Anda di halaman 1dari 13

- EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

TERKAIT
o Pemerintah Pusat
Dalam konteks pembentukan perundang-undangan di Indonesia, pemerintah pusat
memegang peran yang sangat penting.1 Landasan pemikiran utama adalah bahwa Indonesia
adalah negara hukum,2 yang berarti bahwa semua aspek kehidupan masyarakat, kebangsaan,
dan kenegaraan harus didasarkan pada hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 3
Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan,4 yang mengatur kewenangan pemerintah pusat dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan perundang-undangan.
Salah satu aspek penting dari Undang-Undang tersebut adalah konsep "carry-over".
Ini berarti jika suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) telah melewati tahap pembahasan
Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) namun belum selesai, RUU tersebut dapat disampaikan
kepada DPR periode berikutnya. Ini memungkinkan kelanjutan pembahasan RUU yang
belum selesai di masa pemerintahan berikutnya, menghindari kerugian waktu dan sumber
daya yang terbuang akibat harus memulai pembahasan dari awal lagi.5
Selain itu, pemerintah pusat juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan
pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang yang telah disahkan. 6 Tujuannya adalah
untuk mengevaluasi ketercapaian, pemikiran, dan manfaat dari pelaksanaan undang-undang
tersebut. Melalui pemantauan ini, pemerintah pusat dapat mengetahui apakah undang-undang

1
Winda Fitri & Luthfia Hidayah, “PROBLEMATIKA TERKAIT UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
DI INDONESIA: SUATU KAJIAN PERSPEKTIF PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN”
(2021) 4 e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha at 730.
2
Fahmiyeni Adriati, NEGARA HUKUM INDONESIA (2021) at 4.
3
Ferry Irawan Febriansyah, “KONSEP PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DI INDONESIA” (2016) 21:3 PERSP 220, online:
<http://jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/586> at 226.
4
Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, 2019.
5
PrandyALFanggi, Kaharudin, & Chrisdianto Eko Purnomo3\, “KEWENANGAN PEMERINTAH
PUSAT DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN” (2021) 9:4 Nopember2021Jurnal Education and developmentInstitut
Pendidikan Tapanuli Selatan at 779.
6
Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, supra note 4
at Pasal 95A ayat (1) dan ayat (2).
yang sudah disahkan telah mencapai tujuan yang , dan apakah perlu dilakukan penyesuaian
atau perubahan untuk meningkatkan efektivitasnya.7
Selanjutnya, dalam koordinasi pembentukan peraturan perundang-undangan di
lingkungan pemerintah, pemerintah pusat memainkan peran utama. 8 Koordinasi ini dilakukan
oleh menteri dan kepala lembaga yang mengatur urusan pemerintahan di bidang
pembentukan peraturan perundang-undangan.9 Dengan demikian, pemerintah pusat
memastikan bahwa proses pembentukan peraturan perundang-undangan berjalan efisien dan
sesuai dengan kebutuhan nasional serta arah kebijakan pemerintah. 10 Ini mencerminkan
komitmen pemerintah dalam menjaga ketertiban hukum, memastikan keberlangsungan
pembangunan, dan mengawal pelaksanaan kebijakan secara efektif untuk kepentingan
masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, kewenangan pemerintah pusat dalam
penyusunan Rancangan Undang-Undang dan pembuatan Undang-Undang tidak hanya
mencakup aspek teknis pembentukan undang-undang, tetapi juga melibatkan pemantauan,
evaluasi, dan koordinasi yang menyeluruh untuk memastikan bahwa hukum yang dihasilkan
sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum dan melayani kepentingan masyarakat serta
pembangunan nasional secara optimal.
Pasal 9 ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 201411 menegaskan bahwa
urusan pemerintahan absolut merupakan bidang yang secara eksklusif menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat. Di dalam lingkup ini, tercakuplah aspek politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, yustisi, moneter, fiskal, dan agama. Dalam proses pembentukan undang-undang,
pemerintah pusat memegang peran yang dominan dalam mengatur isu-isu yang termasuk
dalam cakupan urusan pemerintahan absolut ini. 12 Dengan demikian, tanggung jawab
pembentukan undang-undang yang terkait dengan politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, yustisi, moneter, fiskal, dan agama sepenuhnya berada di bawah kendali
7
Ani Sri Rahayu, Pengantar Pemerintahan Daerah: Kajian Teori, Hukum dan Aplikasinya
(Jakarta, Indonesia: Sinar Grafika, 2022) at 21.
8
Susunan Dewan Redaksi, “PRODIGY JURNAL PERUNDANG-UNDANGAN” (2023) 11:2 Jurnal
Prodigy at 150.
9
Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
2022 at Pasal 21 ayat (4).
10
Eka Nam Sihombing, Problematika Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah
(2018) at 289.
11
Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, 2014 at Pasal
9 ayat (2).
12
Dudung Abdullah, “Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah” (2016) 1:1
pst 83, online: <https://journal.unsika.ac.id/index.php/positum/article/view/501> at 96.
pemerintah pusat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konteks legislasi, otoritas pemerintah
pusat memiliki kekuatan yang signifikan untuk mengatur dan mengambil keputusan dalam
bidang-bidang yang bersifat strategis dan fundamental bagi negara secara keseluruhan.

o Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan


Konsep hukum sebagai sistem norma merujuk pada struktur hierarkis di mana norma-
norma hukum saling berinteraksi.13 Norma-norma ini tersusun dalam tingkatan yang meliputi
tingkat yang lebih tinggi hingga lebih rendah, dengan keabsahan norma yang lebih rendah
bergantung pada norma yang lebih tinggi, mencapai puncaknya pada norma dasar atau
grundnorm.14 Pentingnya harmonisasi dalam peraturan perundang-undangan baik secara
vertikal maupun horizontal sebagai langkah krusial untuk memastikan konsistensi dan
keberlakuan hukum.15 Hal ini ditegaskan dalam konteks Undang-Undang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, yang menegaskan perlunya sinkronisasi antarperaturan
hukum dalam penyusunan naskah akademik guna menjaga keberlangsungan sistem hukum
secara efektif.16

 UUD 1945
 Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan
Salah satu sektor yang memiliki peran strategis dalam mencapai tujuan tersebut
adalah sektor pertanian, termasuk dalam hal ini pertembakauan. Pertembakauan di Indonesia
dianggap memiliki keunggulan komparatif dalam produk non-migas. Oleh karena itu,
perlindungan dan pengembangan sektor pertembakauan harus disinkronkan dengan prinsip-
prinsip yang tertuang dalam UUD 1945. Hal ini mencakup upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor pertembakauan, termasuk pemberian
perhatian dan jaminan perlindungan sesuai dengan amanat UUD 1945 tentang melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum.
Dengan demikian, pembahasan mengenai pengembangan dan perlindungan pertembakauan

13
Jimly Asshiddiqie & Muchamad Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang hukum (Jakarta:
Konstitusi Press dengan PT Syaamil Cipta Media, 2006) at 111.
14
Kelsen, Hans, General Theory of Norms / Hans Kelsen (New York: Oxford Univesity Press,
1991) at 96.
15
Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Paradigma rasional dalam ilmu hukum: basis
epistemologis pure theory of law Hans Kelsen (Bantul: Genta Publishing, 2014) at 62.
16
Widodo Ekatjahjana, Pembentukan peraturan perundang-undangan: dasar-dasar dan
teknik penyusunannya, cet. 1 ed (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008).
perlu diselaraskan dengan prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam UUD 1945, untuk
memastikan tercapainya tujuan pembangunan nasional yang adil, makmur, dan sejahtera bagi
seluruh rakyat Indonesia.

 Ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945


Ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 194517 menyatakan "Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan"
memiliki dampak signifikan terhadap Rancangan Undang Undang tentang Pengembangan
dan Perlindungan Pertembakauan. Pasal tersebut menegaskan bahwa Negara memiliki
kewajiban untuk mengupayakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia, serta setiap warga
negara berhak atas pekerjaan yang layak untuk mencapai penghidupan yang manusiawi.
Implementasi dari pasal ini berkaitan erat dengan pembangunan nasional yang bertujuan
untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur, sesuai dengan prinsip-
prinsip Pancasila dan UUD 1945.
Dalam konteks pertembakauan, perlindungan dan pengembangan sektor ini harus
diselaraskan dengan amanat konstitusi tersebut, dengan memastikan tersedianya lapangan
pekerjaan yang layak bagi warga negara, serta memastikan bahwa pekerjaan di sektor
pertembakauan memberikan penghidupan yang manusiawi bagi para pekerja. Ini penting
karena pertembakauan memiliki peran strategis dalam ekonomi nasional, dan
keberlangsungannya telah dijamin oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Rancangan Undang
Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan harus menyelaraskan
kebijakan dan programnya dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kewajiban Negara
yang tercantum dalam konstitusi, guna memastikan tercapainya kesejahteraan dan
perlindungan bagi seluruh masyarakat, termasuk mereka yang terlibat dalam sektor
pertembakauan.

 Ketentuan Pasal 28A UUD Negara RI Tahun 1945


Berdasarkan Ketentuan Pasal 28A UUD Negara RI Tahun 1945 18 yang menyatakan
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”
memiliki dampak yang signifikan terhadap Rancangan Undang Undang tentang
Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan. Pasal tersebut menegaskan hak dasar
setiap individu untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya, yang harus dilindungi,
17
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1945 at Pasal 27 ayat (2).
18
Ibid at Pasal 28 A.
dihormati, dan dipertahankan oleh Negara serta masyarakat. Dalam konteks pertembakauan,
eksistensi sektor ini di Indonesia telah memberikan harapan hidup dan kehidupan bagi jutaan
rakyat Indonesia, sehingga penting untuk mempertahankan eksistensinya. Realisasi tujuan ini
memerlukan penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pertembakauan, baik dari tingkat undang-undang maupun peraturan yang dikeluarkan oleh
Menteri, guna memastikan adanya keterkaitan dengan usaha untuk menciptakan sistem
pertembakauan yang berkelanjutan. Dengan demikian, Rancangan Undang Undang tentang
Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan perlu disusun dan diselaraskan dengan
prinsip-prinsip hak hidup dan kehidupan yang tertuang dalam Pasal 28A UUD 1945, guna
memastikan perlindungan dan pengembangan sektor pertembakauan yang berkelanjutan dan
berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan


Pada Undang-Undang Perkebunan telah diatur definisi dari perkebunan 19, tanaman
perkebunan20, dan usaha perkebunan21 yang mencakup tembakau sebagai komoditas
perkebunan. Penyelenggaraan perkebunan22, yang termasuk di dalamnya adalah pengaturan
tembakau, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produksi dan nilai tambah, serta memenuhi
kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri. Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2014 Tentang Perkebunan menjadi payung hukum bagi perkebunan di Indonesia
dengan memberikan landasan hukum yang kuat untuk pengelolaan, pengembangan, dan
perlindungan sumber daya perkebunan. Undang-undang ini mengatur segala aspek terkait
dengan perkebunan, mulai dari pengelolaan sumber daya alam, pengembangan usaha
perkebunan, hingga penyediaan lapangan kerja dan perlindungan kepada pelaku usaha
perkebunan. Melalui tujuan-tujuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2014 Tentang Perkebunan, seperti meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan
produksi dan daya saing, serta mengelola sumber daya perkebunan secara optimal dan lestari,
Undang-Undang ini memberikan landasan yang kuat bagi penyelenggaraan perkebunan di
Indonesia.

19
Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, 2014 at Pasal 1 angka
(1).
20
Ibid at Pasal 1 angka (2).
21
Ibid at Pasal 1 angka (3).
22
Ibid at Pasal 3.
Melui Perancangan Undang Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan
Pertembakauan dipastkan dapat memberikan perlindungan yang lebih spesifik kepada
perkebunan tembakau, yang merupakan bagian dari perkebunan secara umum. Dengan
adanya rancangan undang-undang tersebut, dipastikan bahwasannya akan ada payung hukum
yang lebih spesifik yang mengatur tentang pengembangan dan perlindungan perkebunan
tembakau, termasuk dalam hal manajemen, pengawasan, dan perlindungan terhadap petani
tembakau. Rancangan Undang Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan
Pertembakauan dapat menjadi instrumen yang lebih fokus dalam memberikan perlindungan
terhadap petani tembakau serta mengatur secara khusus tentang peningkatan kesejahteraan
dan keberlanjutan perkebunan tembakau di Indonesia, dengan memperhitungkan karakteristik
dan kebutuhan khusus dari sektor ini.

 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi Daya


Pertanian Berkelanjutan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi Daya Pertanian
Berkelanjutan23 merupakan sebuah payung hukum yang penting bagi petani di Indonesia,
termasuk petani tembakau. Undang-undang ini memberikan kerangka kerja yang
komprehensif untuk pengelolaan sumber daya alam hayati dalam memproduksi komoditas
pertanian secara berkelanjutan, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani,
memperluas penganekaragaman hasil pertanian, meningkatkan pendapatan petani, dan
mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kerja.
Dalam konteks perlindungan bagi petani tembakau, Undang-Undang ini memberikan
dasar hukum yang kuat untuk melindungi keberlangsungan usaha pertanian tembakau.
Melalui pasal-pasalnya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 mengatur tentang
perencanaan, tata ruang, penggunaan lahan, perbenihan, penanaman, panen, dan aspek-aspek
lainnya yang relevan dengan budidaya tembakau. 24 Selain itu, undang-undang ini juga
menetapkan standar mutu untuk hasil pertanian yang dipasarkan dan memberikan wewenang
kepada pemerintah pusat dan daerah untuk mengawasi dan mengendalikan mutu hasil budi
daya pertanian.
Sementara itu, Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan
Pertembakauan diyakini dapat memberikan perlindungan yang lebih spesifik kepada petani

23
Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian
Berkelanjutan, 2019.
24
Ibid at Pasal 4; 5; 6; 8; 11; 102; 104.
tembakau. Dengan fokus pada pertembakauan, naskah akademik ini dapat mengatur dengan
lebih rinci mengenai aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan budidaya tembakau,
termasuk pengaturan harga, pengelolaan risiko, akses terhadap sumber daya, dan upaya-
upaya lain yang mendukung keberlangsungan usaha petani tembakau secara khusus. Dengan
demikian, sementara Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi Daya
Pertanian Berkelanjutan memberikan kerangka kerja umum untuk pengembangan pertanian
secara berkelanjutan, Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan
Pertembakauan dapat memberikan perlindungan yang lebih spesifik dan terfokus bagi petani
tembakau, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan usaha mereka.

 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Pelindungan dan


Pemberdayaan Petani
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Pelindungan dan Pemberdayaan
Petani memberikan perlindungan dan pemberdayaan yang luas bagi petani di Indonesia.
Melalui strategi pelindungan, undang-undang ini menetapkan langkah-langkah konkret untuk
membantu petani menghadapi berbagai permasalahan dan kesulitan, seperti memperoleh
prasarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya
tinggi, dan perubahan iklim.25 Sedangkan strategi pemberdayaan petani meliputi upaya
meningkatkan kemampuan petani melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pengembangan
sistem pemasaran, konsolidasi lahan pertanian, akses teknologi, dan penguatan kelembagaan
petani.26
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan strategi
pelindungan dan pemberdayaan petani sesuai kewenangannya masing-masing. Misalnya,
pemerintah wajib menjamin kepastian usaha petani dengan menetapkan kawasan usaha tani,
memberikan jaminan pemasaran hasil pertanian, memberikan keringanan pajak untuk lahan
pertanian produktif, dan menyediakan fasilitas pasar hasil pertanian. Melalui Rancangan
Undang Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan dapat memberikan
perlindungan yang lebih spesifik bagi petani tembakau. Undang-undang ini dapat menjadi
payung hukum yang kokoh dan mengatur langkah-langkah konkret untuk melindungi petani
tembakau dari berbagai dampak negatif, serta memastikan kontribusi positif sektor
pertembakauan terhadap kesejahteraan petani dan keberlanjutan lingkungan. Dengan

25
Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani, 2013 at Pasal 7 ayat (2).
26
Ibid at Pasal 7 ayat (3).
demikian, melalui peraturan yang lebih khusus ini, perlindungan dan pemberdayaan petani
tembakau dapat dijamin dengan lebih baik dan terfokus.

 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana


telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Cukai.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai memberikan dampak yang
signifikan terhadap legalitas, kepastian hukum, dan manfaat bagi sistem cukai di Indonesia.
Dengan menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1995, UU No. 39/200727 memberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan terperinci
dalam pengaturan dan penerapan cukai di Indonesia. Hal ini menciptakan kepastian hukum
bagi para pelaku industri, pemerintah, dan masyarakat umum terkait kewajiban dan hak
terkait cukai. Peran dan penanganan terhadap cukai pada komoditas tembakau dalam
Undang-Undang ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur penggunaan,
pemantauan, dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK).28 Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk
mengelola dan memanfaatkan penerimaan cukai dari tembakau secara efektif, sekaligus
memperhatikan aspek kesehatan masyarakat. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2007 Tentang Cukai29 memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan
keberlangsungan dan keseimbangan antara kepentingan industri dan kesehatan masyarakat
dalam konteks tembakau.
Pembuatan Undang Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan
merupakan langkah yang penting dalam mengatur secara lebih spesifik regulasi terkait cukai
bagi tembakau dan olahannya. Undang-Undang ini tidak hanya memberikan kerangka
hukum yang jelas, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek penting seperti kesehatan
masyarakat, pertumbuhan industri tembakau, serta keadilan sosial. Salah satu fokus utama
dari Undang-Undang tersebut akan menjadi pengaturan cukai terhadap tembakau dan produk
olahannya. Regulasi yang lebih spesifik dalam hal ini memungkinkan pemerintah untuk
27
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor
11 Tahun 1995 tentang Cukai., 1995.
28
Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 179/PMK.011/2012, 2012.
29
Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, 2007.
mengendalikan konsumsi tembakau dengan lebih efektif, sekaligus meningkatkan
penerimaan negara dari sektor ini. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan tarif cukai
yang sesuai dengan tujuan kebijakan, seperti upaya untuk mengurangi prevalensi merokok
dan dampak buruknya terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu, Undang-Undang ini juga
akan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat, terutama yang rentan
terhadap dampak negatif dari konsumsi tembakau. Hal ini bisa mencakup langkah-langkah
seperti peningkatan dalam penyuluhan tentang bahaya merokok, regulasi yang lebih ketat
terkait promosi produk tembakau, dan dukungan bagi program-program pencegahan dan
penghentian merokok.
Undang-Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan juga
dipastikan akan memperhatikan aspek pembangunan industri tembakau secara berkelanjutan.
Hal ini bisa meliputi regulasi terkait produksi, distribusi, dan pemasaran produk tembakau
yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan petani tembakau. Dengan
demikian, diharapkan bahwa Undang-Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan
Pertembakauan akan menjadi instrumen yang komprehensif dan progresif dalam mengatur
cukai bagi tembakau dan olahannya, serta melindungi kepentingan masyarakat, industri, dan
lingkungan.

 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU 7/2014) 30
merupakan landasan hukum yang signifikan dalam mengatur aktivitas perdagangan di
Indonesia. Sebagai instrumen hukum yang berlaku secara nasional, UU ini memberikan
kepastian hukum yang vital bagi para pelaku perdagangan, baik dalam lingkup domestik
maupun internasional. Dengan adanya UU 7/2014, pelaku usaha dan konsumen memiliki
landasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban mereka dalam setiap transaksi perdagangan,
yang pada gilirannya mengurangi potensi terjadinya sengketa hukum. Lebih dari itu, UU ini
juga memberikan dampak yang positif dalam menciptakan lingkungan usaha yang stabil dan
dapat diprediksi, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Namun, UU 7/2014 tidak secara langsung mengatur tentang komoditas tembakau, termasuk
rokok dan olahan tembakau lainnya. Meskipun demikian, UU ini tetap memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perdagangan tembakau melalui berbagai aspek yang diatur dalam
undang-undang tersebut. Salah satunya adalah dalam pengelolaan kualitas dan keselamatan
barang, di mana regulasi terkait produksi dan distribusi rokok dapat dipengaruhi oleh
30
Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, 2014.
ketentuan-ketentuan dalam UU 7/2014. Selain itu, pengaturan pajak dan bea yang diatur
dalam UU ini juga dapat memengaruhi harga dan permintaan terhadap produk tembakau,
meskipun tidak secara khusus menyebutkan tentang tembakau. Dengan demikian, meskipun
UU 7/2014 tidak secara eksplisit mengatur tentang perdagangan tembakau, namun
dampaknya tetap signifikan terhadap aktivitas perdagangan tembakau di Indonesia. Peran dan
penanganan terhadap perdagangan tembakau masih dipengaruhi oleh prinsip-prinsip dan
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU 7/2014 serta peraturan-peraturan turunannya.
Melalui Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan
Pertembakauan ini dipastikan mampu untuk memberikan regulasi yang lebih spesifik
terhadap perdagangan tembakau dan olahannya di Indonesia. Dengan adanya undang-undang
ini, diharapkan akan tercipta kerangka hukum yang komprehensif dan terperinci dalam
mengatur aspek-aspek yang berkaitan dengan pertembakauan, termasuk perdagangannya.
Regulasi yang lebih spesifik ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas bagi para
pelaku industri tembakau, termasuk produsen, distributor, dan pedagang, sehingga aktivitas
perdagangan tembakau dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam
undang-undang. Undang-Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan
direncanakan untuk mencakup berbagai aspek, mulai dari produksi, distribusi, hingga
konsumsi tembakau. Di antara regulasi yang mungkin diatur dalam undang-undang ini adalah
mengenai perijinan produksi dan distribusi, pengawasan terhadap iklan dan promosi
tembakau, pembatasan akses tembakau bagi golongan yang rentan, serta peningkatan pajak
atau cukai untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Selain itu, undang-undang ini juga
dapat mengatur tentang perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan hidup, dan
kepentingan sosial lainnya yang terkait dengan industri tembakau. Dengan adanya Undang-
Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan yang lebih spesifik,
diharapkan akan tercipta lingkungan perdagangan tembakau yang lebih terkendali dan
berkelanjutan. Regulasi yang lebih ketat dan terperinci diharapkan dapat mengurangi dampak
negatif dari konsumsi tembakau, seperti masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Selain itu, undang-undang ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dan
pengendalian terhadap industri tembakau secara menyeluruh, sehingga dapat menciptakan
industri tembakau yang lebih bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian31 memberikan dampak
yang signifikan dalam memberikan legalitas, kepastian hukum, dan manfaat bagi sektor
31
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, 2014.
industri di Indonesia. Undang-undang ini menjadi instrumen pengaturan yang efektif dalam
pembangunan industri dengan menetapkan berbagai ketentuan yang mengatur
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang perindustrian, rencana pembangunan
industri nasional, kebijakan industri nasional, serta berbagai aspek lain yang berkaitan dengan
pembangunan industri. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014
memberikan landasan yang kokoh untuk pembangunan industri yang mandiri, sehat, dan
kukuh, sejalan dengan tujuan pembangunan nasional.
Rancangan Undang Undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Pertembakauan
diyakini menjadi instrumen hukum yang memberikan perlindungan yang lebih spesifik dan
terfokus terhadap industri pertembakauan di Indonesia. Dengan demikian, regulasi yang
diperkenalkan di dalamnya akan dapat memberikan kejelasan serta ketegasan dalam
mengatur berbagai aspek terkait produksi, distribusi, dan konsumsi produk tembakau.
Pentingnya keberadaan undang-undang ini tergambar dari peran vital industri pertembakauan
dalam struktur ekonomi nasional, yang membutuhkan perlindungan yang kuat serta
penegakan regulasi yang efektif. Melalui Rancangan Undang Undang tersebut, diharapkan
aspek-aspek krusial seperti keamanan, keselamatan, dan kesehatan manusia dalam industri
pertembakauan dapat dijamin secara lebih konkret. Selain itu, pentingnya menjaga kelestarian
fungsi lingkungan hidup dalam konteks industri ini juga menjadi fokus utama. Dengan
demikian, industri pertembakauan di Indonesia dipercaya akan dapat beroperasi dalam
kerangka hukum yang lebih jelas dan memadai, sesuai dengan tuntutan dinamika perubahan
global dan nasional yang tengah terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 179/PMK.011/2012, 2012.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, 2014.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor
11 Tahun 1995 tentang Cukai., 1995.

Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, 2014.

Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, 2019.

Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan


Petani, 2013.

Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, 2014.

Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, 2007.

Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, 2014.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1945.

Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
2022.

Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian
Berkelanjutan, 2019.

Ani Sri Rahayu, Pengantar Pemerintahan Daerah: Kajian Teori, Hukum dan Aplikasinya
(Jakarta, Indonesia: Sinar Grafika, 2022).

Asshiddiqie, Jimly & Muchamad Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang hukum (Jakarta:
Konstitusi Press dengan PT Syaamil Cipta Media, 2006).

Dimyati, Khudzaifah & Kelik Wardiono, Paradigma rasional dalam ilmu hukum: basis
epistemologis pure theory of law Hans Kelsen (Bantul: Genta Publishing, 2014).

Ekatjahjana, Widodo, Pembentukan peraturan perundang-undangan: dasar-dasar dan teknik


penyusunannya, cet. 1 ed (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008).

Kelsen, Hans, General Theory of Norms / Hans Kelsen (New York: Oxford Univesity Press,
1991).

Abdullah, Dudung, “Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah” (2016) 1:1 pst
83, online: <https://journal.unsika.ac.id/index.php/positum/article/view/501>.
Febriansyah, Ferry Irawan, “KONSEP PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DI INDONESIA” (2016) 21:3 PERSP 220, online: <http://jurnal-
perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/586>.

Fitri, Winda & Luthfia Hidayah, “PROBLEMATIKA TERKAIT UNDANG-UNDANG


CIPTA KERJA DI INDONESIA: SUATU KAJIAN PERSPEKTIF PEMBENTUKAN
PERUNDANG-UNDANGAN” (2021) 4 e-Journal Komunitas Yustisia Universitas
Pendidikan Ganesha.

PrandyALFanggi, Kaharudin, & Chrisdianto Eko Purnomo3\, “KEWENANGAN


PEMERINTAH PUSAT DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN” (2021) 9:4 Nopember2021Jurnal Education
and developmentInstitut Pendidikan Tapanuli Selatan.

Redaksi, Susunan Dewan, “PRODIGY JURNAL PERUNDANG-UNDANGAN” (2023) 11:2


Jurnal Prodigy.

Adriati, Fahmiyeni, NEGARA HUKUM INDONESIA (2021).

Sihombing, Eka Nam, Problematika Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah


(2018).

Anda mungkin juga menyukai