan GBHN pun dihilangkan.
11
Konsep negara hukum demokratis lahir dari adanya ketentuan perubahaan pasal 1 ayat
(2) dan (3) UUD Tahun 1945. Ketentuan pasal 1 ayat (2) berbunyi: “kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Sebelum perubahan kedaulatan berada
sepenuhnya di tangan MPR sehingga sistem ketatanegaraan indonesia menganut supermasi MPR
dimana MPR berhak memilih presiden dan wakil presiden.
Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yaitu dokumen perencanaan nasional untuk
periode 1 (satu) tahun.12
16
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Cetakan Kedua, FH UII Press,Yogyakarta,
2004, him. 203.
apa yang dikemukakan Hans Kelsen, sebagai hierarchy of norms (stufenbau
des recht). Kelsen menyatakan:17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Politik hukum pembanguan merupakan hal yang esensial dalam konsep
negara hukum Indonesia karena hal ini berkaitan dengan garis kebijakan politik
hukum mengenai pembangunan nasional sebagai upaya seluruh komponen bangsa
dalam rangka mencapai tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) melalui pembuatan hukum baru maupun dengan penggatian hukum lama
yang mengatur mengenai pembangunan nasional. Arah tujuan bangsa Indonesia
secara expressive verbis terdapat di dalam pembukaan UUD Tahun 1945. Dengan
adanya politik hukum pembangunan yang baik maka tentu akan menghasilkan
suatu produk hukum yang responsif.
DAFTAR PUSTAKA
Hans Kelsen, General Theory Of Law And State, Russel & Russel, New
York, 1945.
https://news.detik.com/berita/d-3054750/mpr-terus-serukan-semangat-hidupkan-
kembali-gbhn, diakses pada 1 agustus 2019
Peraturan Perundang-Undangan