Anda di halaman 1dari 10

REVITALISASI DAN KONTEKSTUALISASI LANDASAN FILOSOFIS,

LANDASAN SOSIOLOGIS, DAN LANDASAN YURIDIS DALAM


PEMBUATAN SEBUAH UNDANG UNDANG

Mata Kuliah
Sosiologi Hukum

Dosen Pengampu
Prof. Dr. John Pieris, S.H., MS

Disusun oleh:

ANGEL
2202190001

PASCASARJANA
MAGISTER HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2023
A. LATAR BELAKANG
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menentukan bahwa Negara
Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut bermakna bahwa Negara
Indonesia bukan negara yang berdasar atas kekuasaan atau machstaat. Dalam
rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, maka wajib dilakukan
pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan
berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak
dan kewajiban segenap rakyat Indonesia. Terkait dengan pengertian hukum,
memang sulit ditemukan suatu definisi yang sungguh-sungguh dapat memadai
kenyataan. Para sarjana hukum memberikan definisi tentang hukum terdapat
perbedaan pandangan, dan menurut seleranya masing-masing sesuai dengan
objek penelitiannya.1 Hal ini disebabkan karena masing-masing sarjana hukum
terpaku pada pandangannya sendiri. Menurut Duguit sebagaimana dikutip oleh
H. Ishaq bahwa hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,
aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang
melanggar peraturan itu. Hukum adalah kontrol sosial pemerintah. Dengan kata
lain, hukum adalah kehidupan normatif suatu negara dan warganya seperti
legislasi, litigasi, dan ajudikasi. Di Indonesia, hukum terbagi 2 (dua) yaitu
hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis adalah aturan dalam
bentuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. 2
Sedangkan hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak
tertulis yang telah dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum tertulis terwujud dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Pasal
angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU 12 Tahun 2011)
menentukan bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau

1
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, cet.pertama, Ind Hill-Co,
Jakarta,1992.
2
Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Sinar Grafika,
Jakarta, 2018.
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
undangan memiliki banyak jenis,3 salah satunya yaitu undang-undang. Pasal 1
angka 3 UU 12 Tahun 2011 menentukan bahwa undang-undang adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dengan persetujuan bersama presiden. Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.
12 Tahun 2011 menentukan bahwa pembentukan peraturan perundang-
undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup
tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan,
dan pengundangan. Keseluruhan tahapan pembentukan peraturan perundang-
undang tersebut juga berlaku dalam pembentukan undang-undang.
Pembentukan undang-undang adalah bagian dari aktivitas dalam mengatur
masyarakat yang terdiri dari atas gabungan individu-individu manusia dengan
segala dimensinya, sehingga merancang dan membentuk undang-undang yang
dapat diterima masyarakat luas merupakan suatu pekerjaan yang sulit. Kesulitan
ini terletak pada kenyataan bahwa kegiatan pembentukan undang-undang
adalah suatu bentuk komunikasi antara lembaga yang menetapkan yaitu
pemegang kekuasaan legislatif dengan rakyat dalam suatu negara. 4

B. PEMBAHASAN
Pembentukan peraturan perundang-undangan wajib meliputi tahapan
yang telah ditentukan dalam UU No. 12 Tahun 2011 yang terdiri dari tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan wajib
memiliki konsiderans. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V,
konsiderans adalah pertimbangan dasar penetapan keputusan, peraturan, dan
sebagainya.5 Konsiderans tersebut terbagi 3 (tiga) yaitu landasan filosofis,

3
Saifudin, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, FH
UII Press, Yogyakarta, 2009
4
Ahmad Yani. “Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Kostitusi
Undang-undang Dasar 1945”. Jurnal Legislasi Indonesia, Edisi No. 2 Vol. 1, Universitas
Padjajaran, 2018, hlm. 60.
5
I Dewa Gede Atmadja, Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Setara Press,
Malang, 2015
landasan yuridis, dan landasan sosiologis. Ketiga landasan tersebut juga berlaku
dalam pembentukan undang-undang. Setiap undang-undang yang dibentuk
pada dasarnya diharapkan menjadi undang-undang yang bersifat demokratis.
Demokratis adalah bersifat demokrasi. Dalam KBBI Edisi V, demokrasi adalah
bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah
dengan perantaraan wakilnya. Demokrasi juga diartikan sebagai gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan hak dan kewajiban yang sama bagi
semua warga negara. Berdasarkan penelusuran penulis, saat ini masih banyak
undang-undang di Indonesia yang belum mengutamakan nilai keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan, sehingga menjadi bahan perdebatan di kalangan
masyarakat, politisi, dan aparat penegak hukum. Hal ini menunjukkan bahwa
undang-undang tersebut belum sepenuhnya memuat nilai-nilai demokrasi. 6
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pasal 344 ayat (2) huruf (c) penyelenggaraan pemerintahan harus berpedoman
pada asas keterbukaan. Keterbukaan menghendaki bahwa dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimulai dari tahap
perencanaan, persiapan penyusunan, dan pembahasan harus bersifat transparan
dan terbuka. Dengan begitu lapisan masyarakat mempunyai kesempatan untuk
memberikan masukan dalam proses pembentukan perundang-undangan.
Pembentukan Peraturan Daerah dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
bersama-sama dengan pemerintahan daerah. 7
Peraturan daerah yang baik itu perlu dilaksanakan menurut pasal 5
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang meliputi asas kejelasam tujuan, kelembagaan,
kesesuaian dan kesesuaian antar jenis materi muatan serta kejelasan yang dapat
dilaksanakan. Penyusunan dan pembahasan haruslah bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-

