Anda di halaman 1dari 9

282

HUKUM KODRAT, PANCASILA DAN ASAS HUKUM


DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

Otong Rosadi
Fakultas Hukum dan Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Ekasakti Padang,
E-mail: otong_rosadi@yahoo.co.uk.

Abstract

Goal of legislation establishment is fair legislation carries out mission of prosperous society. To
achieve the goal, process of the establishment has to be based on moral nation as philosophical
foundation. For Indonesian people, Pancasila on Preamble of UUD 1945, not only as national goal but
also as fundamental basic rule of state, should be the basis of legislation establishment.

Keywords: legislation establishment, Pancasila, moral nation, legal principle

Abstrak

Peraturan perundang-undangan yang adil yang mengemban misi mensejahterakan masyarakat,


merupakan tujuan dari pembentukan peraturan perundang-undangan. Untuk dapat membentuk
peraturan perundang-undangan yang demikian maka hukum kodrat dalam hal ini ‘moral bangsa’ harus
menjadi landasan filosofis dalam proses pembentukannya. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila dalam
Pembukaan UUD 1945, tidak hanya menggariskan tujuan negara namun sekaligus juga sebagai pokok-
pokok kaidah bernegara yang bersifat fundamental yang harus menjadi dasar (asas) dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan.

Kata kunci: pembentukan perundang-undangan, pancasila, moral bangsa, asas hukum.

Pendahuluan juga Pemerintah ‘seakan lupa’ bahwa legislasi


Salah satu topik (isu) ketatanegaraan nasional sangat penting dalam rangka pem-
dewasa ini adalah ‘lemahnya fungsi legislasi’1 bentukan hukum yang akan menjadi jalan bagi
DPR Periode 2009-2014. Legislasi adalah salah penyelenggaraan pemerintahan dan pemba-
satu fungsi utama DPR di samping anggaran dan ngunan. Selain terkesan lalai dalam pemben-
pengawasan.2 Banyak pihak menyoroti lemah- tukan peraturan perundang-undangan, DPR dan
nya fungsi legislasi DPR ini, karena DPR lebih Pemerintah terkesan juga kurang hati-hati,
banyak menjalankan fungsi pengawasan dan cermat dan tidak taat pada konstitusi pada saat
terlalu sibuk dengan masalah ‘politik dan pe- pembentukan peraturan perundang-undangan.
negakan hukum’ sejak awal 20103. DPR dan Hal ini dapat dilihat dari banyaknya undang-
undang yang diuji konstitusionalitasnya melalui
1
Dari 70 Undang-undang yang direncanakan pada tahun pengujian undang-undang di forum Mahkamah
2010 baru 7 undang-undang saja yang disahkan sampai
Agustus 2010 ini. Kinerja DPR dalam menuntaskan target Konstitusi.
legislasi 2010 hampir gagal total. Target penuntasan 70 Dua fakta di atas menunjukkan bahwa
rancangan undang-undang (RUU) semakin berat terea-
lisasi karena baru tujuh RUU yang disahkan. Sebagai Pembentukan Hukum melalui Pembentukan
akselerasi, DPR dan pemerintah sebaiknya realistis Perundang-undangan di Indonesia, mengandung
dengan menargetkan dua RUU untuk diprioritaskan di
masing-masing komisi. Lihat dalam http://www.
jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=14941 oknum Pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan, Makelar
5. Kasus yang disampaikan oleh Mayjen Susno Duadji hingga
2
Perubahan Kedua UUD 1945 mengatur dalam Pasal 20A isu rekening Gendut yang diduga dimiliki oleh sejumlah
ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi petinggi Polri. Retetan kasus ini menyita perhatian
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. publik, dan DPR juga merespons dalam berbagai level
3
Kasus hukum yang melilit Pimpinan KPK (Bibi-Chandra), dan momen. Baik melalui pembentukan Hak Angket
kasus Bank Century, kasus penggelapan Pajak oleh maupun melalui Rapat Dengar Pendapat.
Hukum Kodrat, Pancasila dan Asas Hukum Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia 283

