Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 1

( HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 69 )

NAMA: ANDRE AKBAR WIJAYA


NIM : 049005368
JURUSAN ILMU HUKUM
Langkah Pemerintah Susun Pedoman Interpretasi UU ITE Dipertanyakan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari
mempertanyakan langkah pemerintah soal penyusunan pedoman interpretasi resmi atas
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Feri mengatakan, pedoman
interpretasi tidak masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU
Nomor 12 Tahun 2011 dan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. "Mana ada (pedoman interpretasi) dalam ilmu perundang-undangan. Bahkan
tidak ada dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nomor 15 tahun 2019, apakah pemerintah tidak
membaca UU?" kata Feri saat dihubungi, Kamis (18/2/2021).
Dalam UU tersebut disebutkan hierarki perundang-undangan terdiri atas UUD 1945, Ketetapan
MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan
demikian, kata Feri, pedoman interpretasi tidak dapat diterapkan sebagai regulasi atau aturan
hukum.
Feri mengatakan, interpretasi atas undang-undang bukan menjadi ranah pemerintah, melainkan
hakim yang memutus di pengadilan. "Mana ada pedoman interpretasi, pemerintah tidak berhak
mengintepretasi peraturan, hakim yang berwenang," ujar dia.

Feri menambahkan, jika pemerintah benar-benar ingin menghindari multitafsir atas pasal-pasal
yang ada di UU ITE, maka sebaiknya UU tersebut direvisi atau diuji ke Mahkamah Konstitusi
(MK). "Berbagai cara bisa agar UU menjadi rigid dan detail, misalnya revisi, uji ke MK, dan
membuat aturan pelaksana yang benar," kata dia. Sebelumnya diberitakan, pemerintah akan
menyiapkan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE. Hal ini disampaikan Menteri
Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate saat dikonfirmasi soal langkah
pemerintah terkait revisi UU ITE. "Yang perlu disiapkan segera adalah pedoman interpretasi resmi
terhadap UU ITE," kata Johnny kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2021).
Johnny mengatakan, pembentukan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE diinstruksikan
oleh Presiden Joko Widodo. Pedoman tersebut dibuat agar implementasi pasal-pasal UU ITE
berjalan adil dan tak multitafsir. Selain Kemenkominfo, pedoman ini juga akan disusun oleh
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Polri, Kejaksaan Agung, dan
Mahkamah Agung. Menurut Johnny, pedoman interpretasi resmi UU ITE bakal dibuat dalam
bentuk yang bisa menjadi acuan formal dan mempunyai kedudukan hukum. "Koordinasi
pembahasannya dilakukan melalui Kemenko Polhukam," ujarnya. Baca juga: Jokowi Bakal Minta
DPR Revisi UU ITE Jika Implementasinya Tak Adil Terkait target penyusunan pedoman, Johnny
mengatakan akan ditentukan dalam pembahasan pertama pemerintah. Johnny menyampaikan
bahwa Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang kerap dianggap sebagai pasal karet
atau multitafsir sudah beberapa kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, MK selalu
menyatakan bahwa pasal tersebut konstitusional dan tak bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945. Pada prinsipnya, lanjut dia, UU ITE bertujuan untuk menjaga ruang digital Indonesia
agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Jaminan keadilan dalam UU
ITE diklaim telah diupayakan pemerintah. Namun, jika pelaksanaannya tidak dapat memberikan
rasa adil, terbuka peluang UU ITE direvisi kembali. "Kami mendukung sesuai arahan Bapak
Presiden," kata Johnny.
Wacana revisi UU ITE pertama kali dilontarkan oleh Presiden Jokowi. Ia mengaku bakal meminta
DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasimya tak memberikan rasa keadilan. Menurut
Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan
secara multitafsir. Oleh karenanya, jika revisi UU ITE dilakukan, ia akan meminta DPR menghapus
pasal-pasal tersebut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Langkah Pemerintah Susun Pedoman
Interpretasi UU ITE Dipertanyakan", Klik untuk
baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/18/12210061/langkah-pemerintah-susun-p
edoman-interpretasi-uu-ite-dipertanyakan?page=all.
Penulis : Ardito Ramadhan
Editor : Kristian Erdianto
Pertanyaan :
1. Dalam hukum administrasi negara ada yang dinamakan instrumen hukum menurut Riawan
Tjandra yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, berikan
analisis saudara termasuk dalam instrumen hukum manakah permasalah pada kasus diatas,
jelaskan!
2. Ada asas yang perlu diperhatikan didalam penyusunan perundang-undangan seperti prinsip dasar
dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, korelasikan salah satu asas dengan kasus diatas, jelaskan juga
pengertian asas tersebut!

Jawaban

1. pendapat di atas mengenai instrumen-instrumen hukum administrasi negara yang


digunakanpemerintah dalam upaya mewujudkan tujuan-tujuannya, pendapat senada disampaikan
oleh Riawan Tjandra yang menyatakan bahwa dalam rangka menjalankan fungsinya, negara
melalui pemerintah sebagai pelaksananya menggunakan instrumen-instrumen yang meliputi.

A. instrumen yuridis, yaitu peraturan perundang-undangan (wet en regeling), peraturan


kebijaksanaan (beleidsregel), rencana (hetplan),dan instrumen hukum keperdataan;
B. instrumen materiil;
C. instrumen personel kepegawaian;
D. instrumen keuangan negara.

Menurut saya permasalahan kasus di atas termasuk ke dalam Instrumen yuridis, karena instrumen
yuridis merupakan peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakaanaan, rencana dan
instrumen hukum perdataan. Maka Instrumen hukum atau instrumen yuridis, sebagaimana
disampaikan oleh Riawan Tjandra, sécara umum dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis
instrumen hukum yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya:
1. peraturan perundang-undangan (wet en regeling),
2. peraturankebijaksanaan(beleidsregen),
3. rencana (hetplan),
4. instrumen hukum keperdataan.
No2 jawaban
Salah satu asas yang dapat dikaitkan dengan kasus di atas adalah bahwa pengertian asas kejelasan
tujuan diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 sebagai berikut. "Prinsip kemanfaatan relevan dengan
setiap pembentukan peraturan.
Peraturan perundang-undangan harus memiliki maksud dan tujuan yang jelas, yaitu. h. maksud dan
tujuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan harus jelas. Oleh karena itu,
undang-undang dan peraturan harus mengandung ambiguitas (ambigu) atau menimbulkan
multitafsir/konsensus kesepahaman terhadap tujuan undang-undang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai