PENDAHULUAN
Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf
dari zaman Yunani Kuno. Plato, pada awalnya dalam the Republic berpendapat
bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal untuk mencapai kebaikan yang
berintikan kebaikan. Namun dalam bukunya the Statesman dan the Law,
menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah bentuk paling baik kedua yang
menempatkan supremasi hukum. Adapun tujuan negara menurut Aristoteles adalah
untuk mencapai kehidupan paling baik (the best life possible) yang dapat dicapai
melalui supremasi hukum.2 Pengakuan atas prinsip supremasi hukum, yaitu
menempatkan hukum sebagai pemegang komando tertinggi dalam
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa negara hukum
sebagai suatu konsep, merupakan alat negara untuk mencapai tujuan.
1
Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 129-130.
3
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Pembangunan Hukum dalam Pembangunan,
(Bandung: Alumni, 2002), hlm. 5-6.
arti luas yang dibentuk dengan cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan
dituangkan dalam bentuk tertulis.4
4
Mahfud MD., Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), hlm. 255.
5
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara… op. cit., hlm. 132-133.
6
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1992),
hlm.3.
7
Lihat Pasal 7 dan 8 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
8
CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/news/20200212114420-4-
137233/hari-ini-draft-omnibus-law-cilaka-diserahkan-ke-dpr, diakses pada 23 Februari 2020
pukul 13:20 WIB.
melalui Omnibus Law. Bukan hanya itu, bahkan dari 50 Rancangan Undang-
Undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, empat di
antaranya adalah omnibus law yang terdiri dari RUU tentang Ibu Kota Negara,
RUU tentang Kefarmasian, RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, dan RUU tentang
Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. 9 Namun
sebelum itu, perlu kiranya dipahami terlebih dahulu mengenai “Omnibus Law”
sebagai sebuah metode di dalam pembentukan Undang-Undang.
9
CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200122164312-32-
467714/4-ruu-omnibus-law-dikebut-dpr, diakses pada 23 Februari 2020 pukul 13:24 WIB.
10
Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
11
Lutfil Ansori, Legal Drafting: Teori dan Praktik Penyusunan Peraturan Perundang-
Undangan, (Depok: Rajawali Pers, 2019), hlm. 60.
12
Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, Memahami Gagasan Omnibus Law, https://business-
law.binus.ac.id/2019/10/03/memahami-gagasan-omnibus-law, diakses pada 23 Februari 2020
pukul 13:34 WIB.
pembentukan undang-undang di negara-negara tradisi hukum Anglo Saxon. Namun
ketika metode tersebut diadopsi oleh pemerintah Indonesia dalam pembentukan
draft rancangan undang-undang, maka omnibus law kini bertransformasi menjadi
sebuah diskursus hukum di Indonesia. Terlepas dari dalih atas nama tujuan tertentu
yang hendak dicapai menurut pemerintah melalui penerapan metode omnibus law,
perlu kiranya dianalisis secara kritis metode omnibus law tersebut baik secara
konsep maupun implikasinya terhadap praktik. Mengingat bahwa terdapat beberapa
kekurangan yang hadir pada omnibus law ketika diterapkan sebagai suatu metode
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
PEMBAHASAN
13
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara…, op. cit. hlm. 293.
14
Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam kaitan dengan konsep negara hukum, perkembangan menghendaki
suatu negara menjadikan gagasan demokrasi sejalan dengan negara hukum. Hukum
ditegakkan melalui norma-norma dan prosedur-prosedur tertentu yang dapat
menjamin terwujudnya proses demokratisasi. Dalam gagasan demokrasi modern,
hukum menempati posisi yang sangat sentral.15 Demokrasi yang diharapkan harus
tetap berada pada koridor hukum. Sebab demokrasi yang tidak dilandasi oleh
hukum, rentan untuk disalahgunakan dan justru akan berjalan ke arah yang keliru
dengan mengatasnamakan demokrasi. Sebaliknya, hukum tanpa demokrasi, hanya
akan menciptakan sekumpulan aturan-aturan memaksa yang mengabaikan aspek
kepentingan warga negara yang dapat dijadikan sebagai instrumen dalam
melanggengkan kekuasaan seorang penguasa. Dalam hal ini, hak-hak dan
kepentingan warga negara justru tidak dapat terjamin melalui penegakan hukum.
Oleh karena itu, berkembang konsepsi mengenai demokrasi yang berdasarkan atas
hukum atau yang disebut constitutional democracy sebagai suatu konsep modern
yang pada masa sekarang dianggap paling ideal untuk diimplementasikan.
Begitu pula dalam hal pengambilan kebijakan yang berlaku di suatu negara,
tentu tidak terlepas pula dari konsep demokrasi. Dalam hal ini, perlu kiranya
mempertimbangkan konsep demokrasi deliberatif. Konsep yang digagas oleh Jugen
Habermas ini, memandang bahwa setiap kebijakan publik harus diuji terlebih
dahulu melalui konsultasi publik atau lewat diskursus publik, yang memungkinkan
konstituen untuk selalu berperan dalam menyuarakan kepentingan publik dalam
pengambilan suatu kebijakan.16
Kebijakan suatu negara mencakup banyak hal dari berbagai aspek. Salah
satunya berkenaan dengan bidang hukum, maka kebijakan dalam hal pembuatan
produk hukum tentu harus menjunjung tinggi juga prinsip-prinsip demokrasi.
Dianut dan dipraktikannya prinsip demokrasi yang menjamin peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan kenegaraan, sehingga setiap
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan
15
Ibid., hlm. 296.
16
Liza Farihah dan Della Sri Wahyuni, Demokrasi Deliberatif dalam Proses Pembentukan
Undang-Undang di Indonesia: Penerapan dan Tantangan ke Depan, https://leip.or.id, diakses
pada 24 Februari 2020 pukul 22.01 WIB.
perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat.17 Oleh karena itu, dalam hal
pembentukan peraturan perundang-undangan, idealnya harus berelasi pula dengan
konsep demokrasi deliberatif tersebut. Negara harus mengakomodasi segala
kepentingan warga negara, dengan menjaring berbagai aspirasi masyarakat dan
menghadirkan diskursus-diskursus publik dalam tahapan pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Begitu juga dengan undang-undang sebagai salah satu jenis dari peraturan
perundang-undangan yang pembentukannya melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat
bersama Pemerintah, diperlukan pula kehadiran ruang publik di dalam
pembentukannya. Dengan begitu, maka dipahami bahwa sejatinya partisipasi
publik dalam pembentukan undang-undang harus telah dihadirkan sejak proses
pembahasan baik pada Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat. Mengingat
antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, keduanya sama-sama
memiliki hak untuk menginisiasi dalam pengajuan draf rancangan undang-undang.
17
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cetakan kedua, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011), hlm. 132.
demokrasi substantif dalam proses pembahasan tersebut. Dengan demikian, artinya
rancangan undang-undang omnibus law tidaklah mampu menjamin
terselenggaranya demokratisasi dalam proses legislasi.
18
Lihat Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
19
Lihat Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
20
Lihat Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
lain dengan menempatkan undang-undang omnibus law tersebut dalam suatu jenis
dan kedudukan tersendiri, tentulah kontradiktif dengan asas kesesuaian antara jenis,
hierarki dan materi muatan, sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang
RI Nomor 12 Tahun 2011. Begitu pula dengan asas keterbukaan yang rentan akan
deviasi, akibat RUU dengan metode omnibus law yang pembentukannya secara
cepat dan terkesan tergesah-gesah, tanpa memberikan ruang yang cukup bagi publik
untuk berpartisipasi. Alih-alih sebagai upaya mempercepat penyelesaian atas suatu
masalah untuk mempermudah tercapainya tujuan, tetapi asas keterbukaan yang
seharusnya dijunjung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan justru
malah terabaikan.
21
Liputan6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4132932/82-uu-dan-1194-pasal-
bakal-diselaraskan-dalam-omnibus-law, diakses pada 24 Februari 2020 pukul 10.21 WIB.
Permasalahan mengenai RUU omnibus law juga tampak dari perspektif
respon masyarakat. Sebagaimana salah satu rancangan undang-undang bermetode
omnibus law dari pemerintah yang diangkat sebagai contoh di sini yaitu RUU Cipta
Lapangan Kerja yang mendapat penolakan pada sejumlah kalangan terutama dari
kaum buruh. Hal itu bukan tanpa alasan, sebab di dalam materi muatan Draf RUU
Cipta Lapangan Kerja yang terdiri atas 11 klasterisasi tersebut tidak ada klaster
yang menitikberatkan pada kepentingan buruh. Adapun klasterisasi tersebut di
antaranya penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan,
kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan
inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan,
kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi khusus.22 Oleh karena itu,
Draf RUU Cipta Lapangan Kerja tersebut dipandang telah mengabaikan
kepentingan buruh yang terindikasi dari minimnya ketentuan yang mengatur
mengenai perburuhan. Alih-alih sebagai upaya mewujudkan proses percepatan
ekonomi, namun omnibus law justru mereduksi kepentingan dan hak-hak buruh
sebagai salah satu aspek penting dalam kegiatan perekonomian.
Selain itu, bahwa apabila penerapan metode omnibus law layak didukung
keberlakuannya dengan berdasar atas komparasi terhadap penerapannya
sebagaimana yang diterapkan oleh negara lain seperti Amerika Serikat, Filipina,
dan beberapa negara tradisi hukum anglo saxon lainnya, maka yang perlu
diperhatikan adalah membedakan antara metode dengan materi muatan. Dapat saja
terjadi persamaan dalam metode omnibus law antara beberapa RUU Omnibus Laaw
dari pemerintah dengan pembentukan undang-undang yang ada di negara lain.
Namun tidaklah sama materi muatan antara undang-undang bermetode omnibus
law di negara lain dengan RUU Omnibus Law di Indonesia, mengingat pada
beberapa RUU bermetode omnibus law yang diwacanakan oleh pemerintah akan
menyederhanakan begitu banyak undang-undang melalui norma-normanya, yang
jumlahnya belum tentulah sama dengan praktik omnibus law di beberapa negara
lain. Pertimbangan lain juga, penerapan metode omnibus law bukanlah sebuah
22
DetikNews, https://news.detik.com/berita/d-4837745/ini-11-cluster-omnibus-law-uu-
cipta-lapangan-kerja, diakses pada 24 Februari 2020 pukul 22.54 WIB.
metode yang dapat dipastikan keberhasilannya, bahkan kurang demokrasinya
metode inilah yang dapat menjadi faktor kegagalan di dalam penerapannya.
KESIMPULAN
Selain itu, RUU Omnibus Law baik dalam proses pembentukan maupun
kedudukannya juga telah kontradiktif dengan pengaturan mengenai pembentukan
undang-undang menurut Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Bahkan melihat dari perspektif
masyarakat, pada nyatanya omnibus law telah mendapat respon penolakan dari
sejumlah kalangan.
Buku
Ind-Hill-Co. 1992.
MD, Moh. Mahfud. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta:
Rajawali Pers. 2009.
Peraturan Perundang-Undangan
Daring
Liza Farihah dan Della Sri Wahyuni. Demokrasi Deliberatif dalam Proses
Pembentukan Undang-Undang di Indonesia: Penerapan dan Tantangan ke
Depan. https://leip.or.id. Diakses pada 24 Februari 2020 pukul 22.01 WIB.
CNBC Indonesia. Hari Ini Draft Omnibus Law Cilaka Diserahkan ke DPR.
https://www.cnbcindonesia.com/news/. Diakses pada 23 Februari 2020
pukul 13:20 WIB.