dua masalah sekaligus, yakni masalah prosedur moralitas hukum akan menjadi dasar teoretis
dan teknis pembentukan peraturan perundang- dalam ikhtiar menelusuri jawaban atas per-
an dan masalah asas dan materi muatan tanyaan ini. Sedangkan nilai-nilai dalam Panca-
pembentukan peraturan perundang-undangan. sila ditempatkan sebagai jawaban atas per-
Dari dua masalah ini, artikel ini mencoba untuk tanyaan mendasar ini.
melihat sisi asas (dan materi muatan) dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan. Hukum Kodrat Thomas Aquino
Pembentukan hukum,4 terutama melalui Thomas Aquinas (1225-1275 M), pemikir
pembentukan peraturan perundang-undangan abad pertengahan memberi pengertian hukum
memegang peranan penting di Indonesia5. Se- sebagai: “Quendam rationis ordinatio ad bo-
kalipun demikian pembentukan peraturan per- num commune, ab eo curam communitatis ha-
undang-undangan seringkali tidak serta merta bet, promulgata” (perintah yang masuk akal,
menghadirkan masyarakat yang tertib, mak- yang ditujukan untuk kesejahteraan umum,
mur, dan adil sebagaimana yang dicita-cita- dibuat oleh mereka yang mengemban tugas
kan6. Pertanyaannya mengapa hal ini terjadi? suatu masyarakat dan dipromulgasikan atau
Apakah karena peraturan perundang-undangan diundangkan).8
yang dibuat tidak ‘memadai’ sebagai sebuah Thomas Aquinas merumuskan bahwa tu-
kaidah hukum yang menuntun, memandu, sa- juan hukum tidak lain menghadirkan kesejah-
rana atau bahkan mendorong (memaksa) ter- teraan bagi rakyat secara umum. Rakyat dalam
jadinya perubahan masyarakat.7 Pertanyaan suatu Negara haruslah menikmati kesejahtera-
yang tidak sederhana ini akan coba dijawab an umum itu. Pemerintah yang tidak menjamin
dengan makalah singkat sebagai awal dari rakyatnya menikmati kesejahteraan umum
kajian. Sebagai kajian awal tentu saja tidak adalah pemerintah yang mengkhianati mandat
cukup memadai menjawab pertanyaan ‘radikal’ yang diembannya. Pemerintah haruslah melak-
mengapa hukum yang dibuat tidak meng- sanakan suatu Negara demi kesejahteraan an-
hadirkan kesejahteraan umum dan keadilan tara lain melalui hukumnya yang adil. Kesejah-
bagi masyarakat. teraan umum selain merupakan tujuan hukum,
Hukum kodrat, utamanya pandangan dari juga merupakan suatu prasyarat adanya masya-
Thomas Aquinas tentang hubungan hukum dan rakat atau Negara yang memperhatikan rakyat-
moral dan pandangan Lon Fuller mengenai nya. Kesejahteraan umum itu meliputi antara
lain, keadilan, perdamaian, ketentraman hi-
4
Meuwissen, menyebut pembentukan hukum adalah
penciptaan hukum baru dalam arti umum. Pembentukan
dup, keamanan, dan jaminan bagi warganya.9
hukum dapat juga ditimbulkan dari keputusan-keputusan Thomas Aquinas menyebutkan hukum Kodrat
konkrit (hukum preseden atau yurisfrudensi). Juga dapat
berakar pada kodrat manusia, bergerak pada
dengan tindakan nyata “yang hanya terjadi sekali saja”
(einmalig) yang dilakukan oleh organ yang berwenang. hakikat manusia dan terarah demi kesejah-
Lihat B. Arief Sidharta, 2007, Meuwissen: Tentang
teraan dan kebahagiaaan manusia itu sendiri.
Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan
Filsafat Hukum, Bandung: Refika Aditama, hlm. 9. Dalam rangka itu, hukum haruslah adil dan
5
Sekalipun kita tidak secara tegas menganut sistem
hukum Eropa kontinental, namun tidak dapat dipungkiri
memperjuangkan keadilan. Hukum yang tidak
bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan adil bertentangan dengan hakikat hukum, dan
menjadi sarana pembangunan hukum yang penting dan
haruslah diubah agar mencapai sasarannya,
dominan.
6
UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemerintah Negara yakni kesejahteraan umum.
Indonesia mempunyai tujuan “…melindungi segenap
Relevansi ajaran Thomas Aquinas tentang
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencer- hukum kodrat terhadap kritik atas positivisme
daskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan keter-
hukum tampak terutama dalam hal-hal yang
tiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial,…”
7 8
Bandingkan dengan pancafungsi hukum: direktif, Lihat Martino Sardi dalam Kata Pengantar buku E.
integrative, stabilitatif, perpektif, dan korektif, dari Sumaryono, 2002, Etika dan Hukum: Relevansi Teori
Sjachran Basah Perlindungan Hukum terhadap Sikap Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Yogyakarta: Kanisius,
Tindak Administrasi Negara, Orasi Ilmiah Dies Natalis hlm. 5.
9
UNPAD, Bandung, 24 September 1986, hlm. 13-14. Sumaryono, E. ibid., hlm 32.
284 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

berhubungan tentang keadilan; kebajikan; dan masyarakat, hukum juga harus melindungi
keadilan sosial dalam keberlakuan hukum. pihak-pihak yang lemah.13
Thomas Aquinas mengkaji konsep keadilan pada Fuller menyebut delapan (syarat) morali-
saat membahas hubungan antara hukum kodrat tas internal dari hukum. Fuller, membahas se-
dengan hukum positif dan pemberlakuannya da- cara terperinci pada bab II bukunya dengan
lam penyelenggaraan negara. Asas-asas formal judul ‘The Morality that Makes Law Possible”.
hukum kodrat menjadi rambu-rambu keadilan Kedelapan prinsip di atas, diawali lebih dahulu
dalam pembuatan hukum dan kebijakan po- oleh Fuller dengan menyebutkan ‘eight ways to
litik.10 fail to make law”, yaitu:
Thomas Aquinas berpandangan bahwa “The first and most obvious lies in a
hukum positif yang adil memiliki daya ikat failure to achieve rules at all, so that
melalui hati nurani. Hukum positif akan disebut every issue must be decided on an ad
hoc basis. The other routes are (2) a
adil jika memenuhi syarat: diperintahkan atau failure to publicize, or at least to make
diundangkan demi kebaikan umum; diperintah- available to the affected party, the
kan oleh legislator yang tidak menyalahgunakan rules he is expected to observe; (3) the
kewenangan legislatifnya; dan memberikan be- abuse of retroactive legislation, which
ban yang setimpal demi kepentingan kebaikan not only cannot itself guide action, but
undercuts the integrity of rules pros-
umum. pective in effect, since it puts them un-
Mengenai dasar pembentukan hukum po- der the threat of retrospective change;
sitif yang baik, Lon Fuller dalam bukunya The (4) a failure to make rules understand-
Morality of the Law (Moralitas Hukum)11 mem- able; (5) the enactment of contradictory
perkenalkan dua macam moralitas, yakni mo- rules or (6) rules that require conduct
beyond the powers of the affected par-
ralitas kewajiban (the morality of duty) dan ty; (7) introducing such frequent cha-
moralitas nilai atau moralitas ikhtiar atau mo- nges in the rules that the subject cannot
ralitas aspirasi (the morality of aspiration).12 orient his action by them; and finally (8)
Moralitas kewajiban, terbuka untuk ditransfor- a failure of congruence between the
masikan ke dalam hukum positif. Fuller juga rules as announced and their actual
administration.14
membedakan antara moralitas hukum internal
dan moralitas hukum eksternal. Moralitas hu- Menggunakan kalimat lain, delapan jalan
kum internal terdiri atas syarat-syarat formal keliru membentuk hukum itu dapat dikategori-
yang harus dipenuhi agar layak menyandang kan sebagai berikut: pertama, The rules must
nama hukum. Syarat-syarat formal ini adalah be expressed in general term; (aturan harus
sejenis aturan-aturan teknikal yang diperlukan berupa aturan umum, tak boleh sekadar ke-
untuk membentuk hukum. Aturan-aturan yang putusan-keputusan ad hoc). Kedua, The rules
tidak memenuhi tuntutan-tuntutan moral hu- must be publicly promulgated; (aturan itu ha-
kum internal, tidak dapat dipandang sebagai rus dipublikasikan kepada masyarakat luas),
aturan hukum dan keputusan hukum. Di sam- ketiga, The rules must be prospective in ef-
pingnya, terdapat moralitas hukum eksternal, fect; (aturan tak boleh berlaku surut), keempat
berkenaan dengan syarat-syarat substansial ba- The rules must be expressed in understandable
gi hukum, jika hukum itu ingin berfungsi de- terms; (aturan harus disusun dalam rumusan
ngan baik dan disebut adil. Termasuk bahwa yang bisa dimengerti), kelima, The rules must
hukum itu harus mempertahankan standar hi-
dup minimal, bahwa hukum harus menyeleng-
13
B. Arief Sidharta, 1999, Bruggink, Rechts-Reflecties,
garakan ketertiban dan keamanan di dalam
Grondbegrippen uit de Rechtstheorie atau Refleksi Ten-
tang Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 261.
10 14
Ibid., hlm. 20. Fuller, Lon. L., The Morality, op cit., hlm. 39;
11
Fuller, Lon. L., 1973. The Morality of Law, Revised Bandingkan Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-
edition Ninth Printing, New Haven and London: Yale undang, Jakarta: Konpress, hlm. 149-158, menguraikan
University Press hlm. 4 dasar-dasar pengujian materiil (substantive review) dan
12
Ibid., hlm. 5. pengujian formil (procedural review).
Hukum Kodrat, Pancasila dan Asas Hukum Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia 285

be consistent with one another; (aturan-aturan penjabaran nilai tersebut dan (2) sebagai sara-
itu tak boleh saling bertentangan), keenam, na bantu untuk mengintepretasikan aturan yang
The rules must not require conduct beyond the bersangkutan yaitu untuk menetapkan ruang
powers of the affected parties; (aturan itu tak lingkup wilayah penerapan ketentuan undang-
boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa undang yang bersangkutan.16
yang dapat dilakukan), ketujuh The rules must Sementara dalam konteks pembentukan
not be changed so frequently that the subject hukum melalui peraturan perundang-undangan
cannot rely on them; (aturan tak boleh sering dapat dikemukakan pandangan I.C. van der
diubah-ubah). Sedangkan kedelapan, The rules Vlies dalam “Het wetsbegrip en beginselen van
must be administered in a manner consistent behoorlijke regelgeving” yang membagi asas-
with their wording. (aturan yang diadakan asas pembentukan peraturan negara yang baik
harus mengandung kecocokan antara aturan menjadi: Asas-asas yang formal, meliputi: asas
yang diundangkan dengan pelaksanaannya tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke
sehari-hari). doelstelling); Asas organ/lembaga yang tepat
Umumnya dalam buku teks dan pem- (beginsel van het juiste orgaan); Asas perlunya
bahasan asas-asas hukum dalam pembentukan pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
perundang-undangan hanya syarat-syarat for- Asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van
mal atau prosedural saja yang disebutkan, agar uitvoerbaarheid); dan Asas konsensus (het
hukum yang sedang dan akan dibuat menjadi beginsel van de consesus).
‘hukum yang baik dan patut’. Jarang sekali Adapun asas-asas pembentukan peraturan
asas-asas hukum material atau substansial negara yang material meliputi: (1) Asas tentang
disebutkan agar menjadi ‘hukum yang adil’. terminologi dan sistematika yang benar (het
Mengenai asas hukum relevan dikemuka- beginsel van duidelijke terminologie en dui-
kan pandangan Satjipto Rahardjo15 yang menya- delijke sytematiek); (2) Asas tentang dapat di-
takan bahwa asas hukum merupakan ‘jantung- kenali (het beginsel van de kenbaarheid); (3)
nya’ peraturan hukum. Menurut Satjipto Rahar- Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het
djo, asas hukum disebut jantungnya peraturan rechtsgelijkheids beginsel); (4) Asas kepastian
hukum karena dua alasan. Pertama, karena hukum (het rechtszekerheids beginsel); dan (5)
asas hukum merupakan landasan yang paling Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan indivi-
luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. dual (het beginsel van de individuele rechts-
Kedua, merupakan alasan bagi lahirnya per- bedeling).17 Asas-asas material meliputi asas
aturan hukum, atau ratio legis dari peraturan se-suai dengan cita hukum Indonesia dan norma
hukum. Asas hukum tidak akan habis kekuat- fundamental negara, asas sesuai dengan hu-
annya dengan melahirkan peraturan hukum, kum dasar negara, asas sesuai dengan prinsip-
melainkan akan tetap saja ada dan melahirkan prinsip negara berdasar atas hukum dan asas
peraturan-peraturan selanjutnya. Asas hukum sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan
sebagai suatu sarana yang membuat hukum berdasarkan sistem konstitusi.18
hidup, tumbuh dan berkembang. Dengan ada-
nya asas hukum, menyebabkan hukum tidak 16
B. Arief Sidharta dalam, Otong Rosadi, 2010, Inkorpora-
si Prinsip Keadilan Sosial dalam Pembentukan Undang-
sekedar kumpulan peraturan, karena asas itu
undang tentang Kehutanan dan Undang-undang tentang
mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan Pertambangan Periode 1967-2009, Disertasi, Jakarta:
Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indo-
etis. Sementara B. Arief Sidharta menyebut
nesia, hlm. 94.
bahwa asas hukum lebih merupakan nilai, 17
A.Hamid S. Attamimi, ibid., hlm. 330.
18
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Re-
sebagai nilai maka fungsi asas hukum, adalah:
publik Indonesia dalam Penyelenggaraan Negara: Suatu
(1) sebagai norma kritis untuk menilai kualitas Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Ber-
fungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita
dari aturan hukum yang seharusnya merupakan IV”, Disertasi, Fakultas Pascasarjana UI, 1990, hlm. 345-
346; Maria Farida Indrarti, 2007, Ilmu Perundang-
15
Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Bandung: Citra undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya, Yogya-
Aditya Bakti, hlm. 45. karta: Kanisius.
286 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

Sementara itu, dalam hukum positif In- Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
donesia terdapat ketentuan dalam Undang-un- Undang-undang/Peraturan Pemerintah Peng-
dang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pemben- ganti Undang-undang; Peraturan Pemerintah;
tukan Peraturan Perundang-undangan,19 yang Peraturan Presiden; Peraturan Daerah, yang
membedakan ‘asas pembentukan peraturan terdiri dari: Peraturan Daerah Provinsi, Pera-
perundang-undangan’ dan ‘asas materi muatan turan Daerah Kabupaten/ Kota, dan Peraturan
peraturan perundang-undangan.’ Asas ‘pem- Desa.21 Seluruh jenis dan hirarkkhi peraturan
bentukan peraturan perundang-undangan’ yang perundang-undangan, termasuk yang paling
diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2004 tinggi (secara khirarkhis) yaitu UUD 1945 dan
dapat disebut syarat-syarat prosedural atau yang paling rendah (secara khirarkhis) yakni
asas-asas hukum formal, meliputi: asas kejelas- Peraturan Daerah harus berdasarkan pada asas
an tujuan, asas kelembagaan atau organ pem- pembentukan dan asas peraturan perundang-
bentuk yang tepat, asas kesesuaian antara je- undangan yang dimaksud oleh Pasal 5 dan Pasal
nis dan materi muatan, asas dapat dilaksana- 6 UU Nomor 10 Tahun 2004.
kan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan,
asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan. Menjadikan Moral (Bangsa) Sebagai Panduan
Sedangkan asas ‘materi muatan peraturan per- Pembahasan mengenai hubungan antara
undang-undangan’ yang diatur dalam Pasal 6 hukum dan moral,22 bukanlah pembicaraan
UU Nomor 10 Tahun 2004 merupakan syarat- yang baru. Hukum, bagaimanapun membutuh-
syarat substansil atau asas-asas hukum material kan moral, seperti pepatah dimasa Kekaisaran
dalam pembentukan peraturan perundang-un- Roma: Quid Leges Sine Moribus? “Apa artinya
dangan, yang terdiri atas: pengayoman; ke- undang-undang kalau tidak disertai moralitas?”.
manusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenu- Karena itu hukum selalu harus diukur dengan
santaraan; bhineka tunggal ika; keadilan; kesa- norma moral di satu sisi. Di sisi lain moral juga
maan kedudukan dalam hukum dan pemerin- membutuhkan hukum, moral akan mengawang-
tahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/ ngawang kalau tidak dilembagakan dalam
atau keseimbangan, keserasian, dan keselaras- masyarakat.23
an. Disebutkan bahwa Thomas Aquinas ber-
Kedua jenis asas ini, selain diatur dalam pandangan hukum positif yang adil memiliki
UU Nomor 10 Tahun 2004 untuk asas-asas per- daya ikat melalui hati nurani. Karenanya pem-
aturan perundang-undangan (tingkat) Pusat bentukan hukum yang adil haruslah menjadikan
juga diatur dalam ketentuan Pasal 137 dan moral sebagai tolok ukur. Moral bangsa harus
Pasal 138 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi asas-asas hukum dan asas hukum
tentang Pemerintahan Daerah, bagi penyusunan tercermin dalam kaidah atau norma hukum.
Peraturan Daerah.20 Menurut pandangan Penulis
diaturnya ketentuan dalam Pasal 137 dan Pasal 21
Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
138 UU NO. 32 Tahun 2004 ini merupakan ‘pe- Peraturan Perundang-undangan,
22
Dibanyak kepustakaan pada awal pembahasan hukum
ngulangan’ yang tidak perlu, karena yang di- sebagai kaedah selalu dibicarakan macam-macam kaedah
maksud jenis dan hierarki peraturan per- yang ada dalam masyarakat, diantaranya kaidah keso-
panan kaedah, kesusilaan, kaedah agama dan kaedah
undangan-undangan, meliputi: Undang-Undang
hukum. Lihat misalnya dalam Purnadi Purbacaraka dan
Soejono Soekanto, 1993 Perihal Kaedah Hukum, Ban-
19
Republik Indonesia, Undang-undang Tentang Pemben- dung: Citra Aditya Bhakti, hlm. 11-27; Juga pada bab II
tukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang Hukum dan Kaidah-Kaidah Etika Lainnya pada L.J. van
Nomor 10 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 53, TLN Apeldoorn, 1983, Inleiding tot de Studir van Het Neder-
Nomor 4389. landse Recht, Pengantar Ilmu Hukum terj Mr. Oetarid
20
Bandingkan dengan Otong Rosadi Arti Penting Program Sadino, Jakarta: Pradnya Paramita, hlm.34-52. Juga
Legislasi Daerah Bagi Pencapaian Tujuan Otonomi dalam J. Van Kant dan J.H. Beekhuis, 1990, Inleiding to
Daerah, Wacana Paramita Jurnal Hukum Univ. Lang- de Rechtwetenschap, Pengantar Ilmu Hukum terj, Mr.
langbuana, Vol. 7, No. 1, Mei 2008, hlm. 43. Juga dalam Moh. O. Masdoeki, Jakarta: Ghalia Indonesia, cetakan
H.M. Laica Marzuki, “Prinsip-Prinsip Pembentukan Pera- kesebelas.
23
turan Daerah”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6 No. 4, No- K. Bertens, 2004. Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka
pember 2009, hlm. 4. Utama, hlm. 41.
Hukum Kodrat, Pancasila dan Asas Hukum Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia 287