6
Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat Analisis terhadap Sistem Pemerintahan
Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara-negara lain, cetakan kesatu, Nusamedia,
Bandung, 2007.
7
J. Suyuti Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari
Pandangan al-Quran, Raja Grafindo, Jakarta, 1994
luasnya untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan Peraturan Daerah.8
Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Peraturan Daerah
merupakan aktualisasi dari perwujudan demokrasi dalam masyarakat, sehingga
peraturan daerah yang dilahirkan nantinya mempunyai karakter responsif yaitu
yang mempunyai tujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia serta
memuat partisipasi kelompok sosial atau individu-individu dalam masyarakat.
Dan para penguasa tidak lagi memakai kekuasaan yang sewenang-wenang
karena ada komitmen yang dituang oleh masyarakat untuk menjalankan
kekuasaan sesuai dengan tata cara yang di atur. Jaminan dan sebagian dasar
hukum masyarakat dapat berpatisipasi dalam proses pembuatan perundang-
undangan dipertegas dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mensyaratkan partisipasi
masyarakat dalam rangka penyiapan rancangan undang-undang baik secara
lisan ataupun tertulis dalam pembentukan perundang-undangan.9
Salah satu bagian dari rancangan undang-undang yang didalamnya
terdapat naskah akademik adalah perlu adanya landasan filosofis, landasan
yuridis, dan landasan sosiologis yang menyertai naskah rancangan undang-
undang, hal ini menjadi suatu keharusan bagi lembaga legislatif maupun
eksekutif dalam menyusun rancangan undang-undang, sehingga dengan
demikian pemangku kepentingan akan dapat menelaah ataupun mengkaji
apakah rancangan undang-undang ini layak disulkan yang pada akhirnya
menjadi suatu regulasi demi menciptakan suatu aturan yang menyeluruh baik
dari ditinjau dari aspek filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Dalam lampiran
pertama UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan pada angka 2 khususnya pada bab 4 dijelaskan tentang teknik
penyusunan naskah akademik rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan landasan filosofis, landasan sosiologis, serta landasan yuridis. Landasan
filosofis merupakan salah satu landasan dalam rancangan undang-undang dasar
pertimbangan atau alasan yang yang menggambarkan atau mengekspresikan

8
Emerson Yuntho, Panduan Public Review (Eksaminasi Publik Peraturan Perundangan),
Indonesia Corruption Watch, Jakarta, 2012;
9
Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2007
bahwa aturan yang yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup
kesadaran, serta cita-cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bahasa Indonesia.10 Adapun landasan filosofis bersumber dari Pancasila
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan undang-undang dasar Republik
Indonesia 1945. Tidak boleh suatu peraturan berlawanan dengan Pancasila
karena Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum dikarenakan
pancasila sehingga merupakan ideologi negara Indonesia yang dipakai sebagai
pedoman serta landasan hidup berbangsa. Nilai Pancasila yang merupakan
dasar filsafat dari negara Republik Indonesia dihakikatkan merupakan sumber
daripada hukum dasar, bila dipandang sebagai aspek objektif merupakan cita
hukum, kesadaran, pandangan hidup dan keluhuran dari suatu cita moral dan
watak bangsa Indonesia dan dipadatkan serta diabstraksikan menjadi lima sila.
Pancasila merupakan filsafat bangsa maupun negara Republik Indonesia
didalamnya terkandung makna bahwa dalam setiap dimensi kehidupan baik itu
berbangsa, maupun bernegara atau bermasyarakat harus berdasarkan memiliki
lima nilai dasar yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan dan nilai keadilan11
Sehingga dengan demikian dalam menyusun naskah akademik
khususnya pada bagian landasan filosofis perlu adanya pertimbangan yang
menyeluruh atau komprehensif sehingga atas nilai dasar apa suatu undang-
undang yang dibuat dan dan bagaimana kaitannya dengan landasan filosofis
dari pembuat Undang-undang. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan
atau alasan yang menggambarkan bahwa suatu aturan yang dibentuk digunakan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek yang merupakan
fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan
12
negara. Dengan demikian berarti dalam menyusun rancangan undang-
undang dalam hal ini adalah undang-undang ibukota negara tentu saja harus

10
Indra Z Rayusman, dkk, Hubungan Program Legislasi Daerah Dengan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan, Jurnal Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1
29-53, Program Pascasarjana, Universitas Lampung, 2014;
11
M. Laica Marzuki, Hakekat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia, Jurnal Konstitusi, Majalah Mahkamah Konstitusi RI, Volume 4 Nomor 1 Maret 2007.
12
Soimin. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara di Indonesia. UII Press,
Yogyakarta, 2010;
memperhatikan landasan sosiologis yang menyertainya. Apakah aspek-aspek
yang berkaitan dengan sosiologis merupakan fakta empiris mengenai
perkembangan masalah sehingga dengan demikian landasan sosiologis yang
akan digunakan benar-benar menjiwai dari suatu rancangan undang-undang
khususnya rancangan undang-undang ibukota negara yang akhirnya memang
memenuhi landasan sosiologis. Undang-undang merupakan suatu sarana
rekayasa sosial pada satu sisi juga merupakan sarana pemenuhan kebutuhan
hukum di masyarakat di sisi lain, pada tataran ideal diharuskan adanya proses
pembentukan yang berakar dari nilai, kondisi, harapan serta apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat13
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk merupakan aturan untuk
mengatasi suatu masalah hukum ataupun mengisi kekosongan hukum dengan
pertimbangan aturan yang telah ada atau yang akan diubah atau yang akan
dicabut guna menjamin kepastian hukum dan juga rasa keadilan masyarakat
landasan yuridis menyangkut masalah hukum yang berkaitan dengan substansi
atau materi yang diatur sehingga dengan demikian perlu dibentuk peraturan
perundang-undangan yang baru beberapa itu antara lain apakah sudah berjalan
zaman atau sudah tidak harmonis atau terbang tinggi atau aturan yang lebih
rendah dari undang-undang sehingga menjadi lemah atau bisa saja peraturan
yang sudah ada tetapi tidak memadai atau peraturannya memang sama sekali
belum ada, dengan demikian ketika membuat rancangan undang-undang
ibukota negara memang diperlukan landasan yuridis yang mampu menjelaskan
secara dasar hukum yang berkaitan dengan substansi dari materi yang akan
dibuat.

C. KESIMPULAN
Landasan filosofis adalah pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan

13
Sarman dan Mohamad Taopik Makarao, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, 2011;
serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
UUD 1945. Landasan sosiologis adalah pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek, serta menyangkut fakta empiris mengenai
perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Pengertian
landasan yuridis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang
akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Unsur yuridis adalah menyangkut persoalan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk
peraturan perundang-undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu,
antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis
atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari undang-undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai,
atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Sinar


Grafika, Jakarta, 2018;
Ahmad Yani. “Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek
Kostitusi Undang-undang Dasar 1945”. Jurnal Legislasi Indonesia, Edisi
No. 2 Vol. 1, Universitas Padjajaran, 2018, hlm. 60;
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, cet.pertama, Ind
Hill-Co, Jakarta,1992;
Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat Analisis terhadap Sistem Pemerintahan
Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara-negara lain, cetakan
kesatu, Nusamedia, Bandung, 2007;
Emerson Yuntho, Panduan Public Review (Eksaminasi Publik Peraturan
Perundangan), Indonesia Corruption Watch, Jakarta, 2012;
I Dewa Gede Atmadja, Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Setara Press,
Malang, 2015;
Indra Z Rayusman, dkk, Hubungan Program Legislasi Daerah Dengan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan, Jurnal
Kebijakan dan Pembangunan, Vol. 1 No. 1 29-53, Program Pascasarjana,
Universitas Lampung, 2014;
J. Suyuti Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau
dari Pandangan al-Quran, Raja Grafindo, Jakarta, 1994;
M. Laica Marzuki, Hakekat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia, Jurnal Konstitusi, Majalah Mahkamah Konstitusi RI, Volume 4
Nomor 1 Maret 2007;
Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2007;
Saifudin, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, FH UII Press, Yogyakarta, 2009;
Sarman dan Mohamad Taopik Makarao, Hukum Pemerintahan Daerah di
Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2011;
Soimin. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara di Indonesia. UII
Press, Yogyakarta, 2010.

Anda mungkin juga menyukai