Anda di halaman 1dari 7

TUGAS III PENGANTAR ILMU HUKUM

DISUSUN OLEH

NAMA : KHAERUL FAHMI


NIM : 047881674

UNIVERSITAS TERBUKA
MATARAM
FAKULTAS ILMU HUKUM
2022
Jawaban Tugas 3

1. Telaah oleh saudara berdasarkan kasus di atas, Bagaimana agar sistem hukum di
Indonesia dapat bekerja dengan baik dalam penegakan HAM?

Agar sistem hukum di Indonesia bekerja dengan baik dalam penegakkan HAM maka
diperlukan adanya perbaikan sistem hukum dan peningkatan kesadaran hukum. Yang mana
dengan merevisi UU HAM yaitu UU No. 26 Tahun 2000 diharapkan setelah adanya revisi
dapat lebih peduli terhadap korban pelanggaran HAM.
 Adanya pembaharuan dan perubahan dalam bidang hukum terus dijalankan dengan
kondisi hukum yang terpuruk. Pembaharuan dilakukan oleh organisasi masyarakat, LSM,
akademisi dan politisi. Reformasi sistem hukum patut disambut baik demi perbaikan
kondisi bangsan dan negara Indonesia. Reformasi hukum yang dimaksud meliputi struktur,
substansi, dan kultur serta sarana prasarana hukum.
 Kesadaran hukum mempunyai peranan dalam proses penegakan hukum dan HAM.
Kesadaran hukum tidak bisa datang atau dipaksakan dari luar, melainkan datang dari
dalam diri seseorang sendiri. Dengan demikian, kesadaran pentingnya hukum dan HAM
diperlukan untuk mendukung efektifitas hukum dan HAM. Kesadaran ini dapat dibentuk
dengan adanya pendidikan hukum dan HAM kepada msyarakat baik melalui pendidikan
formal maupun informal.

2. Bagaimana jaminan Hak Asasi Manusia ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata Negara?

Hak asasi manusia merupakan hak yang secara hakiki dimiliki oleh manusia karena
martabatnya sebagai manusia yang dimilikinya sejak lahir. Pada dasarnya, hak asasi manusia
itu merupakan hak yang inherent dimiliki oleh setiap manusia sebagai makhluk Tuhan. Dengan
begitu hak asasi manusia dimiliki oleh siapapun, tidak terkecuali oleh anak. Bahkan di dalam
terminologi hukum perdata, hak keperdataan seseorang itu telah diakui semenjak ia masih
berada dalam kandungan.
Mendasarkan pada pemikiran bahwa hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang melekat
dan tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri, berarti juga meliputi jaminan
perlindungan atas hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun (non-derogable
rights), yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak persamaan dihadapan hukum
(equality before the law) dan lain sebagainya.
Dalam konteks Indonesia, pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang
demikian itu tidak lain merupakan konsekuensi dari corak negara hukum yang dianut oleh
Indonesia. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 telah menggariskan bahwa negara Indonesia adalah
Negara hukum. Dalam penjelasannya dengan tegas disebutkan bahwa, <Negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechstaat) tidak atas kekuasaan belaka (machtstaat).= Ketentuan
tersebut, mengandung arti bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas hukum.
Sebagaimana yang dipahami.
<Bahwa syarat-syarat rechtstaat utamanya terdiri dari: (1) Asas legalitas, yaitu setiap tindakan
pemerintah harus didasarkan atas dasar peraturan perundang-undangan; (2) Pembagian
kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya
bertumpu
pada satu tangan; (3) Hak-hak dasar, yaitu hak dasar merupakan sarana perlindungan hukum
bagi rakyat, dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentuk Undang-undang; (4) Tersedia
saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan tindakan pemerintah.
Demikian dapatlah dipahami bahwa di dalam negara hukum itu selain dianut asas legalitas
yang berarti bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan pada hukum, juga terdapat
prinsip jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Selaras dengan itu, Pembukaan
UUD 1945 juga menggariskan bahwa segala bentuk penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Tinjauan secara historis maupun filosofis, munculnya pemikiran tentang negara hukum
memang demikian erat kaitannya dengan negara berkonstitusi. Di dalam negara hukum,
<konstitusi= memiliki kedudukan fundamental sebagai hukum tertinggi (supreme law) dan
sekaligus hukum dasar (grondwet). Dengan hal itu, maka segala tindakan pemerintahan
berikut juga tindakan warga negaranya harus diarahkan/tidak boleh menyimpangi ketentuan-
ketentuan yang diatur di dalam konstitusi. Oleh karenanya, ketidaktaatan dan/atau
penyimpangan terhadap hal tersebut menyebabkan tindakannya itu dapat dinilai tidak
konstitusional (inkonstitusional), yang mempunyai dimensi pertanggungjawaban hukum.
Lebih jauh dikatakan, bahwa masalah keadilan dan hak asasi manusia juga merupakan wujud
pengejawantahan nilai-nilai Pancasila, sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Masalah
perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat yang sangat penting sebagai perwujudan
dari Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Kedua Sila dari Pancasila tersebut seyogyanya menjadi acuan bagi para penegak
hukum (sebagai pelaksana kekuasaan negara di bidang yudisial dalam kerangka penegakan
hukum/law enforcement) dalam memberikan perlindungan terhadap korban kejahatan,
sehingga memenuhi rasa kemanusiaan yang adil dan beradab dan dapat mewujudkan nilai
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pancasila
tersebut. Pada Pembukaan UUD 1945 1945 alinea IV (empat) yang berbunyi, <...melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...=, yang juga
diatur dalam Pasal 28D (1) UUD 1945 yang berbunyi: <Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum=,
setidaknya merupakan landasan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
jaminan serta perlindungan hukum atas hak-hak yang dimilikinya. Dalam makna ini berarti
negara berkewajiban untuk memenuhi (to fullfil), menghormati (to respect), dan melindungi
(to protect)hak-hak asasi setiap warga negaranya.

3. Analisis oleh saudara terkait konflik agraria yang terjadi di Indonesia yang beririsan dengan
HAM. Serta bagaimana upaya yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan konflik tersebut ?

Sekitar 6000 hingga 7000 kasus yang masuk ke Komnas HAM, 15 hingga 20% - nya adalah
pengaduan tentang konflik agraria. Kasus-kasus tersebut di antaranya mengenai sengketa
pertanahan, perebutan akses terhadap Sumber Daya Alam di berbagai sektor, baik di
kehutanan maupun di non-kehutanan, seperti perkotaan, pedesaan, bahkan di pesisir.
Pemerintahan melalui Nawacita No.5 selain itu pemerintah juga memiliki program percepatan
pertumbuhan ekonomi "economic growth"; percepatan pengentasan kemiskinan; percepatan
proyek-proyek infrastruktur.
Dalam hal ini KPK memfasiltasi dengan adanya Gerakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya
Alam. Gerakan ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman dua belas
Kementerian/Lembaga untuk percepatan pengukuhan kawasan hutan. Pemerintahan melalui
Nawacita No.5 mendorong land reform dan program peningkatan lahan untuk para petani
seluas 9 juta ha. Selain itu pemerintah juga memiliki program percepatan pertumbuhan
ekonomi "economic growth"; percepatan pengentasan kemiskinan; percepatan proyek-proyek
infrastruktur. Keseluruhan dari program tersebut dipastikan terkait dengan lahan sehingga
dalam program pembangunan tersebut terdapat potensi konflik agraria.

Anda mungkin juga menyukai