Tepat kiranya A. Gunawan Setiardja24, yang pembentukan peraturan perundang-undangan


menyebutkan titik potong antara hukum dan harus menjadikan Pancasila sumber dan pe-
moral adalah hukum kodrat. Pada Hukum doman pembentukannya. Pancasila merupakan
kodrat itulah ditemukan dialektika antara cita hukum (rechtsidee) berfungsi sebagai pe-
hukum dan moral. Moral mencakup dan me- doman dan sebagai tolok ukur dalam mencapai
ngatur hidup manusia dalam segala seginya, tujuan-tujuan masyarakat yang dirumuskan
baik sebagai makhluk pribadi maupun sebagai dalam peraturan perundang-undangan.
makhluk sosial. Mengatur hidup manusia, baik Menurut Rudolf Stammler, cita hukum
batin maupun lahir manusia. Semua yang ialah konstruksi pikir yang merupakan ke-
terlibat dan berperan dalam proses panjang harusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-
pembentukan hukum, harus selalu ingat pada cita yang diinginkan masyarakat. Cita hukum
hukum kodrat. Hukum kodrat adalah segi etis berfungsi sebagai bintang pemandu (leitstern)
dari hukum positif. bagi tercapainya cita-cita masyarakat. Cita
Para pembentuk hukum itu harus meng- hukum mempunyai dua sisi: di satu sisi sebagai
hadirkan tatanan hukum yang baik, dan tatanan penguji hukum positif yang berlaku dan disisi
hukum yang baik harus mendasarkan diri pada lain mengarahkan hukum positif sebagai usaha
moral bangsa dimana hukum itu dibuat/ dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang
disusun, bertumbuh dan berkembang. Moral adil (Zwangversuchzum Richtigen). Menurut
bangsa itu lalu menjadi pemandu bagi asas-asas Stammler, keadilan ialah suatu usaha atau
hukum yang menjadi dasar pembentukan tindakan mengarahkan hukum positif kepada
peraturan perundang-undangan. Bagi bangsa cita hukum. Dengan demikian maka hukum
Indonesia, Pancasila dalam Pembukaan UUD yang adil (richtigen Recht) ialah hukum positif
1945, tidak hanya menggariskan tujuan negara yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita
namun sekaligus juga menyediakan pokok- hukum untuk mencapai tujuan-tujuan masya-
pokok kaidah bernegara yang bersifat funda- rakat.27
mental yang harus menjadi dasar pembentukan Gustav Radbruch berpendapat bahwa cita
peraturan perundang-undangan. Sila-sila dalam hukum bukan hanya berfungsi sebagai tolok
Pancasila menjadi kaidah penuntut yang ber- ukur yang bersifat regulatif, yang menguji apa-
sifat fundamental dan menjadi asas hukum kah hukum positif adil atau tidak, melainkan
utama dalam pembentukan peraturan per- sekaligus berfungsi sebagai dasar yang bersifat
undang-undangan. konstitutif yang menentukan bahwa tanpa cita
Pancasila sebagai sumber hukum dalam hukum, hukum akan kehilangan maknanya
pembentukan hukum ditegaskan dalam Pasal 2 sebagai hukum.
Undang Undang Nomor 10 Tahun 200425, yang Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bah-
menyebutkan “Pancasila merupakan sumber wa Pancasila sebagai sumber dari segala sum-
dari segala sumber hukum negara.” Sementara ber hukum, yang telah ditetapkan sejak awal
Pasal 3 ayat (1)26 “Undang-Undang Dasar Ne- kemerdekaan pada saat PPKI menetapkan
gara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan Undang Undang Dasar 1945 sebagai hukum
hukum dasar dalam Peraturan Perundang- dasar Negara Republik Indonesia. Ketetapan
undangan.” MPRS Nomor XX/MPRS/1966, Ketetapan MPR
Kedua pasal dalam Undang-Undang No- Nomor III/MPR/2000 dan Undang-Undang Nomor
mor 10 Tahun 2004 ini bermakna agar setiap 10 Tahun 2004 menegasulang bahwa Pancasila
sebagai cita hukum Negara Republik Indonesia
24
A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan
adalah sumber hukum bagi pembentukan
Moral: Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia. Yogy-
akarta: Kanisius, hlm. 117.
25 27
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemben- A. Hamid S. Attamimi, 1991, Pancasila Cita Hukum da-
tukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang lam Kehidupan Hukum Bangsa Indonesia: Pancasila Seba-
Nomor 10 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 53, TLN gai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Berma-
Nomor 4389. syarakat, Berbangsa dan Bernegara, Jakarta: BP7 Pusat,
26
Ibid. hlm. 68.
288 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

peraturan perundang-undangan di Indonesia, bangsa kita menyediakan ‘filter’ yang dapat


sejak mulai UUD, Undang-Undang/Peraturan menyaring dan menjadi pedoman agar kepen-
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peratur- tingan bangsa Indonesia tetap menjadi pilihan
an Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Per- utama (prioritas). Kepentingan asing melalui
aturan Daerah, yang terdiri dari: Peraturan lembaga atau negara pendonor, harus disesuai-
Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/ kan dengan kepentingan bangsa ini di masa
Kota, dan Peraturan Desa. datang. Kegagalan IMF menangani Indonesia di
Pertanyaan kemudian masih tetapkah tengah dan pascakrisis moneter 1997 harusnya
Pancasila sebagai sumber hukum dijadikan ru- menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini
jukan (pedoman, leitstern) dalam pemben- dalam menata tata ekonominya. Ketidakber-
tukan peraturan perundang-undangan dewasa hasilan Bank Dunia dalam menata tata ke-
ini. Bukankah faktor-faktor masyarakat yang pemerintahan yang baik (good governance) di
mempengaruhi pembentukan hukum sudah jauh banyak negara Asia, Amerika Latin dan Afrika
berubah. Hubungan sosial yang sudah berubah; harusnya menjadi peringatan dini (early warn-
hubungan kekuatan politik pascareformasi dan ing) bagi negara kita. Program pengelolaan
amandemen UUD 1945 yang juga sudah ber- sektor publik yang diusung Bank Dunia alih-alih
ubah; situasi sosial ekonomi yang berubah dapat mendorong tata kelola pemerintahan
bahkan hitungan menit; perkembangan masya- yang bersih dan bebas dari KKN, yang efisien,
rakat internasional sampai pemampatan dunia partisipatif, dan ramah lingkungan ternyata
(globalisasi); perkembangan ilmu pengetahuan malah menghasilkan korupsi yang meluas dan
dan teknologi yang cepat bahkan revolusioner; tak bertepi, makin parahnya kerusakan ling-
keadaan lingkungan hidup, iklim dunia dan kungan, dan memperbesar kesenjangan sosial.
geografis yang juga berubah. Karenanya tatanan ekonomi, tata keperintahan
Perubahan faktor yang mempengaruhi dan tatanan politik Indonesia ke depan harus-
pembentukan hukum mendorong kita sebagai nya berdasar pada tatanan hukum yang ber-
bangsa tetap berpijak dan berdasar pada Pan- pijak pada cita hukum Indonesia dengan
casila sebagai cita hukum (rechtsidee), yang ti- berorientasi pada kepentingan masa depan
dak hanya karena telah disepakati bersama (se- Indonesia. Tatanan Hukum Nasional Indonesia
bagai konsensus bersama) namun juga karena yang mengatur tatanan sosial budaya, politik,
Pancasila merupakan pedoman dan cara pan- dan ekonomi, haruslah tatanan hukum Pan-
dang bangsa Indonesia dalam mencapai cita- casila. Dalam konteks inilah patut juga di-
citanya sekarang dan di masa depan. Pancasila renung ulang, apakah selama lebih dari satu
akan tetap selalu relevan bagi masyarakat Indo- dekade ini (1998-2010) pembentukan hukum
nesia dewasa ini, karena sebagai konsensus Indonesia sudah berdasar (bersumber) pada
bersama menata kehidupan bersama di tengah Pancasila, termasuk Perubahan atau Aman-
masyarakat heterogen seperti Indonesia mem- demen UUD 1945. Lebih khusus lagi, menjadi
butuhkan ‘overlaping con-sensus’. perenungan apakah amandemen UUD 1945 yang
Tantangan kini dan di masa datang yang dilakukan sesuai dengan ‘arahan’ dalam Pem-
semakin kompleks juga mengharuskan masya- bukaan UUD 194528
rakat Indonesia mempunyai cita hukum yang Menurut Penulis, menjadikan Pancasila
dijadikan pedoman dalam pembentukan sistem sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi
hukum, termasuk pembentukan peraturan pembentukan hukum (terutama pembentukan
perundang-undangan. Pengaruh kekuatan asing perundang-undangan) tidak hanya masih rele-
baik politik, sosial budaya dan ekonomi yang
semakin nyata dalam proses pembentukan 28
Mengenai hal ini terdapat buku yang mengkritik Undang-
undang Dasar 1945 hasil amandemen, Lihat Amin Arjoso,
hukum di Indonesia. Pembaharuan hukum yang 2008, dkk. Et. All. Undang-undang Dasar 2002 Hasil
dikendalikan oleh lembaga/negara pendonor Amandemen UUD 1945: Menghancurkan Bangsa Secara
Ideologi, Politik, Ekonomi & Kebudayaan, Jakarta: Yaya-
(donor driven legal reform) mengharuskan san Kepada Bangsaku.
Hukum Kodrat, Pancasila dan Asas Hukum Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia 289

van tetapi merupakan keharusan untuk masa jemahan Mr. Oetarid Sadino. Jakarta:
depan Indonesia, sebagaimana yang dicita-cita Pradnya Paramita;
dalam Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi Arjoso, Amin. dkk. 2008, Undang-undang Dasar
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah 2002 Hasil Amandeme UUD 1945: Meng-
hancurkan Bangsa Secara Ideologi, Poli-
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejah-
tik, Ekonomi & Kebudayaan, Jakarta: Ya-
teraan umum, mencerdaskan kehidupan bang- yasan Kepada Bangsaku;
sa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
Attamimi, A. Hamid S. 1990. Peranan Kepu-
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian tusan Presiden Republik Indonesia dalam
abadi dan keadilan sosial.29 Penyelenggaraan Negara: Suatu Studi
Analisis Mengenai Keputusan Presiden
Penutup yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun
Waktu Pelita I-Pelita IV”, Disertasi, Ja-
Simpulan
karta: Pascasarjana Universitas Indone-
Uraian di atas sekalipun masih summir sia;
dan dangkal berupaya untuk membuat garis
-------. 1991. Pancasila Cita Hukum dalam
besar bahwa hukum kodrat, yakni Moral Bangsa Kehidupan Hukum Bangsa Indonesia:
yang kemudian dkristalisasi menjadi cita hukum Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berba-
harus menjadi acuan penyusunan peraturan gai Bidang Kehidupan Bermasyarakat,
perundang-undangan. Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: BP7
Pusat;
Pancasila dengan sila-silanya, menyajikan
sejumlah panduan yang dapat dijadikan ‘dasar’ Basah, Sjachran. Perlindungan Hukum terhadap
Sikap Tindak Administrasi Negara. Orasi
penyusunan asas-asas hukum Indonesia (ter- Ilmiah Dies Natalis UNPAD. 24 September
utama asas-asas hukum substansial), yang sa- 1986. Bandung;
ngat bermanfaat bagi pembentukan hukum Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia Pus-
yang adil agar menjadi sarana yang menuntun, taka Utama;
memandu, bahkan mendorong perubahan ma- Fuller, Lon L. 1973. The Morality of Law. Revi-
syarakat (melalui) pembangunan guna men- sed edition Ninth Printing, New Haven
capai tujuan menjadi masyarakat Pancasila and London: Yale University Press;
yang diidam-idamkan sebagaimana cita-cita Indrarti, Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang-
Proklamasi Kemerdekaan yang dirumuskan lebih undangan: Proses dan Teknik Pemben-
lajut dalam Pembukaan UUD 1945. tukannya. Yogyakarta: Kanisius;
Masyarakat Pancasila yang dimaksud ada- Kant, J. Van dan J.H. Beekhuis, 1990, Inleiding
to de Rechtwetenschap, Pengantar Ilmu
lah masyarakat yang terlindungi segenap bang-
Hukum terjemahan Mr. Moh. O. Masdoe-
sa dan seluruh tumpah darahnya, masyarakat ki. cetakan kesebelas. Jakarta: Ghalia
yang sejahtera, masyarakat yang berada dalam Indonesia;
kehidupan yang cerdas, dan yang ikut (aktif) Marzuki, Laica. “Prinsip-Prinsip Pembentukan
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar- Peraturan Daerah”, Jurnal Konstitusi,
kan kemerdekaan, perdamaian abadi dan ke- vol. 6 no. 4. Nopember 2009
adilan sosial, serta dalam lindungan dan berkah Purbacaraka, Purnadi. dan Soejono Soekanto.
Tuhan Yang Maha Esa. 1993. Perihal Kaedah Hukum, Bandung:
Citra Aditya Bhakti;
DAFTAR PUSTAKA Rahardjo, Satjipto. 1991. Ilmu Hukum. Ban-
dung: Citra Aditya Bakti;
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Perihal Undang-
undang. Jakarta: Konpress; Rosadi, Otong. “Arti Penting Program Legislasi
Daerah Bagi Pencapaian Tujuan Otonomi
Apeldoorn, L.J. van. 1983. Inleiding tot de Daerah”, Wacana Paramita Jurnal Hukum
Studir van Het Nederlandse Recht. Ter- Univ. Langlangbuana, Vol. VII, Nomor 1,
Mei 2008;
29
-------. 2010. Inkorporasi Prinsip Keadilan Sosial
Otong Rosadi, Inkorporasi Prinsip Keadilan Sosial..., op
cit., hlm. 199-201.
dalam Pembentukan Undang-undang ten-
290 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

tang Kehutanan dan Undang-undang ten-


tang Pertambangan Periode 1967-2009,
Disertasi, Jakarta: Program Pasca-sarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
Sidharta, B. Arief. 1999, Rechts-Reflecties,
Grondbegrippen uit de Rechtstheorie
atau Refleksi Tentang Hukum, Bandung:
Citra Aditya Bakti;
-------. 2007. Meuwissen: Tentang Pengem-
banan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum
dan Filsafat Hukum. Bandung: Refika
Aditama;
Setiardja, A. Gunawan 1990. Dialektika Hukum
dan Moral: Dalam Pembangunan Masya-
rakat Indonesia. Yogyakarta: Kanisius;
Sumaryono, E. 2002. Etika dan Hukum: Rele-
vansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aqui-
nas. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai