Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATAKULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : MUHAMMAD BUQRAH RIFKY

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 053442992

Kode/Nama MK : ADPU4332/Hukum Administrasi Negara

Kode/Nama UT Daerah : 50/ UT SAMARINDA

Masa Ujian : 2023/2024 Genap (2024.1)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TERBUKA
1. Dua Warga Binaan Rutan Batam Dapat Pendampingan Hukum dari LBH Mawar Saron
Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum. Negara memberikan bantuan
hukum kepada warga negara yang kurang mampu atau tidak bisa membayar pengacara. Untuk
wilayah Provinsi Kepri, Kanwil Kemenkumham bekerja sama dengan dua Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) untuk mendampingi setiap warga binaan yang membutuhkan bantuan hukum.
Kedua LBH yang sudah bekerja sama dengan Kanwil Kemenkumham Kepri adalah LBH
Mawar Saron dan LBH Anisa.
Dalam hal memberikan bantuan hukum kepada warga miskin, Kemenkumham tidak bekerja
sendiri tetapi menjalin kerja sama dengan LBH yang sudah disertifikasi. LBH akan
melaksanakan pendampingan terhadap masyarakat miskin yang berhadapan dengan hukum,
mulai dari penyidikan di Kepolisian, dan Kejaksaan, sampai persidangan di pengadilan.
Untuk pendampingan hukum yang dilakukan oleh LBH, masyarakat tidak perlu memikirkan
biaya apapun.
Berdasarkan pada artikel diatas dapat kita pahami bahwa negara dalam fungsinya memiliki
hubungan yang saling mengatur antara pemerintah dengan masyarakatnya.
Pertanyaan:
a. Korelasikan kasus di atas antara bantuan hukum yang diberikan dengan substansi ilmu hukum
administrasi negara secara umum!
b. Bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah dapat dikatakan sebagai salah satu fungsi
utama hukum administrasi negara. Berikan analisis dan penjelasan saudara termasuk ke dalam
fungsi yang manakah yang telah dijalankan oleh pemerintah?
Jawab :

a. Bantuan hukum meruparakan salah satu bentuk hak asasi manusia yang secara konstitusional
mewajibkan Negara menjamin dan menyelenggarakannya.
Instrumen internasional, jaminan dan perlindungai hukum serta bantuan hukum diatur dalam
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 yang mengatur hak setiap orang
untuk diakui di depan hukum sebagai manusia pribadi dimana saja ia berada, dan jaminan
setiap orang sama di depan hukum dan mempunyai hak atas perlindungan hukum yang sama,
tanpa diskriminasi.
Mengenai bantuan hukum telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangai dan
menegaskan bahwa bantuan hukum memang diberikan kepada mereka yang tidak mampu.
Pengaturan berkaitan dengan pengalokasian anggaram pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dapat dilakukan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan pasal 19
Undang_Undang Nomor 16 Tahun 2O11 Tentang Bantuan Hukum yang menjelaskan pada
ayat (1) balwa Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum
dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah. Dan ayat (2) pasal tersebut menjelaskan
bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum diatur dengan
peraturan Daerah.
b. Landasan Yudiris. Pengaturan mengenai pemberian Bantuan Hukum dalam Undang-
Undalg ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok
orarg miskin. Arah kebijaksanaan dari program bantuan hukum bagi masyarakat tidak
mampu, disampmg memberdayakan keberadaan dan kesamaaa hukum bagi seluruh
lapisan masyaratat, juga bertujuan untuk menggugai kesadaran dan kepatuhan hukum
masyaratat, yaitu melalui penggunaan hak yang disediakan oleh Negara dalam hal
membela kepentingan hukumnya di depan Pengadilan.
Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar kewenangan dan prosedur
pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta tidak adanya kontradiksi
antarketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi. Diperlukan
sebagai sarana menjamin kepastian hukum.
Berdasarkan pada pemahaman di atas, fungsi landasan yuridis digunakan sebagai
arahan dalam menyusun Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Bantuan Hukum.

2. Langkah Pemerintah Susun Pedoman Interpretasi UU ITE Dipertanyakan Pakar hukum tata
negara Universitas Andalas Feri Amsari mempertanyakan langkah pemerintah soal penyusunan
pedoman interpretasi resmi atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Feri mengatakan, pedoman interpretasi tidak masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan
yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 dan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU tersebut disebutkan hierarki perundang-
undangan terdiri atas UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi,
dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, kata Feri, pedoman interpretasi tidak
dapat diterapkan sebagai regulasi atau aturan hukum.
Feri mengatakan, interpretasi atas undang-undang bukan menjadi ranah pemerintah, melainkan
hakim yang memutus di pengadilan. Feri menambahkan, jika pemerintah benar-benar ingin
menghindari multitafsir atas pasal-pasal yang ada di UU ITE, maka sebaiknya UU tersebut
direvisi atau diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berbagai cara bisa agar UU menjadi rigid dan
detail, misalnya revisi, uji ke MK, dan membuat aturan pelaksana yang benar. Sebelumnya
diberitakan, pemerintah akan menyiapkan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE. Hal ini
disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate saat
dikonfirmasi soal langkah pemerintah terkait revisi UU ITE.
Johnny mengatakan, pembentukan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE diinstruksikan
oleh Presiden Joko Widodo. Pedoman tersebut dibuat agar implementasi pasal-pasal UU ITE
berjalan adil dan tak multitafsir. Selain Kemenkominfo, pedoman ini juga akan disusun oleh
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Polri, Kejaksaan Agung, dan
Mahkamah Agung. Menurut Johnny, pedoman interpretasi resmi UU ITE bakal dibuat dalam
bentuk yang bisa menjadi acuan formal dan mempunyai kedudukan hukum. Koordinasi
pembahasannya dilakukan melalui Kemenko Polhukam. Terkait target penyusunan pedoman,
Johnny mengatakan akan ditentukan dalam pembahasan pertama pemerintah. Johnny
menyampaikan bahwa Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang kerap dianggap
sebagai pasal karet atau multitafsir sudah beberapa kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hasilnya, MK selalu menyatakan bahwa pasal tersebut konstitusional dan tak bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945. Pada prinsipnya, lanjut dia, UU ITE bertujuan untuk menjaga ruang
digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Jaminan
keadilan dalam UU ITE diklaim telah diupayakan pemerintah. Namun, jika pelaksanaannya tidak
dapat memberikan rasa adil, terbuka peluang UU ITE direvisi kembali.

Pertanyaan:
a. Dalam hukum administrasi negara ada yang dinamakan instrumen hukum menurut Riawan
Tjandra yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Berikan
analisis saudara, termasuk dalam instrumen hukum manakah permasalahan pada kasus di atas.
b. Ada asas yang perlu diperhatikan di dalam penyusunan perundang-undangan seperti prinsip
dasar dalam UU Nomor 12 Tahun 2011. Korelasikan salah satu asas dengan kasus di atas.

Jawab :
a. Pada kasus di atas memuat tetang penyususun Pedoman Interpretasi Undang-undang ITE yang
dilakukan oleh pemerintah karena dirasa multitafsir dan di rasa tidak adil sehingga perlu di
lakukan revisi kembali agar sesuai dengan tujuan pembentukan undang-undang ITE yaitu menjaga
rang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Jaminan keadilan dalam U ITE diklaim telah diupayakan pemerintah. Bila di lihat dari instrument
hokum menurut Riawan Tjandra yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, analisis yang termasuk dalam instrument hokum pada permasalahan kasus di atas
adalah termasuk peraturan perundang-undangan (wet en reeling) yaitu peraturan perundang-
undangan secara substantive mengandung pengertian sebaggai peraturan yang bersifat umum.
Yang merupakan peraturan pokok yang tidak bersifat terperinci atau detail. Dikatakan dalam
modul suatu peraturan perundang-undangan dalam proses pembuatannya harus memenihi kaidah-
kaidah umm atas asas-asas suatu perundangan,
yang menurut van der lies asas perundangan tersebut meliputi beberapa hal:
1) Penetapan tujuan yang jelas
Apabila dianalisis pada kasus di atas U UTE bertujuan untuk menjaga rang digital Indonesia
agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Tetapi dalam
kenyataannya banyak yang asumsi bahwa undang-undang UTE di rasa tidak adil dan perlu di
revisi kembali.
2) Keharusan
Mengingat jaman yang semakin berkembang di tengah ngencatan glombang globalisasi yang
memungkinkan tehnologi dengan mudah dapat di akses melalui gengaman maka sangat di
haruskan untuk membuat peraturan UU ITE yang tepat untuk medukung perkembangan
teknologi informasi yang sangat pesat ini.
3) Organ yang tepat
Dikatakan pada kasus di atas undang-undang ITE menggunakan landasan dari pasal- pasal
yang multitafsir sehhingga perl dilakukan revitalisasi kembali untuk undang. undang ITE yang
dirasa member dampak yang kurang adil
4) Dapat dilaksanakan
Udang-undang ITE seharusnya dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh masyarakat
Indonesia tetapi kenyataanya undang-undang tersebut malah memberi dampak yang tidak adil.
Termologi yang jelas dan sistematis Seperti yang didebutkan pada kasus di atas terdapat
ketidak jelasan Susun Pedoman Interpretasi UU ITE oleh pemerintah. Dalam kutipan teks
diatas disebutkan " Dalam UU tersebut disebutkan hierarki perundang-undangan terdiri atas
UUD 1945 Ketetapan MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Peraturan Pemerintah. Peraturan Presiden. Peraturan Daerah Provinsi. dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, kata Feri, pedoman interpretasi tidak dapat
diterapkan sebagai regulasi atau aturan hokum
5) Dapat dikenali
Undang-undang ITE seperti yang di sebutkan pada teks di atas di peruntukan untuk
masyarakat luas sehingga pembentukan pedoman interpretasi resmi terhadap U ITE
diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo. Pedoman tersebut dibuat agar implementasi pasal-
pasal U ITE berjalan adil dan tak multitafsir. Selain Kemenkominfo, pedoman ini juga akan
disusun oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Polri, Kejaksaan
Agung, dan Mahkamah Agung.
6) Kesamaan hukum
Pembentukan pedoman interpretasi resmi terhadap UU IT terebut dibuat agar berlajan adil dan
tidak multitafsi shingga dilaksanaka oleh kemenkominfo kemenkumham, polri, kejaksaan
agung dan makamah anggung.
b. Asas pada undang-undang nomor 12 tahun 2011 yang berkorelasi pada kasus diatas yaitu asas
kejelasan tujuan. Yang dimaksud dengan asas kejelasan tujuan adalah setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas dan yang hendak dicapai. Bila
kita mencermati kasus di atas terdapat penekanan bahwa. Korelasi salah satu asas dengan kasus di
atas yaitu Pada prinsipnya, UU ITE bertujuan untuk menjaga rang digital Indonesia agar bersih,
shat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Sehingga sangat diupayakan oleh
pemerintah, namun yang terjadi di masyarakat, undang-undang ITE dirasa multitafsir dan tidak
adil. Sehingga perlu dilakukan revisi terhadap undang-udang ITE dengan menghilangkan pasal-
pasal karet yang menjadi hulu dari undang-undang tersebut. Di dalam penjelasan mengenai asas
kejelasan juga disebutkan peraturan perundang-undangan tidak boleh mengandung Ketidak
(elasan atau menimbulkan multitarsir/multi pengertian tentang tujuan dari peraturan perundangan
tersebut.
3. Dalam hak dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil (PNS) ada hak yang dapat diterima selain berhak
mendapatkan pendapatan juga diberi hak untuk mendapat cuti berdasarkan PP Nomor 24 Tahun
1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil.
Contoh kasus Ibu Anisa merupakan seorang PNS sudah 10 tahun di salah satu instansi
pemerintahan. Ibu Anisa berumur 40 tahun dan telah memiliki 3 orang anak, saat ini sedang hamil
anak ke 4 dengan usia kandungan 7 bulan.
Pertanyaan :
a. Tentukan perlakuan yang diberikan kepada ibu Anisa untuk hak cutinya pada kelahiran anak
ke 4.
b. Bagaimana proses pengajuan cuti anak keempat?
Jawab :

Hak Cuti Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1976
Menurut PP Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil, PNS memiliki hak cuti selain
dari pendapatan. Dalam contoh kasus Ibu Anisa, sebagai seorang PNS yang hamil anak keempat,
berikut adalah perlakuan yang diberikan dan proses pengajuan cuti:
a. Perlakuan untuk Hak Cuti Ibu Anisa:
Ibu Anisa berhak mendapatkan cuti hamil selama 3 bulan sebelum perkiraan tanggal
persalinan dan 3 bulan setelah melahirkan.
Selain itu, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1976, Ibu Anisa juga berhak mendapatkan cuti
bersalin selama 3 bulan setelah melahirkan.
b. Proses Pengajuan Cuti Anak Keempat:
Ibu Anisa dapat mengajukan cuti bersalin untuk anak keempat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di instansinya. Proses pengajuan cuti tersebut biasanya melibatkan pengajuan surat
permohonan cuti kepada atasan langsung atau unit SDM di instansinya. Ibu Anisa perlu
memastikan bahwa dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengajuan cuti telah disiapkan
dengan lengkap sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Dengan demikian, Ibu Anisa berhak mendapatkan cuti hamil dan cuti bersalin untuk anak
keempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sumber :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1976 Tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil

https://kepri.kemenkumham.go.id.

Anda mungkin juga menyukai