Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 berbunyi “Negara Indonesia adalah

negara hukum.” Bunyi pasal tersebut menjadi refleksi sekaligus jaminan

secara konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang penyelenggaraan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan atas

hukum yang mengatur dalam hal ini yaitu aturan tertulis (supremacy of

law)1. Untuk menjamin supremasi hukum perlu didukung dengan penataan

regulasi yang berkualitas, tetapi realitanya masih terdapat regulasi yang

tumpang tindih, tidak konsisten, multitafsir, tidak mengacu pada prinsip

pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan

inefisensi anggaran dalam penyusunan dan implementasi penegakan

hukum, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtzagerheid)

yang berakibat pada lemahnya supremasi hukum.

Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian Republik Indonesia menyatakan bahwa Indonesia memiliki

8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang menunjukan

adanya pembengkakan regulasi di Indonesia. 2 Data yang di maksud

menggambarkan bahwa begitu banyak bentuk regulasi yang berlaku di

1
Jimly Asshiddiqe, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar
Gafika, Jakarta, 2010, hlm. 128
2
Lihat PPT Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Oleh Kementrian
Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Jakarta 29 Januari 2020.

1
Indonesia. Dalam hal pembangunan hukum yang mengedepankan

kesejahteraan maka regulasi yang ada harus memberi ruang untuk hal yang

bersifat empiris, sehingga perkembangan hukum tidak menjadi kaku. Hal

ini selaras dengan pendapat Philip Nonet dan Selznick mengatakan, in the

ideal of responsive law, law is faciliator of response of social needs and

aspirations. 3 Tatanan hukum baru tersebut (responsive law requires the

development of new legal instituions) harus mendelegitimasi tatanan hukum

lama, yang hanya bersifat prosedural semata.4

Berdasakan kompleksitas permasalahan tumpang tindih regulasi di

atas maka diperlukan upaya penataan regulasi dan tata kelola peraturan

perundang-undangan di Indonesia, omnibus law yang dalam bahasa lain

dikenal dengan istilah omnibus bill, hadir sebagai metode yang patut

dipertimbangkan sebagai solusi dari penyederhanaan regulasi. Secara

sederhana, omnibus law dalam konteks dan sejarah tradisi hukum common

law ditafsirkan sebagai ikhtiar reformasi dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan untuk mengubah, menolak dan kemudian

memunculkan norma hukum baru dan menegasikan norma hukum

sebelumnya dalam beberapa undang-undang melalui satu undang-undang

("… to amend, repeal or enact several acts, and is characterized by the fact

that it has a number of relate but separate iinitiatives")5. Gluck dan

3
FX. Adji Samekerto, 2012, Ilmu Hukum dalam Perkembangan Pemikiran Menuju
Post Modernisme, Bandar Lampung: Indepth Publishing, hlm. 106
4
Ibid
5
Louis M assicotte, 2013, Omnibus Law in Theory and Practice, Canadian
Parliamentary Review, hlm. 13-17

2
Connell6 menasirkan omnibus law dari aspek tujuannya yaitu untuk

"package together several measures into one or combines diverse subjects

into single law". Sehingga omnibus law disebut sebagai konsep .undang-

undang "sapu jagad" yang bisa dipergunakan untuk mengubah .beberapa

aturan hukum dalam sejumlah .undang-undang. menjadi satu undang-

undang. Mekanisme ini dianggap efisien dan efektif untuk meminimalisir

disharmonisasi peraturan perundangan-undangan di Indonesia.

Dalam perkembangannya konsep penyederhanaan regulasi omnibus

law tumbuh dan berkembang di sejumlah negara yang menggunakan tradisi

sistem hukum Anglo Saxon akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan

bagi Indonesia untuk mengadopsi dan mentransplantasikan omnibus law

dalam pembentukan .undang-undang. mengingat Indonesia menganut

sistem hukum prismatik yang menggabungkan nilai-nilai baik dari sistem

hukum common law dan civil law. 7 Sebagaimana ditegaskan bahwa

"… the omnibus legislative technique may apply to all areas


of law. The application of the omnibus legislative technique
should not only limited to the WTO legal implementation
objectives, but also (even more importantly) be used widely
to meet the pressing needs of the current development
period for better reforms and improvements of the whole
legal system and building the rule of law." 8

"… teknik pembentukan peraturan dengan konsep omnibus


law dapat berlaku untuk semua bidang hukum. Penerapan
teknik omnibus law tidak hanya terbatas pada tujuan
pelaksanaan hukum tetapi juga digunakan secara luas untuk
6
A Gluck, A J O'connell and R Po, 2015, Unortodox Law Making, Unorthodox
Rulemaking, Columbia Law Review hlm. 115
7
Mahfud M.D, 2016, Politik Hukum di Indonesia, Depok, Raja Grafindo, hlm 5
8
Institute of Law Science, Possible Use Of The Omnibus Legislative Technique For
Implemetation Of Vietnam's Wto Obligations And Commitments, diakses pada
http://siteresources.worldbank.org, tertanggal 1 Maret 2020

3
memenuhi kebutuhan mendesak dari periode pembangunan
saat ini untuk reformasi dan perbaikan yang lebih baik dari
seluruh sistem hukum guna membangun supremasi hukum."

Dewasa ini konsep omnibus law menjadi sebuah keniscayaan untuk

diterapkan di Indonesia, melihat kebutuhan publik akan hal tersebut.

Disharmonisasi peraturan perundang-undangan menciptakan ketidakpastian

hukum yang tidak dapat memberikan keadilan bagi lapisan masyarakat.

Padahal salah satu tujuan bernegara adalah untuk menyejahterakan

rakyatnya baik dari segi ekonomi maupun spiritual sebagaimana tercantum

dalam teks Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 pada alinea IV yang mendudukan bahwa tujuan pembentukan

Negara Republik Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,

adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual. Sejalan dengan

tujuan tersebut, pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 menentukan bahwa “Tiap-

tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan” oleh sebab itu, Negara dalam hal ini pemerintah harus

melakukan berbagai tindakan nyata dan upaya guna memenuhi seluruh hak

warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. 9

Dalam beberapa sumber menyatakan bahwa salah satu fondasi yang

utama dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik di suatu Negara

adalah adanya pembentukan peraturan perundang-undangan yang harmonis,

baik, dan mudah diimpementasikan di kehidupan masyarakat. Hal ini

9
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, 2017, Panduan Pemasyarakatan Undang-
Undang Dasar 1945, Sekretaris Jenderal MPR RI, hlm. 142

4
dikarenakan peraturan perundang-undangan memiliki fungsi penciptaan

kepastian hukum dalam rangka mewujudkan Negara hukum yang ideal.

Bagir Manan menegaskan bahwa terdapat fungsi peraturan .perundang-

undangan.yang terdiri atas 2 (dua) fungsi yakni fungsi internal dan fungsi

eksternal. 10

1. Fungsi internal memiliki relevansi yang kuat dengan eksistensi

peraturan perundang-undangan dimaksud dalam sistem hukum suatu

negara. Secara internal peraturan perundang-undangan menjalankan

fungsi: penciptaan hukum (law making), reformasi hukum, integrasi dan

kepastian. hukum.

2. Fungsi eksternal yang menjalankan peranya yang terdiri dari: fungsi

perubahan, fungsi stabilitas, dan fungsi kemudahan.

Ahmad Redi menarasikan bahwa terdapat fungsi yuridis yakni

fungsi peraturan perundang-undangan dalam rangka mencapai tujuan

kepastian hukum. 11 Dalam penerapan omnibus law di Indonesia, dimana

dua fungsi di atas juga melekat pada konsep omnibus law dimana hasil dari

omnibus law adalah produk legislasi yang berbentuk undang-undang. Fahri

Bachmid menegaskan bahwa kontekstulalisasi penerapan metode omnibus

law dalam Negara hukum memiliki fungsi yakni untuk mensinkronisasikan

sejumlah materi, topik, maupun peraturan perundang-undangan pada tiap-

tiap sektor yang tidak sama namun masih linear satu sama lain untuk

10
Ahmad Redi, 2018, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 20
11
Ibid hlm. 40

5
menjadi satu produk hukum atau produk legislasi yang holistik dan

terintegrasi dengan apik.12

Oleh karena itu praktik omnibus law juga memiliki fungsi seperti

peraturan perundang-undangan, namun yang membedakan dengan undang-

undang adalah Undang-undang merupakan produk hukum sedangkan

omnibus law adalah metode dalam penyusunan undang-undang yang

mengubah beberapa undang-undang dalam satu undang-undang.

Jika ditelaah lebih mendalam RUU omnibus law materi muatanya

berpedoman kepada norma tertinggi yaitu konstitusi selain itu omnibus law

juga merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan. Hal tersebut selaras dengan Stufenbau Theory yang

ditegaskan oleh Hans Kelsen bahwa “ The creation of one norm – the lower

one – is determined by another- the higher – the creation of which is

determined by a still higher norm, and that this regresses is terminated by

a highest, the basic norm which, being the supreme reason of validity of the

whole legal order, constitutes in unity”13. Setidaknya dalam suatu undang-

undang harus meletakan norma dalam satu kesatuan hukum.

RUU omnibus law yang digagas oleh pemerintah merupakan satu

kesatuan hukum yang meletakan norma selaras dalam menciptakan iklim

investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan. Dimana dalam materi muatan

RUU omnibus law tidak hanya menegaskan kehendak penguasa saja,

12
Agnes Fitryantica, Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia
melalui Konsep Omnibus Law, Jurnal Gema Keadilan (ISSN: 0852-011) Volume 6, Edisi III,
Oktober - November 2019, hal-303
13
Op cit hlm. 41

6
melainkan telah menghidupkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam

materi muatanya, hal ini bisa di lihat Pasal 14 dan Pasal 7 RUU omnibus

law yang menegaskan tentang penyederhanaan perizinan dalam rangka

peningkatan investasi, pasal tersebut telah mengadopsi putusan MK No.

25/PUU-VIII/2010 yang menegaskan penyederhanaan perizinan di bidang

pertambangan.

Sampai saat ini Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan

MK yang menguji Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.14 Dalam tabel 1.1 penulis menghimpun 6 putusan MK

yang materi muatanya terdapat dalam RUU Cipta Kerja.

Tabel 1 Putusan Mahkamah Konstitusi Menguji UU Ketenagakerjaan

No. Nomor Materi Muatan Pasal RUU


Putusan Cipta Kerja
1. Putusan MK No. “Pasal 137 dan Pasal 138 ayat Dihapus
12/PUU-I/2003 (1) …” UUK tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum
mengikat

2. Putusan MK No. Perundingan serikat pekerja Pasal 153 dan


115/PUU- buruh Pasal 47
VII/2009

3. Putusan MK No. Adanya ketentuan bahwa frasa Ketentuan


37/PUU- yang “belum ditetapkan” Pasal 155
IX/2011 sebagaimana diatur dalam pasal dihapus
155 (2) tidak memiliki kekuatan
hukum yang mengikat selama

14
Apindo, Buku Kompilasi Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Uji Materi
terhadap beberapa pasal pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
2014.

7
ditafsirkan belum memiliki
kekuatan hukum tetap.

4. Putusan MK No. Adanya ketentuan memberikan Pasal 56


27/PUU- perlindungan bagi tenaga kerja
IX/2011 waktu tertentu

5. Putusan MK No. Mendudukan bahwa Pasal 164 Dihapus


19/PUU- (3) khsusunya bagian
IX/2011 “perusahaan tutup” tidak
mempunyai kekuatan hukum
selama tidak ditafsirkan
“perusahaan tutup" untuk
selamanya atau perusahaan
tutup tidak untuk sebentar.

6. Putusan MK No. Pasal 169 (1) huruf c tidak Dihapus


58/PUU- memiliki kekuatan hukum
IX/2011 mengikat

Source: diolah oleh penulis

Tabel di atas menunjukan bahwa RUU omnibus law telah

memasukan putusan MK dalam pengujian UU Ketenagakerjaan, hal ini

menunjukan bahwa proses legislasi RUU omnibus law tidak hanya

didasarkan pada kepentingan belaka, melainkan melihat putusan MK yang

merupakan putusan konstitusional terhadap materi muatan suatu undang-

undang. Data di atas telah menunjukan bahwa penerapan omnibus law cipta

kerja dalam materi muatanya merupakan upaya menghidupkan nilai nilai

yang ada dalam putusan mahkamah konstitusi (the living constitution). RUU

omnibus law cipta kerja yang telah menghidupkan nilai-nilai dalam putusan

MK juga merupakan bentuk meminimalisir terjadinya antinomi hukum

dalam proses legislasi.

8
Hal ini merupakan bentuk pembangunan hukum yang responsif,

terlebih jika dibenturkan dengan tujuan bernegara di Indonesia, maka politik

hukum harus memberikan proteksi terhadap seluruh komponen negara

untuk menjaga keberlangsungan, kedaulatan, keutuhan negara,

mewujudkan suatu keadilan sosial dalam ekonomi di kehidupan masyarakat

atau warga negara serta mewujudkan hukum yang berdaulat. Oleh karena

itu dalam rangka mewujudkan kedaulatan hukum serta keadilan maka perlu

merampingkan kompleksitas regulasi yang terjadi di Indonesia namun tetap

menghidupkan nilai nilai konstitusi sebagai norma tertinggi dengan cara

menghimpun materi muatan suatu ruu omnibus law dengan memasukan

putusan Mahkamah Konstitusi terkait. Sehingga di masa mendatang praktik

legislasi lebih mengedepankan efektifitas suatu produk undang-undang

serta meminimalisir terjadinya antinomi hukum.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mengelaborasi

terkait PENERAPAN KONSEP OMNIBUS LAW DALAM

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

INDONESIA.

B. Rumusan Masalah

Merumuskan masalah dalam suatu penelitian adalah hal yang

penting. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat menjadi terarah dan

signifikan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dari setiap penelitian.

Sesuai dengan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

9
rumusan masalah yang akan dibahas dan dikaji dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Apa urgensi penerapan konsep omnibus law dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimanakah implikasi hukum penerapan konsep omnibus law dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk pada latar belakang dan dua rumusan masalah tersebut,

maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian hukum kali ini yaitu:

1. Untuk memahami dan mengkaji urgensi penerapan konsep omnibus law

dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

2. Untuk menganalisis dan mengkaji implikasi hukum penerapan konsep

omnibus law di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di

Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian hukum kali ini dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

Penelitian ini secara subyektif bagi penulis adalah sebagai salah

satu ketentuan untuk memenuhi syarat penulisan tugas akhir dan

menyelesaikan studi Strata-1 di Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Malang dengan gelar akademik yaitu Sarjana Hukum.

Selain itu penelitian ini sekaligus dapat memberikan ilmu pengetahuan

10
baru juga wawasan bagi penulis dalam memahami metode omnibus

law serta pentingnya penerapan omnibus law itu sendiri dalam proses

legislasi di Indonesia.

b. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu

pengetahuan kepada mahasiswa terkait konsep omnibus law serta

pentingnya menerapkan konsep omnibus law dalam proses legislasi di

Indonesia dalam menanggapi kisruh dan problematika tumpang tindih

yang memengaruhi kualitas regulasi di Indonesia.

c. Bagi Legislatif

Hasil Penelitian ini nantinya dapat menjadi salah satu sumber

ilmu pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan dan memberikan

wacara baru terkait konsep omnibus law dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan di Indonesia tentunya tetap menerapkan dan

mengedepankan asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik.

d. Bagi Eksekutif

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh lembaga eksekutif

dalam hal ini presiden sebagai rujukan untuk dijadikan pertimbangan

dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan di

Indonesia dengan tetap mengedepankan kepastian hukum sehingga

substansi dari produk hukum yang dilahirkan merepresentasikan

keinginan rakyat.

11
e. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk

mendapatkan informasi yang lebih komperhensif terkait dengan

konsep omnibus law dalam proses pembentukan peraturan perundang-

undangan di Indonesia.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian hukum ini memiliki kegunaan yaitu meningkatkan ilmu

pengetahuan dan wawasan tentang konsep omnibus law juga pentingnya

implementasi konsep omnibus law dalam proses pembentukan peraturan

perundang-undangan di Indonesia. Selain itu untuk mengetahui kesesuaian

sistem yang dipakai oleh negara yang menganut common law system

tersebut untuk pembaharuan proses pembentukan perundang-undangan di

Indonesia, sehingga penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap

perkembangan pembentukan regulasi di Indonesia. Serta menjadi

sumbangsih pemikiran bagi kalangan praktisi hukum.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian tugas akhir ini akan dibuat dalam suatu bentuk

penelitian yang memerlukan sejumlah ilmu tenntang metodologi penelitian

untuk mempermudah tercapainya hasil penelitian yang ilmiah serta bisa

menjadi sumber informasi dan sumber ilmu yang memiliki akurasi tinggi.

Di dalam ilmu hukum, penelitian dianggap sebagai keseluruhan aktifitas

yang disandarkan pada disiplin ilmu hukum yang ilmiah guna

mengumpulkan, mengklasifikasikan, menginterpresasi, dan menganalisis

12
fakta juga hubungan di lapangan hukum yang memiliki relevansi dengan

kehidupan hukum, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan yang didapatkan

bisa dikembangkan berbagai prinsip ilmu pengetahuan tentunya dengan

cara-cara yang ilmiah untuk memberikan tanggapan terhadap sejumlah fakta

dan hubungan tersebut. 15

a. Metode Pendekatan

Pendekatan Metode pendekatan masalah adalah proses suatu

proses pemecahan masalah melalui tahapan yang telah ditentukan

untuk mencapai tujuan penelitian maupun penulisan ilmiah. Dengan

merujuk pada ruang lingkup dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan di atas, maka untuk mendeskripsikan secara tersetruktur

identifikasi masalah tersebutakan ditelusuri dengan menggunakan

jenis penelitian hukum yuridis normatif (yuridis legal research)

yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan mengkaji materi

perundang-undangan dan didukung oleh literatur tentang inti

permasalahan tersebut.

Adapun metode pendekatan yang digunakan yakni pendekatan

konseptual (Conceptual Approach) dan pendekatan perbandingan

hukum (Comparative Law).

15
Zainudin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum (cetakan keempat), Jakarta, Sinar
Grafika. Hlm.18

13
a) Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Konsep ini berawal dari perspektif dan berbagai

doktrin yang meningkat dalam disiplin kelimuan hukum.

Dengan memahami hal-hal dimaksud peneliti akan

mengidentifikasi berbagai konsep yang menghadirkan

defenisi hukum, asas-asas hukum yang sesuai dengan

diskursus yang dihadapi. Pemahaman dan perspektif-

perspektif serta berbagai doktrin dimaksud merupakan

fondasi untuk penulis guna mengkonstruksi argumentasi

hukum dalam menganalisis suatu diskrursus atas isu yang

sedang penulis bahas. 16

b) Perbandingan hukum (Comparative Law)

Salah satu penyebab digunakannya metode

pendekatan perbandingan dalam kepenulisan ilmiah (hukum)

ini adalah untuk mengetahui penerapan omnibus law di

negara yang menganut tradisi common law system dalam

proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini

juga berkaitan dengan adanya probabilititas

mengimplementasikan konsep omnibus law dalam reformasi

pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

16
Peter Mahmud Marzuki, 2015, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Jakarta: Penerbit
Kencana, hlm.177

14
Metode ini dipakai untuk melakukan studi law

comparative (perbandingan hukum). Yang mana studi ini

adalah suatu aktifitas untuk mengkomparasikan hukum

antara Negara satu dengan hukum di Negara lain. Komparasi

hukum bisa dilakukan dengan tidak harus memperhatikan

sistem hukum maupun tingat pendapatan di suatu Negara,

melainkan daoat dilihat dari segi materi yang sejatinya

adalah bagian dari kebutuhan universal. 17 Hal ini bisa

dibilang bahwa studi komparasi hukum ini dapat dilakukan

secara makro dan secara mikro.

b. Bahan Hukum

Tahapan yang perlu diperhatikan dalam penulisan penelitian

ini adalah menentukan jenis bahan hukum yang akan digunakan.

Penulis memakai 3 (tiga) jenis bahan hukum18 yakni :

a. Bahan Hukum Primer, menurut Mukti Fajar dan

Yulianto Achmad yaitu terdiri atas beberapa bahan

yang sifatnya memiliki kuasa atau kedudukan yang

menjadi sandaran untuk mengalisis lebih lanjut suatu

penelitian dan dalam hal ini luaran dari perbuatannya

dilaksanakan oleh instansi yang memiliki wewenang

17
Ibid., hlm.172
18
Dalam penelitian ini tidak digunakan istilah “data”, tapi istilah “bahan hukum”,
karena dalam penelitian normatif tidak memerlukan data, yang diperlukan adalah analisis
ilmiah terhadap bahan hukum.

15
19
itu. Pada penelitian kali ini bahan hukum primer

yang digunakan mencakup regulasi. Bahan hukum

primer meliputi Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang

Nomor 12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah

menjadi Undang-undang Nomor 15 tahun 2019,

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) dan

perubahannya serta peraturan perundang-undangan

terkait.

b. Bahan Hukum Sekunder, yakni bahan hukum yang

didapatkan dari tulisan dalam bentuk buku, jurnal,

internet, atau sumber lainnya baik dalam bentuk

hardcopy maupun softcopy yang tentunya relevan

dengan penelitian dalam skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang bisa

memberi deskripsi atas bahan hukum primer juga

bahan hukum sekunder. Dapat berupa dictionary

juga ensiklopedi hukum dll.

19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, hlm.157

16
G. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik dalam melakukan akumulasi bahan hukum yang

digunakan adalah model studi kepustakaan (library research). Yakni

mengkaji berbagai referensi tertulis tentang hukum yang didapatkan dari

sejumlah sumber dan dipublikasikan dengan sistematis juga diperlukan

dalam penelitian hukum normatif, 20 yaitu kepenulisan yang disandarkan

pada bahan-bahan hukum yang dijadikan .obyek kepenulisan lalu dianalisa

dan dikontruksi secara holistis.

H. Teknik Analisa Bahan Hukum

Teknik dalam menganalisis bahan hukum pada kepenulisan ini

adalah memakai teknik analisis kualitatif isi (content analysis) yaitu dengan

membedah konsep dari Sistem Hukum di Negara yang menganut common

law system dengan mengkomparasikan keunggulan juga kekurangannya

yang kemudian dianalisis guna mengidentifikasi pentingnya dari suatu

konsep tersebut, setelah urgensi/pentingnya dari konsep dimaksud

teridentifikasi, kemudian diselaraskan dan dirumuskan dalam

reformasiSistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sehingga

nantinya penulis akan mengidentifikasi pentingnya omnibus law system

dalam Pembaharuan Sistem pembentukan peraturan perundang-undangan

di Indonesia.

20
Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:
Bayumedia. hlm.392

17
Kompilasi bahan hukum yang dianalisa dengan metode kualitatif

isi (content analysis) akan disajikan dalam rupa deskripsi dengan terstruksur

yakni mendeskripsikan korelasi antar bahan hukum yang dipergunakan.

Kemudian seluruh bahan hukum dimaksud difilter dan dikelola oleh penulis

kemudian dinyatakan untuk menentukan simpulan melalui identifikasi

kualifikasi yang dikhsuuskan dari konsep yang telah dikontruksi, maka

nantinya bisa menjadi problem solving terhadap problematika sebagaimana

penulis maksudkan.

I. Sistematika Penulisan

Tahapan dalam menyusun suatu penelitian hukum, adalah

menentukan sistematika penulisan. Oleh karena itu, terkait dengan

penyusunan kepenulisan ini, penulis memcahkannya dalam 4 (empat) bab

dan setiap bab terdiri atas sub yang dimaksudkan agar dapat memudahkan

pembaca dalam memahami tulisan ini. Adapun sistematika kepenulisan

dalam penelitian kali ini yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Penulisan ilmiah ini memberikan pembagian sub bab ke dalam

beberapa bagian, pembagian tersebut meliputi hal yang melatarbelakangi

penulisan skripsi ini, kemudian sub bab yang menjelaskan dengan

perumusahan permasalahan yang telah penulis angkat juga akan

mengantarkan pada hal yang lebih spesifik. Sebagaimana yang telah di

kemukakan di atas, rumusan masalah yang penulis angkat terdiri atas dua

rumusan masalah. Tujuan penelitian ini terdiri dari sisi teori dan sisi

18
praktik yang kemudian menjadi penjelasan komperhensif tentang pihak

dan komponen yang bisa memperoleh kegunaan dari penelitian kali ini,

serta manfaat penelitian bagi pihak-pihak yang terkait. Diantaranya rakyat,

akademisi, praktisi hukum, legislator dan eksekutif. Metodologi yang

penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis-

normatif. Sistematika penulisan dalam penelitian hukum kali ini terdiri

atas BAB I, BAB II, BAB III, dan BAB IV.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam BAB II penulis menggunakan beberapa teori sebagai pisau

analisis untuk membedah rumusan masalah yang penulis angkat dalam

penelitian hukum kali ini. Penulis menggunakan beberapa terminology

yakni hakikat peraturan perundang-undangan, asas-asas pembentukan

peraturan perundang-undangan, teori Negara hukum, teori tujuan hukum,

teori harmonisasi dan sinkronisasi hukum, omnibus law, stuffen bau

theory, harmonisasi dan sinkronisasi. Teori tersebut akan dideskripsikan

dengan berdandar pada kajian kepustakaan dan disertai perspektif pihak

yang kompeten yang naninya akan penulis uraikan.

BAB III : PEMBAHASAN

Bagian ini merupakan jantung dari penelitian dalam bentuk skripsi

ini. Sebab pada bab ini nantinya dideskripsisikan dengan komperhensif

pentingnya implementasi konsep omnibus law dalam proses membentuk

regulasi dan implikasi hukum dari implementasi konsep omnibus law

berdasarkan pada berbagai materi yang penulis olah sendiri.

19
BAB IV : PENUTUP

Pada bagian ini dapat disebut sebagai bagian paling akhir pada

penelitian skripsi yang penulis narasikan. Yang mana pada bagian ini akan

diuraikan simpulan-simpulan dari pembahasan rumusan masalah yang

menjadi titik poin dilakukannya penelitian ini serta memuat sejumlah

rekomendasi yang penulis tawarkan. Penulis berharap rekomendasi yang

penulis berikan pada penelitian ini dapat menjadi masukan sekaligus

terobosan hukum yang memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

memerlukan.

20

Anda mungkin juga menyukai